You are on page 1of 72

PENURUNAN KESADARAN

ELVINA ZUHIR
SMF NEUROLOGI
RSUD BANGKINANG
PENDAHULUAN

Kesadaran merupakan manifestasi dari normalnya


aktivitas otak
Kesadaran ditandai dengan adanya awareness
(sadar) terhadap diri sendiri dan lingkungan, serta
memiliki kemampuan untuk merespon stimulus
internal maupun eksternal.
Menurut Plum dan Posner, kesadaran memiliki dua
aspek, yaitu; derajat dan kualitas, sehingga
berhubungan dengan tingkat kewaspadaan
(alertness) atau tingkat keterjagaan (wakefulness).
Sementara itu, kualitas kesadaran menggambarkan
fungsi kognitif dan afektif mental seseorang.
Kualitas kesadaran bergantung pada cara
pengelolaan impuls aferen oleh korteks serebri yang
kemudian akan menghasilkan isi pikir.
Jika derajat kesadaran terganggu, secara otomatis
kualitas kesadaran juga akan terganggu.
Namun terganggunya kualitas kesadaran tidak selalu
diikuti oleh terganggunya derajat kesadaran.
ANATOMI KESADARAN

PUSAT PENGATUR KESADARAN


KORTEKS SEREBRI
Mengatur isi kesadaran, fungsi kognitif sebagai
pengemban kewaspadaan.
FORMASIO RETIKULARIS (RF)
ARAS (ASCENDING RETICULAR
ACTIVATOR SYSTEM)
Secara fisiologis ARAS & korteks serebri saling
memberikan aktivasi & stimulasi satu sama lain
(resiprocal activation & stimulation)
menyempurnakan fungsi masing-masing secara
optimal
Reticular Formation (RF)
Fungsi :
Pusat kewaspadaan / kesiagaan

Koordinasi aktivitas motorik

Koordinasi system saraf otonom :

 Cardiovascular : heart rate, tekanan darah


 Respiratory : pernafasan
 Fungsi vegetatif lain.
Reticular Activating System (RAS)

Fungsi :
Koordinasi system saraf otonom;
Cardiovascular : heart rate, tekanan darah
 Respiratory : pernafasan
 Fungsi vegetatif lain.

Aktivitas fisik /motorik


Intelektual
Aktivitas psikis.
RAS RAS terdiri dari serabut
yang menyebar dari RF
ke Talamus dan Cortex
Serebri

RF
FISIOLOGI KESADARAN

Kesadaran dapat digambarkan sebagai kondisi waspada


dengan kesiagaan yang terus menerus terhadap keadaan
lingkungan atau rentetan pikiran yang ada didalam diri.
Hal ini berarti bahwa seseorang menyadari seluruh
asupan dari panca indera dan mampu bereaksi secara
optimal terhadap seluruh rangsangan, baik dari luar
maupun dari dalam tubuh.
Orang normal dengan tingkat kesadaran yang normal
mempunyai respon penuh terhadap pikiran atau persepsi
yang tercermin pada perilaku dan bicaranya serta sadar
akan diri dan lingkungannya.
Kesadaran dapat terjaga akibat interaksi yang sangat
komplek dan terus menerus secara efektif dan
seimbang antara hemisfer otak, formasio retikulasi
di batang otak serta semua rangsang sensorik yang
masuk kedalam tubuh.
Jaras kesadaran berlangsung secara multi-sinaptik
dan akan menggalakan inti tersebut untuk
selanjutnya mengirimkan impuls ke seluruh korteks
secara difus dan bilateral.
Neuron-neuron diseluruh korteks yang di galakan
oleh neuron spesifik tersebut dinamakan neuron
pengemban kewaspadaan.
Derajat kesadaran sendiri ditentukan oleh
banyaknya neuron penggerak atau neuron
pengemban kewaspadaan yang aktif.
Fungsi utama neuron-neuron adalah kemampuan
untuk dapat digalakan sehingga menghasilkan
potensial aksi.
Derajat kesadaran bisa tinggi atau rendah
bergantung pada berapa banyak jumlah neuron yang
aktif dan didukung oleh proses biokimia untuk
menjaga kelangsungan kehidupan neuron tersebut.
PATOFISIOLOGI

Terdapat dua struktur anatomi yang mempengaruhi


derajat kesadaran, yaitu kedua hemisfer otak dan
brainstem reticular activating system (RAS).
Kedua struktur ini berperan dalam proyeksi dan
penerimaan impuls aferen.
Ada dua lintasan yang digunakan untuk
menyampaikan impuls aferen ke korteks serebri,
yaitu:
1. Lintasan sensorik spesifik
2. Lintasan sensorik non spesifik
1. Lintasan sensorik spesifik

Menghantarkan impuls dari reseptor ke satu titik di


kortek sensorik primer.
Lintasannya melalui traktus spinotalamikus,
lemniskus medialis, lemniskus lateralis, atau
radiasio optika.
2. Lintasan sensorik nonspesifik

Terdiri dari atas serabut-serabut yang ada pada


formasio retikularis.
Serabut-serabut ini memanjang di sepanjang batang
otak.
Formasio retikularis menerima serabut aferen, lalu
memproyeksikan serabur eferen dari dan ke korda
spinalis, nukleus saraf kranial, serebelum, dan
hemisfer serebri.
Beberapa nukleus yang ada di formasio retikularis,
khususnya yang ada di midbrain, diproyeksikan ke
pusat yang lebih tinggi (kedua hemisfer otak) dan
menerima input kolateral dari berbagai serabut
asending (seperti traktus spinotalamikus, traktus
spinalis nervus trigeminal, traktus solitarius, dan
serabut dari nukleus vestibular serta koklear).
Berdasarkan beberapa studi diketahui bahwa sistem
ini memiliki peran mengatur derajat kesadaran pada
manusia dan menjaga siklus tidur-bangun (sleep-
wake-cycle).
Penurunan kesadaran dibagi berdasarkan :

Etiologi lesi
Lokasi lesi
Karakteristik lesi
1. Berdasarkan Etiologi

Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh:


Kelainan struktural (lesi diskret pada bagian atas
batang otak dan bagian bawah diensefalon atau lesi
yang mengenai kedua hemisfer) dan kelainan
metabolik (yang mengakibatkan gangguan aktivitas
neuoron).
2. Berdasarkan lokasi lesi

Penurunan kesadaran dapat terjadi akibat;


a) Lesi difus kedua hemisfer;
b) Bisa diakibatkan oleh kelainan metabolik;
c) Lesi di diensefalon atau hipotalamus di
mesensefalon (midbrain) atas;
d) Pons atas seperti pada emboli di arteri basilar
(gambar 2).
3. Bedasarkan karakteristik lesi
1. Lesi Kompresi

Penurunan kesadaran akibat lesi kompresi, yaitu;


1) Lesi secara langsung mengakibatkan distorsi
ARAS;
2) Lesi menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial secara difus sehingga mengakibatkan
terganggunya aliran darah ke otak
3) Lesi menyebabkan iskemia lokal;
4) Lesi menyebabkan edema otak; dan
5) Lesi menyebabkan herniasi.
Contoh lesi kompresi adalah tumor, hematoma dan
abses.
Lesi kompresi umumnya hanya mengenai satu
bagian korteks atau substansia alba, namun
seringkali menyebabkan kerusakan struktur yang
lebih dalam.
Kerusakan struktural ini umumnya diakibatkan oleh
pergeseran salah satu atau beberapa bagian otak
akibat efek desak ruang.
Pergeseran ini mengakibatkan herniasi dan
kompresi pada mesensefalon dan RAS.
2. Lesi Destruksi

Lesi destruksi disebabkan olah kerusakan langsung


struktur RAS, seperti lesi pada ensefalon atau batang
otak yang bilateral, atau dapat juga fokal namun
mengenai mesensefalon atau kaudal diensefalon
Lesi destruksi kortikal dan subkortikal harus bersifat
bilateral dan difus untuk dapat mengakibatkan
penurunan kesadaran, misalnya lesi akibat gangguan
metabolik, infeksi, dan trauma.
Ketidak seimbangan aktivitas metabolik pada
neuron di kortek serebral dan nukleus sentral di otak
merupakan salah satu jenis gangguan penurunan
kesadaran.
Etiologinya dapat berupa hipoksia, iskemia global,
hipoglikemia, kondisi hiper dan hipo osmolar,
asidosis, alkalosis, hipokalemia, hiperamonemia,
hiperkalsemia, hiperkarbia, intoksikasi obat dan
defisiensi vitamin.
Penurunan kesadaran tersebut disebabkan oleh
reduksi metabolisme akibat menurunya aliran darah
ke otak.
Pemeriksaan Derajat Kesadaran

Dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif,


berdasarkan 2 hal :
 Besarnya stimulus yang dibutuhkan untuk membangunkan
pasien hingga memberikan respon
 Kualitas respons pasien saat terbangun
Jika pasien tidak berespon dengan rangsangan suara
atau guncangan yang keras, selanjutnya diberikan
rangsang nyeri.
Nyeri pertama di coba pada permukaan kuku atau
supraorbita atau sendi temporomandibular, pada satu
sisi dahulu disusul pada sisi lainnya
Jika tidak berespon dengan rangsang nyeri seperti
tadi, maka rangsang nyeri diberikan di sternum
Penentuan Derajat kesadaran secara kualitatif

Somnolen : pasien yang dapat dibangunkan dengan


stimulus panggilan nama atau guncangan ringan pada
tubuh
Letargi : pasien yang berespon dengan stimulus
guncangan kuat
Stupor : pasien yang baru berespons dengan rangsang
nyeri pada sternum, kemudian berespon dengan cara
melokalisir kearah datangnya rangsang
Semikoma : jika pasien tidak melokalisir arah datangnya
rangsang dan hanya memberikan respons motorik yang
nonspesifik
Koma : pasien sama sekali tidak memberikan
respons terhadap rangsang nyeri
Penentuan Derajat Kesadaran Secara Kuantitatif

Penentuan derajat kesadaran secara kuantitatif


dilakukan dengan menggunakan skala koma
Terdapat beberapa macam skala koma, tapi yang
paling sering di gunakan adalah skala koma
Glasgow /SKG
SKG dapat mendiskripsikan dan menilai derajat
penurunan kesadaran
Dapat pula digunakan untuk memonitor derajat
penurunan kesadaran dan menjadi indikator tingkat
keparahan suatu penyakit
Pasien dengan skor SKG < 15 dikatan mengalami
penurunan kesadaran
Definisi Derajat Kesadaran

Kompos mentis, suatu kondisi sadar penuh terhadap isi


pikir atau persepsi dari diri sendiri dan lingkungana yang
dibuktikan dengan respons berupa sikap dan kemampuan
berbahasa yang sesuai dan saama dengan pemeriksa
Kesadaran berkabut,
 Merupakan suatu kondisi penurunan kesadaran dalam bentuk
hipereksitabilitas dan iritabilitas yang berselang selang dengan
kondisi mengantuk
 Umumnya mengalami disorientasi ringan terhadap waktu dan
tempat,serta cenderung sulit memusatkan perhatian
 Pasien cenderung mengantuk di siang hari dan agitasi di malam hari
Delirium, berdasarkan Diagnostic and Statisitical
Manual of Mental Disorder 4th ed (DSM-IV),
didefinisikan sebagai :
1. Gangguan kesadaran yang ditandai oleh menurunnya
kemampuan memusatkan perhatian
2. Perubahan kemampuan kognitif (seperti defisit memori,
disorientasi, dan gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi
yang tidak didahului oleh demensia
3. Dalam satu hari, gangguan kesadaran berfluktuatif
 Pasien delirium akan mengalami disorientasi waktu, tempat dan
orang
 Sering ditemukan delusi dan halusinasi
 Umumnya berlangsung 4-7 hari
Letargi, merupakan suatu kondisi ketika pasien
masih bisa dibangunkan oleh stimulus sedang,
namun ingin kembali tidur saat stimulus hilang
Obtundansi, merupakan suatu kondisi mirip letargi,
namun respon terhadap stimulus lebih lambat, lebih
banyak tertidur serta cenderung mengantuk saat di
bangunkan
Stupor, merupakan suatu kondisi tidur dalam (deep
sleep), sehingga dibutuhkan stimulus yang kuat dan
berulang ulang untuk membangunkan pasien
Koma, merupakan suatu kondisi ketika pasien tidak
bisa dibangunkan atau tidak berespon terhadap
stimulus yang kuat dan berulang-ulang
Kadang pada koma ditemukan respon wajah
meringis dan gerakan tungkai serta lengan
stereotipik, namun tidak melokalisir atau
menghalangi arah stimulus
KOMA

Definisi : derajat penurunan kesadaran yang paling


berat, ditandai dengan kondisi penurunan kesadaran
yang tidak menghasilkan reaksi sama sekali terhadap
rangsang dari luar
Koma daapt terjadi secara bertahap maupun
mendadak
Penyebab koma meliputi gangguan struktural
jaringan otak, seperti stroke, infeksi (meningitis,
ensefalitis), trauma kepala, tumor dsb
PATOGENESIS KOMA

Koma disebabkan oleh dua kondisi, yaitu:


a) Lesi struktural baik secara langsung atau tidak
langsung menekan formasio retikularis,
b) Gangguan metabolik yang mengakibatkan supresi
aktifitas neuronal.
Dari studi kasus dibanyak rumah sakit, penderita koma
yang kemudian meninggal secara umum disebabkan oleh
adanya tiga tipe lesi struktural yang merusak fungsi
ARAS, yaitu, massa tumor, abses, infark dengan edema
yang masif atau perdarahan intraserebral, pendarahan
subdural maupun epidural
Lesi ini biasanya terjadi dikorteks dan substansia
alba.
Bagian otak masih banyak yang utuh, akan tetapi
efek masa akan mengakibatkan distorsi letak,
menyebabkan herniasi tentorial lobus temporal yang
menekan midbrain dan subtalamik disistem aktivasi
retikular
 Lesi destruktif terletak di talamus atau midbrain di
mana neuron-neuron ARAS terlibat langsung
Koma terjadi akibat terputusnya impuls
talamokortikal atau destruksi neuron-neuron
korteks.
Berdasarkan anatomi-patofisiologi, koma di bagi:

Koma kortikal-bihemisferik, yaitu koma yang terjadi


oleh neuron pengemban kewaspadaan (korteks)
sama sekali tidak berfungsi
Koma diensefalik, yaitu supratentorial,
infratentorial, kombinasi supratentorial dan
infratentorial; dalam hal ini neuron penggalak
kewaspadaan (ARAS) tidak berdaya untuk
mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan
(korteks)
Koma bisa juga terjadi apabila terjadi gangguan baik
pada neuron penggalak kewaspadaan maupun neuron
pengemban kewaspadaan yang menyebkan neuron-
neuron tersebut tidak bisa berfungsi dengan baik dan
tidak mampu bereaksi terhadap stimulus dari luar
maupun dari dalam tubuh sendiri.
Adanya gangguan fungsi pada neuron pengemban
kewaspadaan, menyebabkan koma kortikal bihemisferik
 Sedangkan apabila terjadi gangguan pada neuron
penggalak kewaspadaan, menyebabkan koma diensefalik,
supratentorial atau infratentorial.
PATOFISIOLOGI

Patofisiologi terjadinya koma adalah sebagai akibat


dari berbagai macam gangguan atau penyakit yang
masing-masing pada akhirnya mengacaukan fungsi
reticular activating system secara langsung maupun
tidak langsung.
Dari studi berbagai kasus koma yang berakhir
dengan kematian, disimpulkan bahwa ada tiga tipe
lesi atau mekanisme kerusakan fungsi reticular
activating system, baik secara langsung maupun
tuidak langsung.
a. Disfungsi otak difus

Merupakan proses metabolik atau submikroskopik


yang menekan aktivitas neuronal.
Biasanya disebabkan oleh adanya lesi akibat
abnormalitas metabolik atau toksik atau oleh
pelepasan general electric (kejang) yang bersifat
subseluler atau molekuler, atau lesi-lesi mikroskopik
yang tersebar.
Disfungsi otak difus bisa juga disebabkan oleh adanya
cedera korteks dan subkortek bilateral yang luas atau
kerusakan thalamus yang berat yang mengakibatkan
terputusnya impuls talamokortikal atau destruksi
neuron-neuron korteks akibat trauma (kontusio, cedera
aksonal difus), infark atau perdarahan otak bilateral.
Sejumlah penyakit mempunyai pengaruh langsung pada
aktifitas metabolik sel-sel neuron korteks serebri dan
nuklei sentral otak seperti meningitis, viral ensefalitis,
hipoksia atau iskemia misalnya akibat henti jantung
Pada umumnya, kehilangan kesadaran pada kondisi ini
setara dengan penurunan aliran darah otak atau
metabolisme otak
b. Efek Langsung pada Batang otak

Biasanya disebabkan oleh lesi di batang otak dan


diensefalon bagian bawah yang merusak/menghambat
reticular activating system.
Adanya lesi anatomik atau lesi destruktif yang terjadi di
thalamus atau midbrain yang melibatkan neuron-neuron
ARAS secara langsung.
Kerusakan langsung di batang otak lebih jarang terjadi
Pola patoanatomik ini merupakan tanda khas stroke
batang otak akibat oklusi arteri basilaris, perdarahan
thalamus dan batang otak atas serta traumatic injury.
c. Efek Kompresi pada Batang Otak

Kompresi pada batang otak bisa bersifat primer atau


sekunder.
Jika terdapat adanya massa di area ini maka akan
dapat terlihat dengan jelas, misalnya massa tumor,
abses, infark dengan edema yang masif atau
perdarahan intraserebral, subdural maupun
epidural.
Biasanya lesi ini hanya mengenai sebagian besar dari
korteks serebri dan substansia alba sedangkan
sebagian besar bagian serebrum yang lain tetap utuh
Lesi ini selanjutnya akan mendistorsi struktur yang
lebih dalam dan menyebabkan koma karena efek
pendesakan (kompresi) ke lateral dari struktur
tengah bagian dalam dan terjadi herniasi tentorial
lobus temporal yang berakibat kompresi
mesensefalon dan area subtalamik reticular
activating system, atau adanya perubahan-
perubahan yang lebih meluas di seluruh hemisfer.
Lesi serebelar sebagai penyebab sekunder juga dapat
menekan area reticular batang otak atas dan
menggesernya maju ke depan dan ke atas.
KEADAAN NEUROLOGI YANG
MENYERUPAI MATI OTAK

Persistent Vegetative State

Locked-in Syndrome

Minimally Responsive State


Persistent Vegetative State
Siklus Tidur-Bangun Normal

Tidak Bereaksi pada Rangsang Lingkungan

Cedera Otak Difus dengan Fungsi Batang Otak


baik
Locked-in Syndrome

Infark Pons Ventral

• Paralisis
•Tidak dapat menyeringai/menelan
• Kesadaran baik
• Gerak Mata baik
Minimally Responsive State
Ensefalopati Statis

Cedera Otak Difus atau Multi-Fokal

Fungsi Batang Otak Baik

Interaksi bervariasi dengan Rangsang


Lingkungan
SINKOP

Sinkop dapat didefinisikan sebagai menghilangnya


kesadaran sepintas yang disebabkan oleh
berkurangnya aliran darah ke otak.
Gejala Sinkop

Biasanya sebelum kesadaran menghilang didapatkan


gejala pendahuluan berupa rasa lemah, penglihatan
gelap, keringat dingin, rasa tidak anak diperut,
pucat.
Telinga dapat berdengung; pandangan menjadi
kabur atau benda yang dilihat tampak hitam.
Pasien merasa pusing, badan terasa dingin atau
panas
Jarang pasien pingsan tanpa didahului oleh gejala-
gejala tersebut diatas.
Bila pingsan terjadi tanpa gejala tersebut diatas,
perlu lebih diteliti diagnosa sinkop, perlu dipikirkan
kemungkinan epilepsi
Penyebab Sinkop
SINKOP VASOVAGAL

Ada dua komponen yang berperan, yaitu


melambatnya denyut jantung karena pengaruh vagus
dan adanya vaso dilatasi di otot rangka, organ
internal dan pembuluh darah splanchnik.
Yang lebih utama, pengaruh vasodilatasi,
berkurangnya tahanan di pembuluh darah perifer-
terutama di otot rangka
Sinkop vasovagal, disebut juga sebagai sinkop refleks
atau sinkop psikogenik atau sinkop neurogenik.
Sinkop ini dapat terjadi pada orang yang sehat.
Penyebab atau pencetusnya bermacam-macam,
diantaranya adalah; faktor emosional, ketakutan,
melihat darah, melihat orang kecelakaan (misalnya
ditabrak mobil), rasa nyeri (misalnya mengalami
operasi kecil, cabut gigi, suntikan) dan berada di
ruangan yang pengap.
Bila sinkop berlangsung lama, dapat terjadi kejang
klonik di ekstremitas, namun hal ini jarang terjadi.
Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis, dan


umumnya tidak dibutuhkan prosedur lainnya
Terapi

Sinkop vasovagal dapat dicegah bila pasien segera


berbaring, mengambil posisi horizontal.
Bila gejala mulai terasa, segera berbaring.
Pasien juga perlu menghindari faktor pencetusnya
SINKOP POSTURAL (HIPOTENSI ORTOSTATIK)

Hipotensi ortostatik ditandai gejala; kepala terasa


ringan, pandangan menjadi kabur, tinitus, merasa
lemah dan dapat diikuti oleh hilangnya keasadaran.
Hipotensi ortostatik dapat menyebabkan sinkop jika
tekanan darah turun banyak, berdiri lama pada satu
sikap (misalnya pada waktu mengikuti upacara) dapat
mengakibatkan sinkop, juga pada orang yang sehat.
Bangun dari tempat tidur setelah berbaring berhari-
hari karena suatu penyakit, dapat mengakibatkan
sinkop.
Terjadinya sinkop postural disebabkan oleh
menumpuknya darah di vena ekstremitas bawah,
yang biasanya dicegah oleh tonus otot, dan oleh
penyesuaian vasokonstriksi yang terjadi bila badan
mengambil sikap berdiri.
Obat-obatan dapat pula menyebabkan hipotensi
ortostatik, misalnya obat anti hipertensi (ganglion
blocking agents dan adrenergic blocking agents) dan
obat penenang (tranquilizers) tertentu.
Terjadinya hipotensi postural (ortostatik)
disebabkan oleh kegagalan regulasi proses
vasoadaptasi karena terganggunya sistem simpatis
eferen.
Penyebab hipotensi ortostatik
Terapi

Terapi hipotensi ortostatik ditujukan kepada


penyebabnya.
Tindakan yang dapat membantu ialah; kaos kaki
yang elastis, perut diikat
SINKOP MIKSI (MICTURITION SYNCOPE)

Sinkop miksi hampir selalu terjadi pada pria,


mungkin karena pria bila kencing berada dalam
sikap berdiri.
Serangan sinkop dapat terjadi sewaktu atau segera
sesudah miksi.
Gambaran Klinik

Gejala ini umumnya dijumpai pada orang setengah


baya atau usia lanjut.
Sewaktu tidur malam penderita biasanya bangun
dan pergi kencing. Tiba-tiba ia kehilangan
kesadarannya sewaktu atau segera setelah kencing.
Ia dapat terjatuh dan mengalami luka di kepala.
Penyebab Sinkop Miksi

1.Kosongnya kandungan kencing dapat


mengakibatkan menumpuknya darah vena di
abdomen dan organ pelvis.
2.Mengedan dengan menutupnya epiglotis merupakan
manuver Valsava yang mengakibatkan
mengurangnya darah balik ke jantung.
3.Aktivitas yang berlebihan dari saraf otonom
menyebabkan bradikardi dan vasodilatasi perifer.
Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis yang


cukup khas.
Terapi

Dianjurkan agar pasien jangan terlalu kuat


mengedan, dan sebaiknya tidak berdiri bila kencing,
dan dapat mengambil sikap duduk.

You might also like