You are on page 1of 43

PAJAK PENGHASILAN

BAB 4
FINAL
PENGERTIAN

Pajak penghasilan yang pengenaannya sudah final (berakhir)


sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total
pajak penghasilan terutang pada akhir tahun pajak.

PPh atas penghasilan dari usaha yang


diterima/diperoleh Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu.

PPh Pasal 15 UU PPh untuk usaha tertentu.

PPh Pasal 4 ayat (2) UU PPh.


PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
YANG DITERIMA/DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG
MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

Ketentuan pengenaan OBJEK PAJAK


PPh ini dituangkan
dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 23
Tahun 2018 dan
penghasilan dari usaha yang
Peraturan Menteri
diterima atau diperoleh Wajib
Keuangan Nomor
Pajak dalam negeri dengan
99/PMK.03/2018.
penghasilan tertentu =>
Ketentuan ini dalam
peredaran bruto usaha tidak
uraian selanjutnya
melebihi Rp4,8 miliar dalam
disebut PPh bersifat
setahun.
final 0,5%.
BUKAN OBJEK PAJAK

Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib


Pajak Orang Pribadi dari jasa sehubungan dengan
pekerjaan bebas.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri yang pajaknya terutang atau
telah dibayar di luar negeri.

Penghasilan yang telah dikenai PPh bersifat final.

Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.


WAJIB PAJAK DAN
BUKAN WAJIB PAJAK

WAJIB PAJAK BUKAN WAJIB PAJAK


• Wajib Pajak memilih untuk dikenai
PPh secara umum.
• Wajib Pajak badan berbentuk
• Wajib Pajak orang pribadi; persekutuan komanditer atau firma
• Wajib Pajak berbentuk koperasi, yang dibentuk oleh beberapa Wajib
persekutuan komanditer, firma, Pajak orang pribadi yang memiliki
atau perseroan terbatas yang keahlian khusus menyerahkan jasa
menerima atau memperoleh sejenis dengan jasa sehubungan
penghasilan dengan peredaran dengan pekerjaan bebas.
bruto tidak melebihi • Wajib Pajak badan yang
Rp4.800.000.000 dalam satu tahun memberoleh fasilitas PPh
pajak. berdasarkan: Pasal 31A UU PPh dan
Peraturan Pemerintah No. 94 tahun
2010.
• Wajib Pajak berbentuk usaha tetap.
JANGKA WAKTU PENGENAAN PPH
BERSIFAT FINAL 0,5%

JENIS WAJIB PAJAK JANGKA WAKTU


PALING LAMA
Wajib Pajak orang pribadi 7 tahun
Wajib Pajak badan: koperasi, persekutuan komanditer, firma 4 tahun
Wajib Pajak badan perseroan terbatas 3 tahun

Jangka waktu tersebut terhitung sejak:

1. Tahun pajak saat Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada
tahun 2018.
2. Tahun pajak 2018 bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum tahun 2018.
KETENTUAN
PEREDARAN BRUTO USAHA
1. Jumlah peredaran bruto dari tahun terakhir sebelum tahun pajak yang
bersangkutan.
2. Jumlah peredaran bruto merupakan penjualan bruto semua cabang.
3. Jumlah peredaran bruto merupakan penggabungan peredaran bruto usaha suami
dan istri apabila suami-istri menghendaki perjanjian pemisahan harga dan
penghasilan secara tertulis maupun istrinya menghendaki memilih untuk
menjalankan hak dan kewajiban perpajakan sendiri.
4. Jumlah peredaran bruto tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan
pekerjaan bebas.
5. Jumlah peredaran bruto tidak termasuk penghasilan diterima atau diperoleh di luar
negeri yang pajaknya telah dibayar atau terutang di luar negeri.
6. Jumlah peredaran bruto tidak termasuk penghasilan yang telah dikenai PPh bersifat
final.
7. Jumlah peredaran bruto tidak termasuk penghasilan yang dikecualikan sebagai
objek pajak.
8. Jumlah peredaran bruto usaha tahun ini digunakan untuk menentukan pengenaan
PPh bersifat final 0,5% tahun berikutnya.
TARIF DAN
DASAR PENGENAAN PAJAK

TARIF

• 0,5% (nol koma lima persen).

DASAR PENGENAAN PAJAK

• Peredaran bruto usaha setiap bulan.


• Penghasilan bruto yang dimaksud merupakan imbalan atau nilai berupa uang atau nilai uang yang diterima atau
diperoleh dari usaha sebulan sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis.
CARA MENGHITUNG PPH BERSIFAT
FINAL 0,5%

PPh bersifat final 0,5% dihitung secara bulanan


dengan rumus berikut ini.

PPh terutang sebulan = Tarif × dasar pengenaan pajak sebulan


= 0,5% × peredaran bruto usaha sebulan
TATA CARA PENYETORAN DAN
PELAPORAN

Penyetoran dilakukan setiap bulan sebesar 0,5% × peredaran


bruto sebulan.

Dilakukan Penyetoran dilakukan pada setiap tempat usaha.


oleh Wajib
Penyetoran dilakukan setiap bulan paling lambat
Pajak tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir.
Sendiri
Pelaporan dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa
PPh paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

PPh tahunan dilaporkan setiap tahun dengan menyampaikan


SPT Tahunan PPh ke Kantor Pelayanan Pajak.
TATA CARA PENYETORAN DAN
PELAPORAN

Penyetoran dan Pelaporan Pajak Melalui Pemotongan/Pemungutan oleh


Pemungut/Pemotong

• Penyetoran/pelunasan/pembayaran PPh bersifat final 0,5% dapat dilakukan melalui pemotongan/pemungutan oleh Pemotong/Pemungut Pajak.
• Besarnya pajak yang dipotong adalah 0,5% dikalikan peredaran bruto setiap transaksi.
• Pemotong/Pemungut tidak melakukan pemotongan/pemungutan PPh Pasal 22 terhadap Wajib Pajak yang memiliki Surat Keterangan yang melakukan transaksi impor atau
pembelian barang selama Wajib Pajak yang bersangkutan menyerahkan fotokopi Surat Keterangan.
• Penyetoran pajak yang telah dipotong atau dipungut dilakukan paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan SSP atau
sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP. SSP diisi atas nama Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut serta ditandatangani oleh Pemotong atau Pemungut
Pajak.
• SSP yang dimaksud adalah bukti pemotongan atau pemungutan PPh dan diberikan oleh Pemotong/Pemungut kepada Wajib Pajak yang bersangkutan. Pelaporan pajak
dilakukan oleh Pemotong/Pemungut dengan menyampaikan SPT.
• Pelaporan pajak dilakukan oleh Pemotong/Pemungut dengan menyampaikan SPT Masa PPh ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong/Pemungut Pajak terdaftar paling
lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
PAJAK PENGHASILAN BERSIFAT
FINAL PASAL 15

Norma penghitungan khusus untuk Wajib Pajak tertentu


yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 15 UU PPh adalah:

1. perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional;


2. perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan
pengeboran minyak, gas, dan panas bumi; perusahaan
dagang asing;
3. perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk
bangun-guna-serah (build, operate, and transfer).
PAJAK PENGHASILAN ATAS IMBALAN YANG
DIBAYARKAN/TERUTANG KEPADA PERUSAHAAN
PELAYARAN DALAM NEGERI

• Orang yang bertempat tinggal atau badan yang didirikan


dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha
WAJIB PAJAK
pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia
maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain.

• Penghasilan berupa imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran dalam negeri,
baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, baik dari pengangkutan orang dan/atau barang
termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari:a. pelabuhan di Indonesia ke
OBJEK PAJAK pelabuhan lainnya di Indonesia; a) pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;
b) pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia; c) pelabuhan di luar Indonesia ke
pelabuhan di Indonesia; d) pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.
PAJAK PENGHASILAN ATAS IMBALAN YANG
DIBAYARKAN/TERUTANG KEPADA PERUSAHAAN
PELAYARAN DALAM NEGERI

1,2% (satu koma dua persen) Peredaran bruto

DASAR
TARIF PENGE
NAAN
PAJAK PENGHASILAN ATAS IMBALAN YANG
DIBAYARKAN/TERUTANG KEPADA PERUSAHAAN
PELAYARAN DAN PENERBANGAN LUAR NEGERI

WAJIB PAJAK
• Perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan yang berkedudukan di luar
negeri dan melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia.
OBJEK PAJAK
• Penghasilan berupa imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan
pelayaran dan penerbangan luar negeri terkait pengangkutan orang dan/
atau barang termasuk carter kapal laut dan/atau udara.
TARIF

• 2,64% (dua koma enam puluh empat persen).

DASAR PENGENAAN

• Peredaran bruto
PAJAK PENGHASILAN ATAS IMBALAN YANG
DIBAYARKAN/ TERUTANG KEPADA PERUSAHAAN
PENERBANGAN DALAM NEGERI

WAJIB PAJAK OBJEK PAJAK TARIF DASAR


PENGENAAN

• Perusahaan • Penghasilan
penerbangan berupa
yang imbalan yang
berkedudukan diterima atau
di Indonesia diperoleh • 1,8% (satu
yang perusahaan koma delapan • Peredaran
memperoleh penerbangan persen). bruto
penghasilan dalam negeri
berdasarkan berdasarkan
perjanjian perjanjian
carter. carter.
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN
BERSIFAT FINAL PASAL 4 AYAT (2) UU PPh

Bunga Bunga/diskonto
Transaksi penjualan
deposito/tabungan, saham obligasi dan surat
diskonto SBI, jasa giro berharga negara

Persewaan tanah
Hadiah undian Jasa konstruksi
dan/atau bangunan

Bunga simpanan yang


Pengalihan hak atas dibayarkan koperasi Dividen yang diterima
tanah dan bangunan kepada anggota WP- WP-OP
OP
PPh ATAS BUNGA DEPOSITO/TABUNGAN,
DISKONTO SBI, JASA GIRO
Subjek pajak:
1. Orang pribadi DN dan LN
2. Badan DN dan LN
3. Bentuk Usaha Tetap
Objek pajak:
4. Bunga deposito
5. Bunga tabungan
6. Diskonto SBI
Pemotong, penyetor, pelapor:
7. Bank yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia
8. Cabang bank luar negeri di Indonesia
9. Bank Indonesia
10. Dana Pensiun dan bank yang menjual kembali SBI kepada pihak lain yang
bukan bank atau kepada Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan
oleh Menteri Keuangan
Contoh
Indah adalah salah satu nasabah Bank Nusa. Ia memiliki
deposito berjangka 1 bulan sebesar Rp600 juta. Bunganya
sebesar 6% setahun. PPh dipotong oleh Bank Nusa saat
pembayaran bunga sebagai berikut.

Bunga deposito: 6% × 600.000.000 × 1/12 = Rp3.000.000


PPh dipotong: 20% × Rp3.000.000 = Rp600.000
PPh ATAS TRANSAKSI SAHAM DAN
SEKURITAS LAINNYA

Subjek pajak:
1. Orang pribadi
2. Badan
yang melakukan transaksi penjualan saham di BEI

Objek pajak:
3. Transaksi penjualan saham di BEI

Pemotong, penyetor, pelapor:


4. Bursa efek melalui perantara pedagang efek
5. Dibayarkan sendiri oleh emiten atas penjualan saham pendiri
Dasar Pengenaan
Tarif Pajak PPh Keterangan

0,1% Jumlah bruto nilai 0,1% × Nilai Semua jenis transaksi


transaksi transaksi saham

0,1% + 0,5% Jumlah bruto nilai (0,1% + 0,5%) × Nilai Transaksi penjualan
transaksi transaksi saham saham pendiri

Saham pendiri:
Saham yang dimiliki oleh pendiri dengan harga kurang dari 90% dari harga saham
yang beredar pada saat penawaran umum perdana
PPh ATAS BUNGA/DISKONTO OBLIGASI

Subjek pajak:
1. Orang pribadi DN dan LN
2. Badan DN dan LN
3. BUT
yang menerima bunga/diskonto obligasi

Objek pajak:
4. Bunga obligasi
5. Diskonto obligasi

Pemotong, penyetor, pelapor:


6. Penerbit obligasi atau kustodian agen pembayaran atas bunga dan diskonto yang
diterima pemegang obligasi setiap periode
7. Perusahaan efek, diler, atau bank atas bunga dan diskonto yang diterima penjual
obligasi saat transaksi
PPh terutang bersifat final
= Tarif × Dasar pengenaan pajak
Jenis Bunga/ Wajib Pajak Tarif Dasar Pengenaan Pajak
Diskonto

Bunga obligasi • Wajib Pajak dalam negeri • 15% Jumlah bruto bunga sesuai
dengan kupon dan BUT • 20% atau sesuai tarif dengan masa kepemilikan
• Wajib Pajak luar negeri berdasarkan persetujuan oblgasi
selain BUT penghindaran pajak
berganda
Diskonto obligasi • Wajib Pajak dalam negeri • 15% Selisih lebih harga jual atau
dengan kupon dan BUT • 20% atau sesuai tarif nilai nominal di atas harga
• Wajib Pajak luar negeri berdasarkan persetujuan perolehan obligasi tidak
selain BUT penghindaran pajak termasuk bunga berjalan
berganda
• Wajib Pajak dalam negeri • 15% Selisih lebih harga jual atau
Diskonto obligasi dan BUT • 20% atau sesuai tarif nilai nominal di atas harga
tanpa bunga • Wajib Pajak luar negeri berdasarkan persetujuan perolehan obligasi tidak
selain BUT penghindaran pajak termasuk bunga berjalan
berganda
Wajib Pajak reksa dana yang • 5% (tahun 2014 s.d. 2020) Selisih lebih harga jual atau
Bunga dan/atau terdaftar pada Badan • 10% (tahun 2021 dan nilai nominal
diskonto obligasi Pengawas Pasar Modal dan seterusnya)
Lembaga Keuangan
Contoh
PT GG memiliki obligasi PT Sampurno sebanyak 10.000 lembar,
nominal Rp20.000 per lembar, bunga 12% dibayarkan setiap
tanggal 30 Juni dan 31 Desember. Harga beli obligasi Rp18.000
per lembar.

Bunga yang dibayarkan setiap tanggal 30 Juni dan 31


Desember adalah:
12% × 10.000 lembar × Rp20.000 × 6/12 = Rp 12.000.000
PPh final yang dipotong setiap tanggal tersebut adalah:
15% × Rp12.000.000 = Rp1.800.000
PPh ATAS HADIAH UNDIAN

Subjek pajak:
1. Orang pribadi
2. Badan
yang menerima hadiah undian

Objek pajak:
– Hadiah undian

Pemotong, penyetor, pelapor:


– Penyelenggara undian (orang pribadi, badan, kepanitiaan,
penyelenggara kegiatan.
• Undian: diberikan dengan cara diundi

Hadiah

25%
Tarif
Contoh
Bank Mutiara mengadakan penarikan undian bagi para
nasabah. Penerima hadiah undian adalah CV Sukses dan Sdr.
Anton, masing-masing 1 unit mobil seharga Rp210.000.000 dan
1 unit sepeda motor seharga Rp15.000.000. CV Sukses memiliki
NPWP, sedangkan Sdr. Anton tidak.

PPh yang dipotong Bank Mutiara adalah:


1. CV Sukses: 25% × Rp210.000.000 Rp52.500.000
2. Sdr. Anton: 25% × Rp15.000.000 Rp 3.750.000
Rp56.250.000
PPh ATAS PERSEWAAN
TANAH/BANGUNAN

Subjek pajak:
1. Orang pribadi
2. Badan
yang menerima/memperoleh penghasilan dari persewaan
tanah/bangunan

Objek pajak:
3. Persewaan tanah/bangunan

Pemotong, penyetor, pelapor:


4. Penyewa
5. Penerima sewa
• Dasar
10%
S S S S S S S S S S S S
Jumlah pengen e e e e e e e e e e e e
• Tarif
bruto sewa aan w w w w w w w w w w w w
pajak a a a a a a a a a a a a

r a t g r a t g r a t g
u p o u u p o u u p o u
m a k d m a k d m a k d
10% x jumlah a r o a a r o a a r o a
bruto sewa h t n h t n h t n
e g e g e g
m m m
e e e
n n n

Wajib dibayar sendiri


Wajib dipotong
oleh penerima sewa jika
penyewa jika penyewa
penyewa bukan sbg
ditunjuk sbg pemotong
pemotong
Contoh
Tuan Ananda mempunyai 2 ruko disewakan. Apotek
Sehat Farma dan Pusat Oleh-Oleh Enak sebagai
penyewa, masing-masing sebagai pemotong pajak dan
bukan pemotong pajak. Nilai sewa masing-masing
sebesar Rp50.000.000 dan Rp25.000.000 pada 2016.

PPh dipotong oleh Apotek Sehat Farma adalah:


10% × Rp50.000.000 = Rp5.000.000
PPh dibayar dan dilaporkan oleh Tuan Ananda sebesar:
10% × Rp25.000.000 = Rp2.500.000
PPh ATAS USAHA JASA KONSTRUKSI

Subjek pajak:
1. Orang pribadi
2. Badan
penyedia jasa konstruksi, berlaku WP khusus, kategori

Objek pajak:
3. Jasa perencanaan konstruksi, jasa pelaksanaan konstruksi,
jasa pengawasan produksi

Pemotong, penyetor, pelapor:


4. Pengguna jasa konstruksi
5. Penyedia jasa konstruksi dalam hal pengguna jasa bukan
pemotong pajak
Jenis jasa konstruksi Wajib Pajak Tarif PPh
Pelaksanaan Memiliki kualifikasi usaha kecil 2% 2% × DPP
Pelaksanaan Tidak memiliki kualifikasi usaha 4% 2% × DPP
Pelaksanaan Selain dua di atas 3% 2% × DPP
Perencanaan atau pengawasan Memiliki kualifikasi usaha 4% 2% × DPP

Perencanaan atau pengawasan Tidak memiliki kualifikasi usaha 6% 2% × DPP

DPP = Dasar Pengenaan Pajak,


yaitu jumlah pembayaran/penerimaan tidak termasuk PPN
Contoh

Nilai Kontrak
Penyedia Jasa (Termasuk PPN) PPh

PT A, perencanaan Rp99.000.000 4% × (100/110 × Rp99.000.000) =


jasa konstruksi Rp3.600.000

PT B, pelaksanaan Rp880.000.000 2% × (100/110 × Rp880.000.000) =


jasa konstruksi Rp16.000.000

PT C, pengawasan Rp55.000.000 4% × (100/110 × Rp50.000.000) =


jasa kosntruksi Rp2.000.000
PPh ATAS PENGALIHAN HARTA BERUPA
TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah


dan/atau bangunan beserta perubahannya

Orang Pengh
pribad asilan
i atau
badan
W yang
dipero
O
yang
memp aji leh/di
terim bj
eroleh
pengh b a
orang ek
asilan
dari
penga
Pa pribad
i atau
badan
Pa
lihan jak karen jak
TARIF DAN DASAR PENGENAAN

1%
•Rumah sederhana dan rumah susun

TARIF
sederhana
•Selain rumah sederhana dan rumah 2,5%
susun sederhana
•Pengalihan hak pada pemerintah
0%

DASAR Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau ban

PENGE
•pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan
•perjanjian pengikatan jual beli Jumlah bruto
atas tanah dan/atau bangunan

NAAN
PEMUNGUTAN, PENYETORAN,
DAN PELAPORAN
Pemotong, penyetor, pelapor:
• Orang Pribadi atau Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan
• Bendahara pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang
menyetujui tukar-menukar atas tanah/bangunan

Pengecualian:
1. Orang pribadi dengan penghasilan di bawah PTKP dengan jumlah bruto pengalihannya
kurang dari Rp60.000.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
2. Pengalihan harta dengan cara hibah.
3. Pengalihan harta karena waris.
4. Pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang
telah ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku.
5. Pengalihan harta dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun
serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan.
6. Orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan
harta.
PPh ATAS BUNGA SIMPANAN YANG
DIBAYARKAN KOPERASI KEPADA ANGGOTA
WP-OP

Subjek pajak:
1. Orang pribadi anggota koperasi penerima bunga
simpanan di koperasi

Objek pajak:
2. Bunga simpanan yang diterima anggota
> Rp240.000 sebulan

Pemotong, penyetor, pelapor:


3. Koperasi pembayar bunga
• 10%

Tarif

Untuk jumlah bunga


simpanan kurang
dari Rp240.000
sebulan dikenakan
tarif 0%
Contoh
Berikut adalah pajak yang dipotong Koperasi X untuk
anggota yang menerima bunga simpanan di Koperasi X
pada November 2016.

Nama Bunga Simpanan PPh


Anggota yang Diterima
Hartawan Rp200.000 –
Maimuna Rp500.000 10% × Rp500.000 = Rp50.000
PPh ATAS DIVIDEN YANG
DITERIMA WP-OP
Subjek pajak:
1. Orang pribadi DN
yang menerima dividen

Objek pajak:
2. Dividen atas penyertaan saham pada perseroan

Pemotong, penyetor, pelapor:


3. Pembayar dividen
10 Jumlah
bruto PP
divide
% n h
PPh atas dividen dibedakan berdasar pada penerimanya, meliputi orang
pribadi, badan (PT, BUMN, Koperasi atau bentuk badan usaha lain)
 Dibahas lebih lanjut pada PPh Pasal 23
Contoh
Pada Maret 2016, PT Armada membagikan dividen Rp2.000
per lembar saham kepada pemegang saham berikut.

Pemegang Jumlah Lembar PPh


Saham Saham
Asri 15.000 PPh final = 10% × 15.000 × Rp2.000 =
Rp30.000.000
Wahyu 35.000 PPh final = 10% × 35.000 × Rp2.000 =
Rp70.000.000
PT XX 50.000 Bukan objek pajak
TERIMA KASIH

You might also like