You are on page 1of 13

Rasionalisme Kritis

K.R. Popper (1906-1994)


• Rasionalisme Kritis adalah teori ilmu pengetahuan yang menilai kebenaran
berdasarkan pengujian teori dengan metode falsifikasi. Rasionalisme kritis
muncul pada masa yang sama dengan positivisme logis.

• Tokoh utama teori ini adalah K.R. Popper (1906-1994) yang pada saat itu
belajar ilmu fisika di Wina, ibu kota Austria dan kemudian bertemu dengan
bertemu dengan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan zaman itu seperti Karl Jung,
Adler, Sigmund Freud dan Albert Einstein.

• Popper melakukan pengamatan terhadap teori Freud, Adler, Marx, dan


Einstein. Kemudian mendapatkan kesimpulan dari perbedaan dasar dari teori
Einstein dengan teori Freud, Adler dan Marx. Dimana titik tolak teori Einstein
bukan pada fakta eksperimen, akan tetapi kekurangan teori tersebut ketika di
uji sehingga mendorongnya untuk mencari pemecahan baru yang akan
menghasilkan teori yang lebih rapi.
• Pada tahun 1919 Athur Eddington melakukan pengujian pada teori Einstein.
Dari hasil pengujian tersebut terbukti bahwa teori Relativitas Einstein terbukti
benar, mematahkan teori Newton yang telah menjadi kiblat ilmu gravitasi
selama 300 tahun.

• Dari hasil eksperimen ini Popper menarik kesimpulan bahwa menghadapkan


teori pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya adalah
satu-satunya cara yang tepat untuk mengujinya dan juga satu-satunya cara
yang memungkinkan ilmu pengetahuan dapat berkembang terus-menerus.
• Pemahaman akan pentingnya usaha menunjukkan ketidakbenaran sebuah teori
oleh Popper dikembangkan menjadi teori ilmu pengetahuan yang baru yang
ditulis dalam bukunya “The Logic of Scientific Discovery”
• Asas-asas teori ilmu pengetahuan Popper ini sesuai dengan asumsi pokok
teorinya sendiri, yaitu bahwa suatu teori harus diuji dengan
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan
ketidakbenarannya.

• Rasionalisme kritis ini dihadirkan oleh Popper sebagai penolakan atas


positivisme logis. Jika menurut positivisme logis, filsafat ilmu pengetahuan
bertugas menanamkan dasar ilmu pengetahuan. Dan pada awal
perkembangan positivisme logis berharap pengetahuan yang dihasilkan
melalui penelitian ilmiah selalu “benar secara mutlak”.

• Popper juga menolak dua asas pokok positivisme logis dan memberikan
tugas lain kepada filsafat ilmu pengetahuan, yaitu menunjukkan dengan
metode apa pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dapat
diperbaiki.
1. Penolakan Induksi

• Menurut Popper penalaran induksi hanya khayalan belaka. Jenis


penalaran ini tidak dapat menghasilkan ilmu pengetahuan yang benar
dan berlaku.
• Popper memberikan contoh kasus antara angsa berwarna putih dengan
angsa yang berawarna hitam. Orang eropa selama ratusan tahun bahkan
hingga ribuan tahun percaya bahwa semua angsa adalah putih karena
memang di tempat tersebut hanya ditemukan angsa berwarna putih.
• Seketika keyakinan tersebut runtuh ketika para pelancong Eropa
menemukan angsa yang berawarna hitam di Sungai Victoria berlokasi di
negara Australia pada pertengahan abad ke-17. Dengan penemuan
tersebut keyakinan orang eropa terbukti salah.
Premis 1 :Angsa itu putih
Premis 2 : Angsa itu putih
Premis 3 : Angsa itu putih Penalaran Induktif

Kesimpulan : Semua angsa putih


Penalaran Deduktif

Menurut Popper, untuk menghasilkan


pengetahuan ilmiah yang berlaku dan benar,
maka kesimpulan yang ditarik harus Premis 1 : Semua angsa putih
berdasarkan penalaran yang benar dan berlaku Premis : Ini seekor angsa
pula yaitu dengan penalaran deduktif. Sehingga Kesimpulan : Semua angsa putih
pengetahuan yang dihasilkan berupa teori
pengetahuan yg selalu bersifat hipotesis dan
wajar jika dikritisi atau bahkan disalahkan.
2. Penolakan fakta keras, Popper berpendapat bahwa fakta keras yang berdiri
sendiri dan terpisah dari teori sebenarnya tidak ada, karena fakta keras selalu
terkait dengan teori, yakni berkaitan pula dengan asumsi atau pendugaan
tertentu. Dengan demikian pernyataan pengamatan, yang dipakai sebagai
landasan untuk membangun teori dalam positivisme logis tidak pernah bisa
dikatakan benar secara mutlak.

3. Asas Falsiiabilitas, secara sederhana, teori falsifikasi ingin mengatakan


bahwa kekuatan suatu statement atau teori itu bukan ditentukan dari tingkat
validitas atau kebenaran teori tersebut namun ditentukan dari apakah teori
tersebut dapat dibuktikan/diuji kesalahannya [difalsifikasikan---false=salah]

4. (Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan) Menurut Popper untuk


mengembangkan ilmu pengetahuan diperlukan pernyataan yang dapat diuji.
Namun harus dibedakan juga bahwa ada pengetahuan yang dapata diuji dan
pengetahuan yang tidak dapat di uji (agama, metafisika, pengetahuan non
ilmiah)
1. Masalah 1 (M1)
Tahap-Tahap
Pengembangan Ciptaan

Pengetahuan 2. Teori 1 (T1)


Deduksi

3. Ramalan (R1….n)
Percobaan
Eksperimen/ Tes

5a. Teori (T1) Tidak berhasil 5b. Teori (T1) berhasil


difalsiikasikan difalsiikasikan

6a. Teori (T1) sementara waktu 6b. Teori (T1) dibuang


diterima Masalah (M2) baru

7a. Perancangan Pengujian yang 7b. Ciptakan Teori baru (T2)


lebih ketat
• Titik permulaan proses pengembangan ilmu pengetahuan.
Terlihat bahwa M2 muncul dari gagalnya T1. namun
kemunculan M1 menurut Popper juga timbula akibat ada
benturan suatu teori dengan pengujian. Jadi jika ditelusuri
secara alur mundur maka perkembangan ilmu pengetahuan
melalui teori-teori primitif, mitos-mitos dan harapan-harapan
secara turun temurun.

• Popper menyimpulkan, betapapun sederhananya sebuah teori


itu adlah unsur rasio dan bagian dari pembawaan manusia.
Teori adalah unsur tetap dalam evolusi manusia
Ciri-ciri Penelitian Ilmiah
01 02 03 04
Bentuk Logis Dasar Memilih Peranan Metode Isi Empiris Teori
Teori Antara Teori Penelitian
Penerapa
• Teori Selanjut n Empiris
nya Melakuk
yang dengan 2
melakuk an
memili ukuran,
an perband
ki yaitu:
penyelid ingan
keabsa • Tingkat
ikan antara
han informas
• Teori Ilmu Pengetahuan dan Kebebasan Berpikir

Rasionalisme kritis mengatakan bahwa fakta-fakta adalah ciptaan manusia dan tidak pernah
benar secara mutlak. Rasionalisme kritis memberikan kebebasan berpikir penuh kepada
manusia. Untuk memperbaiki kehidupannya manusia dituntut untuk mengembangkan
pengetahuan ilmiah dengan cara mengungkapkan kesalhan-kesalahan yang tersimpan dalam
pikirannya.

Teori merupakan jalan menuju fakta-fakta baru. Sejarah perdaban menurut rasionalisme kritis
adalah sejarah penciptaan fakta-fakta baru dan sejalan dengan itu, sejarah pengujian teori-
teori terus dikembangkan oleh manussia.

Para ilmuan dengan segala teori yang diciptakannya perlu untuk tidak menghindari adanya
falsifikasi terhadap teori dan konsep tersebut. Dalam hal ini falsifikasi tidak bermaksudkan
untuk menghancurkan apa yang sudah ada, hanya saja sebagai upaya untuk meningkatkan hal-
hal yang perlu diperbaiki, serta memperkuat teori yang ada tersebut.
Kritik terhadap Rasionalisme Kritis
• Kritik dari Kuhn (1922-1996)

Kuhn menyimpulkan bahwa jalan perkembangan ilmu pengetahuan menyimpang jauh dari
gambaran yng diberikan oleh Popper. Menurutnya ada 2 tahapan perkembangan ilmu
pengetahuan. Tahap normal dan tahap revolusi.

Kuhn mendasarkan pada sejarah ilmu, ia berpendapat bahwa terjadinya perubahan-perubahan


yang berarti tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris untuk membuktikan salah suatu
teori/sistem melainkan berlangsung melalui revolusi-revolusi ilmiah . Yang dimaksud dengan
revolusi ilmiah,”Segala perkembangan nonkumulatif di mana paradigma yang telebih dahulu ada
diganti dengan tak terdamaikan lagi, keseluruhan ataupun sebagian, dengan yang baru.”
Kritik dari Winch

Kritik Winch terhadap filsafat ilmu pengetahuan Popper adalah terhadap


asumsi dasar yang lain darinya, yaitu bahwa tujuan pengetahuan adalah
mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkesatuan.

Menurutnya , ada perbedaan mendasar antara ilmu sosial dan ilmu alam.
Jika ilmu pengetahuan alam bertujuan menemukan hukum alam dan
memberikan penjelasan, maka ilmu pengetahuan sosial budaya lebih
bertujuan menginterpretasikan fenomena sosial budaya itu sendiri

Sesuai dengan sifat dasar kenyataan sosial ini, asas filsaat ilmu
pengetahuan yang mendasari illmu alam tidak dapat dianggap berlaku
bagi ilmu-ilmu sosial.

You might also like