Professional Documents
Culture Documents
Obat Saluran Pernafasan New
Obat Saluran Pernafasan New
Farmakologi Keperawatan
RHINITIS
Rhino = Hidung
Rhinitis
Itis = Peradangan
Jadi rhinitis adalah inflamasi/peradangan pada membran
mukosa hidung.
Berdasarkan penyebabnya...
Rhinitis alergi disebabkan oleh adanya
alergen yang terhirup oleh hidung.
Rhinitis non-alergi disebabkan oleh
Berdasarkan waktunya, ada 3 golongan
faktor-faktor pemicu tertentu :
rhinitis alergi: • Rhinitis vasomotor = idiopatik:
• Seasonal allergic rhinitis (SAR) terjadi
hipersensitivitas saraf-saraf di
pada waktu yang sama setiap tahunnya.
sekitar hidung. Sensitif terhadap
musim bunga, banyak serbuk sari
fumes, odors, temperature &
berterbangan.
atmospheric changes, irritant.
• Perrenial allergic rhinitis (PAR) terjadi
• Rhinitis medicamentosa
setiap saat dalam setahun. Penyebab • Rhinitis struktural = abnormalitas
utama: debu, animal dander, jamur,
struktural.
kecoa.
• Occupational allergic rhinitis (OAR)
terkait dengan pekerjaan.
Gejala....
• Bersin berulangkali
• Hidung berair (rhinorrhea)
• Tenggorokan, hidung, kerongkongan gatal
• Mata merah, gatal, berair
• Post-nasal drip
• Pada SAR : sneezing, runny nose, watery & itchy eyes; most
common
• Pada PAR : nasal congestion & post-nasal drip; most common
Klasifikasi rhinitis alergi menurut guideline ARIA (2001)
ARIA = Allergic Rhinitis
and its Impact on
Asthma J Allergy Clin
Immunol 2001; 108:
S147-S334
Berdasarkan lamanya terjadi gejala
Klasifikasi Gejala dialami selama
Intermiten kurang dari 4 hari seminggu, atau kurang dari 4
minggu setiap saat kambuh.
Persisten lebih dari 4 hari seminggu, atau lebih dari 4 minggu
setiap saat kambuh.
Berdasarkan keparahan dan kualitas hidup
Ringan tidak mengganggu tidur, aktivitas harian, olahraga,
sekolah, atau pekerjaan.
Sedang sampai berat terjadi satu atau lebih kejadian: 1) gangguan tidur;
2) gangguan aktivitas harian, kesenangan atau
olahraga; 3) gangguan pada sekolah atau pekerjaan.
Tata Laksana Terapi
• Terapi non-farmakologi:
Menghindari pencetus (alergen)
Jika perlu, pastikan dengan skin
test.
Jaga kebersihan rumah, jendela
ditutup, hindari kegiatan
berkebun.
Jika harus berkebun, gunakan
masker wajah.
• Terapi farmakologi:
Antihistamin
Dekongestan
Kortikosteroid nasal
Sodium kromolin
Ipratropium bromida
Leukotriene antagonis
Onset lambat, tapi efek lebih lama dan kurang menyebabkan iritasi lokal.
Tidak menimbulkan resiko rhinitis medikamentosa.
Dekongestan
Oral Contoh: Fenilefrin, Fenilpropanilamin (IT sempit; resiko hipertensi),
Pseudoefedrin.
Intranasal corticosteroids (INCS)
Contoh: beclometasone, betamethasone, budesonide,
flunisolide, fluticasone, mometasone, and triamcinolone.
Mekanisme kerja: menghambat transkripsi dan translasi
protein melalui ikatannya dengan DNA.
Adrenergik Antikolinergik
Metilxanthin
Golongan b2-simpatomimetika: salbutamol, terbulatin,
tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol (Meptin), dan
klenbuterol (Spriropent), serta obat long-acting yang agak baru,
yaitu salmoterol dan formoterol (dorudil).
Zat-zat ini bekerja lebih selektif terhadap reseptor
b2 adrenergis dan praktis tidak terhadap reseptor- b 1 (stimulasi
Adrenergika/ jantung). Obat dengan efek terhadap kedua reseptor sebaiknya
Sympathomimetics/Beta jangan digunakan lagi berhubung efeknya terhadap jantung,
2-Adrenergic agonist seperti efedrin, inprenalin, orsiprenalin dan heksoprenalin,
kecuali adrenalin yang sangat efektif pada keadaan darurat.
Mekanisme kerjanya: melalui stimulasi reseptor b2 di trachea
(batang tenggorok) dan bronchi, yang menyebabkan aktivasi dari
adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan
adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-adenosin
monophosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang
digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar
cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi
dan penghambatan pelepasan mediator oleh mast cells.
Kehamilan dan laktasi: Salbutamol dan terbutalin dapat digunakan oleh wanita hamil,
begitu pula fenoterol dan heksoprenalin setelah minggu ke-16; Salbutamol,
terbutalin, dan salmoterol mencapai air susu ibu. Dari obat lainnya belum terdapat
cukup data untuk menilai keamanannya; pada binatang percobaan, salmoterol
ternyata merugikan janin.
Efek Samping:
SSP: kegelisahan, kecemasan, pusing, sakit kepala, insomnia.
Kardiovaskular: palpitasi, aritmia jantung, takikardia, hipertensi, masalah
serebrovaskular, angina.
GI: mual, muntah-muntah hebat, diare.
Asetilsistein
Dosis yang efektif ialah 200 mg, 2-3 kali per oral. Pemberian secara
inhalasi dosisnya adalah 1-10 ml larutan 20% atau 2-20 ml larutan 10%
setiap 2-6 jam.
Pemberian langsung ke dalam saluran napas menggunakan larutan 10-20%
sebanyak 1-2 ml setiap jam.
Obat ini selain diberikan secara inhalasi dan oral, juga dapat diberikan
secara intravena.
Pemberian aerosol sangat efektif dalam mengencerkan mukus.
Antitussive agents
Examples: opioid codeine, hydrocodone; nonopioid dextromethorpan hydrobromide
(DMP).
Mekanisme kerja: menekan batuk dengan mengubah ambang respon dari pusat
batuk di medula atau perifer dengan menghambat peregangan paru, sehingga
menurunkan impuls ke pusat batuk.
Efek Samping:
Codeine: gangguan kewaspadaan atau koordinasi, hipersensitivitas, ketergantungan;
Reaksi toksik: euforia, hiperaktivitas, nistagmus, gerakan tidak terkoordinasi,
pingsan, pernapasan dangkal.
DMP: mengantuk & gangguan GI; Reaksi toksik: miosis, bradikardi, takikardia,
hipotensi, nekrosis, kejang, kolaps sirkulasi.
Kontraindikasi: kehamilan, menyusui, hipersensitivitas.
Codein
Pada orang dewasa dosis tunggal 20-60 mg atau 40-160 mg per hari biasanya efektif.
Dextromethorphane
Obat ini efektif bila diberikan dengan dosis 30 mg setiap 4-8 jam. Dosis dewasa 10-
20 mg, setiap 4 jam, anak-anak umur 6-11 tahun 5-10 mg, sedangkan anak umur 2-6
tahun dosisnya 2,5- 5 mg setiap 4 jam.
Ekspektoran
Obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran pernafasan.
Mekanisme kerja: dengan cara merangsang selaput lendir lambung dan selanjutnya
secara refleks memicu pengeluaran lendir saluran nafas lewat N. Vagus, sehingga
menurunkan tingkat kekentalan dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat ini juga
merangsang terjadinya batuk supaya terjadi pengeluaran dahak.
Contoh: Glyceril Guaiacolate, Ammonium Klorida, Succus liquiritae dan lain-lain.
Glyceril Guaiacolate
Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual, dan
muntah.
Obat ini tersedia dalam bentuk sirop 100mg/5mL.
Dosis dewasa yang dianjurkan 2-4 kali 200-400 mg sehari.
Ammonium klorida
Biasanya digunakan dalam bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau
antitusif.
Ammonium klorida dosis besar dapat menimbulkan asidosis metabolik, dan harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati, ginjal, dan paru.
Dosis ammonium klorida sebagai ekspektoran pada orang dewasa ialah 300 mg (5
mL) tiap 2-4 jam.
Done..!!!
Thank’s 4 ur attention....