You are on page 1of 9

HUKUM TAKLIFI

Nita Dewi Ayu


1. HUKUM TAKLIFI.
Hukum Taklifi adalah hukum yang berlaku dan diterapkan dalam
agama Islam kepada orang yang sudah terkena syarat yang terhukum,
yaitu sudah dewasa (baligh), berakal (tidak gila), karena hal ini
berkaitan dengan perintah Allah, Hukum Taklifi juga firman Allah yang
menyuruh umat manusia agar melaksanakan atau meninggalkan sesuatu
atau memilih antara melaksanakan dan meninggalkan.
Hukum taklifi terbagi atas 4 jenis , yaitu al-Ijab (kewajiban), an-
Nadb (kesunnahan), at-Tahrim (Keharaman), dan al-Karahah
(kemakruhan), demikian yang dituntut adalah perbuatan. Apabila
tuntunan itu berupa kepastian dan ketetapan, maka disebut ijab;
akibatnya adalah wujub; sedangkan yang dituntut untuk dikerjakan
disebut wajib. Jika tuntutan itu tidak berupa kepastian dan ketetapan ,
maka disebut Nadb; akibatnya adalah Nadb; sedangkan yang tidak
dituntut untuk dikerjakan disebut Mandub (sunnah).
Kemudian jika tuntutan itu berupa larangan berbuat secara pasti,
maka disebut tahrim; akibatnya adalah hurmah (keharaman); sedangkan
yang dilarang disebut haram. Jika tuntutan itu berupa larangan; berbuat
yang tidak pasti dan tidak tetap maka disebut karahan; akibatnya adalah
karahah; sedangkan yang dilarang untuk dikerjakan secara tidak pasti
disebut makruh.

Jadi yang dituntut untuk dikerjakan ada 2, yaitu wajib dan mandub
(sunnah), adapun yang ditintut untuk tidak dikerjakan ada 2 juga yaitu,
Haram dan makruh.
a. Wajib

Wajib ‫ب‬+
( ‫ج‬+‫لوا‬++‫ )ا‬Secara bahasa adalah +‫لألزم‬++‫لساقط وا‬++‫“ ا‬yang jatuh dan harus” kata wajib sinonim

juga dengan: ‫رض‬+++‫ف‬-‫وفريظة‬-+‫( والزم‬fardhu, faridhah, dan lazim). Adapun secara istilah para

fuqaha adalah:

‫ماأمربه الشارع على وجه اإللزام‬

“Apa-apa yang diperintah oleh pembuat syariat dengan bentuk keharusan.”

hal ini menunjukkan kepastian atau kepastian berbuat untuk ditunjukkan oleh adanya

siksa jika meninggalkan atau alasan-alasan syara’ yang lain. Contohnya puasa, mendirikan

shalat, membayar zakat, haji bila mampu, berbuat baik kepada orang tua, memberi mahar

kepada istri, dan perintah lainnya yang datang dengan bentuk perintah secara mutlak dan dalil

yang menunjukkan kepastian melaksanakannya. Jadi, ketika syari’ menuntut suatu perbuatan

dan memiliki alasan, bahwa tuntutan itu secara pasti maka perbuatan itu hukumnya wajib ,

baik alasn itu berbentuk perintah murni maupun perintah yang samar.
b. Mandub (sunnah)
Mandub ‫مندوب‬
( ‫ل‬++‫ )ا‬secara bahasa: (‫لمدعو‬++‫“ )ا‬yang diseru”. Kata mandub ini memiliki sinonim kata dengan
‫وإحسان‬-‫ومستحب‬-‫وتظوع‬-‫وسنة‬-‫( نافلة‬nafilah-sunnah-tathawwu-mustahab-ihsan). Adapun secara istilah para
ulamaushul mendefinisikan dengan:
‫ماأمربه الشارع ال على وجه اإللزام‬
“Apa-apa yang diperintah oleh pembuat syari’at tidak dalam bentukkeharusan”
Sunah juga bisa suatu amalan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan
tidak mendapat dosa ataupu pahala. Sunnah berdasarkan tingkatan terbagi menjadi 3 yaitu:
c. Sunnah Mu’akkadah, adalah sunah yang sangat dianjurkan untuk melakukannya, contohnya shalat
witir, shalat 2 rakaat sebelun subuh , dua rakaat setelah zuhurdan 2 rakaat setelah magrib dan isya’
d. Sunnah Ghair Mu’akkadah, adalah sunnah yang tidak terlalu dianjurkan, contohnya shalat 4 rakaat
sebelum zuhur, ashar, dan isya’
e. Sunnah yang tingkatannya dibawah 2 tingkatan, yaitu mengikuti adat kebiasaan rasulullah SAW,
yang tidak ada tuga penyampaian dari allah. Atau penjelasan hukum syara’,seperti cara bepakaian,
makan dan minumnya rasulullah SAW, memelihara jenggot, menggunting merapikan kumis, yang
semunya itu merupakan kebiasaan yang baik, apabila kita mengikutinya berarti kita memuliakan
allah, apabila tidak mengikutinya tidak mendapat dosa.
c. Haram (Muharram)
Haram (+‫لمحرم‬++‫ )ا‬secara bahasa: (‫لممنوع‬++‫“ )ا‬yang dilarang”. Secara istilah, kata
haram menurut para fuqaha adalah:
‫مانهى عنه اشرع على وجه اإللزام بالترك‬
“Apa-apa yang dilarang pembuat syari’at dalam bentu keharusan untuk
ditinggalkan.”
haram terbagi menjadi 2, yaitu haram dzati dan haram aridhi, haram dzati
adalah perbuatan yang telah diharamkan oleh syari’ semenjak pebuatan itu lahir ,
sedangkan haram aridhi ialah perbuatan yang awalnya tidak haram, tetapi
perbuatan ini dilakukan disertai berbagai hal yang membuat perbuatan itu
menjadi haram, contoh haram dzati yaitu shalat tanpa suci, pernikahan antar
mahram akad jual beli bangkai. Sedangkan haram aridhi seperti shalat
menggunakan barang curian, akad jual beli yang terdapat unsur penipuan.
d. Makruh
Makruh (+‫لمكروه‬++‫ )ا‬secara bahasa: (‫لمبغض‬++‫“ )ا‬yang dimurkai”, secara istilah makruh
ialah:
‫مانهى عنه اشارع العلى وجه اإللزام بالترك‬
“Apa-apa yang dilaran pembuat syari’at tidak dalam bentuk keharusan untuk
ditinggalkan” seperti mengambil sesuatu dengan tangan kiri dan memberi dengan
tangan kiri”
Maruh juga suatu amalan apabila dikerjakan tidak mendapat dosa atau pahala,
dan apabila ditinggalkan pahala. Maruh terbagi menjadi 2 yaitu, makruh tahrim
dan makruh tanzih, makruh tahrim mengandung keraguan, seperti mekai kain
sutra, memakai cincin dari emas atau perak bagi pria, serta poligami bagi orang
yang khawatir tidak berbuat berbuat adil, sedangkan makruh tanzih merupakan
kebalikan dari hukum mandub.
SEKIAN DAN
TERIMAKASIH

You might also like