You are on page 1of 56

Doni Priambodo Wijisaksono

Subdivision of Tropical Medicine and Infectious Diseases


Internal Medicine Department
Faculty of Medicine Gajah Mada University / Dr Sardjito General Hospital
Jogjakarta
 Malaria is a protozoan disease transmitted by the bite of
infected Anopheles mosquitoes.
 Most important of the parasitic diseases of humans, with
transmission in 103 countries, 300 million acute cases
annually, and causing between 1 and 3 million deaths each
year
 Four (or 5 ?) species of the genus Plasmodium cause nearly
all malarial infections in humans : P. falciparum, P. vivax, P.
ovale, and P. malariae (the 5’th is P. knowlesi)
 Almost all deaths are caused by falciparum malaria.
www.ch.ic.ac.uk/wiki/images/f/fb/Malaria_map
3
 Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65%
kabupaten endemis, dimana 45 % penduduk di
kabupaten tersebut berisiko tertular malaria.

 Hasil survei komunitas selama 2007 – 2010,


prevalensi malaria di Indonesia menurun dari 1,39
% (Riskesdas, 2007) menjadi 0,6 % (Riskesdas,
2010).

 Tingkat prevalensi malaria yang tinggi ditemukan


di wilayah timur Indonesia, yaitu di Papua Barat
(10,6 persen), Papua (10,1 persen) dan Nusa
Tenggara Timur (4,4 persen).
 Clinical symptoms include the following: Fatigue,
Malaise, Shaking chills, Arthralgia, Myalgia, Paroxysm
of fever, shaking chills, and sweats
 The classic paroxysm begins with a period of shivering
and chills, which lasts for approximately 1-2 hours, and
is followed by a high fever. Finally, the patient
experiences excessive diaphoresis, and the body
temperature of the patient drops to normal or below
normal
 Other common symptoms include the following:
 Anorexia and lethargy, nausea and vomiting
 Diarrhea, headache
 Sign of anemia, thrombocytopenia, splenomegaly
Signs Manifestations
Unarousable coma/cerebral malaria Failure to localize or respond appropriately to noxious stimuli; coma persisting for >30 min after
generalized convulsion
Acidemia/acidosis Arterial pH <7.25 or plasma bicarbonate level of <15 mmol/L; venous lactate level of >15 mmol/L
manifests as labored deep breathing, often termed "respiratory distress"
Severe normochromic, normocytic Hematocrit of <15% or hemoglobin level of <50 g/L (<5 g/dL) with parasitemia level of >100,000/mL
anemia
Renal failure Urine output (24 h) of <400 mL in adults or <12 mL/kg in children; no improvement with
rehydration; serum creatinine level of >265 mmol/L (>3.0 mg/dL)
ARDS Noncardiogenic pulmonary edema, often aggravated by overhydration
Hypoglycemia Plasma glucose level of <2.2 mmol/L (<40 mg/dL)
Hypotension/shock Systolic blood pressure of <50 mmHg in children 1-5 years or <80 mmHg in adults; core/skin
temperature difference of >10∞C
Bleeding/disseminated intravascular Significant bleeding and hemorrhage from the gums, nose, and gastrointestinal tract and/or
coagulation evidence of disseminated intravascular coagulation
Convulsions More than two generalized seizures in 24 h
Hemoglobinuriaa Macroscopic black, brown, or red urine; not associated with effects of oxidant drugs and red
blood cell enzyme defects (such as G6PD deficiency)
Other
Impaired consciousness Obtunded but arousable
Extreme weakness Prostration
Hyperparasitemia Parasitemia level of >5% in nonimmune patients
Jaundice Serum bilirubin level of >50 mmol/L (>3.0 mg/dL)
a Hemoglobinuria may occur in uncomplicated malaria.
NOTE: G6PD, glucose-6-phosphate dehydrogenase.
 Giemsa-stained thick and thin peripheral blood smears
 These smears are the criterion standard for malaria
detection and should be sent to the laboratory
immediately, since malaria is a potentially life-
threatening infection.
 When reading the smear, 200-300 oil-immersion
fields should be examined (more if the patient
recently has taken prophylactic medication, because
this temporarily may decrease parasitemia).
 Rapid diagnosis test
 PF test, ICT test, paracheck, OptiMAL
 Prompt parasitological confirmation by microscopy or
alternatively by RDTs is recommended in all patients
suspected of malaria before treatment is started.
Note:
Treatment solely on the basis of clinical suspicion may
be considered in areas of high transmission where
parasitological diagnosis is not available or is likely to
delay treatment, particularly in high risk groups such
as:
 in severe malaria cases,
 in children under 5 yrs of age and
 in pregnant women
 To cure infection and reduce morbidity and mortality
 The Public health goal is to reduce the infectious reservoir

Specifically
 Early detection and prompt effective treatment to cure the
infection and prevent progression to severe disease
 Proper management of severe disease to prevent death
 Prevent drug resistance
 Reduce malaria transmission
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan
radikal malaria dengan membunuh semua
stadium parasit yang ada di dalam tubuh
manusia, dengan menggunakan obat
antimalaria kombinasi
Class Drug Biological activity
Blood schizontocide Tissue schizontocide
4-Aminoquinolines chloroquine ++ 0
Chinchona alcalods quinine ++ 0
quinidine ++ 0
mefloquine ++ 0
Phenanthrene
halofantrine ++ 0
methanol
Artemisinine and artemisinine ++ 0
derivatives artemether ++ 0
artesunate ++ 0
Antimetabolites proguanil + +
(Anti-folic acid) pyrimethamine + 0
sufhadoxine + 0
sulfalene + 0
dapsone + 0
Antibiotics tetracycline + +
doxycycline + +
minocycline + +
8-Aminoquinoline primaquine 0 +
Kombinasi Fixed Dose Combination (FDC) terdiri atas
Dihydroartemisinin dan Piperaquin.
- Setiap tablet mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan
320 mg piperaquin .
- Obat ini diberikan peroral selama tiga hari dengan range
dosis tunggal harian sebagai berikut :
Dihydroartemisinin dosis 2 - 4 mg/kgBB;
Piperaquin dosis 16-32 mg/kgBB.
Artesunat – Amodiakuin
- Kemasan artesunate – amodiaquin yang ada pada program
pengendalian malaria dengan 3 blister.
- setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunate @ 50 mg dan 4
tablet amodiaquin 150 mg.
severity of illness

Berat/severe
atau
Ringan/uncomplicated
Lini pertama:

Pengobatan lini pertama malaria falsiparum menurut berat


badan dengan Dihydroartemisin + Piperakuin (DHP) dan
Primakuin
Pengobatan lini kedua untuk Malaria falsiparum

• Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika


pengobatan lini pertama tidak efektif dimana ditemukan:
• gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak
berkurang (persisten) atau
• timbul kembali (rekrudensi).

• Doksisiklin dan Tetrasiklin tidak dapat diberikan pada ibu hamil


dan anak.

• Sebagai pengganti dapat dipakai Klindamisin


dosis anak 6 mg/kb bb/kali diberikan 3 x sehari selama 7 hari,
maksimal tidak melebihi dosis orang dewasa (300 mg).
• Pada ibu hamil dengan dosis 10 mg/kg bb 2 x sehari selama 7 hari .
Pengobatan Lini Kedua untuk malaria falsiparum
(dengan obat kombinasi Kina dan Doksisiklin)

Dosis Doksisklin
Pengobatan Lini Kedua untuk Malaria Falsiparum
(dengan obat kombinasi Kina dengan Tetrasiklin)

Dosis Tetrasiklin
Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan
malaria vivaks
yang tidak respon terhadap pengobatan ACT.
Dugaan Relaps pada malaria vivaks adalah apabila
pemberian primakuin dosis 0,25 mg/kg BB/hari sudah
diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali
dengan parasit positif dalam kurun waktu 1 sampai 3
bulan setelah pengobatan
• Lini pertama Malaria ovale
• Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT
(Artemisinin-based Combination Therapy) yaitu
Dihydroartemisinin Piperaquin (DHP) atau Artesunate +
Amodiaquin.
• Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria
vivaks

• Pengobatan Lini Kedua Malaria Ovale


Pengobatan Lini ke 2 untuk malaria ovale sama dengan
untuk malaria vivaks
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT
1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis sama
dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak
diberikan primakuin.
Infeksi campur antara P. falcifarum dengan
P.malariae diberikan regimen ACT selama 3
hari dan primakuin pada hari I.
Pengobatan malaria pada ibu hamil

Pengobatan malaria falsiparum pada ibu hamil

Pengobatan malaria vivaks pada ibu hamil


1. RAWAT JALAN
• Pemantauan dilakukan pada : hari ke-2, hari ke-3, hari ke-7, hari
ke-14 dan hari ke-28 setelah pemberian obat hari pertama, dengan
memonitor gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopik.
• Apabila terjadi perburukan gejala klinis sewaktu-waktu segera
kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan.

2. RAWAT INAP
• Evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan memonitor
gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopik.
• Evaluasi dilakukan sampai bebas demam dan tidak ditemukan
parasit aseksual dalam darah selama 3 hari berturut-turut.
• Setelah pasien dipulangkan harus kontrol pada hari ke-14 dan ke-
28 sejak hari pertama mendapatkan obat anti malaria.
1. Sembuh
Penderita dikatakan sembuh apabila : gejala klinis (demam) hilang dan parasit
aseksual tidak ditemukan pada hari ke-4 pengobatan sampai dengan hari ke-28

2. Gagal pengobatan dini/Early treatment failure


a. Menjadi malaria berat pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dengan parasitemia
b. Hitung parasit pada hari ke-2 > hari ke-0
c. Hitung parasit pada hari ke-3 > 25% hari ke-0
d. Ditemukan parasit aseksual dalam hari ke-3 disertai demam

3. Gagal Pengobatan kasep/Late Treatment Failure


a. Gagal Kasep Pengobatan Klinis dan Parasitologis
- Menjadi malaria berat pada hari ke-4 sampai ke-28 dan parasitemia
- Ditemukan kembali parasit aseksual antara hari ke-4 sampai hari ke-28
disertai demam
b. Gagal kasep Parasitologis
Ditemukan kembali parasit aseksual dalam hari ke-7, 14, 21 dan 28 tanpa
demam
4. Rekurensi
Rekurensi : ditemukan kembali parasit aseksual dalam darah
setelah pengobatan selesai. Rekurensi dapat disebabkan oleh :
a. Relaps : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari
pengobatan. Parasit tersebut berasal dari hipnozoit P. vivax atau P.
ovale.
b. Rekrudensi : rekurens dari parasit aseksual selama 28 hari
pemantauan pengobatan. Parasit tersebut berasal dari parasit
sebelumnya (aseksual lama).
c. Reinfeksi : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari
pemantauan pengobatan pasien dinyatakan sembuh. Parasit
tersebut berasal dari infeksi baru (sporozoit)
• Apabila dijumpai gejala klinis memburuk dan disertai
parasit aseksual positif maka pasien segera di rujuk.

• Apabila dijumpai gejala klinis tidak memburuk tetapi


parasit aseksual tidak berkurang dibandingkan
pemeriksaan pertama atau parasit menghilang,
kemudian timbul kembali selama periode follow up
maka diberi pengobatan lini kedua.

• Kedua keadaan ini harus dilaporkan melalui sistem


surveilans malaria.
• Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD ringan
melalui pemeriksaan laboratorium, maka pengobatan
diberikan secara mingguan selama 8-12 minggu dengan
dosis mingguan 0,75 mg/kg BB.

• Apabila gejala terus berlanjut maka pemberian primakuin


harus dihentikan.

• Jika pemeriksaan tidak tersedia namun dari anamnesis ada


keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah
minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin
dan lain-lain maka primakuin sebaiknya tidak diberikan.

• Pengobatan malaria pada penderita dengan defisiensi G6PD


berat segera rujuk ke RS.
• RAPID DETECTION & EARLY MANAGEMENT
• SUPPORTIVE TREATMENT
• SPECIFIC TREATMENT
– ANTI MALARIAL DRUGS
• ORGAN FAILURE TREATMENT
• ANCILLARY TREATMENT
• PARENTERAL
• START IMMEDIATELY
• DOSAGE, WEIGHT THE PATIENT
• MONITORING RESPONSE
• SWITCHED TO ORAL WHEN POSSIBLE
• MONITORING SIDE EFFECTS
 Penderita malaria berat harus segera dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki sarana
dan prasarana yang lebih lengkap untuk
mendapatkan perawatan yang lebih lanjut.

 Sebelum dirujuk diberikan Artemeter/Artesunat


injeksi.
Prinsip :
1. Pemberian obat anti malaria yang efektif
2. Penanganan komplikasi
3. Tindakan penunjang/pengobatan simtomatik

Alternatif:
• Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg
serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang
berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%
• Larutan artesunat dibuat dengan mencampur 60 mg serbuk
kering artesunik dan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%, diencerkan
dengan Dextrose 5% sebanyak 3 - 5 cc dan diberikan secara
bolus perlahan-lahan.

Dosis :
• Artesunat (AS) diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb per-iv
sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24.
• Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv setiap 24 jam sampai
penderita mampu minum obat.
• Pengobatan dilanjutkan dengan regimen dihydroartemisinin-
piperakuin
( ACT lainnya) + primakuin.
ARTESUNATE
I.V / I.M

ARTEMETHER
I.M 1 Amp = 80mg
1 Fl = 60 mg

Harijanto PN. 44
2006
• Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi
80 mg artemeter dalam larutan minyak.

• Artemeter diberikan dengan dosis 1,6 mg/kgbb


intramuskular dan diulang setelah 12 jam.

• Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb


intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu
minum obat.

• Bila penderita sudah dapat minum obat, pengobatan


dilanjutkan dengan regimen dihydroartemisinin-piperakuin
( ACT lainnya) + primakuin.
1,6 mg/kgBB i.m. dilanjutkan sampai
pasien dapat minum obat oral

J0 J12 J36 J60

2,4 mg/kgBB i.m.atau i.v. dilanjutkan


sampai pasien dapat minum obat oral

J0 J12 J24 J48


Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasis Malaria di Indonesia – Gebrak Malaria. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Jakarta
.
 Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk
malaria berat pada daerah yang tidak tersedia derivat
artemisinin parenteral, dan pada ibu hamil trimester
pertama.

 Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina


dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500 mg/2 ml.
 Pemberian kina secara loading dose : 20 mg garam/kgbb
dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5% atau NaCl 0,9% diberikan
selama 4 jam pertama.
 Selanjutnya selama 4 jam kedua hanya diberikan cairan dextrose
5% atau NaCl 0,9%.
 Setelah itu, diberikan kina dengan dosis maintenance 10
mg/kgbb dalam larutan 500 ml dekstrose 5 % atau NaCl selama 4
jam.
 Empat jam selanjutnya, hanya diberikan cairan dextrose 5% atau
NaCl 0,9%. Setelah itu diberikan dosis maintenance seperti di atas
sampai penderita dapat minum kina per-oral.
 Bila sudah dapat minum obat pemberian kina iv diganti dengan
kina tablet per-oral dengan dosis 10 mg/kgbb/kali diberikan tiap
8 jam.
 Kina oral diberikan bersama doksisiklin, tetrasiklin pada orang dewasa
atau klindamisin pada ibu hamil.
 Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak pemberian kina
perinfus yang pertama.
20mg/kgBB 10mg/kgBB 10mg/kgBB
dalam 500 dalam 500 dalam 500
cc D5% cc D5% cc D5%

j4 j12
J0 J8 J16
Inf D5 % Inf D5 %

Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasis Malaria di Indonesia – Gebrak Malaria. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Jakarta
.
PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT
KINA DIHIDROKLORIDA PARENTERAL PADA
ANAK-ANAK

• Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila


umur < 2 bulan : 6 - 8 mg/kg bb) diencerkan dengan
dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 % sebanyak 5 - 10
ml/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam
sampai penderita dapat minum obat, selanjutnya
diberikan kina peroral sampai 7 hari.
Catatan:
• Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena,
karena toksik bagi jantung dan dapat menimbulkan
kematian.
• Pada penderita dengan gagal ginjal, dosis maintenance
kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya.
• Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan
primakuin dengan dosis 0,75 mg/kgbb.
• Dosis kina maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.
• Hipoglikemia dapat terjadi pada pemberian kina
parenteral oleh karena itu dianjurkan pemberiannya
dalam Dextrose 5%
No Nama obat Sediaan Dosis Dewasa Dosis Anak Efek Samping

1 DHP Fixed dose DHA 2-4mg/kgBB/hr DHA 2-4mg/kgBB/hr NA


combination/FDC PPQ 16-32mg/kgBB/hr PPQ 16-32mg/kgBB/hr
(DHA 40mg dan PPQ Diberikan selama 3 hari (dosis anak tidak boleh
320mg) melebihi dosis dewasa)
Diberikan selama 3 hari

2 Kombinasi Co-blister Artesunat 4mg/kgBB/hr Artesunat 4mg/kgBB/hr Artesunat : NA


Artesunat- Amodiakuin basa Amodiakuin basa Amodiakuin: mual
Amodiakuin 10mg/kgBB/hr 10mg/kgBB/hr muntah,diare,
Diberikan selama 3 hari (dosis anak tidak boleh sakit perut, hepa-
melebihi dosis dewasa) totoksik,bradikardi
Diberikan selama 3 hari

3 Kina a.Tablet 200 mg 30 mg/ kg BB/ hari dibagi 30 mg/kgBB/hari dibagi Tinnitus,renal
b.Injeksi 1ampul = 2cc dalam 3 dosis. dalam 3 dosis failure,ventrikular
Kina HCl 25% 500mg Diberikan selama 7 hari Diberikan selama 7 hari takikardi,hepato-
Loading dose 20mg/kgBB 10mg/kgBB, umur<2 bln toksik,hipoglikemi,
Maintenance dose 10 mg/ dosis 6-8mg/kgBB hipotensi berat,
kgBB trombositopeni

4 Doksisiklin Kapsul 100 mg 3.5mg/kgBB/hari 2.2 mg/kgBB/hari Anorexia,depresi


sumsum
tulang,nefrotoksik
No Nama obat Sediaan Dosis Dewasa Dosis Anak Efek Samping

5 Tetrasiklin Kapsul dan Tablet 4mg/kgBB/hari 4mg/kgBB/hari Anorexia,peruba


250 mg han warna gigi

6 Klindamisin Kapsul 10mg/kgBB/hari 10mg/kgBB/hari Diare,mual,nyeri


75mg,150mg, dan Diberikan selama 7 Diberikan selama 7 perut,muntah
300mg hari hari

7 Artemeter + Tablet FDC (20mg >35 kg 2x4 tab 5-14 kg : 2x1 tab (3 Sakit kepala,
Lumefantrin artemeter+120mg Diberikan selama 3 hari) Letih,Asthenia,
lumefantrin) hari 15-24 kg : 2x2 tab (3 Coartem leaflet
hari) hal 7-8
25-34 kg ; 2x3 tab(3
hari)
8 Artesunat Vial (1cc=60mg) 2.4 mg/kgBB 2.4 mg/kgBB NA

9 Artemeter Ampul (1cc=80mg) 1.6mg/kgBB 1.6mg/kgBB NA


Prevention requires A, B, C and D
(Easmon,2009)
 Awareness of risk.
 Bite avoidance.
 Chemoprophylaxis
 Diagnosis made promptly,
with early treatment of an infected case.

You might also like