You are on page 1of 17

Semantik Tindak Tutur

Kelompok 8
O - Hidayat Ichwanuddin Hasan
O - Naila Husna Rohmah
O - Naili Rohmatul Faizah
A. Pragmatik Tindak Tutur
Pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari
pemakaian bahasa yang dikaitkan dengan konteks
pemakaiannya. Makna bahasa tersebut dapat dimengerti bila
mitra tutur mengetahui konteksnya. Batasan pragmatik adalah
aturan-aturan pemakaian bahasa mengenai bentuk dan makna
yang dikaitkan dengan maksud pembicara, konteks dan
keadaan.
Wijana (1996:2) menekankan pentingnya konteks dalam
pragmatik, beliau menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji
makna yang terikat konteks.
Ditegaskan pula oleh Searle, Kiefer dan Bierwich (1980:9)
menyatakan, "Pragmatik berkaitan dengan interpretasi suatu
ungkapan yang dibuat mengikuti aturan sintaksis tertentu dan
cara menginterpretasi ungkapan tersebut di dalam konteks".
Dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu
yang mempelajari tuturan dalam suatu bahasa yang
berhubungan dengan konteks yang dipengaruhi oleh
pengetahuan dan latar belakang dari penutur dan
mitra tutur untuk dapat memahami makna dan tujuan
suatu tuturan secara menyeluruh. dalam suatu ujaran.
B. Tindak Tutur
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa tindak tutur
adalah segala tindak yang dilakukan seseorang dalam berbicara. Richard
(1995) mengemukakan bahwa tindak tutur (dalam arti yang sempit
sekarang) adalah istilah minimal dari pemakaian situasi tutur/peristiwa
tutur/tindak tutur. Ketika kita berbicara, kita melakukan tindakan-
tindakan seperti memberi laporan, membuat pernyataan-pernyataan,
mengajukan pertanyaan, memberi peringatan, memberi janji, menyetujui,
menyesal dan meminta maaf.
Berkenaan dengan tindak tutur ini Chaer dan Leonie Agustine (1995)
berpendapat bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat
psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa
si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur itu yang
lebih dilihat adalah makna atau arti tindakan dalam tuturannya.
1, Tindakan
(action)
Tindak Tutur
1. Lokusi
2. Ucapan 2. Ilokusi
3. Perlokusi
1.Tindak Lokusi.
Tidak tutur lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk
menyatakan sesuatu, tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna
kalimat sesuai dengan makna kata itu di dalam kamus dan makna kalimat itu
menurut kaidah sintaksisnya (Gunarwan dalam Rustono, 1999: 37).
Austin dalam How to do things with words (1962:100) menyatakan tindak
lokusi adalah “The act of saying something” maksudnya tindak lokusi adalah
tuturan yang disampaikan oleh penutur sesuai dengan keadaan situasi yang
sesungguhnya tanpa ada indikasi untuk mencapai tujuan lain dari tuturannya
tersebut.

Contoh tindak tutur lokusi adalah :


Ketika seseorang berkata “badan saya lelah sekali”.
Penutur tuturan ini tidak merujuk kepada maksud tertentu kepada mitra
tutur. Tuturan ini bermakna bahwa si penutur sedang dalam keadaan
lelah yang teramat sangat, tanpa bermaksud meminta untuk diperhatikan
oleh si mitra tutur. Penutur hanya mengungkapkan keadaannya yang
tengah dialami saat itu
2. Tindak tutur ilokasi
Austin tindak tutur ilokusi sebagai “performance of
an act in saying something.” Menurut Austin, tindak tutur
merupakan tindakan melalui tuturan. Ketika keluar dari
sebuah kendaraan, seseorang berkata “mind your
head”kepada mitra tutur. Tujuan tuturan ini adalah
mengingatkan penutur bahwa atap kendaraan rendah dan
agar mitra tutur membungkuk ketika melewatinya.
Tindak tutur ilokusi menurut Searle (1975: 2)
diklasifikasikan kedalam lima jenis fungsi yang
membentuk tindak tutur yaitu: deklaratif, representatif,
ekspresi, direktif, dan komisif.
a. Deklaratif
Tindak tutur deklaratif merupakan tindak tutur yang
dimaksudkan penuturnya utuk menciptakan hal (status, keadaan,
dan sebagainya) yang baru. Tindak tutur ini disebut juga dengan
istilah isbati. Yang termasuk ke dalam jenis tuturan ini adalah
tuturan dengan maksud mengesankan, memutuskan,
membatalkan, melarang, mengabulkan, mengizinkan,
menggolongkan, mengangkat, mengampuni, memaafkan.

Tindak tutur deklarasi dapat dilihat dari contoh berikut ini.


a) “Ibu tidak jadi membelikan adik mainan.” (membatalkan)
b) “Bapak memaafkan kesalahanmu.” (memaafkan)
c) “Saya memutuskan untuk mengajar di SMA almamater
saya.” (memutuskan).
b. Representatif
Representatif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya
kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya. Tindak tutur jenis
ini juga disebut dengan tindak tutur asertif. Yang termasuk tindak
tutur jenis ini adalah tuturan menyatakan, menuntut, mengakui,
menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan,
berspekulasi.

Contoh jenis tuturan ini adalah: “my sister is always the smartest
in class”.
Tuturan tersebut termasuk tindak tutur representatif sebab berisi
informasi yang penuturnya terikat oleh kebenaran isi tuturan
tersebut. Penutur bertanggung jawab bahwa tuturan yang
diucapkan itu memang fakta dan dapat dibuktikan di lapangan
bahwa si adik rajin belajar dan selalu mendapatkan peringkat
pertama di kelasnya
c. Ekspresif.
Tindak tutur ini merupakan tindak tutur yang menyatakan
perasaan penuturnya. Searle menyatakan bahwa tindak tutur
ekspresif adalah tindak tutur yang digunakan untuk menyatakan
kondisi piskologis tertentu dalam keadaan yang sebenarnya
mengenai sebuah permasalahan yang ditentukan oleh konteks.

Contoh Tuturan :
“Sudah kerja keras mencari uang, tetap saja hasilnya tidak
bisa mencukupi kebutuhan keluarga”.
Tuturan tersebut merupakan tindak tutur ekspresif mengeluh yang
dapat diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang dituturkannya,
yaitu usaha mencari uang yang hasilnya selalu tidak bisa memenuhi
kebutuhan hidup keluarga.
d. Komisif
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya
untuk melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya,
misalnya bersumpah, berjanji, mengancam, menyatakan kesanggupan,
berkaul. Searle (1975: 12) berpendapat bahwa tindak tutur komisif
adalah tuturan ilokusi yang menitik beratkan pada komitmen penutur
terhadap tindakannya di masa yang akan datang.
Contoh:
Maya: "baik, besok hari minggu aku akan datang ke rumahmu"
Desi: okey, aku tunggu
Dalam percakapan di atas penutur mengikat melaksanakan
tuturannnya. Dan dalam tuturannya penutur berjanji akan datang
bertamu ke rumah temannya pada hari minggu. Tuturan ini
diucapkan oleh penutur dan akan dilakukan olehnya namun
sebenarnya tujuan dari tuturan ini adalah untuk kepentingan mitra
tutur, bukan untuk kepentingan si penutu
e. Direktif.
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan
penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai apa yang
disebutkan di dalam tuturannya. Yang termasuk ke dalam tindak
tutur jenis ini antara lain tuturan meminta, mengajak, memaksa,
menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih,memerintah,
mendesak, memohon, menantang, memberi aba-aba.

Contohnya adalah : “Bantu aku memperbaiki tugas ini”.


Contoh tersebut termasuk ke dalam tindak tutur jenis direktif sebab
tuturan itu dituturkan dimaksudkan penuturnya agar melakukan
tindakan yang sesuai yang disebutkan dalam tuturannya yakni
membantu memperbaiki tugas. Indikator dari tuturan direktif
adalah adanya suatu tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur
setelah mendengar tuturan tersebut
3. Tindak Perlokusi.
Tuturan yang diucapkan penutur sering memiliki efek atau daya pengaruh
(perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu
itulah yang oleh Austin (1962: 101) dinamakan perlokusi. Efek atau daya
tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara segaja, dapat pula secara
tidak sengaja. Tindak tutur yang pengujaran dimaksudkan untuk memengaruhi
mitra tutur inilah merupakan tindak perlokusi.
Contoh:
Ibu : Ini sup ayam sarapan pagi buat kamu. (Lokusi)
Anak : Kok banyak sekali, bu. (Ilokusi)
Ibu : Makan saja secukupnya. (Perlokusi)
Lokusi = menginformasikan bahwa sang ibu membuatkan sarapan pagi
buat anaknya yaitu sup ayam
Ilokusi = Anak menyatakan bahwa porsi yang di berikan kepadanya terlalu
banyak dan tak sanggup untuk menghabiskannya.
Perlokusi = Ibu memahami dan memaklumi bahwa anak tak sangggup
menghabiskannya, jadi ibu menuyuruh untuk memakan seperlunya/
secukupnya saja.
B. PERISTIWA TUTUR
Peristiwa tutur merupakan gejala yang bersifat sosial, serta dapat dikatakan bahwa
peristiwa tutur ini merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur.
Chaer dan Leonie Agustine (1995) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan peristiwa
tutur (speechevent) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu
bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yakni petutur dan lawan tutur, dengan satu
pokok tuturan dalam waktu, tempat dan situasi tertentu.
Percakapan antara penutur dengan petutur yang dapat disebut peristiwa tutur, meliputi :
- ada partisipan (penutur dan petutut).
- menunjukkan para penutur, siapa yang menjadi penutur dan petutur. Antara penutur dan
petutur, tentunya saling berinteraksi dan saling bertukar peran. Penutur sebagai pemberi
informasi, akan berganti menjadi petutur, dan petutur akan menjadi penutur, demikian
seterusnya silih berganti sampai pembicaraaan berakhir.
- satu pokok tuturan.
- harus dalam waktu tertentu.
- tempat tertentu,
- situasi tertentu.
Dengan demikian apabila ada percakapan yang tidak memenuhi kelima kriteria itu,
bukanlah suatu peristiwa tutur. Hal ini berarti berkenaan dengan persoalan waktu, tempat dan
situasi berlangsungnya tuturan.
C. Semantik dan Pragmatik
Hubungan antara bentuk dan makna dalam Pragmatik
banyak diulas oleh Yule (2001).
Gile mendefisinikan pragmatik sebagai studi tentang
hubungan antara bentuk-bentuk linguistuk dan manusia yang
menjadi konsumen bentuk-bentuk itu. Dia juga menegaskan
bahwa analisis semantik berusaha membangun hubungan antara
deskripsi verbal dan pernyataan-pernyataan hubungan di dunia,
baik secara akurat atau tidak, tanpa menghiraukan siapa yag
menghasilkan deskripsi tersebut. Penjelasan Yule ini
menyakinkan kita akan adanya hubungan yang kuat antara
makna semantik dan pragmatik.
Diakui secara konvensional ada perbedaan antara semantik dan
pragmatik oleh Bach dinilai berdasarkan tiga hal:
1. Linguistics Meaning vs Use.
Linguistics meaning atau makna semantik dibedakan dengan use atau pemakainya.
Semantik dan pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang sama-sama menelaah makna-makna satuan
lingual. Bedanya semantik mempelajari makna linguistik atau makna bersifat internal, sedangkan
pragmatik mempelajari makna penuturatau makna yang bersifat eksternal yang berhubungan dengan
konteks.
2. Truth-Conditional vs Non-Truth-Conditional Meaning
Semantik itu berhubungan dengan aspek-aspek makna konvensional, yakni bahwa terdapat hubungan
yang stabil antara makna dan bentuk. Sehingga bisa dikatakan semantik itu mengambil pendekatan legal-
formal dengan memfokuskan bentuk fonem, morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Semantara itu
pragmatik berhubungan dengan aspek-aspek memperhitungkan konteks, dengan itu pragmatik dikatakan
mengambil pendekatan fungsional.

3. Context Independensi vs Context Dependence


Yang dimaksud dengan makna secara internal adalah makna yang bebas konteks eksternal (context
indenpendense),dapat diartikan tanpa adanya suatu konteks eksternal.
Sedangkan makna yang dikaji secara eksternal, yaitu makna yang terikat konteks (context dependent), yaitu
satuan-satuan bahasa dalam suatu tuturan tersebut dapat dijelaskan apabila ada suatu konteks, yaitu konteks
siapa yang berbicara, kepada siapa orang itu berbicara, bagaiman keadaan si pembicara; kapan, dimana, dan
apa tujuannya, sehingga maksud si pembicara dapat di mengerti oleh orang-orang rang di sekitarnya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara semantik dan pragmatik terletak pada
konteks. Dan keterkaitannya antara hubungan semantik dan pragmatik adalah bahwa makna pragmatik
telah mengisi ruang ruang kosong yag selama ini belum dijangkau oleh semantik struktural, sehingga dari
sinilah aras semantik meluas pada tiap-tiap komponen linguistuk.
SEKIAN
DAN
TERIMAKASIH

You might also like