You are on page 1of 52

KODE ETIK PROFESI ADVOKAT

H. SHALIH MANGARA SITOMPUL,SH.MH.


WAKIL KETUA UMUM
BIDANG PKPA, SERTIFIKASI ADVOKAT &
KERJASAMA PERGURUAN TINGGI
Periode 2015-2020
KODE ETIK
PROFESI
1. SUBSTANSI UNDANG-UNDANG NOMOR 18
TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG NOMOR
18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT
A. Kode Etik Advokat Indonesia
B. Kepribadian Advokat
C. Hubungan Advokat dengan Klien
D. Hubungan Advokat dengan teman sejawat
E. Cara bertindak menangani perkara
F. Ketentuan tentang Kode Etik dan
Pelaksanaannya
A. Kode Etik Advokat Indonesia
Sebuah Etika Profesional digunakan sebagai peraturan-peraturan yang mengatur
mengenai profesi yang pada umumnya mengandung hak-hak yang fundamental dan
mempunyai aturan-aturan mengenai tingkah laku maupun perbuatan di dalam
menjalankan profesinya. Sehingga sudah semestinya jika di dalam suatu organisasi
profesi memiliki kode etik yang membebankan kewajiban sekaligus memberikan
suatu perlindungan hukum kepada setiap anggotanya di dalam melaksanakan
profesinya. Terlebih dengan keberadaan organisasi profesi Advokat sendiri sangat
diperlukan adanya suatu etika professional yang dituangkan dalam bentuk kode etik,
karena profesi Advokat sendiri dipandang sebagai profesi terhormat (officium
nobile) yang didalamnya menjalankan profesi berada di bawah perlindungan hukum,
undang-undang dan kode etik itu sendiri yang memiliki kebebasan didasarkan kepada
kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada kemandirian,
kejujuran, kerahasiaan dan keterbukaan. Sehingga sebagai suatu profesi yang
diberikan kepercayaan sebagai suatu profesi terhormat, maka sudah semestinya
diperlukan adanya suatu kode etik profesi yang tujuannya adalah untuk mencegah
terjadinya suatu perilaku yang tidak etis dari para anggota profesi tersebut. Dengan
demikian keberadaan kode etik profesi di dalam menjalankan control dari para
pelanggarnya ini diharapkan mampu menciptakan pribadi yang mempunyai niat
profesi yang mampu mengatur dirinya sendiri.
 Etika Profesional Advokat di Indonesia sendiri dituangkan dalam
sebuah Kode Etik Advokat yang disusun oleh sebuah Komite Kerja
Advokat Indonesia yang terdiri dari tujuh organisasi organisasi
profesi Advokat, diantaranya yaitu:
1. Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN)
2. Asosiasi Advokat Indonesia (AAI)
3. Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI)
4. Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI)
5. Serikat Pengacara Indonesia (SPI)
6. Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI)
7. Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM)
 Kode Etik Advokat Indonesia yang disusun oleh Komite Kerja
Advokat ini mulai ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2002
dan berlaku sejak tanggal ditetapkan.
B. Kepribadian Advokat
Di dalam Kode Etik Advokat ini diantaranya mengatur persoalan tentang:
Kepribadian Advokat
Kepribadian Advokat ini diatur di dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
 Pasal 2:”Advokat Indonesia adalah warga Negara Indonesia yang bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan
kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam
melaksanaknan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang- Undang Dasar Republik
Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatannya.”
 Pasal 3:
a.”Advokat dapat menolak untuk memberi nasehat dan bantuan hukum kepada setiap
orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan karena
tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi
tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku,
keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.”
b.”Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh
imbalan materi, tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan
Keadilan.”
c.”Advokat dalam menjalankan profesinya bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh
siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak asasi masnusia dalam Negara Hukum
Indonesia.”
d.”Advokat wajib memelihara rasa solidaritas diantara teman sejawat.”
e.”Advokat wajib memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada teman sejawat
yang diduga atau didakwa dalam suatu perkara pidana atas permintaannya atau
karena penunjukkan organisasi profesi.”
f.”Advokat tidak dibenarkan untuk melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan
kebebasan, derajat dan martabat Advokat.”
g.”Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat
(officium nobile).”
h.”Advokat dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak,
tetapi wajib mempertahankan hak dan martabat Advokat.”
i.”Seorang Advokat yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara
(Eksekutif, Legislatif, dan Judikatif) tidak dibenarkan untuk berpraktik sebagai
Advokat dan tidak diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh
siapapun atau oleh kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang
diproses/berjalan selama ia menduduki jabatan tersebut.”
 Kepribadian-kepribadian yang tertuang dalam kedua Pasal di atas wajib dimiliki oleh
setiap Advokat dalam menjalankan tugas profesinya.
 Disinilah fungsi dan tujuan dari Etika Profesi itu diciptakan, selain membentuk pribadi
Advokat yang baik sebagai suatu profesi terhormat juga diharapkan mampu
memberikan perlindungan hukum pada para anggota profesi tersebut.
C. Hubungan Advokat dengan
Klien
 Hubungan Advokat dengan Klien ini diatur di dalam Pasal 4. Sebelum diuraikan
mengenai hubungan Advokat dengan Klien ini terlebih dahulu kita harus mengerti
terlebih dahulu siapa yang dapat dikategorikan dalam sebutan Advokat dan siapa
Klien itu sendiri.
 Di dalam ketentuan umum Kode Etik Advokat telah dijelaskan mengenai maksud dari
pengertian Advokat dan maksud daripada pengertian Klien. Yang dimaksud dengan
“Advokat adalah orang yang berpraktik memberi jasa hukum, baik di dalam
maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan
undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasihat
Hukum, Pengacara Praktik ataupun sebagai Konsultan Hukum ” (Pasal 1
huruf a Kode Etik Advokat). Sedangkan yang dimaksud dengan “ Klien adalah
orang, badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa dan atau
bantuan hukum dari Advokat”(Pasal 1 huruf b Kode Etik Advokat).
 Setelah kita mengetahui pengertian Advokat dan pengertian Klien maka kita dapat
mengetahui seperti apa hubungan antara Advokat dengan Klien yang datang
kepadanya untuk meminta bantuan menyelesaikan perkara yang sedang dihadapkan
klien kepada Advokat yang telah dipilih dan ditunjuknya dan bagaimana sikap
seorang Advokat itu sendiri dalam menjalin hubungan dengan Klien yang telah
menunjuk dan memilihnya sebagai kuasa untuk mengurus dan menyelesaikan
perkara.
Pasal 4 Kode Etik Advokat telah memberikan uraikan tentang hubungan
Advokat dengan Klien yaitu:
a.”Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian
dengan jalan damai.”
b.”Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan
Klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.”
c.”Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada Kliennya bahwa perkara yang
ditanganinya akan menang.”
d.”Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib
mempertimbangkan kemampuan Klien.”
e.”Advokat tidak dibenarkan membebani Klien dengan biaya-biaya yang tidak
perlu.”
f.”Advokat dalam mengurus perkara Cuma-Cuma harus memberikan perhatian
yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.”
g.”Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya
tidak ada dasar hukumnya.”
h.”Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang
diberitahukan oleh Klien secara kepercayaan dan wajib menjaga rahasia itu
setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan Klien itu.”
i.”Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya
pada saat yang tidak menguntungkan posisi Klien atau pada saat tugas itu
akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi
Klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf a.”
j.”Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih
harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-
kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan
kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.”
k.”Hak retensi Advokat terhadap Klien diakui sepanjang tidak akan
menimbulkan kerugian kepentingan Klien.”
 Dengan sedimikian rupa Kode Advokat telah mengatur hubungan antara
Advokat sebagai wakil untuk mengurus dan menyelesaikan perkara yang
diajukan oleh Klien kepadanya. Hal ini diperlukan sebagai pencerminan dan
perwujudan dari Etika profesi seorang Advokat dengan kepribadian-
kepribadian sebagaimana yang telah diuraikan dalam kedua Pasal di atas
D. Hubungan Advokat dengan
Teman sejawat
 Selain mengatur hubungan Advokat dengan Klien, Kode Etik Profesi juga
mengatur hubungan Advokat dengan teman sejawat Advokat yang sama-
sama mempunyai profesi Advokat sebagi Profesi terhormat (Officium
Nobile). Hal ini diperlukan agar sesama anggota organisasi profesi Advokat
dapat saling menghormati dan menghargai dalam menjalankan profesi
Advokat yang sama-sama mempunyai tujuan untuk tegaknya Hukum,
Kebenaran dan Keadilan.
 Sehingga dengan demikian siapa yang dikategorikan sebagai teman
sejawat, apakah orang-orang yang memiliki profesi yang sama sebagai
Advokat ataukah yang lain. Untuk mengetahui siapa saja yang
dikategorikan sebagai teman sejawat, Kode Etik sendiri telah memberikan
penjelasan tentang pengertian dari teman sejawat itu sendiri sebagaimana
yang dituangkan dalam Pasal 1 huruf c :”Teman sejawat adalah orang
atau mereka yang menjalankan praktik hukum sebagai Advokat
sesuai denganketentuan perundang-undangan yang berlaku.”
 Dari pengertian tersebut maka yang dapat dikategorikan sebagai teman
sejawat adalah mereka yang menjalankan praktik hukum sebagai Advokat
saja bukan orang yang memiliki dan menjalankan profesi diluar profesi
Advokat. Selain teman sejawat yang mempunyai kewarganegaraan yang
sama, di dalam Kode Etik Advokat juga menyebutkan keberadaan teman
sejawat asing, sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 1 huruf
d:”Teman sejawat asing adalah Advokat yang bukan
berkewarganegaraan Indonesia yang menjalankan praktik hukum
di Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.” Dan di dalam Pasal 6:”Advokat asing yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku menjalankan profesinya di
Indonesia tunduk kepada serta menaati Kode Etik ini.”
 Dengan demikian bagaimana hubungan Advokat dengan teman sejawat ini
telah diatur di dalam Pasal 5 Kode Etik Advokat yaitu:
a.”Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling
menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.”
b.”Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama
lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata
yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis.”
c.”Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang
dianggap bertentangan dengan Kode Etik Advokat harus diajukan
kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan
untuk disiarkan melalui media massa.”
d.”Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang Klien
dari teman sejawat.”
e.”Apabila Klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru
hanya dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti
pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan
berkewajiban mengingatkan Klien untuk memenuhi kewajibannya
apabila masih ada terhadap Advokat semula.”
f.”Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh Klien terhadap
Advokat yang baru, maka Advokat semula wajib memberikan
kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk
mengurus perkara ini, dengan memperhatikan hak retensi Advokat
terhadap Klien tersebut.”
E. Cara Bertindak menangani
perkara
 Setelah diatur mengenai hubungan Advokat dengan Klien, hubungan Advokat dengan
teman sejawat, maka terhadap Advokat yang dipilih dan ditunjuk sebagai kuasa
untuk mengurus dan menyelesaikan perkara yang diajukan seorang Klien harus tahu
bagaimana cara bertindak dalam menangani perkara tersebut untuk penyelesaiannya
dengan tetap mempunyai tujuan utama yaitu untuk tegaknya Hukum, Kebenaran dan
Keadilan tanpa memandang perkara yang diajukan seorang Klien tersebut dengan
imbalan jasa atau honorarium maupun secara cuma-cuma, serta seorang Advokat
juga tidak dapat menolak perkara yang diajukan seorang Klien dengan alas an karena
perbedaan agama, kepercayaan, suku, jenis kelamin, keyakinan politik dan
kedudukan sosial. Sehingga seorang Advokat yang profesional sudah tentu
mengetahui cara bertindak untuk menangani perkara yang diajukan kepadanya.
 Di dalam Kode Etik Advokat sendiri telah mengatur bagaimana cara seorang Advokat
dalam bertindak menangani perkara, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 7
yaitu:
a.”Surat-surat yang dikirim oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara
dapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang
bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan ”Sans Prejudice”.”
b.”Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar Advokat,
tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti dimuka
Pengadilan.”
c.”Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi
hakim apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia
menyampaikan surat, termasuk surat yang bersifat “ad informandum” maka
hendaknya seketika itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau
dikirimkan pula kepada umum.”
d.”Dalam perkara pidana yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi
hakim apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.”
e.”Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang
diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum
dalam perkara pidana.”
f.”Apabila Advokat mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat mengenai
suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang itu mengenai perkara tertentu
tersebut hanya boleh dilakukan melalui Advokat tersebut.”
g.”Advokat bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang
dikemukakan dalam sidang pengadilan dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara
yang menjadi tanggung jawabnya baik dalam sidang terbuka maupun dalam sidang
tertutup yang dikemukakan sevara proporsional dan tidak berlebihan dan untuk itu
memiliki imunitas hukum baik perdata maupun pidana.”
h.”Advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-Cuma
(pro deo) bagi orang yang tidak mampu.”
i.”Advokat wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan pengadilan mengenai
perkara yang ia tangani kepada Kliennya pada waktunya.”
F. Ketentuan tentang Kode Etik dan
pelaksanaannya
 Mengenai ketentuan tentang Kode Etik Advokat ini telah diatur di dalam
Pasal 8 dan Pasal 9 KEAI yaitu:
 Pasal 8 tentang Ketentuan-ketentuan lain tentang Kode Etik:

a.”Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (Officium Nobile)
dan karenanya dalam menjalankan profesi selaku penegak hukum di
pengadilan sejajar dengan Jaksa dan Hakim, yang dalam melaksanakan
profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode
Etik ini.”
b.”Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah
dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran dan/atau
bentuk yang berlebih-lebihan.”
c.”Kantor Advokat atau cabangnya tidak dibenarkan diadakan di suatu tempat
yang dapat merugikan kedudukan dan martabat Advokat.”
d.”Advokat tidak dibenarkan mengizinkan orang yang bukan Advokat
mencantumkan namanya sebagai Advokat di papan nama kantor Advokat
atau mengizinkan orang yang bukan Advokat tersebut untuk
memperkenalkan dirinya sebagai Advokat.”
e.”Advokat tidak dibenarkan mengizinkan karyawan-karyawannya yang tidak
berkualifikasi untuk mengurus perkara atau memberi nasihat hukum kepada Klien
dengan lisan atau dengan tulisan.”
f.”Advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publisitas bagi dirinya dan atau
untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai
Advokat mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila
keterangan-keterangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-
prinsip hukum yang wajib diperjuangkan oleh setiap Advokat.”
g.”Advokat dapat mengundurkan diri dari perkara yang akan dan atau diurusnya apabila
timbul perbedaan dan tidak dicapai kesepakatan tentang cara penanganan perkara
dengan Kliennya.”
h.”Advokat yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Hakim atau Panitera dari suatu
lembaga peradilan, tidak dibenarkan untuk memegang atau menangani perkara yang
diperiksa pengadilan tempatnya terakhir bekerja selama 3 (tiga) tahun semenjak ia
berhenti dari pengadilan tersebut.”
 Pasal 9 tentang pelaksanaan Kode Etik:
a.”Setiap Advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat ini.”
b.”Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Advokat ini dilakukan oleh Dewan
Kehormatan.”
KODE ETIK PROFESI
2. DEWAN KEHORMATAN ADVOKAT
A. Ketentuan Umum
 Dari uraian diatas maka dapat diketahui bahwa pada umumnya
Kode Etik mengandung sanksi-sanksi yang akan dikenakan kepada
pelanggarnya. Sehingga setiap kasus pelanggaran terhadap Kode
Etik ini akan dinilai dan ditindak oleh suatu “Dewan Kehormatan”
atau “Komisi yang dibentuk khusus untuk itu”. Karena tujuan
utamanya adalah untuk mencegah terjadinya perilaku yang tidak
etis dari para anggotanya, maka seringkali Kode Etik ini juga
berisikan ketentuan yang mengatur bahwa profesional berkewajiban
melapor bila ketahuan teman sejawat melanggar Kode Etik. Dengan
demikian ketentuan ini merupakan akibat logis dari sifat “self
regulation” yang terwujud dalam Kode Etik.
 Agar suatu Kode Etik ini dapat terlaksana dengan baik, maka
pelaksanaannya tersebut akan diawasi terus-menerus oleh Dewan
Kehormatan. Di dalam Kode Etik ini juga mengatur keberadaan
Dewan Kehormatan yang diantaranya mengenai:
Cont’d
 Ketentuan Umum
 Ketentuan Umum diatur di dalam Pasal 10 Kode Etik Advokat:
- Dewan Kehormatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara
pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Advokat.
- Pemeriksaan suatu Pengaduan dapat dilakukan melalui dua tingkat, yaitu:
 Tingkat Dewan Kehormatan Cabang/daerah.
 Tingkat Dewan Kehormatan Pusat.
- Dewan Kehormatan Cabang/daerah memeriksa pengaduan pada tingkat
pertama dan dewan Kehormatan Pusat pada tingkat terakhir.
- Segala biaya yang dikeluarkan dibebankan kepada:
 Dewan Pimpinan Cabang/Daerah diamna teradu sebagai anggota pada tingkat
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
 Dewan Pimpinan Pusat pada tingkat Dewan Kehormatan Pusat organisasi dimana
teradu sebagai anggota.
 Pengadu/Teradu.
B. Pengaduan dan Tata Cara
Pengaduan
 Tata Cara Pengaduan diatur di dalam Pasal 12 Kode Etik Advokat:
 Pengaduan terhadap Advokat sebagai teradu yang dianggap
melanggar Kode Etik Advokat harus disampaikan secara tertulis
disertai dengan alasan-alasannya kepada Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah atau kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau
Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.
 Bilamana di suatu tempat tidak ada Cabang/Daerah Organisasi,
pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah terdekat atau Dewan Pimpinan Pusat.
 Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan
Cabang/Daerah, maka Dewan Pimpinan Cabang/Daerah akan
meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang
berwenang untuk memeriksa pengaduan itu.
 Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan
Pusat/Dewan Kehormatan Pusat meneruskannya kepada Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa
pengaduan itu baik langsung atau melalui Dewan Pimpinan
Cabang/Daerah.
 Prosedur Pemeriksaan Tingkat Pertama oleh Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah
 Pemeriksaan Tingkat Pertama Oleh Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah diatur di dalam Pasal 13 Kode Etik Advokat:
 Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima pengaduan
tertulis yang disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu,
menyampaikan surat pemberitahuan selambat-lambatnya dalam
waktu 14 (empat belas) hari dengan surat kilat khusus/tercatat
kepada teradu tentang adanya pengaduan dengan menyampaikan
salinan/copy surat pengaduan tersebut.
 Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari pihak teradu harus
memberikan jawabannya secara tertulis kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
yang bersangkutan, disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu.
 Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu ) hari tersebut teradu tidak memberikan
jawaban tertulis, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah menyampaikan pemberitahuan
kedua dengan peringatan bahwa apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
tanggal surat peringatan tersebut tetap tidak memberikan jawaban tertulis, maka ia
dianggap telah melepaskan hak jawabnya
 Pengaduan dan Tata Cara Pengadua
 Pengaduan diatur di dalam Pasal 11 Kode Etik Advokat:
 Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa
dirugikan, yaitu:
 Klien.
 Teman sejawat Advokat.
 Pejabat Pemerintah.
 Anggota Masyarakat.
 Dewan Pimpinan Pusat/Cabang/Daerah dan organisasi profesi dimana Teradu menjadi
anggota.
 Selain untuk kepentingan organisasi, Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan Pimpinan
Cabang/Daerah dapat juga bertindaksebagai pengadu dalam hal menyangkut
kepentingan hukum dan kepentingan umum dan yang dipersamakan untuk itu.
 Pengaduan yang dapat diajukan hanyalah yang mengenai pelanggaran terhadap
Kode Etik Advokat.
 Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban sebagaimana diatur diatas
dan dianggap telah melepaskan hak jawabnya, Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah dapat segera menjatuhkan putusan tanpa kehadiran pihak-
pihak yang bersangkutan.
 Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Dewan Kehormatan
dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari menetapkan hari
sidang dan menyampaikan panggilan secara patut kepada pengadu dan
kepada teradu untuk hadir dipersidangan yang sudah ditetapkan tersebut.
 Panggilan-panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan
paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari sidang yang ditentukan.
 Pengadu dan yang teradu:
 Harus hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain,
yang jika dikehendaki masing-masing dapat didampingi oleh penasihat.
 Berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti.
 Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak:
 Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku;
 Perdamaian hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata atau hanya untuk
kepentingan pengadu dan teradu dan tidak mempunyai kaitan langsung dengan
kepentingan organisasi atau umum, dimana pengadu akan mencabut kembali
pengaduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan dasar keputusan oleh Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah yang langsung mempunyai kekuatan hukum yang pasti;
 Kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau
pembelaannya secara bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan saksi-saksi
akan didengan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
 Apabila pada sidang yang pertama kalinya salah satu pihak tidak hadir:
 Sidang ditunda sampai dengan sidang berikutnya paling lambat 14 (empat belas) hari
dengan memanggil pihak yang tidak hadir secara patut;
 Apabila pengadu yang telah dipanggil 2 (dua) kali tidak hadir tanpa alasan yang sah,
pengaduan dinyatakan gugur dan ia tidak dapat mengajukan pengaduan lagi atas dasar
yang sama kecuali Dewan Kehormatan Cabang/Daerah berpendapat bahwa materi
pengaduan berkaitan dengan kepentingan umum atau kepentingan organisasi;
 Apabila teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah,
pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya teradu;
 Dewan berwenang untuk memberikan keputusan di luar hadirnya yang teradu, yang
mempunyai kekuatan yang sama seperti keputusan biasa.
C. Prosedur Pemeriksaan Tingkat
Pertama oleh Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah
 Prosedur Pemeriksaan Tingkat Pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
 Pemeriksaan Tingkat Pertama Oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah diatur di dalam Pasal 13
Kode Etik Advokat:
 Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima pengaduan tertulis yang disertai surat-
surat bukti yang dianggap perlu, menyampaikan surat pemberitahuan selambat-lambatnya dalam
waktu 14 (empat belas) hari dengan surat kilat khusus/tercatat kepada teradu tentang adanya
pengaduan dengan menyampaikan salinan/copy surat pengaduan tersebut.
 Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari pihak teradu harus memberikan
jawabannya secara tertulis kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang bersangkutan,
disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu.
 Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu ) hari tersebut teradu tidak memberikan jawaban tertulis,
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah menyampaikan pemberitahuan kedua dengan peringatan
bahwa apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat peringatan tersebut tetap
tidak memberikan jawaban tertulis, maka ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya.
 Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban sebagaimana diatur diatas dan dianggap telah
melepaskan hak jawabnya, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dapat segera menjatuhkan
putusan tanpa kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan.
 Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Dewan Kehormatan dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari menetapkan hari sidang dan menyampaikan
panggilan secara patut kepada pengadu dan kepada teradu untuk hadir dipersidangan yang
sudah ditetapkan tersebut.
 Panggilan-panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum
hari sidang yang ditentukan.
 Pengadu dan yang teradu:
 Harus hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain, yang jika dikehendaki masing-
masing dapat didampingi oleh penasihat.
 Berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti.
 Pada sidang pertama yang dihasiri kedua belah pihak:
 Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku;
 Perdamaian hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata atau hanya untuk kepentingan
pengadu dan teradu dan tidak mempunyai kaitan langsung dengan kepentingan organisasi atau umum,
dimana pengadu akan mencabut kembali pengaduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan
dasar keputusan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang langsung mempunyai kekuatan hukum yang
pasti;
 Kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau pembelaannya secara
bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan saksi-saksi akan didengan oleh Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah.
 Apabila pada sidang yang pertama kalinya salah satu pihak tidak hadir:
 Sidang ditunda sampai dengan sidang berikutnya paling lambat 14 (empat belas) hari dengan memanggil
pihak yang tidak hadir secara patut;
 Apabila pengadu yang telah dipanggil 2 (dua) kali tidak hadir tanpa alasan yang sah, pengaduan dinyatakan
gugur dan ia tidak dapat mengajukan pengaduan lagi atas dasar yang sama kecuali Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah berpendapat bahwa materi pengaduan berkaitan dengan kepentingan umum atau
kepentingan organisasi;
 Apabila teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan
diteruskan tanpa hadirnya teradu;
 Dewan berwenang untuk memberikan keputusan di luar hadirnya yang teradu, yang mempunyai kekuatan
yang sama seperti keputusan biasa.
Dewan
Penyampaian
Kehormatan
Pengaduan Salinan
Daerah
(Ps.11 KEAI)
(Ps.12 KEAI)
Pengaduan
(Ps. 13 (1) KEAI)

14
Hari

Penyampaian
Salinan Jawaban
Putusan Teradu
(Ps. 17 KEAI) (Ps. 13 (2) KEAI)

14 21
Hari Hari

Sidang Penetapan
Putusan 14 Hari
(Ps. 15 KEAI)
(Ps. 13 (9) KEAI) Hari Sidang
(Ps. 13 (5) KEAI)
D. Prosedur Pemeriksaan Tingkat
Banding oleh Dewan Kehormatan
Pusat
 Pemeriksaan Tingkat Banding Dewan Kehormatan Pusat diatur di dalam Pasal 18:
 Apabila pengadu atau teradu tidak puas dengan keputusan Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah, ia berhak mengajukan permohonan banding atas keputusan
tersebut kepada Dewan Kehormatan Pusat.
 Pengajuan permohonan banding beserta Memori Banding yang sifanta wajib, harus
disampaikan melalui Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dlam waktu 21 (dua puluh
satu) hari sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan keputusan.
 Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima Memori Banding yang
bersangkutan selaku pembanding selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas)
hari sejak penerimaannya, mengirimkan salinannya melalui surat kilat khusus/tercatat
kepada pihak lainnya selaku terbanding.
 Pihak terbanding dapat mengajukan Kontra Memori Banding selambat-lambatnya
dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak penerimaan Memori Banding.
 Jika jangka waktu yang ditentukan terbanding tidak menyampaikan Kontra Memori
Banding ia dianggap telah melepaskan haknya untul itu.
Cont’d
 Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak berkas perkara dilengkapi dengan
bahan-bahan yang diperlukan, berkas perkara tersebut diteruskan oleh Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah kepada Dewan Kehormatan Pusat.
 Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah.
 Dewan Kehormatan Pusat memutus dengan susunan Majelis yang terdiri sekurang-kurangnya 3
(tiga) orang anggota atau lebih, tetapi harus berjumlah ganjil yang salah satu merangkap ketua
Majelis.
 Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan
Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi di bidang hukum serta mempunyai pengetahuan
dan menjiwai Kode Etik Advokat.
 Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Pusat yang khusus diadakan untuk itu yang
dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Pusat atau jika ia berhalangan oleh anggota lainnya
yang tertua.
 Dewan Kehormatan Pusat memutus berdasar bahan-bahan yang ada dalam berkas perkara,
tetapi jika dianggap perlu dapat meminta bahan tambahan dari pihak-pihak yang bersangkutan
atau memanggil mereka langsung atas biaya sendir.
 Dewan Kehormatan Pusat secara prerogasi dapat menerima permohonan pemeriksaan langsung
dari suatu perkara yang diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah asal saja
permohonan seperti itu dilampiri surat persetujuan dari kedua belah pihak agar perkaranya
diperiksa langsung oleh Dewan Kehormatan Pusat.
 Semua ketentuan yang berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat pertama oleh Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah, mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat banding
oleh Dewan Kehormatan Pusat.
Pengajuan Banding Dewan Kehormatan Memori Banding
Setelah Menerima Pusat Disampaikan ke
21 Hari
Putusan Melalui DKP Terbanding
(Ps.18 (1) KEAI) (Ps. 18 (2) KEAI) (Ps.18 (3) KEAI)

14
Hari

Terbanding
Mengajukan Kontra
Penyampaian
Memori
Salinan Putusan (Ps. 18 (4) KEAI)
(Ps. 19 (4) KEAI)

21
14 Hari
Hari

Putusan Berkas dikirim ke


Dewan Kehormatan Dewan Kehormatan
Sidang 14 Hari
Pusat Pusat
(Ps. 19 (1-3) KEAI) (Ps. 18 (6) KEAI)
E. Cara Pengambilan Keputusan
oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dan
Dewan Kehormatan Pusat
 Dewan Kehormatan Pusat.
 Cara Pengambilan Keputusan ini diatur dalam Pasal 15 Kode Etik Advokat:
 Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, surat-surat bukti dan
keterangan saksi-saksi maka Majelis Dewan Kehormatan mengambil Keputusan yang dapat
berupa:
 Menyatakan pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima;
 Menerima pengaduan dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan sanksi-sanksi kepada
teradu;
 Menolak pengaduan dari pengadu.
 Keputusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan menunjuk
pada pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.
 Majelis Dewan Kehormatan mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan mengucapkannya
dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan, setelah
sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktu persidangan tersebut kepada pihak-pihak
yang bersangkutan.
 Anggota Majelis yang kalah dalam pengambilan suara berhak membuat catatan keberatan yang
dilampirkan di dalam berkas perkara.
 Keputusan ditandatangani oleh Ketua dan semua Anggota Majelis, yang apabila berhalangan
untuk menandatangani keputusan, hal mana disebut dalam keputusan yang bersangkutan.
F. Sanksi-Sanksi terhadap
Pelanggaran Kode Etik Advokat
Indonesia oleh Advokat
 Sanksi-sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik
Advokat Indonesia oleh Advokat
 Sanksi-sanksi ini diatur di dalam Pasal 16 Kode
Etik Advokat:
 Hukuman yang diberikan dalam keputusan dapat
berupa:
 Peringatan biasa.
 Peringatan keras.
 Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu.
 Pemecatan dari keanggotan organisasi profesi.
 Dengan pertimbangan atas berat atau ringannya sifat pelanggaran Kode Etik Advokat
dapat dikenakan sanksi:
 Peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat;
 Peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau mengulangi kembali
melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang
pernah diberikan;
 Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat pelanggarannya
bert, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode etik atau
bilamana setelah mendapat sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi
melakukan pelanggaran kode etik;
 Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan pelanggaran
kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kehormatan
profesi Advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi advokat yang mulia
dan terhormat.
 Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu harus diikuti
larangan untuk menjalankan profesi advokat diluar maupun dimuka pengadilan.
 Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian untuk waktu tertentu dan atau
pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi disampaikan kepada Mahkamah
Agung untuk diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.
 Adapun Advokat yang dapat dikenakan tindakan beruapa sanksi-
sanksi yang telah disebutkan di atas, Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2003 tentang Advokat memberikan rincian sebagaimana
yang diatur di dalam Pasal 6 Bab tentang Penindakan yang
berbunyi:
 “Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan:
 mengabaikan atau menelantar kepentingan Kliennya;
 berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan
seprofesinya;
 bersikap, beringkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang
menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-
undangan, atau pengadilan;
 berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau
harkat dan martabat profesinya;
 melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau
perbuatan tercela;
 melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat.”
G. Keputusan Dewan Kehormatan
Pusat
 Keputusan Dewan Kehormatan
 Keputusan Dewan Kehormatan ini diatur di dalam Pasal
19 Kode Etik Advokat:
 Dewan Kehormatan Pusat dapat menguatkan,
mengubah atau membatalkan keputusan Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah dengan memutus sendiri.
 Keputusan Dewan Kehormatan Pusat mempunyai
kekuatan tetap sejak diucapkan dalam sidang terbuka
dengan atau tanpa dihadiri para pihak dimana hari,
tanggal dan waktunya telah dibertahukan sebelumnya
kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
 Keputusan Dewan Kehormatan Pusat adalah final dan mengikat
yang tidak dapat diganggu gugat dalam forum manapun, termasuk
dalam MUNAS.
 Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah
keputusan diucapkan, salinan keputusan Dewan Kehormatan Pusat
harus disampaikan kepada:
 Anggota yang diadukan/teradu baik sebagai pembanding ataupun
terbanding;
 Pengadu baik selaku pembanding ataupun terbanding;
 Dewan Pimpinan Cabang/Daerah yang bersangkutan;
 Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang bersangkutan;
 Dewan Pimpinan Pusat dan masing-masing organisasi profesi;
 Instansi-instansi yang dianggap perlu.
 Apabila seseorang telah dipecat, maka Dewan Kehormatan Pusat
atau Dewan Kehormatan Cabang/daerah meminta kepada Dewan
Pimpinan Pusat/Organisasi profesi untuk memecat orang yang
bersangkutan dari keanggotaan organisasi profesi.
H. Cara Penyampaian Salinan
Putusan
 Penyampaian Salinan Keputusan diatur di dalam Pasal
17 Kode etik Advokat:
 “Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas)
hari setelah keputusan diucapkan, salinan keputusan
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah harus disampaikan
kepada:
 Anggota yang diadukan/teradu;
 Pengadu;
 Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dan semua organisasi profesi;
 Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;
 Dewan Kehormatan Pusat;
 Instansi-instansi yang dianggap perlu apabila keputusan telah
mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
Kode Etik Profesi
Contoh Kasus
Pengadu :Rudy Pratikno, S.H.
Melawan
Teradu : M. Syahrullah S.H. dan Syaki Agam S.H.

Kronologi peristiwa :

 Pengadu adalah kuasa hukum dari Ir. Cindy mengajukan gugatan dalam
kasus tanah di PTUN
 Pengadu melaksanakan tugas profesi termasuk pengajuan KTP dan
Keterangan Domisili klien Pengadu sebagai identitas dalam perkara di PTUN
 Teradu dengan kliennya melaporkan Pengadu ke POLRES Jakarta Barat dan
Teradu memberikan keterangan di BAP untuk kliennya dalam kasus
pemalsuan identitas dan keterangan palsu atas KTP klien Pengadu.
 Oleh karena laporan tersebut Pengadu ditahan sebagai tahanan Jaksa.
Pengadu mengirimkan laporan ke Ketua dan Pengurus IKADIN Jakarta
Timur yang lalu membentuk tim pembela dengan upaya pertama
mengajukan permohonan penangguhan penahanan.
 Sejak penyidikan Pengadu merasakan tekanan dengan adanya demo-demo
yang para Teradu ikut di dalamnya pada saat Pengadu diserahkan Penyidik
ke Kejaksaan.
 Melalui pemberitaan media massa, para Teradu menuduh Pengadu melakukan tindak
pidana pemalsuan KTP dan pemalsuan surat keterangan lainnya dengan menggunakan
kata-kata yang tidak pantas seperti Teradu ”meminta agar permohonan penahanan Rudy
dikesampingkan saja”, dan ”Dia itu licin seperti belut, selama ini dia berpindah-pindah
tempat terus”.
 Memanfaaatkan media massa dan mempengaruhi pemberitaan untuk menghina dan
mencemarkan nama baik dengan menuduh ” tersangka mafia ”tanah”, ”penjahat
intelektual”, ”advokat gadungan”.
 Teradu dinilai melanggar ketentuan Pasal 5 huruf (a), hubungan antara teman sejawat
advokat harus dilandasi dengan sikap saling menghormati dan saling mempercayai ,
pasal 5 huruf b yang menyatakan ”advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika
berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan
kata-kata yang tidak sopan”, dan pasal 3 huruf d ” Advokat wajib memelihara rasa
solidaritas teman sejawat”.
 Teradu dinilai melanggar Pasal 18 UU Advokat ”bahwa advokat tidak dapat diidentikkan
dengan kliennya dalam membela perkara klien oleh pihak yang berwenang dan atau
masyarakat. Pasal 16 juga menyatakan ”Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata
maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk
kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan”. Teradu cenderung memfitnah,
menghina dan memberikan keterangan yang tidak benar, dengan tujuan menjerumuskan
rekan seprofesinya.
 KTP yang diduga palsu, Pengadu terima dari Ir. Cindy sendiri sebagai klien Pengadu.
Hingga saat ini belum pernah dinyatakan palsu oleh pejabat pemerintah ataupun pihak
yang berwenang.
Pertimbangan Majelis Kehormatan :
 Menimbang bahwa Para Terbanding/Teradu sesungguhnya memahami ada suatu permasalahan ketika
Para Terbanding/Teradu mengetahui adanya dugaan pemalsuan KTP yang diduga dilakukan oleh
Pengadu , akan tetapi para Teradu tidak menyalurkan permasalahan ini melalui proses dalam komunitas
Advokat yaitu melalui Dewan Kehormatan sebagai mana diatur dalam Kode Etik Advokat Indonesia Pasal
5 c yang berbunyi ”Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan
dengan Kode Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak
dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain”, justru sebaliknya Para Teradu
menyetujui atau setidak-tidaknya membiarkan rekan sejawatnya dilaporkan ke Polisi oleh klien Teradu
(Sdr. Mardani). Persetujuan Para Teradu atau tindakan pembiaran oleh Para Teradu diwujudkan dengan
tindakan Para Terbanding/Teradu mendampingi Sdr. Mardani melaporkan ke Polisi, mendampingi
pemeriksaan Pelapor Sdr. Mardani ketika memberikan keterangan dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan)
pada penyidik dengan Tersangka Pengadu . Perbuatan Para Pengadu ini melanggar Kode Etik Advokat
Indonesia Pasal 5 c, perbuatan Para Terbanding/Teradu ini juga dapat dikwalifikasi melanggar Pasal 16
dan 18 UU No. 18 Tahun 2003.
 Menimbang bahwa dalam komunitas profesi advokat pemahaman seorang advokat terhadap nilai-nilai
kehormatan profesi advokat officium nobile adalah meliputi :
 Pemahaman advokat bahwa profesi advokat adalah profesi independen yang memiliki suatu hak
imunitas. Pemahaman akan independensi adalah bahwa profesi advokat adalah mandiri, bebas dari
intervensi, kewenangan penegak hukum lain diluar advokat sehingga komunitas profesi advokat harus
menolak masuknya penggunaan kewenangan-kewenangan dari luar dalam penyelesaian sengketa
profesi. Paralel dengan pandangan tersebut, Undang-undang Advokat telah memberikan suatu hak
berupa imunitas atau kekebalan hukum bagi seorang advokat yang sedang menjalankan profesinya (vide
pasal 15 dan 16 UU Advokat). Oleh sebab itu seorang advokat yang menyuruh, menggerakkan atau
setidak-tidaknya mengijinkan kliennya atau mengadukan sendiri rekan sejawatnya kepada Kepolisian
atau instansi-instansi di luar Majelis Kehormatan adalah tindakan yang melanggar kode etik advokat
serta Undang-undang Advokat.
 Bahwa advokat harus memahami teman sejawatnya adalah dirinya sendiri juga ketika advokat
menjalankan profesinya sehingga seorang advokat harus menempatkan sikap solidaritas
terhadap rekan sejawat sebagai nilai yang harus dijunjung tinggi diatas kepentingan kliennya.
Penghargaan terhadap teman sejawat harus diletakkan sama dan sebangun terhadap dirinya
sendiri. Sehingga tidak akan mudah intervensi dari yurisdiksi dari pihak luar masuk ke dalam
komunitas advokat.
 Menimbang sikap solidaritas harus dipandang sebagai suatu perekat yang mempersatukan dan
memperkokoh komunitas profesi advokat dari setiap intervensi dari luar komunitas profesi,
karenanya advokat harus mempunyai pandangan setiap penyelesaian permasalahan terkait
dengan dugaan pelanggaran profesi advokat harus disalurkan melalui mekanisme internal dalam
komunitas profesi yang dalam hal ini adalah melalui Dewan Kehormatan. Tidak boleh sekalipun
seorang advokat menarik kewenangan di luar komunitas profesi untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan dalam dugaan pelanggaran profesi, karena dengan menarik
kewenangan diluar komunitas profesi pada dasarnya tindakan tersebut adalah merusak nilai nilai
profesi advokat sebagai profesi yg bebes dan mandiri termasuk juga merendahkan posisi profesi
advokat di hadapan publik.
 Menimbang bahwa komunitas profesi advokat harus dijaga dari oknum-oknum yang melanggar
ketentuan hukum publik. Karenanya komuntas profesi harus dibersihkan dari oknum yang
melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum positif. Akan tetapi penyelesaian pertama dugaan
adanya pelanggaran hukum positif yang terkait dalam menjalankan profesi ditempuh lebih dulu
melalui Dewan Kehormatan. Dan Majelis Kehormatan Pusat berpendapat proses ini adalah
sifatnya wajib.
Amar Putusan Majelis Kehormatan Pusat :
1. Mengabulkan Pengaduan Pengadu/Pembanding sebagian;
2. Menyatakan para Terbanding melanggar Kode Etik Advokat Indonesia Pasal 5
a,c dan 3 d Kode Etik Advokat Indonesia dan Pasal 18 Undang-undang Advokat;
3 Menghukum para Terbanding/Teradu dengan Pemberhentian Sementara dari
profesinya selama 3 bulan 5 hari;
4. Menghukum para Terbanding/Teradu membayar biaya perkara untuk tingkat
pertama sebesar Rp. 3.500.000,- dan untuk tingkat banding sebesar Rp.
3.500.000,-
5. Menyampaikan Putusan ini kepada DPN PERADI untuk dilaksanakan
 Pendapat yang berbeda (dissenting opinion)disampaikan oleh Anggota Majelis
Luhut M.P Pangaribuan, S.H., LL.M :
Pada angka 13 Hal. 4, yang menyatakan :
“Bahwa berdasarkan Nawaitu/Niat Teradu selaku Advokat yang juga sedang
menjalankan Tugas Profesi Membela Kebenaran (Fiat Yustitia Coelum) terhadap
warga yang haknya telah dirampas oleh Pengadu, Teradu yakin bahwa Teradu
tetap tidak pernah melanggar Kode Etik Advokat dan Undang-undang Advokat No.
18 Tahun 2003 apalagi melanggar hukum. Justru saat ini terbukti bahwa Pengadu
telah
Pengadu :Benny Ponto, S.H. dan F. Duma Siagian
Melawan
Teradu ; (1)Mehbob, S.H., MBA., C.N., (2)Oscar Sagit S.H. (3)Dakila E. Pttipeilohy, S.H.
(4) Peter Kurniawan, S.H. dan (5) Lalu Bayu, S.H.

Kronologi Peristiwa :
- Pengadu dan Harry Ponto, S.H. LL.M., adalah Kuasa Hukum dari Babbington
Development Limited, suatu perusahaan yang didirikan menurut hukum British Virgin
Island, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 31 Maret 2007,untuk mengajukan
permohonan Pembatalan Perdamaian terhadap PT. Polysindo Eka Perkasa, Tbk.
Setelha pernah dinyatakan pailit melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
- Pengajuan Permohonan Pembatalan Perjanjian Perdamaian merupakan upaya hukum
Babbington terhadap Polysindo karena Polysindo tidak memenuhi kewajibannya
kepada Babington selaku kreditor Polysindo
- Pada tanggal 16 Agustus 2007 Teradu I Yang notabene adalah Advokat membuat
Laporan Polisi terhadap Para Pengadu, tetapi Teradu mengajukan Laporan sebagai
karyawan swasta
- Para Pengadu selaku Kuasa Hukum Babbington dilaporkan ke Polisi dengan tuduhan
Keterangan Palsu di depan Pengadilan atau Keterangan palsu data otentik atau
pencemaran nama baikdan atau fitnah atau penghinaan dan atau perbuatan tidak
menyenangkan (Ps. 242 atau 243 dan atau 263 dan atau 266 dan atau 310 dan atau
311 dan atau 315 dan atau 335 KUHP)
- Laporan Polisi tersebut berhubungan dengan pelaksanaan tugas profesi para
Pengadu dalam sidang Pengadilan yang dilakukan demi tegaknya hukum membela
kepentingan klien, Babbington.
- Dugaan Tindak Pidana tersebut didasarkan domisili klien Pengadu, Babbington
Developments Limited dalam surat Permohonan Pembatalan Perjanjian Perdamaian
didirikan berdasarkan hukum Negara Hongkong, tetapi tidak ada di alamat yang
dicantumkan di Permohonan Pembatalan Perjanjian Perdamaian di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat
Pertimbangan Majelis Kehormatan Pusat :
- Bahwa dengan ketidaksesuaian domisili Babbington di Surat Kuasa Khusus dan di
Permohonan Pembatalan Perjanjian Perdamaian, semestinya memberi kesempatan
bagi pihak Termohon PT. Polysindo untuk mengajukan eksepsi bahwa penerima
kuasa bertindak tidak sesuai kewenangannya sebagaimana dalam surat kuasa khusus
- Bahwa upaya eksepsi tersebut tidak digunakan oleh PT. Polysindo atau kuasa
hukumnya, sebaliknya Terbanding/Teradu mengajukan Laporan kepada Polisi dengan
alasan seperti Laporan Polisi diatas
- Dengan demikian Laporan Polisi yang dibuat oleh para Teradu adalah tindakan yang
berlebihan dan tidak perlu, oleh karena didasarkan data di dalam Surat Kuasa Khusus
tanggal 31 Maret 2007
- Bahwa yang dilaporkan oleh Teradu ke Polisi adalah kuasa hukum dari Babbington
(bukan prinsipal) yang notabene Advokat yang merupakan teman sejawat yang
seharusnya saling menghargai, saling menghormati dan saling mempercayai (Pasal 5
huruf (a) KEAI) dan menjaga solidaritas diantara teman sejawat (Pasal 3 huruf (d)
KEAI)
- Bahwa sebagai anggota komunitas profesi Advokat yang menjunjung tinggi Kode Etik
Advokat haruslah engindahkan ketentuan dalam Pasal 5 huruf c KEAI yang mengatur “
keberatan-keberatan terhadap tindakan yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik
Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak
dibenarakan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain”
- Bahwa dengan demikian patut diragukan itikad baik Teradu I selaku Advokat yang
menjadi kuasa hukum PT. Polysindo bertindak sebagai Manajer Departemen Hukum PT.
Polysindo tidak sebagai Advokat dan dengan itu mengingkari “jabatan terhormat”
(officium nobile) yang disandangnya
- Bahwa kesalahan yang dilakukan Pengadu dan Hary Ponto, S.H., LL.M adalah kesalahan
administratif atau pengetikan yang mungkin tidak menimbulkan akibat hukum atau
kerugian sehingga dapat dilakukan perbaikan atau koreksi, tidak patut dituduh atau
diduga pemalsuan.
Amar Putusan Majelis Kehormatan Pusat :
1. Menerima dan mengabulkan Pengaduan untuk
sebahagian
2. Menyatakan Para Terbanding terbukti melanggar Kode
Etik Advokat Indonesia, khusunya Pasal 5 huruf a,c,
Pasal 3 hurf (d) jo. Pasal 6 UU Advokat jo. Pasal 2 dan
Pasal 9 huruf KEAI jo. Pasal 26 ayat (2) UU Advokat
3. Menjatuhkan Sanksi/Tindakan :
3.1 Terbanding I dengan tindakan berupa “Teguran
Tertulis” (sebagai Peringatan Keras)
3.2 Terbanding II,III,IV, V dengan tindakan berupa
“Teguran Lisan” (sebgai peringatan keras)
BAGAN MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH AGUNG
UU No. 14 Tahun 1985 Jo. UU No. 5 Tahun 2004

Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan


Peradilan Umum Peradilan TUN Peradilan Agama Peradilan Militer
UU No. 2/1986 Jo. UU No. 5/1986 Jo. UU No. 7/1989 Jo. UU No. 31/1997
UU No. 8/2004 UU No. 9/2004 Jo. UU No. 3/2006 Jo.
UU No. 51/2009 UU No. 50/2009

PENGADILAN ANAK
UU No. 3/1997

PERADILAN NIAGA
UU No.4/1998 Jo.
UU No. 37/2004

PENGADILAN HAM PENGADILAN PAJAK


UU No.26/2000 UU No. 14/2002

PERADILAN
HUBUNGAN
INDUSTRIAL
UU No. 2/2004
PERADILAN KORUPSI
UU No. 46/2009.
- UU No. 31/1999 Jo.
UU No.20/2001

PERADILAN
PERIKANAN
UU No. 31/2004
BAGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
DI INDONESIA

 KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA


(UUD 1945 Pasal 24 & UU No. 4 Tahun 2004)

MAHKAMAH AGUN MAHKAMAH KONSTITUSI


UU No. 5 Tahun 2004 Jo. UU No. 24 Tahun 2003 Jo.
UU No. 14 Tahun 1985 UU No. 8 Tahun 2011

Wewenangnya Wewenangnya
1. Mengadili pada tingkat kasasi 1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
2. Menguji Peraturan perundang- bersifat final
ungangan dibawah UU terhadap UU 2. Menguji UU terhadap UUD
3. Wewenang lain diberikan UU 3. Memutus Sengketa kewenagan Lembaga Negara
yang kewenangannya.
4. Memutus pembubaran partai politik
5. Memutus Perselisihan tentang hasil pemilu.
SURAT KUASA
Yang bertanda tangan dibawah ini :
 
Nama : ………………………………………………………………….
Pekerjaan : ……………………………………………………………………
Alamat : ……………………………………………………………………

Selanjutnya disebut sebagai PEMBERI KUASA.


Dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya tersebut dibawah ini, menerangkan bahwa dengan ini memberi kuasa penuh kepada :
 
1 ……………………………………………… 3. ……………………………....…………………………
2 ……………………………………………… 4. …………………………………………………………..

Pekerjaan ADVOKAT – KONSULTAN HUKUM pada kantor ADVOKAT - KONSULTAN HUKUM “SHALIH MANGARA SITOMPUL,S.H.MH. & REKAN beralamat di Ruko Sentra
Niaga Kalimalang Jalan Jend. A Yani Blok B 1 No.23
No.23 Telp. (62-21) 8849697
8849697 Fax. (62-21) 8849697
8849697 Bekasi 17144 yang bertindak baik sendiri-sendiri maupun bersama-
sama.
____________________________________________________ K H U S U S ______________________________________________________
Mendampingi/Mewakili Pemberi Kuasa untuk ………………………………………............................................................................................................

Mendampingi/Mewakili Pemberi Kuasa untuk melakukan hal-hal yang berfaedah berkaitan dengan hal tersebut diatas.
 
Mengenai hal ini untuk dan atas nama yang bertanda tangan menghadap di muka Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi Mahkamah Agung R.I, dan Badan- badan
kehakiman lain atau Pembesar-pembesar lainnya, mengajukan permohonan-permohonan yang perlu, menjalankan perbuatan-perbuatan atau memberikan keterangan–
keterangan yang menurut hukum harus dijalankan atau diberikan oleh seorang kuasa, menerima uang dan menandatangani kwitansi-kwitansi, menerima dan melakukan
pembayaran-pembayaran dalam perkara ini, mempertahankan kepentingan yang memberi kuasa naik banding, minta eksekusi,membalas segala perlawanan, mengadakan
kompromi dengan persetujuan terlebih dahulu dari pemberi kuasa, dan pada umumnya membuat egala sesuatu yang dianggap perlu oleh yang diberi kuasa.
kuasa ini diberikan dengan hak substitutie dan menurut pasal 1812 KUH Perdata diberikan secara tegas hak retensi.
 
 
Bekasi, ……………...........................
Penerima Kuasa, Pemberi Kuasa,

1. ……………………………………..

2. ……………………………………. ……………………………………

3. …………………………………….
 
4. ………………………………………
SURAT KUASA
 
 
Yang bertanda tangan dibawah ini :
 
Nama : ………………………………………………………………….
Pekerjaan : ……………………………………………………………………
Alamat : ……………………………………………………………………

Selanjutnya disebut sebagai PEMBERI KUASA.


Dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya tersebut dibawah ini, menerangkan bahwa dengan ini memberi kuasa penuh kepada :
 
1 ……………………………………………… 3. ……………………………....…………………………
2 ……………………………………………… 4. …………………………………………………………..

Pekerjaan ADVOKAT – KONSULTAN HUKUM pada kantor ADVOKAT - KONSULTAN HUKUM “SHALIH MANGARA SITOMPUL,S.H.MH. & REKAN beralamat di Ruko Sentra Niaga Kalimalang
Jalan Jend. A Yani Blok B 1 No.23
No.23 Telp. (62-21) 8849697
8849697 Fax. (62-21) 8849697
8849697 Bekasi 17144 yang bertindak baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
________________________________________________________ K H U S U S ______________________________________________________
Mendampingi/Mewakili Pemberi Kuasa untuk ………………………………………............................................................................................................

Mendampingi/Mewakili Pemberi Kuasa untuk melakukan hal-hal yang berfaedah berkaitan dengan hal tersebut diatas.
 
Mengenai hal ini untuk dan atas nama yang bertanda tangan menghadap di muka Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi Mahkamah Agung R.I, dan Badan- badan kehakiman lain atau
Pembesar-pembesar lainnya, mengajukan permohonan-permohonan yang perlu, menjalankan perbuatan-perbuatan atau memberikan keterangan–keterangan yang menurut hukum
harus dijalankan atau diberikan oleh seorang kuasa, menerima uang dan menandatangani kwitansi-kwitansi, menerima dan melakukan pembayaran-pembayaran dalam perkara ini,
mempertahankan kepentingan yang memberi kuasa naik banding, minta eksekusi,membalas segala perlawanan, mengadakan kompromi dengan persetujuan terlebih dahulu dari
pemberi kuasa, dan pada umumnya membuat egala sesuatu yang dianggap perlu oleh yang diberi kuasa.
kuasa ini diberikan dengan hak substitutie dan menurut pasal 1812 KUH Perdata diberikan secara tegas hak retensi.
 
 
Bekasi, ……………...........................
Penerima Kuasa, Pemberi Kuasa,

1. ……………………………………..

2. ……………………………………. ……………………………………

3. …………………………………….
 
4. ………………………………………

You might also like