You are on page 1of 46

LAPORAN KASUS

EPILEPSI
Pembimbing:
dr. Samadhi Tulus Makmud, Sp.S

Disusun oleh:
Priska Amanda K (406192044)

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAF


PERIODE 6 SEPTEMBER – 2 OKTOBER 2021
RUMAH SAKIT SUMBER WARAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Identitas Pasien
• Nama : Tn. Z
• Usia : 51 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Alamat : Jl. Angke Barat no. 1, Jakarta Barat
• Pendidikan terakhir : SMA
• Pekerjaan : Karyawan
• Status Perkawinan : Menikah
• Agama : Islam
• Suku bangsa : Jawa
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Rumah Sakit Sumber
Waras pada tanggal 8 September 2021 2021, pukul 10.00 WIB.

Keluhan Utama

Kejang 1 bulan SMRS


Riwayat Penyakit Sekarang
• Seorang pasien laki-laki berusia 51 tahun datang ke poliklinik Saraf RS SW
dengan keluhan kejang 1 Bulan SMRS. Kejang terjadi tiba-tiba saat pasien
sedang beraktivitas, pasien tiba-tiba jatuh lalu kejang. Kejang terjadi
diseluruh tubuh disertai kaku dan kelojotan, pasien dalam keadaan tidak
sadar. Saat kejang, mata mendelik keatas. Pasien juga mengaku sebelum
kejang dirinya terasa seperti akan pingsang. Kejang berlangsung kurang
lebih 5 menit. Setelah kejang pasien mengaku tersadar dan merasa lelah.
Keluhan kejang dirasakan sejak tahun 2018. Pasien mengaku sering
kejang berulang. Kejang yang terjadi tidak disertai dengan demam.
Kejang biasanya terjadi 1 kali dalam sebulan. Keluhan nyeri kepala,
demam, mual dan muntah disangkal. BAK dan BAB normal.
Anamnesis

Riwayat Riwayat penyakit


penyakit dahulu keluarga
• Riwayat kejang beberapa kali saat pasien kecil, pasien mengaku lupa
• Keluhan serupa disangkal
usia dan pola kejang saat itu.

• Trauma kepala (-) • Hipertensi (+) ibu pasien

• Infeksi SSP (-) • DM (-)


• Hipertensi (+)

• DM (-)

• Stroke (-)
Anamnesis
Riwayat Pengobatan

Pasien mengonsumsi obat Phenytoin 3 x 100 mg dan Amlodipin 1 x 5 mg


Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 8
September 2021 pukul 10.00 WIB.

Keadaan Umum
Tampak sakit ringan Tanda Vital
 
• Tekanan Darah : 168/101 mmHg
Kesadaran • Frekuensi nadi : 89 x/menit, reguler, isi cukup
Compos Mentis E4M6V5 • Frekuensi pernapasan: 20 x/menit
• Suhu tubuh : 36,4C
Status Generalis
Kepala : Normocephali

Mata : Kedudukan simetris, kedua palpebra superior dan


inferior tidak terlihat edema, air mata (+/+), sklera ikterik (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), refleks cahaya langsung +/+, refleks
cahaya tidak langsung +/+, Isokor, cekung (-/-)

Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret (-)

Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, sekret (-),


perdarahan hidung (-)

Mulut : Bentuk normal, mukosa basah (+), sianosis (-), lidah


kotor(-), tremor (-), faring hiperemis(-), perdarahan gusi (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba
membesar di leher
Paru
Inspeksi : tampak simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, tidak
ada retraksi sela iga
Palpasi : sela iga normal, tidak melebar maupun mengecil, tidak teraba
massa
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru, batas paru hati normal
Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak teraba pada sela iga V linea midclavicula kiri
Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS V sternal line dextra
Batas kiri jantung : ICS V mid clavicula line sinistra
Batas atas jantung : ICS III parasternal line sinistra
Auskultasi: BJ I-II normal, reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
• Inspeksi : Datar
• Auskultasi: Bising Usus (+)
• Perkusi : Timpani pada seluruh lap. abdomen
• Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), Massa (-), Defans muskuler (-),
Organomegaly (-)

Kulit • Kulit kuning langsat, ikterik (-), lesi kulit (-)

Ekstermitas • Akral hangat, edema (-), CRT<2 detik, turgor kulit baik
Status Neurologis
Status Neurologis
• Refleks Fisiologis
• Biceps : ++/ ++
• Triceps : ++/ ++
• Patella : ++ /++
• Achilles : ++/ ++

• Reflex Patologis
• Hoffman-Tromner : -/-
• Babinski : -/-
• Chaddock : -/-
• Oppenheim : -/-

• Pemeriksaan motorik
• Trofi: Eutrofi / Eutrofi
• Tonus Otot: Normotonus/Normotonus
• Kekuatan otot:
• 5555/5555
• 5555/5555

• Pemeriksaan sensorik
• Raba Halus: normal
• Nyeri: normal
• Suhu: normal
Resume
Telah diperiksa seorang pasien laki-laki usia 51 tahun dengan keluhan kejang 1 Bulan SMRS. Kejang terjadi tiba-tiba saat

pasien sedang beraktivitas, pasien tiba-tiba jatuh lalu kejang. Kejang terjadi diseluruh tubuh disertai kaku dan kelojotan, pasien

dalam keadaan tidak sadar. Saat kejang, mata mendelik keatas. Pasien juga mengaku sebelum kejang dirinya terasa seperti akan

pingsang. Kejang berlangsung kurang lebih 5 menit. Setelah kejang pasien mengaku tersadar dan merasa lelah. Keluhan kejang

dirasakan sejak tahun 2018. Pasien mengaku sering kejang berulang. Kejang yang terjadi tidak disertai dengan demam. Kejang

biasanya terjadi 1 kali dalam sebulan. Keluhan nyeri kepala, demam, mual dan muntah disangkal. BAK dan BAB normal.

berdasarkan pemeriksaan fisik Keadaan umum tampak sakit ringan, compos mentis (GCS E4M6V5), tekanan darah 168/101

mmHg, nadi 89x/menit, pernapasan 20x/menit, dan suhu 36.4oC. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Status neurologis

dalam batas normal


Diagnosa

Diagnosa Kerja
Diagnosis Klinis : Generalized tonic-clonic seizure
Diagnosis Topis : Korteks serebri 
Diagnosis Etiologi : Epilepsi
Diagnosa sekunder : Hipertensi

Rencana Diagnostik
• EEG
Tatalaksana
Medikamentosa Non Medikamentosa

• Phenytoin 100 mg 3x1 tab ∙ Edukasi pasien tentang penyakit yang


• Amlodipin 5 mg 1x1 tab diderita dan cara penanganannya
∙ Edukasi ke keluarga pasien ttg kejang dan
• Vit B1 100 mg 1x1 tab apa yang harus dilakukan bila pasien
• Vit B6 10 mg 2x1 tab tersebut sedang kejang.
∙ Edukasi untuk menghindari faktor
• Vit B12 50 mcg 2x1 tab
pencetus.
Prognosis

• Ad vitam : bonam
• Ad functionam : dubia ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
• Bangkitan epileptik adalah terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat
aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak.

• Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau


for Epilepsy (IBE) definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh
adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, dan
juga ditandai oleh adanya faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan
konsekuensi sosial akibat kondisi tersebut.
DEFINISI
Epilepsi ditandai dengan kondisi/gejala berikut:
• Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks dengan jarak waktu
antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam.
• Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan kemungkinan terjadinya
bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2
bangkitan tanpa provokasi/bangkitan refleks (misalkan bangkitan pertama yang terjadi 1
bulan setelah kejadian stroke, bangkitan pertama pada anak yang disertai lesi struktural dan
epileptiform discharges)
• Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.
Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor
pencetus spesifik, seperti stimulasi visual, auditorik, somatosensitif, dan
somatomotor.
EPIDEMIOLOGI
• Prevalensi epilepsi berbeda secara signifikan pada setiap negara.

• Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fiest et al., prevalensi epilepsi sebesar 7,60 per 1.000 populasi,
dan didapati lebih besar pada negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan prevalensi 8,75 per
• 1.000 populasi.

• Insiden dan prevalensi epilepsi cenderung lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

• Dari segi umur, insiden terjadinya epilepsi lebih tinggi pada kelompok usia anak-anak dan orang tua, dengan
perkiraan 86 per 100.000/tahun pada usia 1 tahun pertama kehidupan dan 180 per 100.000/tahun pada
kelompok usia lebih dari 85 tahun.

• Secara umum, angka mortalitas pada epilepsi tergolong rendah.


ETIOLOGI
• tidak terdapat lesi struktural di otak atau deficit neurologis. Diperkirakan
Idiopatik mempunyai predisposisi genetic dan umumnya berhubungan dengan usia.

• dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk di sini adalah


sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik.
Kriptogenik • Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus.

• bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada otak, misalnya;


cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak ruang, gangguan
Simtomatis peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), metabolic, kelainan neurodegeneratif.
ILAE 2017 Classification of Seizures Types Expanded Version
PATOFISIOL
OGI
• Adanya ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi akan
menyebabkan hipereksitabilitas yang pada akhirnya akan
menyebabkan bangkitan epileptik.
• Faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan bisa dari internal dan
eksternal.
• Faktor internal seperti mutasi atau kelainan pada kanal-kanal elektrolit sel
neuron.
• Faktor eksternal terjadi akibat berbagai macam penyakit baik penyakit otak
atau sistemik. Penyakit-penyakit tersebut dapat menyebabkan kerusakan
neuron, glia, dan sawar darah otak.
PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN FISIK UMUM PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang Untuk mencari tanda-tanda defisit


berkaitan dengan epilepsi, misalnya: neurologis fokal atau difus yang dapat
-  Trauma kepala berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan
-  Tanda-tanda infeksi dalam beberapa menit setelah bangkitan,
-  Kelainan congenital maka akan tampak pasca bangkitan
-  Kecanduan alcohol atau napza terutama tanda fokal yang tidak jarang
-  Kelainan pada kulit (neurofakomatosis) dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti:
-  Tanda-tanda keganasan. -  Paresis Todd
-  Gangguan kesadaran pascaiktal
-  Afasia pascaiktal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)
berguna pada dugaan suatu bangkitan untuk:
– Membantu menunjang diagnosis
– Membantu penentuan jenis bangkitan maupun sindrom epilepsy
– Membatu menentukan prognosis
– Membantu penentuan perlu/tidaknya pemberian OAE
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan pencitraan otak
– Tujuan : mencari adanya lesi structural penyebab kejang
– Indikasi neuroimaging (CT scan / MRI) pada kasus kejang -> bila muncul kejang unprovoked pertama kali
pada usia dewasa
– CT scan lebih ditujukan untuk kasus kegawatdaruratan (lebih cepat)
– MRI kepala diutamakan untuk kasus elektif
– MRI beresolusi tinggi ( minimal 1,5 Tesla) dapat mendiagnosis secara non-invasif berbagai macam lesi
patologik misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi kavernosus, DNET
(dysembryoplastic neuroepithelial tumor ), tuberous sclerosis
– Fuctional brain imaging seperti Positron Emission Tomography (PET), Single Photon Emission Computed
Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam memberikan
informasi tambahan mengenai dampak perubahan metabolik dan perubahan aliran darah regional di otak
berkaitan dengan bangkitan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan Laboratorium
• Awal pengobatan sebagai salah satu acuan
• Pemeriksaan Hematologis
dalam menyingkirkan diagnosis banding
mencakup hemoglobin, leukosit dan dan pemilihan OAE
hitung jenis, hematokrit, trombosit, • 2 bulan setelah pemberian OAE untuk
apusan darah tepi, elektrolit mendeteksi efek samping OAE
(natrium, kalium, kalsium,
• Rutin diulang setiap tahun sekali untuk
magnesium), kadar gula darah
memonitor efek samping OAE, atau bila
sewaktu, fungsi hati (SGOT/SGPT),
timbul gejala klinis akibat efek samping OAE
ureum, kreatinin dan albumin.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan Laboratorium
• Pemeriksaan kadar OAE
Pemeriksaan ini idealnya untuk melihat kadar OAE dalam plasma saat bangkitan belum
terkontrol, meskipun sudah mencapai dosis terapi maksimal atau untuk memonitor kepatuhan
pasien

• Pemeriksaan penunjang lainnya


Dilakukan sesuai dengan indikasi misalnya:
• Pungsi lumbal
• EKG
DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS BANDING
TATALAKSANA
Prinsip terapi farmakologi
• OAE diberikan bila
• Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
• Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun
• Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang
tujuan pengobatan.
• Penyandang dan/ atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan efek
samping yang timbul dari OAE
• Bangkitan terjadi berulang walaupun factor pencetus sudah dihindari
(misalnya: alcohol, kurang tidur, stress, dll)
• Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai

• Pemberian obat dimulai dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau
timbul efek samping.

• Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan, maka diganti
dengan OAE kedua. Caranya bila OAE telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap
(tapering off). Bila terjadi bangkitan saat penurunan OAE pertama maka kedua OAE tetap diberikan. Bila
respon yang didapat buruk, kedua OAE harus diganti dengan OAE yang lain. Penambahan OAE ketiga baru
dilakukan bila terdapat respons dengan OAE kedua, tetapi respons tetap suboptimal walaupun pergunaan
kedua OAE pertama sudah maksimal.

• OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama.
• Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi,
yaitu bila:
• Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG.

• Pada pemeriksaan CT-scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma
otak, AVM, abses otak ensafalitis herpes.

• Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan otak.

• Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua).

• Riwayat bangkitan simtomatis.

• Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko kekambuhan tinggi seperti JME (Juvenile Myoclonic Epilepsi).

• Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke, dan infeksi SSP.

• Bangkitan pertama berupa status epileptikus.


• Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, dosis OAE, efek samping OAE, profil farmakologi,
dan interaksi antara OAE.

Pemilihan OAE Berdasarkan Bentuk


Bangkitan

 A : efektif sebagai monoterapi


 B : sangat mungkin efektif sebagai monoterapi
 C : mungkin efektif sebagai monoterapi
 D : berpotensi untuk efektif sebagai monoterapi
Kombinasi OAE yang Dapat Digunakan
pada Epilepsi Resisten OAE
• Pemberian obat dimulai dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau
timbul efek samping
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:
• Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal
• Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.
• Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6 bulan
• Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE
yang bukan OAE utama.
STATUS EPILEPTIKUS
adalah bangkitan yang berlangsung >30 menit, atau adanya dua bangkitan atau lebih
dan diantara bangkitan-bangkitan tadi dan tidak terdapat pemulihan kesadaran

Terdapat 2 tipe SE

Status epileptikus nonkonvulsif adalah


Status epileptikus konvulsif adalah
sejumlah kondisi saat aktivitas bangkitan
bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit, atau
elektrografik memanjang (EEG status) dan
bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa
memberikan gejala klinis nonmotorik termasuk
pulihnya kesadaran diantara bangkitan
perubahan perilaku atau “ awareness”
STATUS EPILEPTIKUS
STATUS EPILEPTIKUS
TERIMA KASIH

You might also like