You are on page 1of 17

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TETANUS

DI SUSUN OLEH:
NELFI SANTINGAN
MARTHA SRI WAHYUNI
CHRISTO LETLORA
ERMELINDA L.GAOL
YOLANDA INAURY
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguankesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi
akibat toksin ( tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi
yang ditandai olehkekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai
akibat dari toksin kumanclosteridium tetani.Penyakit ini tersebar di seluruh dunia,
terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah.
Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga
resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridiumtetani
yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.Kuman C. tetani tersebar luas ditanah,
terutama tanah garapan, dan dijumpai pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan
luka yang kurang baik di samping penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya
pada pecandu narkotik).merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai
pencetus tirribulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua golongan umur, mulai
dari bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) sampai
orang-orang tua.Dari Program Nasional Surveillance Tetanus di Amerika serikat
diketahui rata-rata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun.Berdasar
tingkat kejadian ( epidemiologi ) tersebut maka kelompok tertarik untuk membahas
tentang Asuhan Keperawatan pada tetanus.
KONSEP DASAR TETANUS
A. Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin
kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan
kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh
badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot
masester dan otot rangka. (Denna, 2011).
Menurut Andhini (2010) yang disitasi oleh Afrida & Utami
(2015) bahwa penderita tetanus akan mengalami kejang-kejang
baik pada tubuh maupun otot mulut sehingga mulut tidak bisa
dibuka, kesulitan menelan, susah bernapas, dan kekakuan pada
leher serta tubuh. Maka dapat disimpulkan bahwa tetanus
adalah infeksi yang disebabkan oleh toksin (tetanospamin)
kuman clostridium tetani yang biasanya disertai gejala kejang
otot, sulit bernafas.kekakuan, kesulitan menelah bahkan susah.
ETIOLOGI
Tetanus disebabkan oleh Clostiridium tetani. Clostiridium tetani adalah kuman yang
berbentuk batang seperti penabuh gendeaing berspora, golongan gram positif, hidup
anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin),
yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya
teteanus ini terutama oleh Clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang
dalam dengan perawatan yang salah. Clostridium tetani terdapat di tanah, kotoran
manusia dan binatang (khususnya kuda ) sebagai spora,debu, dan instrumen lain.
Spora bersifat dorman dapat bertahan bertahun – tahun ( > 40 tahun). (Sudoyo Aru
dkk, 2009)
Sebenarnya, Clostiridium tetani memiliki dua toksin yaitu tetanospamin da
tetanolisyn. Namun, pada proses penyakit ini peran tetanolysin kurang berarti. Sering
kali tempat masuk kuman sukar diketahui teteapi suasana anaerob seperti pada luka
tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan
cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya
luka yang dalam dengan perawatan yang salah.
Beberapa faktor presdisposisi terjadinya tetanus, yaitu :
 Umur tua atau anak-anak
 Luka yang dalam dan kotor
 Belum terimunisasi
PATOFISIOLOGI
• Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka dalam bentuk spora. Saat spora
tersebut tumbuh menjadi bentuk vegetative maka Clostridium tetani akan meghasilkan toksin yaitu
tetanospamin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atau berkurangnya potensi oksigen.
tetanospasmin merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan
spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat.
Setelah itu Clostridium tetani akan menyebar melalui beberapa cara, yaitu :
Masuk ke dalam otot
• Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka, kemudian ke otot-otot sekitarnya dan
seterusnya secara ascenden melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.
Penyebaran melalui sistem limfatik
• Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam nodus limfatikus, selanjutnya melalui
sistem limfatik masuk ke peredaran darah sistemik.
Penyebaran ke dalam pembuluh darah.
• Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik, namun dapat pula melalui sistem
kapiler di sekitar luka. Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan cara yang penting sekalipun tidak
menentukan beratnya penyakit. Pada manusia sebagian besar toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh darah,
sehingga memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan dengan pemberian antitoksin dengan dosis optimal
yang diberikan secara intravena. Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran darah
karena sulit untuk menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin bisa menyebar ke
otot-otot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung meningkatkan
transport toksin ke dalam susunan saraf pusat.
Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)
• Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf, secara retrograd toksin mencapai SSP
melalui sistem saraf motorik, sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior medula spinalis
atau nukleus motorik batang otak kemudian bergabung dengan reseptor presinaptik dan saraf inhibitor.
MANISFESTASI KLINIS

Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma


dengan gejala pertama) rata-rata 7-10 hari dengan
rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara
gejala pertama dengan spasme pertama) bervariasi
antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas, spasme
otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai
beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai
1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih
lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4 minggu.
(Sudoyo, Aru 2010).
Menurut Nurkasim (2015) klasifikasi tetanus, diantara lain :
KLASIFIKASI
 Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis :
 Tetanus local : biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian proksimal
luar. Gejala itu dapat menetap dalam bebrapa minggu dan menghilang.
 Tetanus sefalik : variasi tetanus local yang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka
kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi syaraf III,IV, IX, dan XI tersering syaraf otak diikuti tetanus
umum
 Tetanus general : yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan
membuka mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia. Timbuk kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi
ekstermitas bagian bawah. Pada mulanya , spasme berlangsung bebrapa detik sampai bebrapa menit dan terpisah
oleh priode relaksi.
 Tetanus neonatorum : bisa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak ditanggani, terjadi pada anak-anak
yang dilahirkan dari ibu yang . Tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.

Klasifikasi tetanus berdasarkan beratnya atau keparahannya.


 Derajat I (ringan) : trimus sedang (kekakuan otot menyeluruh) ringan sampai sedang, spasitas general, tanpa
gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.
 Derajat II : (sedang) : trimus sedang, rigiditas yang namapak jelas spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan
pernafasan sedang RR ≥ 30x/ menit, disfagia ringan.
 Derajat III (berat) : trimus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit, serangan
apnea, disfagia beraat, takikardia ≥120.
 Derajad IV (sangat berat) : derajat tuga dengan otomik berat melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipotensi berat dan
takikardia terjadi perselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC

a. Riwayat dan temuan secara fisik


 Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-
otot kepala/wajah dan mulut, perut papan.
b. Pemeriksaan laboratorium
 Kultur luka (mungkin negative)
Biasanya hanya sebagai pemeriksaan penunjang, karena
temuan secara fisik cukup untuk menegakkan diagnosa.
 Test tetanus anti bodi
c. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti
meningitis, rabies, epilepsy dll
PENATALAKSANAAN MEDIS
A. Medis
Pemberian ATS (anti tetanus)
Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
• Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
• IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)
• IM di region gluteal 10.000 IU
ANTIBIOTIK
Pemberian barbiturate dan phenotiazim untuk mengurangi kejang
Antikonvulsan
Antikonvulsan diberikan secara titrasi, sesuai kebutuhan dan respon
klinis.
Pembedahan
• Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa
minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
• Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.
B. Keperawatan
* Melakukan perawatan luka, mebersihkan luka, kalau perlu
didebridemen, buang benda asing. Kondisi luka yang tidak
terawatt dengan baik akan membuat Clostridium tetani
berkembang biak.
* Memberikan suasana kamar pasien yang akan membuat pasien
terganggu misalnya penerangan tidak terlalu silau dan suasana
tenang
* Memantau nutrisi dan cairan pasien
* Pemberian cairan iv sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan
keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan
sebagainya.- beri nutrisi tinggi kalori, bila perlu dengan nutrisi
parenteral
* Memberikan oksigen dan memantau pernafasan tetap efisien
* Apabila pasien mengeluarkan banyak lender, maka sebaiknya
lakukan pengisapan lender. Jika perlu lakukan trakeostomi untuk
tetanus berat.
C. Pencegahan Tetanus
* Imunisasi aktif
* Imunisasi Pasif.  ATS (Anti Tetanus Serum)
* Lakukan perawatan luka

Komplikasi
Menurut Sudoyono Aru (2009) komplikasi tetanus, diantara lain :
* Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) dalam rongga mulut
dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi
* Asfiksia terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan sehingga pengembangan
paru tidak dapat maksimal.
* Atelektasis karena obstruksi oleh sekret hal ini karena seseorang dengan tetanus akan
mengalami trismus (mulut terkunci) sehingga pasien tidak dapat mengeluarkan sekret
yang menumpuk ditenggorokan, atau pun menelannya.
* Fraktur kompresi dapat terjadi bila saat kejang pasien difiksasi kuat sehingga tubuh
tidak dapat menahan kekuatan luar
* Kompresif raktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang
* Hipertensi
* Kelelahan
KONSEP PERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan tetanus meliputi: Anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan diagnostic, dan ergkajian psiko-sosial (padaanak perlu dikaji dampak hospital
sasi)
 Anamnesis
 Riwayat penyakit saat ini
 Riwayat Penyakit Dahulu
 Pengkajian psiko-sosio-spiritual
 Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breathing)
b) B2 (Blood)
c) B3 (Brain), meliputi Tingkat Kesadaran, Fungsi serebri
Pemeriksaan saraf kranial (Saraf 1-XII, saraf motorik,) Permeriksaan refleks
, Gerakan involunter , Sistem sensorik
d) B4 (BLADDER)
e) B 5 (BOWEL)
f) B 6 BONE)

 Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium : leukositosis ringan, peninggian cairan otak,deteksi kuman sulit.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan


dengan proses inflamasi dan efek toksin di
jaringan otak.
2. Risiko tinggi kejang berulang yang berhubungan
dengan kejang rangsang (terhadap visual, suara
dan taktil).
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses inflamasi dan efek toksin di
jaringan otak
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam perawatan suhu tubuh menurun
Kriteria Hasil : Suhu tubuh normal 36 -37℃
INTERVENSI RASIONAL
Monitor suhu tubuh klien Peningkatan suhu tubuh menjadi stimulus rangsang,
kejang pada klien tetanus
Beri kompres dingin di kepala dan axila Memberikan respons dingin pada pusat pengatur
panas dan pada pembuluh darah besar
Pertahankan bedrest total selama fase akut Mengurangi peningkatan proses metabolisme umum
yang terjadi pada klien tetanus
Kolaborasi pemberian terapi : ATS dan Antimikroba ATS dapat mengurangi dampak toksin tetanuk
dijaringan otak dan antimikroba dapat mengurangi
inflamasi sekunder dari toksin
2. Risiko tinggi kejang berulang yang berhubungan dengan kejang rangsang (terhadap
visual, suara, dan taktil).
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam perawatan risiko kejang berulang tidak terjadi.
Kriteria hasil: Klien tidak mengalami kejang.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji stimulus kejang Stimulus kejang pada tetanus adalah
rangsang cahaya dan peningkatan suhu
tubuh.
Hindarkan stimulus cahaya, kalua perlu Penurunan rangsang cahaya dapat
klien di tempat kan pada ruangan dengan membantu menurunkan stimulus rangsang
pencahayaan yang kurang. kejang.
Pertahankan bedrest total selama fase akut. Mengurang irisiko jatuh/ terluka jika vertigo,
sincope, danataksia terjadi.
Kolaborasi pemberian terapi : diazepam, Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
phenobarbital. Catatan: Phenobarbital dapat menyebabkan
respiratorius depresi dan sedasi.
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

You might also like