You are on page 1of 27

ASUHAN KEPERAWATAN

KERACUNAN (ALKOHOL,
NARKOTIKA, ORGANOFOSFAT
Kelompok 2 :

Alfandi Tri pamungkas (1901008)


Ervina Kurniawati (1901022)
Farid Kurniawan (1901023)
Lintang Setianingrum (1901030)
Mukhlis Nur Hudaf (1901033)
Qori jabal rahmah (1901039)
Ria Febiyanti (1901041)
Risa Nur Hidayah (1901042)
Satria Yoga Pamungkas (1901045)
Veranda Prasasti (1901051)
Yanuar Ramadhan (1901052)

2
Defenisi
Racun adalah zat yang ketika ditelan, Keracuanan adalah penyakit
terhisap diabsorpsi, menempel pada yang tiba – tiba dan
kulit, atau dihasilkan didalam tubuh mengejutkan yang dapat terjadi
dalam jumlah relaktif kecil
setelah menelan makanan /
menyebabkan cedera tubuh dengan
minuman yang terkontaminasi.
adanyareaksi kimia (Smeltzer suzana
dalam nurarif kusuma, 2015). ( Brunner & Suddarth, 2015).
KLASIFIKASI
A. Mencerna (menelan) racun
Tindakan yang dilakukan adalah menghilangkan atau menginaktifkan racun
sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung, untuk
memelihara system organ vital, menggunakan antidote spesifik untuk
menetralkan racun, dan memberikan tindakan untuk mempercepat
eliminasi racun terabsorbsi.
Penyebab-penyebab tersebut antara lain:

4
1. Keracunan Alkohol
Gejala: emosi labil, kulit memerah, muntah, depresi pernafasan,
stupor sampai koma.
Tindakan:
• Bilas lambung dengan air
• Beri kopi pahit
• Infus glukosa: mencegah hipoglikemia

2. Keracunan Narkotika
Gejala: mual, muntah, pusing, klulit dingin, pupil miosis,
pernafasan dangkal sampai koma.
Tindakan:
• Jangan lakukan emesis
• Beri Nalokson 0,4 mg iv tiap 5 menit (atau Nalorpin 0,1 mg/Kg
BB. Obat terpilih Nalokson (dosis maximal 10 mg)
3. Keracunan Organofosfat
Gejala klinis :
Terjadi proses sekresi atau keluarnya air mata secara berlebih, urinasi, diare,
gejala kerusakan lambung, miosis (pengecilan ukuran manik mata), dan
bronkokonstriksi (penyempitan bronkus) dengan sekresi berlebihan
Tindakan :
• Melepas baju dan apa saja yang dikenakan, cucilah tubuhnya dengan sabun dan
siram dengan air mengalir
Etiologi
Penyebab keracunan menurut Nurarif dan Kusuma (2015) ada beberapa macam
dan akibatnya bisa mulai yang ringan sampai yang berat. Secara umum yang
banyak terjadi di sebabkan oleh:
1. Mikroba
Mikroba yang menyebabkan keracunan di antaranya : Escherichia coli pathogen,
Staphilococus aureus, Salmonella, Bacillus Parahemolyticus, Clostridium
Botulisme, Streptokkkus

2. Bahan Kimia
• Peptisida golongan organofosfat
• Organo Sulfat dan karbonat

7
Manifestasi klinis :
Gejala yang paling menonjol meliputi
1. Kelainan visus
●Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat
●Gangguan saluran pencernaan
●Kesukaran bernafas

8
2. Keracunan ringan :
• Anoreksia
• Nyeri kepala
• Rasa lemahRasa takut
• Pupil miosis
• Tremor pada lidah dan kelopak mata

3. Keracunan sedang
• Nausea, muntah-muntah
• Kejang, dan kram perut
• Hipersalifa
• Fasikulasi otot
• Bradikardi

9
3. Keracunan berat
• Diare
• Reaksi cahaya negative
• Sesak napas, sianosis, edema paru
• Inkontinensia urin
• Kovulasi
• Koma, blockade jantung dan akhirnya meninggal

10
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium rutin (darah, urin, feses, lengkap)tidak banyak
membantu.
2. Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat
membantu diagnosis keracunan IFO
3. Pemeriksaan toksikologi

11
Penatalaksanaan
A. Bilas lambung (Gastric Lavarge)
Bilas lambung adalah tindakan medis yang dilakukan untuk membersihkan
dan mengosongkan isi lambung. Indikasi bilas lambung
1.Pasien yang keracunan makanan/ obat tertentu.
2.Pasien yang akan di lakukan operasi.
3.Persiapan tindakan pemeriksaan lambung
4.Tidak ada refleks muntah
5.Gagal dengan terapi medis
6.Pasien dalam keadaan sadar
7.Perdarahan gastrointestinal
8.Pasien dengan kelebihan dosis obat-obatan.

12
Kontra indikasi bilas lambung :
1. Kumbah lambuh/ bilas lambung di kontraindikasikan untuk pasien yang
keracunan bahan-bahan toksik yang tajam, dan terasa membakar (resiko
perforasi esophagel).
2. Bilas lambung tidak di lakukan untuk bahan toksik hidrokarbon (resiko
respirasi), misalnya : camphor, hidrokarbon, halogen, hidrokarbon
aromatik, dan pestisida.
3. Keracunan bahan korosif atau senyawa hidrokarbon (minyak tanah, dll)
karena mempunyai risiko terjadi gejala keracunan yang lebih serius
4. Penurunan kesadaran (bila jalan napas tidak terlindungi).
5. Abnormalitas kraniofasial
6. Pasien cidera paru-paru.

13
Lanjutan…………

6. Cedera kepala.
7. Airway tidak baik atau pasien berisiko aspirasi, seperti pada kasus
penurunan kesadaran dan tidak menggunakan endotracheal tube (ETT).
8. Pasien berisiko perdarahan atau perforasi gaster, seperti pada pasien yang
baru melakukan operasi.
9. Keracunan oleh suatu benda korosif asam atau basa.
10. Keracunan sudah terjadi terlalu lama (lebih dari 1 jam).
11. Keracunan yang dialami tidak mengancam nyawa.
12. Kercacunan disebabkan oleh bahan korosif atau hidrokarbon.

14
B. ANTIDOTUM (PENAWAR RACUN)
Antidotum adalah obat penawar racun, sedangkan antitoksik adalah obat penawar
terhadap zat yang beracun (toksik) terhadap tubuh. Umumnya akan timbul efek
sampingnya.
Mekanisme antidotum :
•Membentuk senyawa kompleks dengan racun : dimerkaprol, EDTA, penisilamin,
dikobal edetat, pralidoksin.
•Mempercepat detoksifikasi racun : natrium tiosulfat,dll.
•Berkompetisi dengan racun dalam interaksi dengan reseptor : oksigen, nalokson.
•Memblokade reseptor esensial : atropine.
•Efek antidot melampaui efek racun : oksigen, glukagon
•Mempercepat pengeliaran racun : NaCl untuk meningkatkan pengeluaran urin pada
keracunan bromide
•Mengabsorpsi racun : karbon.

15
Lanjutan mekanisme antidotum….

• Menghambat absorpsi racun : MgSO4.


• Perangsang muntah : sir. Ipeca.
• Menginaktifkan racun : natrium tiosulfat, antibisa, antitoksin botulinus.
• Pengendap racun : natrium sulfat, kalsium laktat.
• Antidot universal (campuran karbon, asam tanat, MgO (1:1:2):
asam ,alkali, logam berat, glikosida.
• Antidot multiple (campuran besi sulfat, Mg S04, air, karbon) : As, opium,
Zn, digitalis, Hg, strihnin.
• Serum anti bisa ular : neurotoksis, hemotoksis.
• Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akhir
pada tempat penumpukan.

16
Pemberian antidotum

• Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg


• Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsampai
timbulgejala-gejala atropinisasi ( muka merah, mulutkering, takikardi,
midriasis, febris dan psikosis).
• Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
• Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

17
KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian Primer
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan mental lainnya harus
mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa memandang jenis racun penyebab. Usaha untuk
membuat diagnosis toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan tindakan suportif
yang merupakan bentuk dasar “ABCD” pada pengobatan keracunan.
• Saluran napas/airways (A) harus dibersihkan dan muntah atau beberapa gangguan lain
dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan napas melalui oral atau dengan
memasukkan pipa endotrakea.
• Pernapasan/breathing (B) yang adekuat harus diuji dengan mengobservasi dan mengukur
gas darah arteri
• Sirkulasi/circulation (C) yang cukup harus diuji dengan mengukur denyut nadi, tekanan
darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer
• Setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah harus diberi larut dekstrosa pekat
(D)/disability

19
Pengkajian Sekunder
Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai evaluasi
yang terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi
pengumpulan riwayat yang ada dan melakukan pemeriksaan fisik singkat
yang berorientasi pada toksikologi. Penyebab koma lainnya atau kejang
seperti trauma pada kepala, meningitis, atau kelainan metabolisme
harus dicari dan diobati.
1.Riwayat
2.Pemeriksaan fisik
3.Tanda-tanda vital
4.Mata
5.Mulut
6.Kulit
7.Abdomen
8.Sistem saraf

20
Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan


hipersaliva
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distress pernafasan
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah
4. Nyeri akut b/d agen cedera biologis.
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

21
NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
Dx
1. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Monitor vital sign
diharapkan ketidakefektifan bersihan
2. Pelihara kepatenan jalan nafas
jalan napas berhubungan dengan
hipersaliva kembali efektif dengan 3. Lakukan suction untuk menghilangkan

kriteria hasil : hipersaliva

-Pasien mampu mempertahankan pola 4. Berikan bronkodilatBerikan infus dextrose 5 or


nafas yang efektif bila perlu
-Bebas dari ketidakefektifan bersihan
5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
jalan nafas
6. Monitor respirasi dan status O2

7. %

  22
2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Buka jalan napas menggunakan tekhnik jaw
diharapkan pola nafas klien kembali thrust
efektif dengan kriteria hasil:
2. Berikan oksigen therapy 4-6 liter menggunakan
-Pasien mampu mempertahankan pola
nasal kanul atau sesuai instruksi
nafas yang efektif dengan tongkat
pernafasan yang normal. 3. Monitor aliran oksigen

-Paru-paru pasien bersih, bebas dari 4. Monitor vital sign


sianosis, dan tanda-tanda hipoksia yang
5. Auskultasi suara napas
lain.
   

23
3. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
keperawatan selama 1x24 jam
2. Lakukan kumbah lambung apabila keracunan
diharapkan kebutuhan cairan
bukan disebabkan zat korosif
terpenuhi dengan kriteria hasil:
-Tidak adanya tanda-tanda dehidrasi 3. Berikan antidot untuk menghilangkan efek

-Tanda-tanda vital dalam batas normal. racun

4. Berikan penggantian nasogastrik sesuai output

5. Kolaborasikan pemberian cairan IV

24
4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
nyeri berkurang, menghilang dengan kriteria hasil: durasi frekuensi, karakteristik, kualitasdan faktor presipitasi
-Pain level, dibuktikan dengan respon nonverbal 2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
pasien menunjukkan tidak ada nyeri, tanda vital 3) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dalam batas normal, tidak ada masalah pola tidur, dukungan
pasien melaporkan nyeri berkurang. 4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
-Pain control, dibuktikan dengan pasien dapat suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
melakukan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi 5) Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri. 6) Kaji tipe da nsumber nyeri untuk menentukan intervensi
7) Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam,
relaksasi,distraksi,kompres hangat/ dingin
8) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
9) Tingkatkan istirahat
10) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
11) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
25
6.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Observasi adanya pembatasan klien dalam
diharapkan klien dapat memenuhi melakukan aktivitas
kebutuhan dirinya dengan kriteria hasil: 2) Kaji adanya fakor yang menyebabkan kelelahan
-Ketidaknyamanan setelah beraktivitas 3) Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
berkurang 4) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya
-Dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari

26
Terimakasihhhh …

You might also like