You are on page 1of 48

UJI TOKSISITAS

apt. Dimas Danang Indriatmoko, M.Farm.


apt. Eneng Elda Ernawati, S.Far.

Fakultas Sains, Farmasi, dan Kesehatan


UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR
BANTEN
PENILAIAN
KEHADIRAN : 30% ANGKA – BOBOT NILAI
TUGAS : 20% A 86 – 100
UTS : 20% B 71 – 85
UAS : 30% C 56 – 70
D 41 – 55
E 0 – 40
TATA TERTIB PERKULIAHAN
• Sebagai daftar kehadiran online, mahasiswa WAJIB mengisi “refleksi” dan
“resume” di setiap materi perkuliahan.
• Khadiran tatap muka, dispensasi keterlambatan 10 menit. Lebih dari 10 menit
maka tidak diperkenankan masuk kelas.
• Kehadiran minimal 80% dari total pertemuan (kurang dari 80% maka akan
mendapatkan nilai “D” atau “E”)
• WAJIB mengumpulkan tugas pada waktu yang telah ditentukan.
• Ketidakhadiran karena alasan tertentu harus melampirkan surat keterangan.
BAHAN KAJIAN
PERTEMUAN I : Pendahuluan, Definisi, Ruang Lingkup Bioanalisis
PERTEMUAN II :
PERTEMUAN III : Sensitivitas Mikroorganisme Terhadap Antibiotika

PERTEMUAN IV : Penetapan Potensi Antibiotika Secara Mikrobiologi

PERTEMUAN V : Perhitungan Mikroorganisme

PERTEMUAN VI : Uji Preklinik dan Uji Toksisitas

PERTEMUAN VII : Uji Pirogenistas, dan Uji Sterilitas

PERTEMUAN VIII : Ujian Tengah Semester (UTS)


PERTEMUAN IX : Uji Mutagenesis

PERTEMUAN X : Uji Klinik Obat Herbal

PERTEMUAN XI : Interaksi Obat – Reseptor

PERTEMUAN XII : Immunoassay dan Penetapan Potensi Vaksin

PERTEMUAN XIII : Pemeliharaan Hewan Laboratorium

PERTEMUAN XIV : Penggunaan Tikus Sebagai Hewan Uji Laboratorium

PERTEMUAN XV : Etika Penelitian dan Prinsip Dasar Penggunaan Hewan Uji

PERTEMUAN XVI : Ujian Akhir Semester (UAS)


PUSTAKA
• Lesmana R, Goenawan H, Dewi FNA. 2017. Pedoman Penggunaan Tikus Sebagai
Hewan Uji Laboratorium. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
• Harmita dan Radji M. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
• Evans G. 2004. A Handbook of Bioanalysis and Drug Metabolism. CRC Press. Florida.
• Venn RF. 2008. Principles and Practice of Bioanalysis. Second Edition. CRC Press.
Florida.
• Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2014 Tentang Pedoman Uji Klinik Obat Herbal.
• Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2014 Tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo.
Pendahuluan
• Bahaya akibat pemaparan suatu zat pada manusia dapat diketahui dengan
mempelajari efek kumulatif, dosis yang dapat menimbulkan efek toksik
pada manusia, efek karsinogenik, teratogenik, mutagenik, dan lain-lain.
• Pada umumnya informasi tersebut dapat diperoleh dari percobaan
menggunakan hewan uji sebagai model yang dirancang pada serangkaian
uji toksisitas yang meliputi uji toksisitas akut oral, toksisitas subkronis oral,
toksisitas kronis oral, teratogenisitas, sensitisasi kulit, iritasi mata, iritasi
akut dermal, iritasi mukosa vagina, toksisitas akut dermal, dan toksisitas
subkronis dermal.
• Pemilihan uji tersebut, tergantung dari tujuan penggunaan suatu zat dan
kemungkinan terjadinya risiko akibat pemaparan pada manusia.
• PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UJI TOKSISITAS
NONKLINIK SECARA IN VIVO
• Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik secara in vivo dalam Peraturan ini meliputi:
a. uji toksisitas akut oral;
b. uji toksisitas subkronik oral;
c. uji toksisitas kronik oral;
d. uji teratogenisitas;
e. uji sensitisasi kulit;
f. uji iritasi mata;
g. uji iritasi akut dermal;
h. uji iritasi mukosa vagina;
i. uji toksisitas akut dermal; dan
j. uji toksisitas subkronik dermal.
Apa yang dimaksud dengan uji toksisitas?

Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi dan untuk
memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji.

Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi mengenai derajat bahaya
sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada manusia, sehingga dapat ditentukan dosis
penggunaannya demi keamanan manusia

Uji toksisitas menggunakan hewan uji sebagai model berguna untuk melihat adanya reaksi
biokimia, fisiologik dan patologik pada manusia terhadap suatu sediaan uji
Faktor-faktor yang menentukan hasil uji toksisitas
adalah:
1. Pemilihan spesies hewan uji,
2. galur dan jumlah hewan;
3. cara pemberian sediaan uji;
4. pemilihan dosis uji;
5. efek samping sediaan uji;
6. teknik dan prosedur pengujian termasuk cara
penanganan hewan selama percobaan.
A. UJI TOKSISITAS AKUT ORAL
• Uji toksisitas akut oral adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek
toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian sediaan uji
yang diberikan secara oral dalam dosis tunggal, atau dosis berulang yang
diberikan dalam waktu 24 jam.
• Tujuan uji toksisitas akut oral adalah untuk mendeteksi toksisitas intrinsik
suatu zat, menentukan organ sasaran, kepekaan spesies, memperoleh
informasi bahaya setelah pemaparan suatu zat secara akut, memperoleh
informasi awal yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat dosis,
merancang uji toksisitas selanjutnya, memperoleh nilai LD50 suatu bahan/
sediaan, serta penentuan penggolongan bahan/ sediaan dan pelabelan
B. UJI TOKSISITAS SUBKRONIS ORAL
• Uji toksisitas subkronis oral adalah suatu pengujian untuk mendeteksi
efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji dengan dosis
berulang yang diberikan secara oral pada hewan uji selama sebagian
umur hewan, tetapi tidak lebih dari 10% seluruh umur hewan.
• Tujuan uji toksisitas subkronis oral adalah untuk memperoleh
informasi adanya efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji
toksisitas akut; informasi kemungkinan adanya efek toksik setelah
pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu;
informasi dosis yang tidak menimbulkan efek toksik (No Observed
Adverse Effect Level / NOAEL); dan mempelajari adanya efek kumulatif
dan efek reversibilitas zat tersebut.
C. UJI TOKSISITAS KRONIS ORAL
• Uji toksisitas kronis oral adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik
yang muncul setelah pemberian sediaan uji secara berulang sampai seluruh
umur hewan. Uji toksisitas kronis pada prinsipnya sama dengan uji toksisitas
subkronis, tetapi sediaan uji diberikan selama tidak kurang dari 12 bulan.
• Tujuan dari uji toksisitas kronis oral adalah untuk mengetahui profil efek
toksik setelah pemberian sediaan uji secara berulang selama waktu yang
panjang, untuk menetapkan tingkat dosis yang tidak menimbulkan efek toksik
(NOAEL). Uji toksisitas kronis harus dirancang sedemikianrupa sehingga dapat
diperoleh informasi toksisitas secara umum meliputi efek neurologi, fisiologi,
hematologi, biokimia klinis dan histopatologi.
D. UJI TERATOGENISITAS
• Uji teratogenisitas adalah suatu pengujian untuk memperoleh informasi
adanya abnormalitas fetus yang terjadi karena pemberian sediaan uji
selama masa pembentukan organ fetus (masa organogenesis).
• Informasi tersebut meliputi abnormalitas bagian luar fetus (morfologi),
jaringan lunak serta kerangka fetus.
• Prinsip uji teratogenisitas adalah pemberian sediaan uji dalam beberapa
tingkat dosis pada beberapa kelompok hewan bunting selama paling sedikit
masa organogenesis dari kebuntingan, satu dosis per kelompok.
• Satu hari sebelum waktu melahirkan induk dibedah, uterus diambil dan
dilakukan evaluasi terhadap fetus.
E. UJI SENSITISASI KULIT
• Uji sensitisasi kulit adalah suatu pengujian untuk mengidentifikasi
suatu zat yang berpotensi menyebabkan sensitisasi kulit.
• Prinsip uji sensitisasi kulit adalah hewan uji diinduksi dengan dan
tanpa Freund’s Complete Adjuvant (FCA) secara injeksi
intradermal dan topikal untuk membentuk respon imun,
kemudian dilakukan uji tantang (challenge test).
• Tingkat dan derajat reaksi kulit dinilai berdasarkan skala
Magnusson dan Kligman.
F. UJI IRITASI MATA
• Uji iritasi mata adalah suatu uji pada hewan uji (kelinci albino) untuk
mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemaparan sediaan uji pada mata.
• Prinsip uji iritasi mata adalah sediaan uji dalam dosis tunggal dipaparkan
kedalam salah satu mata pada beberapa hewan uji dan mata yang tidak diberi
perlakuan digunakan sebagai kontrol.
• Derajat iritasi/korosi dievaluasi dengan pemberian skor terhadap cedera pada
konjungtiva, kornea, dan iris pada interval waktu tertentu. T
• ujuan uji iritasi mata adalah untuk memperoleh informasi adanya kemungkinan
bahaya yang timbul pada saat sediaan uji terpapar pada mata dan membran
mukosa mata.
G. UJI IRITASI AKUT DERMAL
• Uji iritasi akut dermal adalah suatu uji pada hewan (kelinci albino) untuk
mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemaparan sediaan uji pada dermal
selama 3 menit sampai 4 jam.
• Prinsip uji iritasi akut dermal adalah pemaparan sediaan uji dalam dosis tunggal
pada kulit hewan uji dengan area kulit yang tidak diberi perlakuan berfungsi
sebagai kontrol.
• Derajat iritasi dinilai pada interval waktu tertentu yaitu pada jam ke 1, 24, 48 dan
72 setelah pemaparan sediaan uji dan untuk melihat reversibilitas, pengamatan
dilanjutkan sampai 14 hari.
• Tujuan uji iritasi akut dermal adalah untuk menentukan adanya efek iritasi pada
kulit serta untuk menilai dan mengevaluasi karakteristik suatu zat apabila terpapar
pada kulit.
H. UJI IRITASI MUKOSA VAGINA
• Uji iritasi mukosa vagina adalah suatu uji yang digunakan untuk menguji sediaan uji
yang kontak langsung dengan jaringan vagina dan tidak dapat diuji dengan cara
lain.
• Prinsip uji iritasi mukosa vagina adalah sediaan uji dibuat ekstrak dalam larutan
NaCl 0,9% atau minyak zaitun dan selanjutnya ekstrak dipaparkan kedalam lapisan
mukosa vagina hewan uji selama tidak kurang dari 5 kali pemaparan dengan selang
waktu antar pemaparan 24 jam. Selama pemaparan, jaringan mukosa vagina
diamati dan diberi skor terhadap kemungkinan adanya eritema, eksudat dan
udema.
• Setelah selesai pemaparan hewan uji dikorbankan dan diambil jaringan mukosa
vaginanya untuk dievaluasi secara histopatologi. Tujuan uji iritasi mukosa vagina
adalah untuk mengevaluasi keamanan dari alat-alat kesehatan yang kontak dengan
mukosa vagina.
I. UJI TOKSISITAS AKUT DERMAL
• Uji toksisitas akut dermal adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek
toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemaparan suatu
sediaan uji dalam sekali pemberian melalui rute dermal.
• Tujuan uji toksisitas akut dermal adala untuk mendeteksi toksisitas
intrinsik suatu zat, memperoleh informasi bahaya setelah pemaparan
suatu zat melalui kulit secara akut dan untuk memperoleh informasi awal
yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat dosis dan merancang
uji toksisitas selanjutnya serta untuk menetapkan nilai LD50 suatu zat,
penentuan penggolongan zat, menetapkan informasi pada label dan
informasi absorbsi pada kulit.
J. UJI TOKSISITAS SUBKRONIS DERMAL
• Uji toksisitas subkronis dermal adalah suatu pengujian untuk mendeteksi
efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji dengan dosis
berulang yang diberikan melalui rute dermal pada hewan uji selama
sebagian umur hewan, tetapi tidak lebih dari 10% seluruh umur hewan
• Tujuan uji toksisitas subkronis dermal adalah untuk mendeteksi efek
toksik zat yang belum terdeteksi pada uji toksisitas akut dermal,
mendeteksi efek toksik setelah pemaparan sediaan uji melalui kulit
secara berulang dalam jangka waktu tertentu, mempelajari adanya efek
kumulatif dan efek reversibilitas setelah pemaparan sediaan uji melalui
kulit secara berulang dalam jangka waktu tertentu.
Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga
kategori (Dr. Harmita)
1. Uji Toksisitas Akut

Uji yang dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji
sebanyak satu kali, dalam jangka waktu 24 jam.

2. Uji Toksisitas Jangka Pendek (Subakronis)


Uji yang dilakukan dengan memberikan bahan tersebut berulang-ulang,
biasanya setiap hari atau lima kali seminggu selama jangka waktu kurang
lebih 10% dari masa hidup hewan.

3. Uji Toksisitas Jangka Panjang (Kronis)

Uji yang dilakukan dengan memberikan zat kimia secara berulang-ulang


selama masa hidup hewan percobaan.
Uji Toksisitas Akut
• Sebagian besar penelitian semacam ini dirancang untuk
menentukan LD50 obat.
• LD50 obat didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat
yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50%
hewan coba.
• Percobaan ini juga dapat menunjukkan organ sasaran yang
mungkin dirusak dan efek toksis spesifiknya, serta
memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya
digunakan dalam pengujian yang lebih lama.
• Bila pemberian suatu zat terjadi melalui inhalasi maka yang
harus ditentukan adalah kadar letal median (LC50) untuk
Uji Toksisitas Jangka Pendek.
• Tubuh manusia sering terkena bahan kimia pada
level yang jauh lebih kecil dari dosis yang
mematikan dengan, hanya mereka terkena lebih
lama.
• Untuk menyelidiki kenyataan akibat keracunana
dalam situasi yang lebih realistis, dikerjakan studi
toksisitas jangka pendek dan jangka panjang
Uji Toksisitas Subkronis.
• Hewan Uji
Sekurang-kurangnya digunakan dua jenis hewan, hewan pengerat dan
bukan hewan pengerat. Biasanya dapat digunakan tikus dan anjing,
dari dua jenis kelamin, sehat, dewasa, umur 5 sampai 6 minggu untuk
tikus, dan 4-6 bulan untuk anjing.
• Jumlah Hewan Uji
Masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor hewan pengerat atau
empat ekor anjing untuk setiap jenis kelamin. Bila pada percobaan
akan dilakukan pengorbanan/pembedahan, maka jumlah hewan uji
harus sudah dipertimbangkan sebelumnya.
• Dosis Uji
Sekurang-kurangnya digunakan tiga kelompok dosis dan satu kelompok
kontrol untuk setiap jenis kelamin. Dosis dan jumlah kelompok dosis harus
cukup, hingga dapat diperoleh dosis toksik dan dosis tidak berefek. Dosis
toksik harus menyebabkan gejala toksik yang nyata pada beberapa hewan
uji dan terjadinya kematian tidak boleh lebih dari 10%, sedang dosis tidak
berefek tidak boleh menyebabkan gejala toksik. Sebagai dosis toksik
biasanya digunakan 10-20% dari harga LD50, dengan mempertimbangkan
hasil yang diperoleh pada uji pendahuluan, tingkat dosis lain ditetapkan
dengan faktor perkalian tetap 2 sampai 10.
• Batas Uji
Bila pada dosis 1000 mg/kg bobot tubuh tidak dihasilkan efek toksik, dosis
tidak perlu dinaikkan lagi, meskipun dosis yang diharapkan untuk manusia
belum dicapai.
• Cara Pemberian Zat Uji
Pada dasarnya zat uji harus diberikan sesuai dengan cara pemberian
atau pemaparan yang diharapkan pada manusia. Bila diberikan secara
oral, dapat diberikan dengan cara pencekokan menggunakan sonde
atau secara ad libitum di dalam makanan atau minuman hewan. Bila
zat uji akan dicampur dengan makanan atau minuman hewan, jumlah
zat uji yang ditambahkan harus diperhitungkan berdasarkan jumlah
makanan atau minuman yang dikonsumsi setiap hari.
• Lama Pemberian Zat Uji
Lama pemberian zat uji selama 28 sampai 90 hari atau 10% dari
seluruh umur hewan, diberikan tujuh hari dalam satu minggu.
Uji Toksisitas Jangka Panjang
• Umumnya satu atau lebih jenis binatang yang digunakan. Kecuali
tidak ditunjukkan, tikuslah yang digunakan, anjing dan primata
merupakan pilihan berikutnya.
• Karena ukurannya yang kecil, tikus tidak cocok digunakan dalam
studi toksisitas jangka panjang, meskipun mereka sering digunakan
dalam studi karsinogenesitas. Jantan dan betina dalam jumlah
yang sama digunakan. Umumnya 40-100 tikus ditempatkan dalam
kelompok masing-masing dosis dan juga dalam kelompok kontrol.
Penggunaan anjing dan primata non manusia jauh lebih sedikit.
Tabel Konversi Dosis Antar Spesies (Berasarkan
Luas Permukaan Tubuh)
Contoh
1. Dosis Chloramfenicol, tikus (200 g)
= 0.018x500 mg
= 9 mg/200 g BB
= 9 mg/0.2 kgBB
= 45 mg/kg BB
= 45 mg/kgBBx200 g= 45mg/1000 g x 200 g = 9 mg
2. Dosis Paracetamol 500 mg, Mencit 20 g
= 0.0026 x 500 mg
= 1.3 mg/20 g
= 0.065 mg/kgBB
= 65 mg/kgBB
= 65 mg/kg x 20 g = 65 mg/1000 g x 20 g
= 1.3 g
3. Paracetamol 500 mg, Marmot (400 g)
= 0.013 x 500 mg
= 15.5 mg/400 g BB
= 15.5 mg/ 0.4 KgBB
= 38.75 mg/kgBB
= 38.75 mg/Kg x 400 g = 38.75 mg/1000 g
= 15.5 mg
Kegunaan Nilai LD50
1. Klasifikasi zat kimia berdasarkan toksisitas relatif
2. Pertimbangan bahaya akibat overdosis.
3. Perencanaan studi toksisitas jangka pendek pada hewan.
4. Menyediakan informasi tentang:
a.mekanisme keracunan;
b. pengaruh terhadap umur, seks, inang lain, dan faktor lingkungan;
c. respons yang berbeda-beda di antara spesies dan galur. 5.Menyediakan informasi tentang
reaktivitas populasi hewan-hewan tertentu.
6. Menyumbang informasi yang diperlukan secara menyeluruh dalam percobaan-percobaan obat
penyembuh untuk manusia.
7. Kontrol kualitas; mendeteksi ketidakmurnian produk racun dan Perubahan fisik bahan-bahan
kimia yang memengaruhi keberadaan hidup…
Penggolongan potensi ketoksikan akut
menurut kriteria Loomis (untuk manusia)
Kategori LD50

Supertoksisk 5 mg/kg atau kurang

Sangat toksik 5-50 mg/kg

Toksik 50-500 mg/kg

Cukup toksik 0.5-5g/kg

Sedikit toksik 5-15 g/kg

Tidak toksik > 15 g/kg


Menghitung LD 50
• LD50 adalah dosis tertentu yang dinyatakan
dalam miligram berat bahan uji perkilogram
berat bedan (BB) hewan uji yang
menghasilkan 50 % respon kematian pada
populasi hewan uji dalam jangka waktu
tertentu
Cara menghitung LD50
• LD 50 (Lethal Dose 50) Dosis yg bisa menyebabkan kematian
50% hewan percobaan atau populasi
1. Cara Weil
Log M= Log D + d (f + 1)
Ket :
M = LD50
D = Dosis terkecil yang diberikan
d = Log Kelipatan dosis
f = Faktor (Tabel weil)
2. Persamaan garis
y = a + bx atau y = bx+a
Ket:
Y= % kematian
X = Log dosis
3. Probit
TABEL PROBIT
TABEL WEIL
Hitung LD50
Kel Dosis(mg/kg) Log Dosis Kematian % Kematian Probit

1 10 1 0 0 -

2 20 1.301 1 20 4.16

3 40 1.602 3 60 5.25

4 80 1.903 5 100 8.09


• Setiap kelompok terdiri dari 5 mencit
1. Cara Weil
Log M = Log D + d (f + 1)
Log LD50 = Log 10 + Log 2 (0.7+1)
= 1+ 0.301 (0.7+1)
= 1+ 0.5117
Log LD50 = 1.5117
LD50 = 32.48
2. Menggunakan Persamaan garis
y = bx+a
Y = % Kematian
X= Log Dosis
Didapatkan :
a = - 118.956
b = 112.956
r = 0.989
y= -118.956 + 112.956x
Jika 50% LD50
Jika y= 50 50= -118.956 + 112.956x
X = 168.956/112.956 = 1.49576
Log dosis = 31.315 mg/kg dosis
3. Menggunkan Probit
• Y = bx+a
• Y = Probit
• X= Log Dosis
Y= - 4.42823 + 6.5282x
Probit = 5 50% kematian = LD50
Jika y = 5 5= - 4.42823 + 6.5282x
X = 9.4282/6.5282 = 1.44422
Ld50 = antilog 1.44422
= 27.811mg/kg
Karena % kematian tidak ada nilai probitnya jika data 0% tidak dihitung, diperoleh hasil
LD50 = 27.811mg/kg yg berbeda dg cara 1 dan 2 yg memperoleh 32.486 mg/kg dan
31.315 mg/kg.
Menurut Literatur jika :
0% kematian dengan 5 hewan/kel (N) = 0.25/5x100 = 5
100 % kematian, 5 hewan/kel (N) = N- 0.25/N x 100 = 5-0.25 x 100 = 4.75/5 x 100 =
95
Probit
Y = bx+a
a = - 0.418
b = 3.6312
r = 0. 994
Y= 3.6312 x – 0.418
5 = 3.6312 x – 0. 418
5 + 0.418 = 3.6312 x
X = 5.418/3.6312 = 1.492
Antilog = 31.04 mg/kg
 Rentang LD50 = antilog (Log M ± 2 ʠ Log M )
Keterangan :
ʠ Log M = d x ʠ f= Log 2 x 0.70000= 0.210714
ʠ f = Suatu faktor dalam tabel weil= 0.70000
D = Log kelipatan dosis= log2
M = Nilai LD50= 32.48
 Angka terendah untuk rentang LD50
Rentang LD50 = antilog (Log 32.48- 2 (0.210714))
antilog = (1.51161- 0.421428)
antilog (1.090112)
= 12.30/mg
 Angka tertinggi untuk rentang LD50
Rentang LD50 = antilog (Log 32.48+2 (0.210714))
antilog (1.51161+0.421428)
antilog (1.933038) = 85.71/mg
TERIMAKASIH…..
Tugas : Hitung LD 50 dari data dibawah ini,
gunakan cara 1,2,3
Kel. (5 mencit/kel) Dosis/mg Kematian

1 0.4 0

2 0.8 1

3 1.6 2

4 3.2 5
Tugas Konversi Dosis
1. Dosis Amoxicilin, Konversi ke Mencit
2. Dosis Metamizole, Konversi ke Marmut
3. Dosis Paracetamol, Konversi ke Tikus
4. Dosis Chloramfenicol, Konversi ke Mencit
5. Dosis Amoxcilin, Konversi ke Kelinci

You might also like