You are on page 1of 82

CURRICULUM VITAE

Personal Details
Name : dr. Arlan prabowo, M.Sc., SpPK
Gender : Male
Place, Date of birth : Semarang, December 7th 1975
Marital status : Married
Nationality : Indonesia
Religion : Moslem
Address : Jl.Perdagangan Komp.HKSN Permai Blok 11C No 80 - BDJ
Mobile : 08161870373
Email : prabowo.arlan@gmail.com
Educational Background
1982-1988 : Strada Wiyatasana Elementary School, Jakarta
1988-1991 : Strada Marga Mulia Junior High School, Jakarta
1991-1994 : Pangudi Luhur Senior High School, Jakarta
1994-2002 : Faculty of Medicine The Christian University of Indonesia, Jakarta
2008-2010 : Department of Clinical Medicine Science Gadjah Mada University, Jog
2008-2013 : Department of Clinical Pathology Gadjah Mada University , Jog

Working Experience
2002-2004 : General Practitioner at Puskesmas Wanaraya, Barito Kuala
2005-2007 : General Practitioner at Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selatan
2013-Present: Clinical Pathologist at Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selatan
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
DI LABORATORIUM

ARLAN PRABOWO

Pertemuan Koordinasi dan Verifikasi Klinik dan Laboratorium Medis Terstandar


Banjarmasin, 08 November 2019
Latar belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat
kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit
penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang.

Laboratorium termasuk kedalam kriteria tempat kerja dengan berbagai


ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak
hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di laboratorium,
tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung laboratorium.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk melindungi
diri dan orang lain dari kecelakaan kerja.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat serta bebas dari
pencemaran lingkungan sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Potensi bahaya di laboratorium, selain penyakit-penyakit infeksi juga
ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan
kondisi di laboratorium, yaitu kecelakaan (ledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-
sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya,
gangguan psikososial dan ergonomi.
Semua potensi bahaya tersebut di atas jelas mengancam jiwa dan
kehidupan bagi para petugas di laboratorium, para pasien maupun para
pengunjung yang ada di lingkungan laboatorium.
Jenis dan Sumber Bahaya di Laboratorium
Tujuan K3 laboratorium
Terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan petugas laboratorium.
Melindungi para pekerja dan orang lain di laboratorium dari sumber
bahaya yang ada.
Menjamin setiap peralatan laboratorium digunakan secara aman dan
efisien.
Menjamin proses pelayanan laboratorium berjalan lancar.
Aturan umum laboratorium
Aturan-aturan umum yang harus ada di laboratorium untuk mendukung
lingkungan kerja yang menjamin kondisi kesehatan dan keselamatan
kerja :
1. Orang yang tak berkepentingan dilarang masuk laboratorium, untuk
mencegah hal yang tidak diinginkan.
2. Jangan melakukan eksperimen sebelum mengetahui informasi
mengenai bahaya bahan kimia, alat alat dan cara pemakaiannya.
3. Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan letaknya
untuk memudahkan pertolongan saat terjadi kecelakaan kerja.
4. Harus tahu cara pemakaian alat emergensi: pemadam
kebakaran, eye shower, respirator dan alat keselamatan kerja yang
lain.
5. Setiap petugas laboratorium harus tahu tata cara memberi
pertolongan darurat (P3K).
6. Latihan keselamatan harus dipraktekkan secara periodik.
7. Dilarang makan minum dan merokok di ruangan laboratorium.
8. Jauhkan alat-alat yang tak digunakan, tas, handphone dan benda lain
dari atas meja kerja.
 
Penilaian risiko laboratorium
WHO Laboratory Biosafety Manual 4th edition → survei infeksi terkait
laboratorium menunjukkan bahwa sebagian besar kecelakaan kerja
disebabkan oleh faktor manusia, seperti :
 APD tidak digunakan atau digunakan dengan tidak benar.
 Tidak ada penilaian risiko sebelum bekerja dengan bahan
biologis berbahaya.
 Tidak ada atau kurangnya SOP.
 Tidak ada atau kurangnya pelatihan.
 Pajanan akibat tusukan jarum suntik atau benda tajam.
Penilaian risiko
 The heart of the biosafety process.

 Adalah suatu proses untuk mengevaluasi risiko yang disebabkan oleh


agen, prosedur dan personil terhadap :
- personil
- lingkungan
- komunitas

 Selalu berpatokan kepada “skenario terburuk yang dapat terjadi”.


Kerangka penilaian risiko
1. Kumpulkan semua informasi

1
5. Mengkaji risiko dan langkah
pengendalian 5 2 2. Evaluasi risiko

4. Memilih dan menerapkan


langkah pengendalian
4 3 3. Mengembangkan strategi
pengendalian risiko
Mengenali bahaya
Menilai risiko
 Risiko (R) adalah kemungkinan yang diakibatkan oleh bahaya
(hazard) yang menimbulkan konsekuensi.

 Kemungkinan (Km) adalah kemungkinan suatu kejadian akan terjadi.

 Konsekuensi (Kn) adalah dampak dari suatu kejadian.

Rumus Risiko (R) = f (Km, Kn)


Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam
penilaian risiko
• Jenis agen (bakteri, virus,
parasit, hewan)
• Karakteristik agen
Hazard - Cara penularan
- Ada obat/vaksin
Risk - Tahan di lingkungan
Activities Personil • Personil
- Pelatihan
- Pengalaman
- Usia
- Status kesehatan
- Faktor perilaku manusia
Langkah-langkah penilaian risiko
1. Kumpulkan semua informasi terkait bahaya (hazard)
Identifikasi bahan atau agen
Identifikasi aktivitas laboratorium
 Merinci aktivitas yang yang akan dievaluasi menjadi beberapa
kegiatan spesifik.

Kegiatan spesifik
2. Evaluasi risiko
Tingkat risiko

Risiko yang dapat ditoleransi

Rumus Risiko (R) = f (Km, Kn)


Menilai risiko

h :
nto
Co
3. Mengembangkan strategi pengendalian risiko
Contoh Peraturan nasional :
4. Memilih dan menerapkan langkah pengendalian

h :
nto
Co
Hirarki pengendalian risiko
Eliminasi
Adalah cara pengendalian bahaya yang paling efektif. Jika sifat
berbahaya dari suatu bahan ditiadakan maka secara efektif risiko juga
akan hilang.

Substitusi
Ada kalanya tidak mungkin untuk menghilangkan bahaya terkait bahan
biologis karena kebutuhan ilmu pengetahuan maupun diagnostik.
Mengganti sumber bahaya :
- Substitusi agen biologis
- Susbstitusi metode atau prosedur
- Substitusi peralatan atau bahan
Pengendalian teknik
Fasilitas laboratorium (tingkat keselamatan – biosafety level).
Peralatan keselamatan, misalnya :
- Biosafety cabinet kelas 2
- Leak-proof transport container
- Bioaerosol container untuk sentrifugasi
Pelatan pendukung, misalnya :
- Sink tempat cuci tangan
- Autoclave
- Backup power supply.
Pengendalian administratif
Alat pelindung diri
Pemilihan dan penyediaan APD ditentukan berdasarkan penilaian risiko
yang dilakukan oleh institusi terhadap proses kegiatan yang dijalankan.
5. Mengkaji risiko dan langkah pengendalian
Beberapa contoh kecelakaan dan pengendaliannya
Peralatan keselamatan dan darurat
Laboratorium harus menyediakan peralatan keselamatan, seperti :
1. Perangkat pengendali tumpahan (spill out kit)
2. Kotak pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
3. Alat pemadam api ringan (APAR)
4. Pancuran keselamatan (safety shower)
5. Unit pencuci mata (eye washer).
Simpan peralatan keselamatan dan peralatan darurat di lokasi yang
ditandai dengan baik dan mudah terlihat di semua ruang laboratorium.
Manajemen laboratorium bertanggung jawab untuk memastikan semua
petugas laboratorium diberi pelatihan yang tepat dan diberi peralatan
keselamatan yang diperlukan.
Spill out kit (alat penanganan tumpahan)
Adalah seperangkat alat yang digunakan untuk menangani tumpahan,
baik berupa cairan tubuh (darah, muntah, urine, dahak) atau bahan
kimia agar tidak membahayakan pekerja dan lingkungan sekitar.
Spill out kit terdiri dari :
- Gaun pelindung (apron) - Sendok
- Gloves (sarung tangan) - Tisu atau kertas absorben
- Masker (face shield) - Tanda bahaya
- Sepatu boot
- Larutan detergen, Na bisulfat (alkali), Na
bikarbonat (asam), hipoklorid (infeksius)
- Kantong plastik kecil
Prosedur penanganan tumpahan bahan infeksius :
1. Gunakan APD yang sesuai.
2. Tutup permukaan tumpahan (darah, urin, dll) dengan bahan yang menyerap.
3. Genangi dengan desinfektan yang sesuai, dan biarkan kontak dalam waktu + 15 menit.
4. Bersihkan tumpahan dan buang dalam tempat/kantong tertentu dan diikat untuk
selanjutnya dibuang di tempat pembuangan limbah infeksius.
5. Penambahan desinfektan dan pembersihan dapat diulangi apabila diperlukan.
6. Lepaskan baju yang terkontaminasi dan masukkan di tempat khusus untuk menghindarkan
kontaminasi silang.
7. Hand hygiene.
Prosedur penanganan tumpahan bahan kimia :
1. Jika tumpahan yang terjadi banyak dan meliputi area yang luas segera kontak petugas terkait.
2. Jika tumpahan sedikit, dapat ditangani sendiri.
3. Gunakan baju pelindung dan sarung tangan tebal.
4. Tuangkan serbuk bikarbonat untuk menetralisir asam atau serbuk natrium bisulfat di atas tumpahan
untuk menetralisir basa.
5. Kumpulkan ke dalam container tertentu. Campur dengan air dan cek pH. Jika sudah netral, cuci
dengan air mengalir.
Alat pemadam api ringan (APAR)
APAR adalah alat pemadam api portable yang dapat dibawa dan
dioperasikan dengan tangan, berisi bahan pemadam api bertekanan,
yang dapat disemprotkan dengan tujuan memadamkan api.

Bagian-bagian APAR
Jenis-jenis APAR
Secara umum APAR terdiri atas 3 jenis, yaitu:
1. APAR isi gas CO2
 Khusus untuk memadamkan kebakaran yang berhubungan dengan
arus listrik atau elektronik.
2. APAR isi busa atau foam
 Khusus untuk memadamkan kebakaran dengan material terbakar
berwujud cair, bensin, thinner, minyak tanah, alkohol dan
sebagainya. Tidak boleh digunakan untuk kebakaran yang
berhubungan dengan listrik karena mengandung air.
3. APAR isi dry chemical powder
 APAR yang paling serbaguna. Dapat memadamkan hampir semua
jenis kebakaran.
Jenis-jenis alat pemadam yang sesuai untuk berbagai jenis api
Syarat penempatan APAR :
APAR sebaiknya diletakkan pada lokasi-lokasi berikut ini :
1. Pada jalur keluar, dekat dengan pintu atau sudut koridor.
2. Dekat dengan daerah yang memiliki risiko kebakaran tinggi.
3. Mudah dilihat, dijangkau dan diambil oleh pengguna.
4. Diberi tanda (berwarna merah) yang menunjukkan tentang lokasi
APAR.
Setiap pemadam api harus memiliki label yang memperlihatkan jenis
kebakaran yang dipadamkan dan tanggal pemeriksaan terakhir.

Setiap orang di laboratorium yang terlatih harus bertanggung jawab


untuk mengetahui lokasi, pengoperasian, dan keterbatasan pemadam
kebakaran di daerah kerja
Cara penggunaan APAR :
1. Pecahkan kaca pelindung APAR
• Biasanya APAR disimpan menggantung pada dinding dengan kotak
kaca pelindung.
• Pecahkan dengan bantuan benda keras seperti kayu atau batu , jika
tidak ada pukulah dengan tangan terkuat anda.

2. Periksa tekanan gas


• Angkat APAR lalu periksalah tekanan gas dengan melihat indikator
tekanan pada leher APAR. Jika jarum masih menunjuk pada area
berwarna hijau berarti tekanan APAR masih bagus.
• Tekanan gas berfungsi untuk memancarkan cairan pemadam pada
APAR.
3. Kocok APAR
• Sebelum menggunakannya, kocok dahulu APAR beberapa kali. Hal ini
berguna untuk menaikkan tekanan dan lebih mengencerkan cairan
pemadam pada APAR.
• Kemudian cabut atau lepaskan pen pengaman.

4. Semprotkan pada api dengan jarak yang aman


• Peganglah APAR dan katup pemancar dengan satu tangan terkuat
sedangkan satu tangan yang lain memegang selang pemancar. Tekan katup
pemancar maka cairan pemadam pada APAR akan keluar melalui selang.
• Semprotkan pada sumber api dengan cara menyapu dan dimulai dari api
yang terdekat dengan kita. Berhati-hatilah karena cairan yang keluar
bertekanan tinggi dan bersuhu sangat dingin.
• Untuk menghindari efek dari dua hal tersebut, semprotkan pada jarak
aman yaitu kurang lebih sejauh 2 meter dari sumber api. Perhatikan pula
arah angin (harus searah).
Cara penggunaan APAR :
Cara evakuasi saat terjadi kebakaran :

1. Jangan panik.
2. Jangan menggunakan lift.
3. Segera menuju ke tanggga darurat terdekat.
4. Jangan lari tetapi berjalan cepat dan teratur, ikuti instruksi petugas.
5. Dahulukan pasien atau orang difabel.
6. Lepaskan sepatu yang berhak tinggi.
7. Bantu tamu yang kurang paham lingkungan gedung.
8. Jangan berhenti atau kembali mengambil barang yang tertinggal.
9. Segera menuju ke titik aman yang telah ditentukan.
Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri (APD) berfungsi untuk melindungi seluruh atau
sebagian tubuh petugas laboratorium terhadap kemungkinan adanya
potensi bahaya atau kecelakaan kerja.
Syarat-syarat APD :
1. Enak dan nyaman dipakai
2. Tidak mengganggu aktifitas kerja
3. Memberikan perlindungan efektif sesuai
dengan jenis bahaya di tempat kerja.
Penggunaan APD di laboratorium menyesuaikan dengan tingkat risiko
yang dihadapi atau tergantung jenis pelayanan yang diberikan.

APD yang digunakan secara umum di laboratorium :


1. Masker
2. Gloves / sarung tangan
3. Jas laboratorium
4. Sepatu tertutup.
Prinsip yang harus dipenuhi dalam pemilihan APD antara lain :
1. Harus dapat memberikan perlindungan terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya-
bahaya yang dihadapi (percikan, kontak langsung maupun tidak langsung).
2. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan.
3. Dapat dipakai secara fleksibel (reuse maupun dispossible).
4. Tidak menimbulkan bahaya tambahan.
5. Tidak mudak rusak.
6. Memenuhi ketentuan dari standar yang ada.
7. Pemeliharaan mudah.
8. Tidak membatasi gerak.
Penggunaan APD memerlukan 4 unsur yang harus dipatuhi :
1. Tetapkan indikasi penggunaan dengan mempertimbangkan:
• Risiko terpapar
• Dinamika transmisi:
• Transmisi penularan droplet dan kontak : Gaun, sarung tangan, masker
bedah, penutup kepala, goggles, sepatu pelindung.
• Transmisi airborne bisa terjadi pada tindakan yang memicu terjadinya
aerosol : Gaun, sarung tangan, masker N-95, penutup kepala, goggles,
sepatu pelindung dan face shield.
2. Cara "memakai" dengan BENAR.
3. Cara "melepas" dengan BENAR.
4. Cara mengumpulkan ("disposal") setelah dipakai.
Rekomendasi APD bagi tenaga medis dan paramedis berdasarkan tingkat
perlindungan

TINGKAT 1
Rekomendasi APD bagi tenaga medis dan paramedis berdasarkan tingkat
perlindungan

TINGKAT 2
Rekomendasi APD bagi tenaga medis dan paramedis berdasarkan tingkat
perlindungan

TINGKAT 3
Masker
Melindungi mulut dan hidung, harus dikenakan dengan benar agar
menutupi mulut dan hidung sepenuhnya serta mencegah penetrasi
cairan.

Masker yang digunakan perlu disesuaikan dengan tingkat intensitas


kegiatan tertentu.
Jenis-jenis masker :
Masker bedah 3 ply (Surgical mask 3 ply)
 Memiliki 3 lapisan (layers) yaitu lapisan luar kain tanpa anyaman
kedap air, lapisan tengah yang merupakan lapisan filter densitas
tinggi dan lapisan dalam yang menempel dengan kulit berfungsi
sebagai penyerap cairan saat batuk maupun bersin.

 Masker bedah efektif untuk menyaring droplet yang keluar dari


pemakai saat batuk atau bersin, namun bukan merupakan barier
proteksi pernafasan karena tidak bisa melindungi pemakai dari
terhirupnya partikel airborne yang lebih kecil.
Masker N95 (atau ekuivalen)
 Merupakan kelompok masker Filtering Facepiece Respirator (FFP)
sekali pakai (disposable).
 Memiliki kelebihan tidak hanya melindungi pemakai dari paparan
cairan berukuran droplet, tetapi juga dari cairan berukuran aerosol.
 Memiliki face seal fit yang ketat sehingga mendukung pemakai
terhindar dari paparan aerosol asalkan seal fit terpasang dengan
benar.
 Masker FFR yang ekuivalen dengan N95 yaitu FFP2 (EN 149- 2001,
Eropa), KN95 (GB2626-2006, Cina), P2 (AS/NZA 1716:2012,
Australia / New Zealand), KF94 (KMOEL-2017-64, Korea) dan DS
(JMHLW – Notification 214, 2018, Jepang).
 Direkomendasikan digunakan untuk tenaga kesehatan yang harus
kontak erat secara langsung dengan tingkat infeksius yang tinggi.
 Idealnya tidak untuk digunakan kembali, namun dengan ketersediaan
yang terbatas, masker N95 dapat dipakai ulang (kemampuan filtrasi
akan menurun) → perlu dilapisi dengan masker bedah pada bagian
luarnya.
 Masker N95 dapat dilepaskan tanpa menyentuh bagian dalam (sisi
yang menempel pada kulit) dan disimpan selama 3-4 hari dalam
kantung kertas sebelum dipakai kembali.
 Masker setingkat N95 yang dilapisi masker bedah dapat digunakan
selama 8 jam dan dapat dibuka dan ditutup sebanyak 5 kali.
 Masker N95 tidak dapat digunakan kembali jika pengguna sudah
melakukan tindakan yang menimbulkan aerosol.
Gaun (baju pelindung)
Digunakan selama prosedur laboratorium yang menyebabkan pakaian
atau kulit terpapar agen patogen, darah/cairan tubuh, sekresi atau
ekskresi.
Tahan terhadap cairan (fluid resistant).
Baju laboratorium :
• Lengan panjang dengan karet elastis di bagian pergelangan tangan
(cuff)
• Melewati lutut
• Menggunakan tali atau velcro di bagian belakang
• Hanya digunakan di area laboratorium.
Jenis baju pelindung : coverall dan gaun untuk isolasi, gaun untuk bedah,
jas laboratorium dan jas atau baju praktek dokter.
Bahan gaun yang digunakan kembali (reusable) terbuat dari polyester
atau kain katun-polyester. Gaun yang terbuat dari kain ini dapat dicuci
dengan aman sesuai prosedur rutin dan digunakan kembali.

Prosedur pencucian yang direkomendasikan adalah pencucian dengan


desinfektan klorin konsentrasi 1:99 pada suhu 57,2ᴼ-71ᴼC selama
minimal 25 menit.
Sarung tangan

 Untuk melindungi tangan dari kontaminan.


 Menggunakan sarung tangan dengan jenis dan ukuran yang tepat bisa
mengurangi risiko kontaminasi, paparan darah dan cairan tubuh
lainnya, bahan berbahaya serta penularan agen patogen.
 Sarung tangan harus diganti jika robek atau sangat terkontaminasi
selama penggunaannya.
 Dan yang terpenting sarung tangan bukanlah pengganti kebersihan
tangan (hand hygiene) → wajib cuci tangan setelah melepas sarung
tangan.
 Sarung tangan tidak boleh digunakan
untuk memegang atau menyentuh :
- Telepon / telepon seluler
- Komputer
- Pegangan pintu
- Tombol lift
- Alat tulis (kecuali yang ditinggal
di laboratorium)
- Area publik lainnya.
Jenis sarung tangan
Pelindung mata dan wajah
 Pelindung mata (eye protector) adalah salah satu jenis APD yang
diperlukan untuk melindungi mata dari paparan bahan kimia
berbahaya, percikan darah dan cairan tubuh, uap panas, sinar UV serta
pecahan kaca.
 Ada beberapa jenis pelindung mata, yaitu google, face shield, safety
glass dan respirator seluruh wajah (full-face respirators).
 Pelindung mata maupun pelindung wajah yang baik harus memiliki
fitur berupa ventilasi indirek, bahan yang jernih, tahan gores, seal yang
baik, anti kabut dan tali yang dapat disesuaikan.
Alas kaki (sepatu pelindung)
• Sepatu pelindung kaki antara lain boots, sepatu karet dan sepatu kets
dapat digunakan kembali setelah dilakukan pencucian dan desinfektan
oleh petugas yang telah menggunakan sarung tangan dengan cara :
a. Mencuci sepatu pelindung kaki dengan menggunakan deterjen
pada suhu 20 – 30oC.
b. Menggunakan desinfektan klorin setelah dibilas dengan
menggunakan air bersih.
c. Mengeringkan sepatu pelindung dengan cara dijemur.
TATA CARA PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI

Sumber : Pedoman Pencegahan dan Pengendaliaan Covid-19, Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020
Sumber : Pedoman Pencegahan dan Pengendaliaan Covid-19, Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020
Sumber : Pedoman Pencegahan dan Pengendaliaan Covid-19, Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020
TATA CARA PELEPASAN ALAT PELINDUNG DIRI

Sumber : Pedoman Pencegahan dan Pengendaliaan Covid-19, Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020
Sumber : Pedoman Pencegahan dan Pengendaliaan Covid-19, Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020
Sumber : Pedoman Pencegahan dan Pengendaliaan Covid-19, Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020
Rekomendasi Minimalisasi Risiko Penularan pada Nakes :

1. Hand Hygiene sesuai ketentuan yang berlaku.


2. Tidak menyentuh area muka.
3. Tidak berkontak salam dengan pasien atau dengan Nakes yang lain.
4. Menerapkan etika batuk dan bersin yang benar di antara sesama
Nakes.
5. Tidak membawa-bawa alat medis di poli, IGD atau laboratorium
keluar dari areanya.
6. Tidak menggantung APD bekas pakai (jika ada), melainkan
menempatkannya sesuai ketentuan yang berlaku.
7. Mandi dan berganti baju sebelum Nakes pulang ke rumah.
Pemeriksaan kesehatan bagi pekerja
A. Pemeriksaan awal
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan terhadap karyawan baru
sebelum bekerja. Tujuannya untuk memperoleh gambaran status
kesehatan calon karyawan.
B. Pemeriksaan berkala
Pemeriksaan kesehatan terhadap staf yang dilakukan secara rutin atau
berkala dengan jarak waktu tertentu disesuaikan dengan besarnya risiko
kesehatan yang dihadapi.

C. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan kesehatan terhadap staf yang dilakukan diluar waktu
pemeriksaan berkala, yaitu pada:
1. Pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja atau penyakit
yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2 minggu.
2. Pekerja berusia di atas 40 tahun atau pekerja berusia muda yang
melakukan pekerjaan tertentu.
TERIMA KASIH
Jenis gaun dan penggunaannya

You might also like