You are on page 1of 13

HUKUM PERSAINGAN USAHA

MEN WIH WIDIATNO, S.H., S.Kom., M.M., M.Kn

Sesi 3
PERJANJIAN YANG DILARANG
Bag. 1

www.esaunggul.ac.id
PROFIL DOSEN
NAMA MEN WIH WIDIATNO, S.H., S.Kom., M.M., M.Kn.
NOMOR DOSEN 7224
NOMOR HP 087776330101
EMAIL menwih@esaunggul.ac.id

www.esaunggul.ac.id
PERJANJIAN YANG DILARANG
• Trust (ps.12)
• Oligopoli (ps.4)
• Oligopsoni (ps.13)
• Penetapan Harga(ps. 5-8)
• Integrasi vertikal (ps.14)
• Pembagian wilayah (ps.9)
• Perjanjian tertutup (ps.15)
• Pemboikotan (ps.10)
• Perjanjian dengan pihak
• Kartel (ps.11) luar negeri (ps.16)

www.esaunggul.ac.id
TRUST
(PASAL 12)
• Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan
kerjasama
• dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar,
• dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan
atau perseroan anggotanya,
• yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa,
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.

Pengertian Trust :
Trust adalah penggabungan atau peleburan badan usaha yang sejenis ataupun tidak sejenis
menjadi satu sehingga membentuk sebuah badan usaha besar.
Dalam bidang akuntansi, pengertian kasar dari trust adalah peleburan beberapa perusahaan yang
kemudian datang dengan nama baru. Tujuan dari tindakan tersebut melibatkan keinginan untuk
mendapatkan pengaruh, kekuatan atau monopoli dari bisnis terkait.

www.esaunggul.ac.id
PROSES PEMBENTUKAN TRUST
Proses pembentukan dari trust diklasifikan berdasarkan cara pemusatan bisnis atau konsentrasi
usaha yang dilakukan. Metode tersebut terdiri dari tiga macam proses, yakni:
1. Konsentrasi Horizontal
Maksud dari konsentrasi bisnis mendatar atau horizontal adalah untuk memusatkan perusahaan
yang beroperasi di bidang yang sama. Tujuan dari konsentrasi horisontal adalah untuk mencapai
harga berbiaya rendah untuk mengendalikan pasar dengan risiko minimal. Manfaat yang dicapai
adalah rasionalisasi harga produksi, modal investasi yang terjangkau dan biaya operasional yang
lebih rendah.
2. Konsentrasi Vertikal
Konsentrasi bisnis vertikal merupakan peleburan beberapa badan bisnis untuk keperluan proses
produksi. Semua kegiatan manajemen dan operasional digabungkan dalam satu perusahaan.
3. Konsentrasi Paralel
Untuk konsentrasi paralel, beberapa perusahaan dalam penawaran produk atau layanan yang
berbeda untuk menangani pesanan dari pelanggan yang sama. Dengan demikian, efisiensi
produksi dan distribusi dapat dicapai dengan risiko kerugian yang lebih kecil. Biaya operasi juga
menjadi lebih terjangkau.

www.esaunggul.ac.id
OLIGOPSONI
(PASAL 13)
• Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
• yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan
• agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan,
• yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.

Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku
usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

• Oligopsoni adalah keadaan suatu pasar yang hanya memiliki sedikit pembeli.
• Produk yang ditawarkan dapat sejenis maupun beragam dengan adanya persaingan harga dan
non harga.
• Pada pasar oligopsoni, informasi tentang produk sangat sedikit sehingga terjadi
ketergantungan satu sama lain antar pedagang.

www.esaunggul.ac.id
Integrasi vertikal
(PASAL 14)
• Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk
• menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan
atau jasa tertentu
• yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik
dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung,
• yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan
masyarakat.

Yang dimaksud dengan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian
produksi atau yang lazim disebut integrasi vertikal adalah
• penguasaan serangkaian proses produksi atas barang tertentu mulai dari hulu sampai hilir
atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku usaha tertentu.
Praktek integrasi vertikal meskipun dapat menghasilkan barang dan jasa dengan harga murah,
tetapi dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang merusak sendi-sendi
perekonomian masyarakat.
• Praktek seperti ini dilarang sepanjang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan atau
merugikan masyarakat

www.esaunggul.ac.id
Efek Negatif Integrasi vertikal
Integrasi vertikal ke arah hulu (upstream) dapat mengurangi kompetisi di antara penjual di
tingkat hulu (upstream level),
contohnya: seandainya pelaku usaha/perusahaan perakitan kendaraan dihadapkan pada suatu
keadaan di mana pelaku usaha tersebut harus membeli bahan baku dari pelaku usaha pemasok
bahan baku (perusahaan pembuat besi baja) dengan harga oligopoli (umumnya pada industri
pembuatan besi baja hanya terdapat beberapa perusahaan besar saja).

Memfasilitasi kolusi di antara pelaku usaha di tingkat hulu (upstream level), di mana dengan
semakin meluasnya integrasi vertikal dapat memfasilitasi kolusi antar perusahaan manufaktur
karena pemotongan harga terlalu mudah dideteksi (alasan yang digunakan untuk kasus ini
sama dengan yang digunakan untuk menolak resale price maintenance).

Integrasi vertikal ke arah hilir (downstream integration) dapat memfasilitasi diskriminasi harga,
di mana integrasi sampai di tingkat retailer dapat memungkinkan perusahaan manufaktur
mempraktikan diskriminasi harga tanpa harus mengkhawatirkan terhadap tindakan dari
perusahaan retailer lainnya.
Contohnya sebuah perusahaan manufaktur yang menjual produknya di boutique dan di
toko diskon,

www.esaunggul.ac.id
Perjanjian tertutup
(PASAL 15)
• Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok
atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan
atau pada tempat tertentu.
• Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia
membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
• Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga
tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang
menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:
 harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok;atau
 tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku
usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok

Yang termasuk dalam pengertian memasok adalah menyediakan pasokan, baik barang maupun
jasa, dalam kegiatan jual beli, sewa menyewa, sewa beli, dan sewa guna usaha (leasing)

www.esaunggul.ac.id
Perjanjian tertutup
(PASAL 15)
• Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok
atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan
atau pada tempat tertentu.
• Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia
membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
• Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga
tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang
menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:
 harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok;atau
 tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku
usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok

Yang termasuk dalam pengertian memasok adalah menyediakan pasokan, baik barang maupun
jasa, dalam kegiatan jual beli, sewa menyewa, sewa beli, dan sewa guna usaha (leasing)

www.esaunggul.ac.id
Perjanjian tertutup
Perjanjian tertutup atau exclusive dealing adalah suatu perjanjian yang terjadi antara mereka
yang berada pada level yang berbeda pada proses produksi atau jaringan distribusi suatu
barang atau jasa.

Exclusive dealing atau perjanjian tertutup ini terdiri dari berikut ini:
a. Exclusive Distribution Agreement
Exclusive distribution agreements yang dimaksud di sini adalah pelaku usaha membuat perjanjian dengan
pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima produk hanya akan memasok atau
tidak memasok kembali produk tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu saja, atau dengan
kata lain pihak distributor dipaksa hanya boleh memasok produk kepada pihak tertentu dan tempat tertentu
saja oleh pelaku usaha manufaktur.
b. Tying Agreement
Tying agreement terjadi apabila suatu perusahaan mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha lainnya
yang berada pada level yang berbeda dengan mensyaratkan penjualan ataupun penyewaan suatu barang
atau jasa hanya akan dilakukan apabila pembeli atau penyewa tersebut juga akan membeli atau menyewa
barang lainnya.
c. Vertical Agreement on Discount
pelaku usaha ingin mendapatkan harga diskon untuk produk tertentu yang dibelinya dari pelaku usaha lain,
pelaku usaha harus bersedia membeli produk lain dari pelaku usaha tersebut atau tidak akan membeli
produk yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing.

www.esaunggul.ac.id
dengan pihak luar negeri
(PASAL 16)
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.

• terdapat perbedaan pandangan mengenai keberlakuan hukum persaingan suatu negara pada
warga negara atau pelaku usaha negara lainnya.
• pada prinsip “single economic entity doctrine” dinyatakan bahwa hubungan induk perusahaan
dengan anak perusahaan di mana anak perusahaan tidak mempunyai independensi untuk
menentukan arah kebijakan perusahaan. Konsekuensi dari prinsip ini, maka pelaku usaha
dapat dimintakan pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha lain
dalam satu kesatuan ekonomi, meskipun pelaku usaha yang pertama beroperasi di luar
yurisdiksi hukum persaingan usaha suatu negara, sehingga hukum persaingan usaha dapat
bersifat extraterritorial jurisdiction

www.esaunggul.ac.id
Terima Kasih

www.esaunggul.ac.id

You might also like