Professional Documents
Culture Documents
Case Report Epilepsi
Case Report Epilepsi
EPILEPSI
Pembimbing:
dr. Samadhi Tulus Makmud, Sp.S
Disusun oleh:
Priska Amanda K (406192044)
Keluhan Utama
• DM (-)
• Stroke (-)
Anamnesis
Riwayat Pengobatan
Keadaan Umum
Tampak sakit ringan Tanda Vital
• Tekanan Darah : 168/101 mmHg
Kesadaran • Frekuensi nadi : 89 x/menit, reguler, isi cukup
Compos Mentis E4M6V5 • Frekuensi pernapasan: 20 x/menit
• Suhu tubuh : 36,4C
Status Generalis
Kepala : Normocephali
Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak teraba pada sela iga V linea midclavicula kiri
Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS V sternal line dextra
Batas kiri jantung : ICS V mid clavicula line sinistra
Batas atas jantung : ICS III parasternal line sinistra
Auskultasi: BJ I-II normal, reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
• Inspeksi : Datar
• Auskultasi: Bising Usus (+)
• Perkusi : Timpani pada seluruh lap. abdomen
• Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), Massa (-), Defans muskuler (-),
Organomegaly (-)
Ekstermitas • Akral hangat, edema (-), CRT<2 detik, turgor kulit baik
Status Neurologis
Status Neurologis
• Refleks Fisiologis
• Biceps : ++/ ++
• Triceps : ++/ ++
• Patella : ++ /++
• Achilles : ++/ ++
• Reflex Patologis
• Hoffman-Tromner : -/-
• Babinski : -/-
• Chaddock : -/-
• Oppenheim : -/-
• Pemeriksaan motorik
• Trofi: Eutrofi / Eutrofi
• Tonus Otot: Normotonus/Normotonus
• Kekuatan otot:
• 5555/5555
• 5555/5555
• Pemeriksaan sensorik
• Raba Halus: normal
• Nyeri: normal
• Suhu: normal
Resume
Telah diperiksa seorang pasien laki-laki usia 51 tahun dengan keluhan kejang 1 Bulan SMRS. Kejang terjadi tiba-tiba saat
pasien sedang beraktivitas, pasien tiba-tiba jatuh lalu kejang. Kejang terjadi diseluruh tubuh disertai kaku dan kelojotan, pasien
dalam keadaan tidak sadar. Saat kejang, mata mendelik keatas. Pasien juga mengaku sebelum kejang dirinya terasa seperti akan
pingsang. Kejang berlangsung kurang lebih 5 menit. Setelah kejang pasien mengaku tersadar dan merasa lelah. Keluhan kejang
dirasakan sejak tahun 2018. Pasien mengaku sering kejang berulang. Kejang yang terjadi tidak disertai dengan demam. Kejang
biasanya terjadi 1 kali dalam sebulan. Keluhan nyeri kepala, demam, mual dan muntah disangkal. BAK dan BAB normal.
berdasarkan pemeriksaan fisik Keadaan umum tampak sakit ringan, compos mentis (GCS E4M6V5), tekanan darah 168/101
mmHg, nadi 89x/menit, pernapasan 20x/menit, dan suhu 36.4oC. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Status neurologis
Diagnosa Kerja
Diagnosis Klinis : Generalized tonic-clonic seizure
Diagnosis Topis : Korteks serebri
Diagnosis Etiologi : Epilepsi
Diagnosa sekunder : Hipertensi
Rencana Diagnostik
• EEG
Tatalaksana
Medikamentosa Non Medikamentosa
• Ad vitam : bonam
• Ad functionam : dubia ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
• Bangkitan epileptik adalah terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat
aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak.
• Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fiest et al., prevalensi epilepsi sebesar 7,60 per 1.000 populasi,
dan didapati lebih besar pada negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan prevalensi 8,75 per
• 1.000 populasi.
• Insiden dan prevalensi epilepsi cenderung lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
• Dari segi umur, insiden terjadinya epilepsi lebih tinggi pada kelompok usia anak-anak dan orang tua, dengan
perkiraan 86 per 100.000/tahun pada usia 1 tahun pertama kehidupan dan 180 per 100.000/tahun pada
kelompok usia lebih dari 85 tahun.
• Pemberian obat dimulai dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau
timbul efek samping.
• Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan, maka diganti
dengan OAE kedua. Caranya bila OAE telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap
(tapering off). Bila terjadi bangkitan saat penurunan OAE pertama maka kedua OAE tetap diberikan. Bila
respon yang didapat buruk, kedua OAE harus diganti dengan OAE yang lain. Penambahan OAE ketiga baru
dilakukan bila terdapat respons dengan OAE kedua, tetapi respons tetap suboptimal walaupun pergunaan
kedua OAE pertama sudah maksimal.
• OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama.
• Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi,
yaitu bila:
• Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG.
• Pada pemeriksaan CT-scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma
otak, AVM, abses otak ensafalitis herpes.
• Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan otak.
• Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko kekambuhan tinggi seperti JME (Juvenile Myoclonic Epilepsi).
• Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke, dan infeksi SSP.
Terdapat 2 tipe SE