You are on page 1of 22

PENGELOLAAN WILAYAH PANTAI

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN WILAYAH


PANTAI
A.1 Konsep Perlindungan dan Pengamanan Wilayah
Pantai
Tujuan melindungi dan mengamankan :
a. Masyarakat yang tinggal di dekat pantai
b. Fasilitas Umum : jalan raya, rumah ibadah, pasar
komplek pertokoaan, dll.
c. Dataran pantai terhadap erosi dan abrasi.
d. Perlindungan alami (hutan mangrove, terumbu karang,
dll) dari aktivitas manusia.
e. Pencemaran Lingkungan Perairan Pantai : limbah rumah
tangga, limbah industri, dsb)

Realisasi mendesak, pelaksanaan diserahkan ke DPU dan


instansi terkait.

Skala Prioritas : ditentukan menurut tingkat kepentingan tertinggi,


terkait dengan jiwa dan perekonomian daerah yang cukup vital.
Urutan tingkat kepentingan dapat dirinci sebagai berikut :
Peringkat 1 : tempat usaha, tempat ibadah, daerah industri, cagar
budaya dan daerah konservasi, kawasan wisata jalan
negara, daerah perkotaan, dsb.
Peringkat 2 : desa, jalan propinsi, pelabuhan laut / sungai, bandar

udara dsb.
Peringkat 3 : tempat wisata domestik, lahan pertanian, tambak
intensif.
Peringkat 4 : lahan pertanian dan atau tambak tradisional.
Peringkat 5 : hutan lindung, hutan bakau.
Peringkat 6 : sumber material, bukit pasir, dan tanah kosong.
Standar Pengukuran dan Penetapan Kriteria

Kriteria Kerusakan Pantai :


Pengukuran tentang kerusakan pantai harus dilakukan secara berkala
(bukan pengamatan sesaat). Dalam analisis perubahan garis pantai
dikenal istilah keseimbangan dinamis daerah pantai yang artinya
dalam kurun waktu tertentu (mis, dalam waktu 1 tahun) saat peninjauan
tidak terjadi kemajuan atau kemunduran yang tetap dari garis pantai yang
diamati (terjadi perubahan sesaat karena perubahan musim tertentu).

Kriteria kerusakan menurut Indah Karya (1993) :


A. Pengurangan daerah pantai :
- Erosi (daerah berpasir)
- Abrasi (daerah berbatu, bagian bangunan tertentu)
B. Sedimentasi dan pendangkalan muara.
C. Kerusakan lingkungan pantai
A.1 Erosi :
a. Perubahan garis pantai :
1. Ringan : < 0,5 m/tahun
2. Sedang : 0,5 – 2,0 m/tahun
3. Berat : 2,0 – 5,0 m/tahun
4. Sangat Berat : 5,0 – 10,0 m/tahun
5. Amat sangat berat : > 10 m/tahun
b. Gerusan di kaki bangunan :
1. Ringan : tidak membahayakan konstruksi
2. Sedang : tidak begitu membahayakan konstruksi
3. Berat : agak membahayakan stabilitas konstruksi
4. Sangat Berat : membahayakan stabilitas konstruksi
5. Amat sangat berat : membahayakan stabilitas konstruksi dan
bangunan lain disekitarnya.
c. Erosi pada sebuah daerah dan berpengaruh terhadap daerah lain :
1. Ringan : lokal (5 – 10 m)
2. Sedang : lokal dan sekitarnya (10 – 100 m)
3. Berat : daerah yang agak luas (100 -500 m)
4. Sangat Berat : daerah yang cukup luas (500 – 2000 m)
5. Amat sangat berat : > 2000 m
A.2 Abrasi :
a. Abrasi pada batuan :
1. Ringan : tidak membahayakan lingkungan
2. Sedang : tidak begitu berbahaya terhadap lingkungan
3. Berat : agak membahayakan stabilitas lingkungan
4. Sangat Berat : membahayakan stabilitas lingkungan
5. Amat sangat berat : membahayakan stabilitas lingkungan dan
bangunan lain disekitarnya.

b. Abrasi pada dinding laut / pelindung pantai


1. Ringan : tidak membahayakan konstruksi
2. Sedang : tidak begitu membahayakan konstruksi
3. Berat : agak berbahaya terhadap stabilitas konstruksi
4. Sangat Berat : membahayakan stabilitas konstruksi
5. Amat sangat berat : membahayakan stabilitas konstruksi dan
bangunan lain disekitarnya.
c. Daerah terkena abrasi dan pengaruhnya terhadap daerah
sekitarnya :
1. Ringan : lokal
2. Sedang : lokal dan sekitarnya
3. Berat : daerah yang agak luas
4. Sangat Berat : daerah yang cukup luas
5. Amat sangat berat : daerah yang luas sekali
CONTOH GAMBAR AKIBAT ABRASI
B. Pendangkalan Muara dan Sedimentasi :
a. Lamanya waktu muara tertutup :
1. Ringan : 0 – 1 bulan
2. Sedang : 1 – 2 bulan
3. Berat : 2 – 3 bulan
4. Sangat Berat : 3 – 6 bulan
5. Amat sangat berat : > 6 bulan
b. Prosentase pembukaan muara :
1. Ringan : > 90 %
2. Sedang : 70 – 90 %
3. Berat : 50 – 70 %
4. Sangat Berat : 30 – 50 %
5. Amat sangat berat : < 30 %
C. Kerusakan Lingkungan, mencakup :
a. Pemukiman d. Hutan Mangrove
b. Kualitas air laut e. Bangunan bermasalah
c. Terumbu Karang
a. Pemukiman
1. Ringan : (1 – 5) rumah, berada di sempadan pantai, tidak
terkena hantaman gelombang.
2. Sedang : (5 – 10) rumah, berada di sempadan pantai, tidak
terkena hantaman gelombang.
3. Berat : (5 – 10) rumah, berada di sempadan pantai,
terjangkau hantaman gelombang.
4. Sangat berat : (10 – 15) rumah, berada di sempadan pantai,
dan
terkena hantaman gelombang.
5. Amat sangat berat : ( >15), berada di sempadan pantai, dan
terkena hantaman gelombang.
5. Amat Sangat Berat : kerusakan sedang sampai berat pada daerah
yang cukup luas ( > 2 km2 )
PEMBOBOTAN DAN PENENTUAN URUTAN PRIORITAS

Urutan penanganan kerusakan pantai, didasarkan atas :


1. Bobot kerusakan daerah pantai
2. Tingkat kepentingan

-Penilaian prioritas merupakan jumlah dari dua faktor di atas.


-Nilai prioritas dari daerah-daerah yang disurvei dapat berbeda, karena
perbedaan tingkat kerusakan dan kepentingan.
Bobot Tingkat Kerusakan
No Tingkat Jenis kerusakan
Kerusakan Erosi Sedimentasi Lingkungan
Abrasi
1 Ringan (R) 50 25 50
2 Sedang (S) 100 50 100
3 Berat (B) 150 75 150
4 Sangat Berat (SB) 200 100 200
5 Amat Sangat Berat (ASB) 250 125 250
Bobot Tingkat Kepentingan

No Tingkat Kepentingan Bobot


1 Tempat usaha, tempat ibadah, industri besar, cagar budaya, tempat 175 - 250
wisata yang berpotensi mendatangkan devisa, jalan negara, daerah
perkotaan.
2 Desa, jalan propinsi, pelabuhan laut /sungai, bandara udara, industri 125 - 175
sedang /kecil.
3 Tempat wisata domestik, tambak dan lahan pertanian intensip. 100 - 125

4 Lahan pertanian dan atau tambak tradisional. 75 - 100


5 Hutan lindung, hutan bakau, dan sejenisnya. 50 - 75
6 Sumber material, bukit pasir, dan lahan kosong 00 - 50
Penentuan skala bobot prioritas :

Berdasarkan perencanaan Pola Pembangunan Jangka


Panjang Daerah Pantai di Indonesia (Indah Karya, 1993) :
1. Bobot di atas 500 = amat sangat diutamakan (A)
2. Bobot 400 – 499 = sangat diutamakan (B)
3. Bobot 300 – 399 = diutamakan (C)
4. Bobot 200 – 299 = kurang diutamakan (D)
5. Bobot < 200 = tidak diutamakan (E)
Prosedur penetapan urutan prioritas penanganan :

1. Melakukan penilaian kerusakan kawasan menurut jenis kerusakan.


(erosi / abrasi, sedimentasi dan lingkungan.
2. Melakukan penilaian kepentingan, dengan mengaitkan kerusakan
dengan tingkat kepentingan.
3. Menjumlahkan hasil penilaian dari kedua point di atas, sebagai bobot
prioritas.
4. Menetapkan skala Bobot Prioritas.
5. Menetapkan urutan penanganan tertinggi berdasarkan nilai bobot
prioritas tertinggi (untuk beberapa kawasan yang diamati )
CONTOH :
Sebuah wilayah terindikasi mengalami erosi dengan dampak semakin
berkurangnya luas wilayah yang dimaksud :
Hasil survey menunjukkan terjadi perubahan garis pantai dengan
kecepatan rata-rata 2,5 m per tahun, peruntukan wilayah adalah sebagai
tempat usaha. Maka :
- Kriteria kerusakan : 2,5 m / tahun (berat) dengan nilai bobot = 150
- kriteria kepentingan : Tempat Usaha, dengan nilai bobot = 200
Total nilai bobot = 350
Skala Bobot 300 – 399 = diutamakan (C)
Contoh penentuan urutan penanganan berdasarkan
nilai bobot prioritas :

No Lokasi Bobot Skor Total Prioritas

Tingkat Kerusakan Tingkat


Kpntingan
Erosi Sedmts Lingkgn Skor
Abrasi
1 Ap 150 - 250 400 125 525 A

2 Bp 50 - 200 250 150 400 B

3 Cp 200 100 100 400 125 525 A

4 Dp 150 - 150 300 125 425 B

5 Ep 50 - 100 150 150 300 C

6 Fp 150 - 200 350 150 500 A

7 Gp 100 - 100 200 125 325 C

You might also like