Professional Documents
Culture Documents
Spi Masa Orba
Spi Masa Orba
.
Sejarah Perekonomian Indonesia Masa Orde Baru Hingga
Reformasi
• Pada masa orde baru yang lahir pada tahun 1966, system ekonomi berubah total, Berbeda dengan
pemerintahan orde lama dalam era Soekarno, paradigma pembangunan ekonomi mengarah pada
penerapan Sistem Ekonomi pasar bebas (demokrasi Ekonomi) dan ploitik ekonomi diarahkan pada
upaya-upaya dan cara-cara menggerakkan kembali roda ekonomi.
• Pemerintahan orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak Barat, dan menjauhi
pengaruh ideologi komunis juga kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan
Lembaga-lembaga dunia lainnya, sepaeri Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), yang
putus pada zaman Soekarno.
• Dengan membaiknya kembali hubungan Indonesia dengan kedua lembaga donor internasional
tersebut, Indonesia mendapat pinjaman untuk membiayai defisit anggaran belanja pemerintah, yang
sumber dananya berasal dari pinjaman bilateral dari sejumlah Negara Barat, seperti AS. Inggeris dan
Belanda.
Awal masa orde Baru, Presiden Soeharto menggerakkan 3 kebijakan Ekonomi yang
sangat berbeda dengan Pendahulunya (Soekarno) yakni;
Pada awal era Soeharto ini, pemerintah mengambil langkah drastis yang bersifat strategis yang menandakan
sedang berlangsungnya suatu perubahan yang cepat dalam sistem ekonomi Indonesia dari sistem ekonomi
komando ke sistem ekonomi pasar, di antaranya adalah dikeluarkannya sejumlah paket kebijakan libaralisasi
dalam perdagangan dan investasi. Paket- paket kebijakan jangka pendek tersebut adalah tindak lanjut dari
diterbitkannya Tap MPRS No.XXIII Tahun 1966 tentang Pembaruan Landasan Kebijakan Ekonomi, Keuangan,
dan Pembangunan, yang bertujuan untuk menstimulasi swasta masuk ke sektor-sektor strategis..
Salah satu paket kebijakan yang sangat penting dalam arti sangat berperan dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi Indonesia selama pemerintahan orde baru adalah UU Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 1968.
Untuk mendukung pelaksanaan kedua UU tersebut, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan deregulasi dan
kebijakan debirokratisasi untuk urusan-urusan yang berkaitan dengan perekonomian pada umunya dan investasi
pada khususnya (Salim, 2000). Selain itu, pada masa yang sama, perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasikan
pada masa orde lama dikembalikan ke pemiliknya (Tambunan, 2009; 15)
Menjelang akhir dekade 1960-an, atas kerja sama dengan Bank Dunia, IMF, dan ADB (Bank Pembangunan Asia)
dibentuk suatu kelompok konsorsium yang disebut Inter-Government Grup on Indonesia (IGGI), yang terdiri atas
sejumlah Negara maju, termasuk Jepang dan Belanda, dengan tujuan membiayai pembangunan ekonomi di
Indonesia.
a
Boleh dikatakan bahwa pada saat itu Indonesia sangat beruntung. Dalam waktu yang relatif pendek
setelah melakukan perubahan sistem politiknya secara drastis, dari yang ‘pro’ menjadi ‘anti’ komunis,
Indonesia bisa mendapat bantuan dana dari pihak barat. Pada saat itu memang Indonesia merupakan
satu-satunya Negara yang sangat antikomunis yang dianggap oleh Barat (Khususnya AS) telah berhasil
mengalahkan pemberontakan komunis dan sedang berusaha secara serius melakukan pembangunan
ekonominya. Pada saat itu belum ada krisis ULN dari kelompok NSB, seperti pada dekade 1980-an
sehinga boleh dikatakan bahwa perhatian Bank Dunia pada saat itu dipusatkan sepenuhnya kepada
Indonesia (Tambunan,2009 ; 15).
Pembangunan ekonomi diatur melalui serangkaian Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang
dimulai dengan Repelita I (1969-1974), dengan penekanan utama pada pembangunan sektor pertanian
dan industry-industri yang terkait seperti agroindustri, strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi
pada Repelita I terpusatkan pada pembangunan industri-industri yang dapat menghasilkan devisa lewat
ekspor dan substitusi impor, industri- industri yang memproses bahan-bahan baku yang dimiliki
Indonesia, industri-industri yang padat karya, industri-industri yang mendukung pembangunan regional,
dan juga industri-industri dasar seperti pupuk,semen,kimia dasar, bubuk kertas,dan kertas,dan tekstil.
a
7. liberalisasi perdagangan dengan mengganti pembatasan perdagangan luar negeri melalui kuota dengan tarif dan secara
progesif mengurangi tarif sehingga mencapai tingkat yang rendah dan seragam;
8. peningkatan tabungan dalam negeri melalui langkah-langkah yang telah disebut di atas, seperti pengurangan defisit
anggaran belanja pemerintah (disiplin fiskal), reformasi perpajakan, dan lain-lain;
9. peningkatan PMA;
10. privatisasi perusahaan Negara;
11. penghapusan peraturan yang menghalangi masuknya perusahaan baru ke dalam suatu bidang bisnis dan yang membatasi
persaingan; dan
12. property rights, sistem hukum yang berlaku harus bisa menjamin perlindungan hak milik atas tanah, kapital, dan bangunan
(Tambunan, 2009, hal 18).
Namun, tidak semua pihak setuju dengan berkurangnya peran pemerintah atau Negara di dalam ekonomi. Bahkan pada dekade
80- an hingga awal 90-an sempat muncul perdebatan publik antara pihak yang tetap menginginkan pemerintah sebagai pemain
utama sesuai bunyi pasal 33 UUD 1945 (ayat 2 dan 3), dan pihak yang menginginkan kebebasan sistem ekonomi sesuai
penjelasan pasal 33 tersebut.
Mackie dan MacIntyre (1994) melihat ada tiga mahzab politik ekonomi di Indonesia pada masa itu, yakni:
(i) kaum teknorat (ekonom) yang berpaham pasar bebas;
(ii) kaum intervionis yang menginginkan peran besar dari Negara dalam pembangunan;
(iii) dan kaum nasionalis pola lama yang ingin selalu berpegangan teguh pada ideologi bangsa-negara sebagaimana tercantum
dalam pasal 33 UUD 1945.
a
Sistem ekonomi Indonesia cenderung semakin kapitalis atau sistem ekonomi pasar
semakin luas diterapkan sejak era reformasi pada tahun 1998 hingga pada masa
pemerintah SBY dan Pemerintahan Jokowi . Ada dua dorongan utama yang membuat hal
ini terjadi.
Pertama, karena desakan dari IMF sebagai konsekuensi dari bantuan keuangan dari
lembaga moneter dunia tersebut yang diterima oleh pemerintah Indonesia untuk
membiayai proses pemulihan akibat krisis ekonomi 1997/1998. Sudah diketahui secara
umum bahwa setiap Negara yang menerima bantuan IMF harus melakukan apa yang
disebut “penyesuaian struktural” yang terdiri atas sejumlah langkah yang harus ditempuh
oleh Negara-negara penerima bantuan yang menjurus ke liberalisasi perekonomian
mereka. Langkah-langkah yang paling penting dan yang pada umumnya paling
berat untuk dilakukan karena sering menimbulkan dampak negatif jangka pendek
terhadap ekonomi dan gejolak sosial di Negara peminjam adalah ;
a