You are on page 1of 36

PENDOSISAN GERIATRI

DAN INTERAKSI
Compounding & Dispensing
Pendahuluan
 Pertimbangan pada usia lanjut, tidak saja diambil
berdasarkan ketentuan dewasa, tetapi perlu
beberapa penyesuaian seperti dosis dan perhatian
lebih besar pada kemungkinan efek samping,
karena adanya perbedaan fungsi organ-organ tubuh,
dan lebih rentannya usia lanjut terhadap efek
samping/efek toksik obat.
 Pada periode tertentu telah terjadi berbagai
penurunan fungsi berbagai organ tubuh.
 Pada pasien usia lanjut, umumnya dijumpai lebih
dari satu jenis penyakit, satu atau lebih di antaranya
bersifat kronis, sementara penyakit lain yang akut,
jika tidak ditangani dengan baik dapat
memperburuk kondisi penderita.
Tujuan
 Untuk mengetahui pendosisan geriatri, penyesuaian
dosis karena interaksi obat.
Tinjauan Pustaka
 Pembagian Usia LANSIA (WHO):
 Usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun
 Lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun
 Lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun
 Usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
 Penyakit utama yang menyerang lansia ialah
hipertensi, gagal jantung dan infark serta gangguan
ritme jantung, diabetes mellitus, gangguan fungsi
ginjal dan hati.
 juga terjadi keadaan yang sering mengganggu lansia
seperti gangguan fungsi kognitif, keseimbangan
badan, penglihatan dan pendengaran.
 Semua keadaan ini menyebabkan lansia memperoleh
pengobatan yang banyak jenisnya
Pemakaian Obat Pada Usia
Lanjut
3 faktor yang menjadi acuan dasar dalam
pembuatan atau peresepan obat:
 Diagnosis dan patofisiologi penyakit
 Kondisi organ tubuh
 Farmakologi klinik obat
 Pada usia lanjut banyak hal-hal yang lainnya yang
perlu dipertimbangkan dalam pemilihan obat,
karena pada golongan lansia berbagai perubahan
fisiologik pada organ dan sistema tubuh akan
mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat.
Prinsip umum penggunaan obat pada usia lanjut :

1. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada
indikasi yang tepat. Bila diperlukan efek plasebo berikan plasebo yang
sesungguhnya.
2. Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling menguntungkan
dan tidak berinteraksi dengan obat yang lain atau penyakit lainnya.
3. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa
diberikan pada orang dewasa yang masih muda.
4. Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu dengan
memonitor kadar plasma pasien. Dosis penunjang yang tepat umumnya lebih
rendah.
5. Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelan
untuk memelihara kepatuhan pasien.
6. Periksa secara berkala semua obat yang dimakan pasien, dan hentikan obat
yang tidak diperlukan lagi.
Perubahan pada usia lanjut yang berkaitan dengan Pemakaian Obat

1. Perubahan farmakokinetik
a. Absorpsi
• Pada usia lanjut belum diketahui secara jelas
• Keadaan yang mungkin dapat mempengaruhi
absorpsi ini antara lain perubahan kebiasaan
makan, tingginya konsumsi obat-obat non resep
(misalnya antasida, laksansia) dan lebih
lambatnya kecepatan pengosongan lambung.
b. Distribusi
• Selain oleh sifat fisiko-kimiawi molekul obat, distribusi

ditentukan pula oleh komposisi tubuh, ikatan protein plasma


dan aliran darah organ, semuanya akan mengalami perubahan
dengan bertambahnya usia, akibatnya konsentrasi obat akan
berbeda pada pasien lanjut usia jika dibandingkan dengan
pasien yang lebih muda pada pemberian dosis obat yang sama
• Dengan bertambahnya usia, prosentase air total dan masa

tubuh yang tidak mengandung lemak (lean body mass)


menjadi lebih sedikit.
c. Komposisi Tubuh
• Pertambahan usia dapat menyebabkan penurunan total

air. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan volume


distribusi obat yang larut air sehingga konsentrasi obat
dalam plasma meningkat.
• Pertambahan usia juga akan meningkatkan massa lemak

tubuh. Hal ini akan menyebabkan volume distribusi


obat larut lemak meningkat dan konsentrasi obat dalam
plasma turun namun terjadi peningkatan durasi obat
(missal golongan benzodiazepin) dari durasi normalnya
d. Ikatan Plasma Protein
• Pertambahan usia, albumin manusia juga akan turun. Obat-

obatan dengan sifat asam akan berikatan dengan protein


albumin sehingga menyebabkan obat bentuk bebas akan
meningkat pada pasien geriatri. Saat obat bentuk bebas berada
dalam jumlah yang banyak maka akan mengakibatkan
peningkatan konsentrasi obat dalam plasma meningkat. Hal ini
menyebabkan kadar obat tersebut dapat melampaui konsentrasi
toksis minimum (terlebih untuk obat-obatan poten)
• Penurunan albumin secara mencolok pada usia lanjut umumnya

disebabkan oleh menurunnya aktivitas fisik.


e. Aliran Darah pada Organ
• Penurunan aliran darah organ pada lansia akan

mengakibatkan penurunan perfusi darah.


• Pada pasien geriatri penurunan perfusi darah terjadi

sampai dengan 45%.


• Untuk obat yang mempunyai sifat lipofilik yang

besar, misalnya benzodiazepin, klordiazepoksid,


peningkatan komposisi lemak menyebabkan
menurunnya kadar obat dalam darah.
f. Eliminasi
• Metabolisme hati dan eskresi ginjal adalah
mekanisme penting yang terlibat dalam proses
eliminasi. Efek dosis obat tunggal akan
diperpanjang dan pada keadaan steady state akan
meningkat jika kedua mekanisme menurun.
g. Metabolisme
• Hepar berperan penting dalam metabolisme obat, tidak

hanya mengaktifkan obat ataupun mengakhiri aksi obat


tetapi juga membantu terbentuknya metabolit terionisasi
yang lebih polar yang memungkinkan berlangsungnya
mekanisme ekskresi ginjal.
• Pada usia lanjut terjadi pula penurunan kemampuan hepar

dalam proses penyembuhan penyakit, misalnya oleh karena


virus hepatitis atau alkohol.
• Sangat perlu dipetimbangkan dalam pemberian obat yang

terutama dimetabolisme di hepar


h. Ekskresi ginjal
• Ginjal merupakan tempat ekskresi sebagian besar obat, baik

dalam bentuk aktif maupun hasil metabolitnya.


• Dengan menurunnya kapasitas fungsi ginjal secara ilmiah

karena usia lanjut, maka eliminasi sebagian besar obat juga


akan terpengaruh.
• Pada keadaan ini pengukuran klirens kreatinin kadang perlu

dibuat, sebelum pemberian obat


• Salah satu akibat dari turunnya klirens adalah terjadi

pemanjangan waktu paruh beberapa obat dan kemungkinan


tertumpuknya obat hingga mencapai kadar toksik
Interaksi Farmakokinetik

A. Fungsi Ginjal
• Perubahan paling berarti saat memasuki usia lanjut

ialah berkurangnya fungsi ginjal dan menurunnya


creatinine clearance
• Karena kreatinin tidak bisa dipakai sebagai kriteria

fungsi ginjal, maka harus digunakan nilai


creatinine-clearance untuk memperkirakan dosis
obat yang renal-toxic
B. Fungsi Hati
• Hati memiliki kapasitas yang lebih besar daripada ginjal,

sehingga penurunan fungsinya tidak begitu berpengaruh.


Ini tentu terjadi hingga suatu batas. Batas ini lebih sulit
ditentukan karena peninggian nilai ALT tidak seperti
penurunan creatinine-clearance. ALT tidak mencerminkan
fungsi tetapi lebih merupakan marker kerusakan sel hati
dan karena kapasitas hati sangat besar, kerusakan sebagian
sel dapat diambil alih oleh sel-sel hati yang sehat. ALT
juga tidak bisa dipakai sebagai parameter kapan perlu
membatasi obat tertentu.
Perubahan farmakodinamik
 Pasien-pasien usia lanjut relatif lebih sensitif terhadap
aksi beberapa obat dibanding kelompok usia muda.
 Sebagai contoh tekanan darah rata-rata pada usia
lanjut relatif lebih tinggi, tetapi sementara itu
insidensi hipotensi ortostatik juga meningkat secara
menyolok.
 Demikian pula mekanisme pengaturan suhu juga
memburuk dan hipotermia kurang ditoleransi secara
baik pada usia lanjut.
A. Pengaturan temperatur
• Hipotermia tidak diharapkan terjadi pada pasien

geriatri yang mendapat beberapa macam obat.


Obat-obatan yang menyebabakan terjadinya
hipotermia diantaranya benzodiazepine, opoid,
alkohol, dan antidepresan trisiklik dapat
menyebabkan sedasi gangguan kepekaan subjektif
terhadap tempratur dan pennurunan mobilitas
maupun aktivitas.
B. Fungsi usus dan kandung Kemih
• Konstipasi sering muncul pada geriatri sebagai

akibat penurunan motilitas saluran gastrointestinal.


Obat-obat antikolinergik dapat menyebabkan
retensi urin pada pasien pria lanjut usia terutama
pasien dengan hipertropi prostat sedangkan pada
wanita sering terjadi disfungsi uretra.
C. Pengaturan tekanan darah
• Pada pasien geriatri terjadi penumpukan reflex

takikardia sehingga hipotensi postural merupakan


masalah yang sering terjadi pada pasien geriatri.
Hal ini mengakibatkan obat obatan dengan efek
antihipertensi cenderung menyebabkan masalah
pada pasien geriatri.
D. Keseimbangan cairan atau elektrolit
• Pasien geriatri mengalami penuruan kemampuan

ekskresi retensi air. Obat-obatan yang


menyebabkan retensi cairan ini diantaranya
kortikosteroid dan antiinflamasi non steroid.
e. Fungsi Kognitif
• Pertambahan usia juga akan menurunkan fungsi sistem

saraf pusat yang terjadi akibat perubahan struktur dan


kimiawi saraf.
• Aktivitas enzim kolinesterase menurun pada lansia dan

berakibat pada menurunnya transmisi kolinergik. Transmisi


kolnergik sangat berperan dalam fungsi kognitif normal
sehingga obat-obatan antikolinergik dan hipnotik dapat
memperburuk efek tersebut. Lansia yang mengkonsumsi
obat-obatan tersebut akan mengalami kebingungan.
Efek samping obat pada usia lanjut

 Makin banyak jenis obat yang diresepkan pada


individu-individu usia lanjut, makin tinggi pula
kemungkinan terjadinya efek samping.
 Obat-obatan yang sering menimbulkan efek samping
pada usia lanjut antara lain analgetika, antihipertensi,
antiparkinsion, antipsikotik, sedatif dan obat-obat
gastrointestinal.
 Sedangkan efek samping yang paling banyak dialami
antara lain hipotensi postural, ataksia, kebingungan,
retensi urin, dan konstipasi.
Obat-obat yang sering diresepkan pada usia lanjut dan pertimbangan pemakaian

 Sedativa-hipnotika
 Analgetika
 Antidepresan
 Obat-obat kardiovaskuler
 Obat-obat antiaritmia
 Glikosida jantung
 Antibiotika
 Obat-obat antiinflamasi
 Laksansia
ADR (Adverse Drug Reaction) pada Geriatri

 Pasien geriatri akan lebih sering mengalami ADR


dibandingkan pasien yang lebih muda. Hal ini
dimungkinkan karena pasien geriatri lebih sering
mendapatkan terapi obat.
 Di samping itu faktor lain yang mempengaruhi
terjadinya ADR pada geriatri adalah perubahan
farmakokinetika yang meliputi absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi obat, yang sangat
tergantung pada kondisi organ-organ tubuh penderita
Prinsip pengobatan pada usia lanjut

A. Riwayat pemakaian obat


 Informasi mengenai pemakaian obat sebelumnya perlu ditanyakan, mengingat sebelum

datang ke dokter umumnya penderita sudah melakukan upaya pengobatan sendiri.


 Informasi ini diperlukan juga untuk mengetahui apakah keluhan/penyakitnya ada kaitan

dengan pemakaian obat (efek samping), serta ada kaitannya dengan pemakaian obat yang
memberi interaksi.
B. Obat diberikan atas indikasi yang ketat, untuk diagnosis yang dibuat. Sebagai contoh,
sangat tidak dianjurkan memberikan simetidin pada kecurigaan diagnosis ke arah
dispepsia.
C. Mulai dengan dosis terkecil. Penyesuaian dosis secara individual perlu dilakukan untuk
menghindari kemungkinan intoksikasi, karena penanganan terhadap akibat intoksikasi obat
akan jauh lebih sulit.
D. Hanya resepkan obat yang sekiranya menjamin ketaatan pasien, memberi resiko yang
terkecil, dan sejauh mungkin jangan diberikan lebih dari 2 jenis obat. Jika terpaksa
memberikan lebih dari 1 macam obat, pertimbangkan cara pemberian yang bisa dilakukan
pada saat yang bersamaan.
Penelaahan Terapi

 Meminimalkan DRPs:
 Ketepatan indikasi: ada diagnosis (pasti atau kemungkinan)
yang memang secara medik memerlukan farmakoterapi.
 Ketepatan pemilihan obat: obat yang diberikan adalah obat-
obat yang terbukti (secra ilmiah) memebrikan manfaat klinik
maksimal, paling aman dan ekonomis (manfaat maksimal dan
resiko minimal).
 Ketepatan dosis dan cara pemakaian: bentuk sediaan, cara
pemberian, besar dosis, frekuensi dan lama pemberian.
 Ketepatan (penilaian) pasien: kontra indikasi, ketaatan pasien,
efek samping, efek klinik, dan lain-lain.
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mencapai keberhasilan farmakoterapi lansia

A. Dosis, keamanan dan manfaat dari obat.


 Dosis umumnya  diturunkan hingga 1/5, tetapi berbeda untuk setiap

individu.
 Obat dengan indeks terapi sempit dimulai dengan 1/3 atau ½ dosis

lazim.
 Untuk obat yang eliminasi nya dipengaruhi (menurun), berikan 50 %

dari dosis awal yg dianjurkan.


B. Jumlah obat yang diberikan
 Semakin banyak jumlah obat polifarmasi dgn segala risiko

C. Kepatuhan pasien
  Hanya 60 % yang patuh sedangkan 40 % pasien lansia meminum

obat kurang dari yang  diberikan dokter.


Contoh Resep
 R/  captopril 25   mg                     XLV
       S 3 dd 1
 R/  HCT 25  mg                              XV
       S 1-0-0
 R/  Bisoprolol 5 mg                           XV
       S 1 dd 1
 R/  ISDN 5                                   XV
       S 1 dd 1 SL bila nyeri dada
 R/  B1                                           XLV
       S 3 dd 1
 R/  Meloxicam 15   mg                      XV
       S 2 dd 1
 R/  Antasida Fl.                            I
       S 4 dd 1 C
  
 Pro  : Ny. N (61 Th)
Ananmnesa

 Pasien mengeluh nyeri dada, tekanan darah tinggi,


sering tremor, dan pegal-pegal pada sekujur badan.
Analisa
 Dalam kasus ini pasien menerima 7 item obat dalam sekali waktu
konsumsi. 7 item obat tersebut yaitu :
 captopril yang merupakan antihipertensi golongan inhibitor enzim
pengkonversi angiotensin (ACEI),
 Hidroklorotiazid (HCT) yang merupakan diuretik golongan tiazid,
 Bisoprolol, suatu agen antihipertensi golongan  pemblok β yang
kardioselektif.
 Isosorbid dinitrat (ISDN), antiangina golongan nitrat
 Tiamin (vitamin B1), untuk terapi defisiensi vitamin B1
 Meloksikam, obat antiinflamasi nonsteroid, yang memiliki sifat
antinyeri
 Antasida, untuk menetralkan asam lambung
 Dengan memperhatikan keluhan yang disampaikan oleh pasien dan obat-obat yang diresepkan oleh dokter dapat diduga
pemberian captopril HCT, bisoprolol, dan ISDN berhubungan dengan hipertensi dan keluhan nyeri dada. Nyeri dada,
sering menjadi indikasi adanya gangguan jantung. Meski tidak semua nyeri dada diakibatkan oleh kelainan jantung.
Meloksikam dan vitamin B1 ditujukan untuk mengatasi keluhan nyeri badan. Pasien tidak secara langsung mengeluhkan
kondisi yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, namun dokter meresepkan antasida, hal ini mungkin
ditujukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya iritasi lambung yang dapat  memicu peningkatan asam lambung.
 Jika benar, keluhan nyeri dada pada kasus ini berhubungan dengan gangguan system jantung seperti halnya angina,
maka pemilihan kombinasi antihipertensi berupa captopril(ACE inhibitor), HCT (diuretik tiazid), dan bisoprolol (β-
bloker kardioselektif) relative merupakan pilihan yang tepat. Kombinasi tersebut sebagaimana disarankan oleh JNC7.
Kecuali pasien tersebut memiliki riwayat infark myokardiak, penggunaan diuretik tidak disarankan.
 Disamping diagnose penyerta dalam kasus hipertensi ini yang harus menjadi dasar pemilihan terapi, faktor usia juga
harus dipertimbangkan. Dalam hal ini, pasien telah cukup lanjut usia, yaitu 61 tahun. Faktor usia lanjut sangat
memungkinkan terjadinya pengaruh hipertensi terhadap kerusakan berbagai organ seperti jantung, hati, ginjal, dan otak.
Sehingga pemilihan terapinya harus benar-benar diperhatikan.
 Dosis captoprilpasien menerima captopril75 mg/hr dalam dosis terbagi tiga, maka dosis tersebut masih dapat diterima
sebagai dosis aman. Begitu pun dengan HCT satu kali sehari pada pagi hari, merupakan dosis yang lazim. Dalam hal ini
perlu diingatkan pada pasien, agar jangan sampai mengkonsumsi HCT ini pada waktu sore atau malam hari, karena
dapat menimbulkan efek diuresis nokturnal, yang akan sangat mengganggu waktu istirahat pasien pada malam hari.
Bisoprolol 5 mg satu kali sehari juga merupakan dosis aman. Namun pasien harus diingatkan untuk tidak menghentikan
penggunaan obat ini secara mendadak, karena dapat menyebabkan kambuhan hipertensi. (Dipiro; 221).

You might also like