You are on page 1of 22

KMB II

ASUHAN KEPERAWATAN
OSTEOPOROSIS

KELAS RPL ANGKATAN III


KELOMPOK 3 :
NORHIDAYAT SAPITRI
MISRANSYAH
MALIANA A.S
ROSIANE
PETIYANA
NURMILAWATI
Pengertian
Osteoporosis adalah salah satu penyakit kronis yang tidak menular yang
dikarakteristikan dengan adanya penurunan kepadatan, kekuatan dan struktur
tulang sehingga menyebabkan penderitanya lebih rentan mengalami patah
tulang (Rachner, 2011).
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang
total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan
resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan
penurunan masa tulang total.
Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah;
tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan
pengaruh pada tulang normal Dari laporan perhimpunan osteoporosis
Indonesia, sebanyak 41,8% laki-laki dan 90% perempuan sudah memiliki
gejala osteoporosis, sedangkan 28,8% laki-laki dan 23,3% perempuan sudah
menderita osteoporosis.
Etiologi

Faktor resiko osteoporosis seperti yang dimuat dalam KEPUTUSAN


MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR
1142/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Pengendalian
Osteoporosis Menteri Kesehatan Republik Indonesia, yaitu :

A. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi : usia, gender, genetik,


gangguan hormonal, ras.
B. Faktor yang dapat dimodifikasi : imobilitas, postur tubuh kurus,
kebiasaan (konsumsi alkohol, kopi, kafein, kopi yang berlebih),
asupan gizi rendah, kurang terkena sinar matahari, kurang aktifitas
fisik, penggunaan obat waktu lama, lingkungan.
Analisa
Faktor

Setelah melakukan analisa dari 10 jurnal yang terkait tentang faktor


penyebab kejadian osteoporosis, sebagian besar memiliki hasil dan
kesimpulan yang sama mengenai faktor resiko osteoporosis, yaitu :

1. Usia

Pada jurnal 1, 3, 4, 8, 9 didapatkan hasil bahwa ada pengaruh


usia terhadap kejadian osteoporosis.

Hasil ini sejalan dengan teori setelah usia 40 tahun akan terjadi
peningkatan resiko fraktur hal ini berkaitan dengan osteoporosis
pada laki-laki juga perempuan. Indeks fraktur meningkat setelah
usia 40 tahun hingga usia 55 tahun pada laki-laki dan usia 65 tahun
pada wanita. Rasio terjadinya fraktur antara wanita dan pria adalah
2:1 (pada usia lebih dari 35 tahun) sedangkan rasionya menjadi 8:1
(setelah usia 80 tahun) (Dawson&Hughes, 2006).
2. Jenis Kelamin

Jurnal yang menunjukan hasil yang sama bahwa jenis kelamin


merupakan faktor penyebab kejadian osteoporosis adalah jurnal 3, 5, 8, 9.

Wanita mempunyai risiko terkena osteoporosis lebih besar dari pada


pria. Sekitar 80% diantara penderita osteoporosis adalah wanita. Secara
umum, wanita menderita osteoporosis empat kali lebih banyak daripada
pria. Satu dari tiga wanita memiliki kecendrungan untuk menderita
osteoporosis. Adapun kejadian osteoporosis pada pria lebih kecil yaitu satu
dari tujuh pria. Hal ini terjadi antara lain karena massa tulang wanita 4
lebih kecil dibandingkan dengan pria. Nilai massa tulang wanita umumnya
hanya sekitar 800 gram lebih kecil dibandingkan dengan pria yaitu sekitar
1.200 gram. Karena nilai massa tulang yang rendah itulah maka kehilangan
massa tulang yang diikuti dengan kerapuhan tulang sangat mungkin terjadi
(Wirakusumah, 2007).
3. Aktifitas Fisik

Pada jurnal 2, 4, 5, 6, 9 didaptakan kesimpulan bahwa aktifitas fisik


merupakan salah satu faktor penyebab kejadian osteoporosis.

Terdapat studi yang mendukung bahwa aktivitas mempunyai


pengaruh terhadap massa tulang. Studi tersebut menyatakan bahwa massa
tulang dapat ditingkatkan dari aktivitas yang dapat menahan beban.
Misalnya saja pada orang yang suka melakukan olahraga tennis, tulang
lengan yang dilakukan akan lebih tebal dan kuat dibandingkan dengan
yang tidak melakukan olahraga tennis (Ridjab, D A dan Maria, 2004,
dalam agustin, 2009).
4. Status gizi
5. Menopause
Terdapat 3 jurnal yang Setelah dilakukan beberapa
menyatakan bahwa status penelitian yang menghubungkan
gizi mempunyai pengaruh menopause dengan kejadian
osteoporosis didapatkan bahwa
terhadap kejadian
bahwa menopause mempunyai
osteoporosis. pengaruh terhadap terjadinya
Penelitian ini sejalan osteoporosis terhadap seseorang.
dengan penelitian yang Hasil ini sesuai dengan teori
yang menyatakan saat menopause
dilakukan Aan Nurwenda terjadi penurunan estrogen yang
(2004) bahwa indeks massa akan menyebabkan hormone PTH
tubuh yang rendah dan (parathyroid hormon) dan
kekuatan tulang yang penyerapan vitamin D berkurang
sehingga pembentukan tulang
menurun semuanya (osteoblast) pun akan terhambat
berkaitan dengan dan kadar mineral akan berkurang.
berkurangnya massa tulang Jika kadar mineral tulang terus
pada semua bagian tubuh menerus berkurang, maka akan
terjadilah osteoporosis
dan menyebabkan (Purwoastuti, 2008 dalam Agustin,
osteoporosis. (Nurwenda, 2009).
2004)
6. Indeks Massa Tubuh
Menurut Fatmah (2008), massa tubuh berpengaruh terhadap
kerapuhan dan densitas tulang, sehingga massa tubuh merupakan
faktor risiko penting pada fraktur tulang. Efek massa tubuh ini
diberikan oleh massa lemak tubuh dan massa otot. Massa lemak
yang tinggi merupakan salah satu prediktor massa tulang sebab
meningkatkan massa lemak menstimulasi osteoblas untuk
meningkatkan rangsangan osteogenesis. Semakin banyak
jaringan lemak semakin banyak hormon estrogen yang
diproduksi sehingga mengurangi risiko osteoporosis.
Teori ini sesuai dengan hasil beberapa penelitian yang
membuktikan bahwa indeks massa tubuh mempengaruhi
kejadian osteoporosis.
Selain faktor-faktor diatas terdapat beberapa faktor yang secara teori
mempengaruhi kejadian osteoporosis namun tidak pada penelitian yang
dilakukan, diantaranya :

1. Konsumsi Alkohol
Pada jurnal 4, didapatkan hasil bahwa konsumsi alkohol tidak
berhubungan dengan kejadian osteoporosis.
Berdasarkan teori, mengkonsumsi alkohol dapat mengurangi masa
tulang, mengganggu metabolisme vitamin D dan menghambat
penyerapan kalsium. Sehingga terjadinya osteoporosis pun lebih besar
pada orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam
jumlah banyak daripada orang yang tidak mengkonsumsi alcohol
(Nuhonni, 2000 dan Compston, 2002 dalam Agustin, 2009).
Hal ini dikarenakan persepsi masyarakat yang masih menggangap
tabu akan konsumsi alkohol, jadi sebagian besar dari mereka yang
mengalami osteoporosis namun tidak mengkonsumsi alkohol,
disebabkan oleh faktor lain seperti aktifitas fisik yang kurang dan
tingkat konsumsi kafein yang tinggi.
2. Merokok

Masih pada jurnal 4, dari penelitian yang dilakukan didapat


hasil bahwa merokok tidak berpengaruh terhadap kejadian
osteoporosis.
Hasil ini berbeda dengan teori yang menyatakan, rokok dapat
meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat
rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya
mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang,
nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen
dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang
tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan.
Namun penelitian ini menyatakan mrerokok bukan faktor
resiko kejadian osteoporosis, karena dari beberapa pasien yang
tidak merokok, diperoleh beberapa dari mereka yang memiliki
aktivitas fisik yang kurang. Dan ada juga beberapa yang
didukung karena usia yang berisiko dan status menopause yang
sudah menopause.
Patofisiologi
 Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi
secara seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang
(remodelling). Setiap ada perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya
proses resorbsi lebih besar dari proses pembentukan, maka akan terjadi
penurunan massa tulang
 Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun
untuk tulang bagian korteks dan lebih dini pd bagian trabekula
 Pada usia 40-45 th, baik wanita maupun pria akan mengalami penipisan
tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan bagian trabekula pada
usia lebih muda
 Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar
20-30 % dan pd wanita 40-50 %
 Penurunan massa tulang lebih cepat pd bagian-bagian tubuh seperti
metakarpal, kolum femoris, dan korpus vertebra
 Bagian-bagian tubuh yg sering fraktur adalah vertebra, paha bagian
proksimal dan radius bagian distal
Manifestasi Klinik

Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas


nyeri akibat fraktur kompressi pada vertebra (paling sering Th
11 dan 12 ) adalah:
 Nyeri timbul mendadak
 Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
 Nyeri berkurang pada saat istirahat di t4 tidur
 Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan
bertambah oleh
 karena melakukan aktivitas
 Deformitas vertebra thorakalis Penurunan tinggi badan
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan non-invasif yaitu ;
 Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk
memeriksa kalsium total dan massa tulang.
 Pemeriksaan absorpsiometri
 Pemeriksaan komputer tomografi (CT)
 Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk
memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas,
ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi
dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
2. Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan kimia
urine biasanya dalam batas normal.sehingga pemeriksaan ini tidak
banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomakers osteocalein
(GIA protein).
Penatalaksanaan..
Prinsip Pengobatan
 Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat
 meningkatkan pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid
anabolik Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat
mengahambat resorbsi tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan
difosfonat
Pencegahan
 Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda,
hal ini bertujuan:
 Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
 Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar
seperti:
1. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
2. Latihan teratur setiap hari
3. Hindari :Makanan tinggi protein, Minum alkohol, Merokok,
Minum kopi, Minum antasida yang mengandung aluminium
Pengkajian…

 Promosi kesehatan, identifikasi individu dengan risiko mengalami


osteoporosis dan penemuan masalah yang berhubungan dengan
osteoporosis membentuk dasar bagi pengkajian keperawatan.

 Wawancara meliputi pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis


dalam keluarga, fraktur sebelumnya, konsumsi kalsium diet harian, pola
latihan, awitan menopause dan penggunaan kortikoseteoroid selain
asupan alkohol, rokok dan kafein. Setiap sengaja yang dialami pasien,
seperti nyeri pingang, konstipasi atau ganggua citra diri harus digali.

 Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya patah tulang kifosis


vertebrata torakalis atau pemendekan tinggi badan. Masalah mobilitas
dan pernapasan dapat terjadi akibat perubahan postur dan kelemahan
otot. Konstipasi dapat terjadi akibat inaktivitas.
Diagnosa Keperawatan

1. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis


dan program terapi
2. Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme
otot
3. Konstipasi yang berhubungan dengan imobilitasi
atau terjadinya ileus (obstruksi usus)
4. Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan
dengan tulang osteoporotik
Rencana Asuha Keperawatan

TUJUAN
sasaran umum pasien dapat meliputi pengetahuan
mengenai
osteoporosis dan program tindakan, pengurangan
nyeri, perbaikan
pengosongan usus dan tidak ada fraktur tambahan.
Intervensi keperawatan

 Memahami Osteoporosis dan Program Tindakan.


1. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
oeteoporosis.
2. Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
3. Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti
Pengurangan kafein, sigaret dan alkohol, hal ini dapat membantu
mempertahankan massa tulang.
4. Anjurkan Latihan aktivitas fisik yang mana merupakan kunci utama untuk
menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya
oestoeporosis.
5. Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar
matahari dan latihan yang memadai untuk meminimalkan efek oesteoporosis.
6. Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat.
Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering
terjadi pada suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium
bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu,
asupan cairan yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.
Intervensi Meredakan Nyeri
1. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur
dengan posisi telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
2. Kasur harus padat dan tidak lentur.
3. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
4. Kompres panas intermiten dan pijatan punggung memperbaiki relaksasi otot.
5. Pasien diminta untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan
hindari gerakan memuntir.
6. Postur yang bagus dianjurkan dan mekanika tubuh harus diajarkan. Ketika
pasien dibantu turun dari tempat tidur, pasang korset lumbosakral untuk
menyokong dan imobilisasi sementara, meskipun alat serupa kadang terasa
tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
7. Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar tempat
tidur perlu dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk mengurangi rasa tak
nyaman dan mengurangi stres akibat postur abnormal pada otot yang
melemah.
8. opioid oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri
punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid dapat mengurangi
nyeri.
Intervensi
Memperbaiki pengosongan usus

Konstipasi merupakan masalah yang berkaitan


dengan imobilitas, pengobatan dan lansia.
1. Berikan diet tinggi serat.
2. Berikan tambahan cairan dan gunakan pelunak
tinja sesuai ketentuan dapat membantu atau
meminimalkan konstipasi.
3. Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas
usus karena bila terjadi kolaps vertebra pada T10-
L2, maka pasien dapat mengalami
Intervensi
Mencegah Cedera.

Anjurkan melakukan Aktivitas fisik secara teratur hal ini


sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan
memperlambat demineralisasi tulang progresif.
Ajarkan Latihan isometrik, latihan ini dapat digunakan
untuk memperkuat otot batang tubuh.
Anjurkan untuk Berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan
postur yang baik.
Hindari Membungkuk mendadak, melenggok dan
mengangkat beban lama.
Lakukan aktivitas pembebanan berat badan Sebaiknya
dilakukan di luar rumah di bawah sinar matahari, karena
sangat diperlukan untuk memperbaiki kemampuan tubuh
menghasilkan vitamin D.
Terimakasih……

You might also like