You are on page 1of 11

NAPAK TILAS TSUNAMI

ACEH 2004 & SEKARANG

NURIKO AMRI SALAM (161101064)


OUTLINE

 Pendahuluan
 Kronologi Bencana Tsunami Aceh 2004
 Penyebab Tsunami Aceh
 Dampak Tsunami Aceh
 Jejak Tsunami di Banda Aceh
 Kesimpulan
Pendahuluan

Tsunami Aceh terjadi karena interaksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Gempa besar
yang mempunyai magnitudo 9,0 berpusat di dasar laut pada kedalaman 10 kilometer, yang
tergolong gempa dangkal, menimbulkan gelombang tsunami. Gempa tersebut menjadi bencana
paling mematikan pada abad ke-21. Dasar samudera yang naik di atas palung Sunda ini
mengubah dan menaikkan permukaan air laut di atasnya. Dengan demikian, permukaan datar
air laut ke arah pantai barat Sumatera ikut terpengaruh berupa penurunan muka air laut.
Beberapa gempa terjadi sebelum gelombang air laut menyapu daratan dan yang paling lama
berkisar antara 8-10 menit. Durasi gempa ini merupakan catatan sejarah tersendiri.
Kronologi Bencana Tsunami 2004 di Aceh

Pada 26 Desember 2004 pukul 07.59 waktu setempat, gempa berkekuatan 9,1
sampai 9,3 skala Richter mengguncang dasar laut di barat daya Sumatra, sekitar 20
sampai 25 kilometer lepas pantai. Hanya dalam beberapa jam saja, gelombang
tsunami dari gempa itu mencapai daratan Afrika.
Pada 27 Desember Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan tsunami di
Aceh sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi. Bantuan
internasional mulai digerakkan menuju kawasan bencana. Kawasan terparah yang
dilanda tsunami adalah Aceh, Khao Lak di Thailand dan sebagian Sri Lanka dan
India.
Kronologi Bencana Tsunami 2004 di Aceh

30 Desember lalu, Sekretaris Jendral PBB saat itu, Khofi Annan, menyebut
jumlah korban sedikitnya 115.000 orang tewas. Jerman mengirim pesawat militer
yang berfungsi sebagai klinik darurat ke kawasan bencana. Militer Jerman
Bundeswehr dikerahkan untuk membantu korban bencana. 31 Desember Indonesia
dinyatakan sebagai kawasan bencana tsunami terparah. Pemerintah Indonesia
menyebut korban tewas akan melebihi 100.000 orang. 1 Januari 2005 kapal induk
Amerika Serikat "USS Abraham Lincoln" tiba di perairan Sumatra untuk membantu
evakuasi korban dan penyaluran bahan bantuan. Helikopter Amerika Serikat
dikerahkan dari kapal induk untuk membagikan bahan bantuan terpenting ke
kawasan bencana di Aceh.
Kronologi Bencana Tsunami 2004 di Aceh

Pada 2 Januari 2005 masyarakat internasional menjanjikan bantuan untuk


kawasan bencana tsunami senilai 2 miliar US$, kemudian di 4 Januari 2005 PBB
menyatakan jumlah korban lebih banyak dari perkiraan semula, sedikitnya 200.000
orang tewas. 5 Januari 2005 Eropa memperingati korban tsunami dengan aksi
mengheningkan cipta di berbagai kota besar dan dalam sidang parlemen. Jerman
menyatakan sekitar 1.000 warganya yang sedang berwisata di Asia Tenggara hilang.
Pemerintah Jerman memutuskan bantuan senilai 500 juta Euro untuk bantuan
kemanusaiaan dan pembangunan kembali di kawasan bencana.
Kronologi Bencana Tsunami 2004 di Aceh

14 Maret 2005 Indonesia dan Jerman mulai membangun sistem peringatan dini
tsunami. Perangkat teknisnya merupakan sumbangan Jerman kepada Indonesia,
senilai 40 juta Euro. Sistem itu dikenal sebagai GITEWS (German Indonesian
Tsunami Early Warning System). Tahun 2008 dikembangkan menjadi InaTews
(Indonesia Tsunami Early Warning System).
19 Maret 2005 Sekitar 380 tentara Jerman yang bertugas di kawasan bencana
kembali ke pangkalannya. Selama bertugas, mereka merawat sekitar 3.000 pasien
korban bencana. Masyarakat Jerman mengumpulkan sumbangan bencana Tsunami
senilai 670 juta Euro.
Jejak Tsunami Aceh 2004

1. Kapal di Atas Rumah


Berada di daerah Gampong Lampulo, Kecamatan Kuto Alam, Banda Aceh. Kapal
nelayan ini terbawa gelombang hingga tersangkut di atap rumah penduduk. Saat tsunami
menghantam, kapal nelayan ini membawa 59 orang penumpang yang seluruhnya selamat.
Pasca bencana, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
mengambil alih untuk kemudian menata dan membangun situs tersebut. Hingga saat ini
Lokasi Kapal di Atas Rumah menjadi salah situs yang banyak dikunjungi para wisatawan
yang ingin melihat dampak tsunami di Banda Aceh.
Bentuk kapal tetap dipertahankan. Hanya saja, di sekelilingnya dibangun rangka untuk
menopang kanopi. Namun saat saya ke sana, kanopi tersebut sedang dilepas, jadi hanya
tersisa rangkanya saja. Pihak pengelola menyediakan jembatan melingkar agar pengunjung
dapat melihat lebih dekat kapal nelayan tersebut. Namun karena faktor keamanan,
pengunjung tidak diperbolehkan menaiki kapal tersebut.
Jejak Tsunami Aceh 2004

2. Kapal PLTD Apung


Berada di daerah Gampong Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda
Aceh. Bukti lain kedahsyatan tsunami saya saksikan di Punge Blang Cut. Kapal
PLTD Apung sepanjang 19 meter dan seberat 2.600 ton terbawa ke daratan kurang
lebih 4 kilometer dari Pelabuhan Ulee Lheue.
Kapal yang mampu meyuplai daya hingga 10,5 megawatt ini awalnya bertugas
di Kalimantan Barat. Tahun 2003 dipindahkan untuk memenuhi kebutuhan listrik di
Banda Aceh. Saat kejadian, kapal mengangkut 11 orang anak buah kapal (ABK),
namun hanya satu orang yang selamat. Sepuluh ABK lain langsung turun dari kapal
saat air mulai surut dan terhempas gelombang kedua.
Jejak Tsunami Aceh 2004

3. Kuburan Massal Ulee Lheu


Berada di daerah Jalan Pocut Baren Nomor 30, Banda Aceh. Area pemakaman
terbagi menjadi dua, kuburan dewasa dan anak-anak. Tak seperti bentuk makam
biasa, kuburan massal tak berundak dan tak memiliki nisan. Para jenazah yang
umumnya tak diketahui idetitasnya, dimakamkan di satu lahan yang luas, kemudian
ditutup tanah hingga rata. Beberapa batu nisan tampak di kedua sisi. Mungkin itu
sebagai tanda bahwa jenazah tersebut diketahui identitasnya.
Pasca bencana, bangunan seluas 15.800 m2 ini dialihfungsikan menjadi
kuburan massal para korban (atau ‘syuhada’ seperti istilah yang digunakan pada
papan informasi) tsunami. Sebanyak 14.800 jenazah dimakamkan di tempat ini,
menjadikan Ulee Lheu sebagai kuburan massal terbesar kedua di Banda Aceh. Saat
ini, RSUD Meuraxa dipindahkan ke kawasan Mibo, Jalan Soekarno – Hatta, Banda
Aceh.
Jejak Tsunami Aceh 2004

4. Museum Tsunami
Berada di Jalan Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh, Aceh 23125, Indonesia.
Museum ini diresmikan pada 2008, empat tahun setelah bencana melanda.
Arsiteknya ialah Ridwan kamil, pemenang sayembara rancang bangun yang kini
juga menjabat sebagai Walikota Bandung.
Bangunan museum terdiri dari empat lantai dengan fungsi yang berbeda-beda
seperti memorial hall, ruang replika, ruang audiovisual, sumur doa yang menyimpan
nama-nama korban, dan masih banyak lagi. Di lantai dasar terdapat “Jembatan
Perdamaian” yang melintang di atas kolam ikan. Bendera-bendera bertuliskan kata
‘perdamaian’ tergantung di atasnya. Pengunjung juga dapat melewati lorong gelap
dengan air yang mengucur di kedua sisi dinding. Kita seolah-olah diajak merasakan
suasana saat para korban tergulung di dalam gelombang tsunami.

You might also like