You are on page 1of 8

KEBIJAKAN EKONOMI

MASA DEMOKRASI LIBERAL


1. Gunting Syafruddin
2. Gerakan Benteng
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
5. Persaingan finansial ekonomi
(FINEK)
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun
(RPLT)
7. Musyawarah Nasional
Pembangunan (Munap)
Gunting Syafruddin
• Kebijakan pemotongan nilai uang atau
sanering yang diambil Menteri Keuangan
Syafruddin Prawiranegara. (Kab. Natsir)
• Pada 20 Maret 1950
• Semua uang yang bernilai Rp 2,50 ke atas
dipotong nilainya hingga setengahnya.
• Tujuannya, menanggulangi defisit
anggaran sebesar Rp 5,1 miliar. Dengan
kebijakan ini, jumlah uang yang beredar
bisa berkurang.

Gerakan Benteng
• Sistem ekonomi yang bertujuan mengubah
struktur ekonomi kolonial menjadi struktur
ekonomi nasional.
• Sistem ini dicanangkan oleh Menteri
Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo
(Kab. Natsir)
• Cara dengan menumbuhkan pengusaha
pribumi Indonesia lewat kredit 700
pengusaha.
• Program ini gagal karena pengusaha tak
mampu bersaing dengan non-pribumi dan
mental konsumtif.
• Kegagalan ini justru menambah defisit
anggaran dari Rp 1,7 miliar pada 1951
menjadi Rp 3 miliar pada 1952
Nasionalisasi De Javasche Bank
• Pada 1951, pemerintah (Kab. Suki8man)
menasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia. Bank milik
Belanda itu dijadikan sepenuhnya bank
milik Indonesia untuk menaikkan
pendapatan, menurunkan biaya ekspor,
dan menghemat secara drastis.
• Dengan nasionalisasi bank milik Belanda,
pemerintah lebih leluasa dalam
menjalankan kebijakan ekonomi dan
moneter.
• Mr. Stafruddin Prawiranegara menjadi
gubernur BI pertama kali.
Sistem Ekonomi Ali-Baba
• Diprakarsai oleh Menteri Perekonomian
Kabinet Ali I, Iskaq Tjokrohadisurjo.
• Program ini diberi nama Ali Baba karena
melibatkan pengusaha pribumi (Ali) dan
pengusaha keturunan Tionghoa (Baba).
• Lewat program ini, pengusaha keturunan
Tionghoa diwajibkan melatih tenaga
pribumi. Sebagai imbalan, para pengusaha
keturunan Tionghoa akan mendapat
bantuan kredit dan lisensi dari pemerintah.
• Program ini gagal krn pribumi hanya
dijadikan alat untuk dapat kredit oleh
Tionghoa
Persaingan finansial ekonomi
(FINEK)
• Utang kepada Belanda seperti yang
disepakati lewat Konferensi Meja Bundar
(KMB), memberatkan Indonesia.   Untuk
itu,
• Pada 7 Januari 1956, Indonesia (Kab. Ali II)
memutuskan langkah Finansial Ekonomi
(Finek). Isinya: Persetujuan hasil KMB
dibatalkan Indonesia keluar dari Uni
Indonesia-Belanda
• Akibatnya, banyak pengusaha Belanda
yang menjual perusahaannya. Di sisi lain,
pengusaha pribumi belum mampu
mengambil alih perusahaan-perusahaan
Rencana Pembangunan
Lima Tahun (RPLT)
• Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) merancang Rencana Pembangunan Lima
Tahun (RPLT) dengan tujuan pembangunan dapat
berjalan sesuai kerangka yang disepakati. Sebab
saat itu, kabinet pemerintahan kerap berganti.
• RPLT disetujui DPR pada 11 November 1958.
Pembiayaan Rp 12,5 miliar rencananya akan
digunakan untuk pembangunan selama lima tahun
dari 1956 sampai 1961.
• Namun RPLT tak berjalan karena depresi ekonomi di
Amerika Serikat dan Eropa Barat. Perekonomian
dalam negeri terkena imbasnya. Ekspor lesu dan
pendapatan negara merosot.
Musyawarah Nasional
Pembangunan (Munap)
• Kabinet Juanda, terjadi kesenjangan
antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Masalah ini diatasi
dengan diadakannya Musyawarah Nasional
Pembangunan (Munap).
• Munap mengubah rencana pembangunan
yang sudah ditetapkan agar lebih sesuai
dengan kebutuhan.
• Kendati demikian, tetap saja Munap tak
mampu menyelesaikan masalah. Ini karena
pemberontakan politik PRRI/Permesta.

You might also like