You are on page 1of 36

Farmakoepidemiologi & Farmakoekonomi

“CASE SERIES”
STUDI EPIDEMIOLOGI
Case Report

Studi Deskriptif Case Series Time Series

Cross Sectional Studi Ekologis

Studi Epidemiologi Observasional Cross Sectional

Kasus Kontrol

Studi Analitik
Kohor

RCT
Eksperimental
Eksperimen
Kuasi

(Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD )


Defenisi
Epidemiologi
• Studi tentang sebaran (distribution) dan faktor yang berpengaruh
(determinants) dari frekuensi penyakit pada populasi manusia
EpidemiologiDeskriptif
• mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi, berdasarkan
karakteristik dasar individu, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan,
kelas sosial, status perkawinan, tempat tinggal dan sebagainya, serta
waktu.
• Diekspresikan dengan pertanyaanWhere, Who,danWhen.
• Jugauntuk mempelajari perjalanan alamiah penyakit
(Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD )
TujuanEpidemiologiDeskripti
f
Memberikan informasi
tentang distribusi penyakit,
besarnya beban penyakit
(disease burden), dan Merumuskan hipotesis
Memberikan pengetahuan
kecenderungan (trend) tentang paparan sebagai
tentang riwayat alamiah
penyakit pada populasi, faktor risiko/ kausa
penyakit
yang berguna dalam penyakit
perencanaan dan alokasi
sumber daya untuk
intervensi kesehatan

(Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD )


Case Series

studi epidemiologi deskriptif tentang serangkaian kasus, yang berguna untuk mendeskripsikan spektrum
penyakit, manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan prognosis kasus

mengandung informasi rinci tentang masing-masing pasien

Termasuk informasi demografis (misalnya, usia, jenis kelamin, asal etnis) dan informasi diagnosis,
pengobatan, respon terhadap pengobatan, dan tindak lanjut setelah pengobatan

Case series banyak dijumpai dalam literatur kedokteran klinik

(Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD )


Case Series

GabunganCase
Report

untuk menarik
Tidak menampilkan
Penelitian Bersifat Prospektif kesimpulan tidak
kasus pembanding
Observasional dan Retrospektif diperlukan analisa atau
atau kontrol
validitas statistik.

mengikuti perjalan penyakit beberapa pasien (mengikuti perjalanan penyakit ke


yang diketahui paparannya, atau memeriksa depan) atau (melihat paparan dan
paparan dan hasil dari catatan medis pasien hasil dari catatan medis)

(Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD )


TUJUAN CASE SERIES

• Memberikan bukti untuk mengembangkan hipotesis


1

• Memberikan informasi untuk pelayanan kesehatan dan administrator bagi


2 pengalokasian sumber daya dan perencanaan program pencegahan dan pendidikan

• Untuk dapat menggambarkan distribusi penyakit berdasarkan karakteristik populasi


3

• Untuk evaluasi trend masalah kesehatan dan membandingkan antara daerah


4

• Untuk dapat memperhitungkan besarnya masalah kesehatansebagai basis


5 perencanaan dan evaluasi program

• Untuk identifikasi masalah kesehatan yg nantinya dilanjutkan dengan penelitian


6 analitik untuk uji hipotesa
Tujuan Case Series pada Farmakoepidemiologi
Segera mungkin
melakukan
penarikan obat
pada kasus yang
berbahaya untuk memastikan
untuk mengukur bahwa efek tertentu
yang merugikan
inciden obat tersebut tidak terjadi
yang merugikan pada suatu populasi
yang lebih besar lagi.

ObatdiPasaran

(Storm, 2000)
Case Series
Kelemaha
Kelebihan
n
Sebagai petunjuk Studi ini tidak dapat
pertama dalam digunakan untuk mengetes
mengidentifikasi suatu hipotesa karena tidak ada
penyakit baru. kelompok pembanding.

Untuk tidak dapat untuk mengetes


memformulasikan suatu suatu hubungan asosiasi
hipotesa atau dugaan yang valid secara statistik

untuk merumuskan hipotesis


yang akan diuji dengan
desain studi analitik (Storm, 2000)
Efek Samping Kortikosteroid Topikal
Jangka Lama pada Wajah
Penggunaan KT jangka panjang pada wajah untuk
kelainan kulit seperti akne dan melasma, ataupun
penyalahgunaan KT pada kulit normal dengan tujuan
untuk memutihkan kulit.
Efek samping jangka panjang yang dapat muncul adalah
telangiektasis, hipertrikosis, erupsi akneiformis, kulit
kering, eritema mirip rosasea, dermatitis perioral,
hiperpigmentasi, hipopigmentasi, fotosensitivitas, atrofi,
striae, dan dermatitis kontak alergi
Prevalensi efeksamping pada wajah berupa eritema
(51,8%), hipertrikosis (26,5%), telangiektasis (18%),
erupsi akneiformis (13,8%), steroid rosasea (6%),
hipopigmentasi (4,8%), dan atrofi (1,2%)yang dilakukan
oleh Chohan terhadap 200 pasien.
Kasus 1
Wanita 52 tahun.
Keluhan : pertumbuhan rambut berlebih dan bercak
kemerahan yang tidak terasa gatal atau nyeri pada wajah .
Empat bulan sebelum berobat, rambut berlebih sudah ada dan
mengganggu penampilan, bercak merah pada pipi semakin
bertambah luas dan merah.
Satu tahun yang lalu pasien menyadari adanya pertumbuhan
rambut berlebihan dan bercak kemerahan tidak terasa gatal
atau nyeri pada wajah, dan saat itu pasien menggunakan krim
malam dari dokter umum di klinik kecantikan.
Lima bulan kemudian pasien berobat ke dokter umum di
Klinik Kecantikan yang lain. Pasien mendapatkan obat
oles berupa krim malam dan pagi (pasien menyebutkan)
selama tiga bulan, bercak kemerahan bertambah parah,
Pasien pindah klinik kecantikan dan berobat selama 4
bulan, mendapat obat oles berwarna kuning, tidak
lengket, dan tidak berbau yang dipakai pada malam hari
serta tabir surya yang dipakai pada pagi dan siang hari.
Selama empat tahun sebelumnya, pasien rutin
menggunakan krim pemutih untuk digunakan pada
malam hari, tabir surya, dan sabun wajah yang didapat
dari dokter umum di sebuah klinik kecantikan.Pasien
erobat pada klinik tersebut karena keluhan bercak
kecoklatan yg diderita 6 tahun sebelumnya.
Pemeriksaan fisik pada seluruh bagian dahi, pipi, hidung,
dan bibir atas: tampak rambut velus berwarna hitam
kecoklatan, halus, panjang rambut 0,2-0,3 cm, serta
rambut terminal berwarna hitam, kasar, panjang rambut
0,5-1,2 cm.Tidak terdapat tanda-tanda virilisasi. pada
seluruh bagian pipi kanan dan kiri, tampak lesi multipel,
berupa telangiektasis tipe linier dan arborizing dengan
dasar makula eritema. Pada beberapa bagian pipi tampak
makula hipopigmentasi dengan batas sebagian tegas.
Kasus 2
Wanita 50 tahun
Keluhan : pertumbuhan rambut yang berlebihan dan bercak
kemerahan yang tidak terasa gatal ataupun nyeri pada wajah.
Riwayat pengobatan : Dalam tujuh tahun terakhir pasien
berobat selama tiga bulan ke dokter SpKK dan ke enam
dokter umum yang berbeda-beda.
2 tahun sebelum berobat ke RSHS pasien pertama kali
menyadari adanya pertumbuhan rambut yang berlebihan dan
kemerahan pada wajah terutama bila terkena sinar matahari.
Sepuluh tahun sebelum berobat ke RSHS pasien berobat ke
klinik kecantikan di Garut selama tiga tahun dengan tujuan
ingin kulit wajahnya terlihat lebih cerah. Pasien diberi obat
oles untuk pagi dan malam hari, pada awal pengobatan
kulitnya jauh lebih cerah, tetapi kemudian merasa kulit
wajahnya kusam kembali.
Pasien menyangkal riwayat kemungkinan penggunaan obat
sistemik dan minoksidil sebagai pencetus hipertrikosis, serta
riwayat akne, gangguan menstruasi, suara menjadi berat,
alopesia, atau penurunan ukuran payudara secara drastis.
Pemeriksaan fisik : Pada seluruh bagian pipi kanan dan
kiri serta bibir atas tampak rambut velus, berwarna hitam
kecoklatan, halus, panjang rambut 0,2-0,3 cm, serta
rambut terminal berwarna hitam, kasar, panjang rambut
0,5-1,3 cm.
Tidak terdapat tanda-tanda virilisasi. Status
dermatologikus, pada seluruh bagian atas dan tengah pipi
kanan dan kiri tampak lesi multipel berupa telangiektasis
dengan dasar makula eritema.
Pembahasan
KT Pasien pertama pada laporan kasus ini menggunakan krim yang
diduga mengandung KT selama empat tahun, sedangkan pasien kedua
selama sepuluh tahun.
Kedua pasien ini memiliki manifestasi klinis di wajah yang sesuai
dengan manifestasi klinis efek samping KT.
Pada pasien yang pertama didapatkan hipertrikosis, telangiektasis, dan
hipopigmentasi, serta eritema akibat telangiektasisnya.
Pada pasien yang kedua didapatkan hipertrikosis dan telangiektasis.
Hipertrikosis dan telangiektasis pertama kali disadari oleh pasien
setelah menggunakan krim selama tiga tahun (pasien yang pertama)
dan delapan tahun (pasien yang kedua).
Steroid Psychosis: A Case Series of Three Patients
Steroid secara luas digunakan dalam pengobatan modern
untuk pengobatan berbagai penyakit.
Steroid psikosis adalah komplikasi terapi steroid yang
dikenal, meskipun jarang.
Gejala kejiwaan berkembang pada 5% hingga 18%
pasien yang diobati dengan kortikosteroid.
Efek-efek paling sering mania atau depresi muncul
dalam beberapa hari hingga minggu setelah pemberian
steroid.
 Menurut literatur, kejadian psikosis yang diinduksi steroid bervariasi antara 13-
62%, dengan rata-rata tertimbang 27,6%. Sebagian besar reaksi ini ringan sampai
sedang. Insiden sindrom kejiwaan yang berat berkisar antara 1,6% dan 50%, dengan
bobot tertimbang 5,7%.
 Etiologi dan patogenesis efek psikiatri steroid yang kurang dipahami.
Glukokortikoid tingkat tinggi diketahui meningkatkan kadar dopamin yang
mungkin memiliki beberapa implikasi psikiatri.
 Sebaliknya, steroid juga dikaitkan dengan penurunan sekresi serotonin perifer dan
sentral. Telah ditunjukkan bahwa neuron aferen serotonergik inhibitor langsung
pelepasan dopamin pada akson dopaminergik.
 Kedua korelasi ini mungkin memiliki implikasi berkaitan dengan kemungkinan
profilaksis psikosis steroid.
Case 1
Seorang wanita 23 tahun dirawat di bangsal pengobatan
internal rumah sakit perawatan tersier
Keluhan : demam tinggi dan menggigil sejak 10 hari dan
merasa lemah sejak tujuh hari.
Pemeriksaan klinis : ia tidak demam dan memiliki
purpura yang teraba pada kedua siku, telapak tangan dan
ujung jari serta ruam kupu-kupu di wajah.
Pemeriksaan fisik dan laboratorium :
◦ Tekanan darah dan denyut nadinya 110/70 mmHg dan 84 denyut / menit.
◦ Pada xaminasi, semua sistem tubuh ditemukan stabil secara klinis.
◦ Hemoglobin adalah 11,4 gm / dl (12-15 gm / dl)
◦ TLC adalah 3000 sel / cumm (4000-11,000 sel / cumm)
◦ PCV 33,8% (36-46%),
◦ PLT 0,87 lakh / cumm (1,5-4 lakh) / cumm),
◦ ESR 60 mm / jam (20 mm / jam).
◦ PBS sugestif leukopenia dengan trombositopenia.
◦ ANA positif dan antibodi terhadap Nrnp, Sm dan Rib.P-protein terdeteksi.
Berdasarkan bukti subjektif dan obyektif dia didiagnosis dengan lupus yang
muncul.
Riwayat penggunaan obat selama 4 hari di RS:
◦ Pantoprazole 40mg/D
◦ Me-Prednisolone 48mg/D
◦ Doxycycline 200mg/D
◦ As. Folat 5mg/D
◦ Muktivitamins
◦ Saat pulang, pasien diberi obat2 diatas selama 15 hari dan
ditambah Hydroxychloroquine 200mg/D selama 15D
Dalam satu minggu perawatan, pasien dibawa kembali ke rumah sakit
dengan keluhan : iritabilitas, pembicaraan tidak relevan, penurunan tidur dan
nafsu makan. Tidak ada riwayat gangguan kejiwaan pribadi atau keluarga.
Dia didiagnosis menderita steroid psikosis dengan methylprednisolone
sebagai penyebab.
Methylprednisolone diturunkan 24mg/D dan diberi risperidone dan
olanzapine.
Setelah satu bulan, ada perbaikan dalam gejala-gejalanya. Selama tiga bulan
berikutnya dosis metilprednisolon dihentikan.
Pada tindak lanjut pada akhir tiga bulan, manifestasi kejiwaan pasien terjadi
benar-benar menghilang.
Berdasarkan algoritma Naranjo, penilaian kausalitas
dengan kedua skala mengungkapkan itu ADR karena
methylprednisolone dalam kasus ini adalah Probable
(skor keseluruhan Naranjo: 6).
Keparahan ADR dievaluasi menggunakan Hartwig
Modified dan Siegel skala, berdasarkan yang
dikategorikan sebagai reaksi moderat(Level4(b).
Case 2
Seorang wanita 50 tahun dirawat di internal bangsal
pengobatan rumah sakit tersier
Keluhan : demam dan menggigil, sakit kepala sejak lima
hari.
Riwayat medis tidak signifikan, dan tidak ada riwayat
alergi obat.
Pemeriksaan fisik :Suhu tubuhnya adalah 98°F, detak
jantung 76 kali/min, tingkat pernapasan 17 siklus/min
dan tekanan darah 130/80 mmHg.
 Diagnosa dengan demam virus, bronkopneumonia, cedera ginjal
akut dan sindrom disfungsi organ multipel.
 Pengobatan :
◦ IV piperacillin/tazobactum 6,75g/D
◦ IV Klindamisin 900mg/D
◦ acetaminophen oral 1950mg per hari
◦ IV ondansetron 4mg sesuai kebutuhan
◦ IV esomeprazole 40mg/D
◦ Inhalasi salbutamol/ipratropium bromide 3,75mg/1500mcg/D
◦ IV artesunat 240mg/D
◦ IV dexamethasone 8mg awal diikuti oleh 36mg/D
Hari keempat penerimaan, pasien ditemukan menjadi cemas dan gelisah
serta memiliki perubahan perilaku.Berperilaku aneh,halusinasi pendengaran
dan visual.
 Pemeriksaan status mentalnya menunjukkan iritabilitas,agitasi, pendengaran
dan halusinasi visual, delusi, berbicara dan pemikiran yang tidak teratur.
Tidak ada riwayat pasien atau keluarga terkait gangguan kejiwaan.
Diagnosis memiliki psikosis yang diinduksi steroid dengan dexamethasone
dicurigai sebagai obat penyebab.
Dosis diturunkan dan dihentikan selama dua hari berikutnya. Setelah empat
hari, dia dibebaskan dari gejala dan bentuk pikirannya normal. Temuan
psikosisnya seperti agitasi, delusi, dan halusinasi juga sepenuhnya lenyap.
Dia keluar setelah tujuh hari.
Berdasarkan algoritma Naranjo, penilaian kausalitas
dengan kedua skala mengungkapkan itu ADR karena
dexamethasone dalam kasus ini adalah Probable (skor
keseluruhan Naranjo: 6).
Keparahan ADR dievaluasi menggunakan Hartwig
Modified dan Siegel skala, berdasarkan yang
dikategorikan sebagai reaksi moderat(Level4(a).
Case3
Seorang pasien pria berusia 80 tahun, dengan indeks massa
tubuh 35 kg/m2, dirawat di unit perawatan internal rumah
sakit perawatan tersier
Keluhan : sesak napas dan batuk dengan dahak sejak 3 hari.
Dia juga memiliki keluhan ortopnea.penderita penyakit paru
obstruktif kronik sejak 10 tahun dan hernia umbilikalis,
penyakit asam peptik dan gastritis
Sejarah sosialnya seorang perokok selama 40-45 tahun
terakhir tetapi telah berhenti 5 tahun lalu dan bukan pencandu
alkohol.
Pemeriksaan fisik, laju pernapasan 44 siklus/min nadi 95
detak/min dan tekanan darahnya 140/90 mmHg.Semua
tes hematologi dan biokimia keluar biasa-biasa saja.
Diagnosisnya sebagai eksaserbasi akut penyakit paru
obstruktif kronik, dipercepat dengan hipertensi, asma dan
jantung.
Pengobatan :
◦ IV ceftriaxone 2gm/D
◦ levosalbutamol/ipratropium bromide inhalation 1.25mg/500 mcg
Q4h
◦ budesonide inhalation 0.5mg Q6h
◦ IV methylprednisolone 125 mg STAT followed by 120mg/D
◦ IV nitroglycerine 5 mcg/min which was tapered accordingly
◦ IV furosemide 40 mg STAT
◦ oral azithromycin 500mg/D
◦ oral doxofylline 800mg/D
 Pada hari ketiga pengobatan, pasien mengembangkan kepribadian yang agresif dan agresif.
Dia memiliki gejala psikotik dengan halusinasi pendengaran dan visual. Dia mulai berbicara
pada dirinya sendiri dan menyatakan bahwa dia adalah Tuhan dan telah datang untuk
menyelamatkan umat manusia. Dia menyatakan melihat gambar yang tidak dilihat oleh
orang lain. Suasana hatinya ditemukan meningkat.
 Pemeriksaan status mental menunjukkan bahwa pasien mengalami delirium.
 Tidak ada riwayat pasien dan keluarga terkait gangguan kejiwaan.
 Pasien didiagnosis dengan psikosis yang diinduksi oleh metilprednisolon. dosis diturunkan
dihentikan selama dua hari berikutnya.
 Dua hari setelah menghentikan obat, tidak ada gejala psikotik yang diamati lebih lanjut
setiap saat selama tinggal di rumah sakit dan pasien dipulangkan setelah delapan hari
dirawat di rumah sakit.
Berdasarkan algoritma Naranjo, penilaian kausalitas
dengan kedua skala mengungkapkan itu ADR karena
dexamethasone dalam kasus ini adalah Probable (skor
keseluruhan Naranjo: 4).
Keparahan ADR dievaluasi menggunakan Hartwig
Modified dan Siegel skala, berdasarkan yang
dikategorikan sebagai reaksi moderat(Level4(a).
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26494993
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4609325/pdf/ijrm-13-445.pdf
Hennekens, C.H. dan Buring, J.E. (1987). Epidemiology in medicine. Boston: Little,
Brown and Company.
Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD. Desain Studi. Institute of Health Economic
and Policy Studies (IHEPS) : Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret.
Storm, Brian L. (2000). Pharmacoepidemiology Third Edition. University of
Pennsylvania: USA.
Vineetha Bharathan Menon, Ansu Anie Sunny, Pratibha Pereira, Shashidhara
Chikkaveeraiah, & Madhan Ramesh. 2018. Steroid Psychosis: A Case Series of Three
Patients. Indian Journal of Pharmacy Practice, Vol 11, Issue 1.
Dia Febrina, Reti Hindritiani, & Kartika Ruchiatan. 2018. Laporan Kasus: Efek Samping
Kortikosteroid Topikal Jangka Lama pada Wajah. Syifa’ MEDIKA, Vol.8 (No.2).

You might also like