You are on page 1of 29

Rahmad aksa

 Syok anafilaksis adalah keadaan alergi yang


mengancam jiwa yang ditandai dengan
penurunan tekanan darah secara tiba-tiba dan
penyempitan saluran pernapasan, menyebabkan
penderita jatuh pingsan dan tidak sadarkan diri.
 Pemicunya: reaksi alergi yang disebabkan oleh
respon sistem imun tubuh yang abnormal
terhadap benda asing (bisa berupa makanan atau
obat-obatan).
 Zat-zat kimia yang dilepaskan oleh sistem imun
tubuh sewaktu terjadi reaksi alergi menyebabkan
pembuluh darah melebar, menurunkan tekanan
darah secara mendadak, dan penurunan aliran
darah ke otak.
 Mekanisme alergi bisa dibagi menjadi
beberapa tahapan yaitu paparan awal,
sensitisasi, paparan ulang alergen, dan reaksi
alergi.
 Reaksi alergi sejati bisa terjadi dengan syarat
harus ada paparan awal dan sensitasi
sebelumnya.
 Pada paparan ulang selanjutnya (antigen
challenge), barulah muncul reaksi alergi. 
 Paparan awal yaitu pada individu yang rentan (individu atopik) terkena paparan awal alergen, dan
selanjutnya individu mengembangkan respon sel Th2 yang kuat.
 Setelah paparan awal, individu dikatakan “peka” terhadap alergen. Individu mungkin tidak
menunjukkan “reaksi alergi” terhadap paparan awal karena dibutuhkan waktu untuk respon antibodi
menjadi matang.
 Ketika individu tersebut kembali terpapar antigen, antigen berikatan dengan IgE yang telah
menempel pada sel mast, menyebabkan ikatan silang (cross-linking) dan sel mast menjadi aktif.
Respon ini cepat dalam hitungan menit setelah antigen challenge.
 Dengan mengetahui mekanisme ini, kita bisa mengenali bahwa paparan antigen selanjutnya (kedua
atau seterusnya), reaksi alergi bisa muncul pada individu atopik.
 Karakteristik gejala dari syok anafilaktik termasuk nadi cepat, lemah, ruam pada kulit, mual, muntah
dan anggota gerak yang hangat. Penderita syok anafilkaksis memerlukan injeksi epinefrin segera
dan segera dibawa ke rumah sakit karena hal ini dapat menyebabkan kematian dengan cepat.
 Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap alergen tertentu.
Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa, sistem pernapasan maupun makanan,
terpapar pada sel plasma dan menyebabkan pembentukan IgE spesifik terhadap alergen tertentu.
 IgE spesifik ini kemudian terikat pada reseptor permukaan mastosit dan basofil. Pada paparan
berikutnya, alergen akan terikat pada IgE spesifik dan memicu terjadinya reaksi antigen antibodi
yang menyebabkan terlepasnya mediator yakni antara lain histamin dari granula yang terdapat
dalam sel.
 Ikatan antigen antibodi ini juga memicu sintesis SRS-A (Slow reacting substance of
Anaphylaxis) dan degradasi dari asam arakidonat pada membrane sel, yang menghasilkan
leukotrine dan prostaglandin. Reaksi ini segera mencapai puncaknya setelah 15 menit. Efek
histamin, leukotrine (SRS-A) dan prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus
menyebabkan timbulnya gejala pernafasan dan syok (Koury dan Herfel, 2000). Reaksi ini disebut
hipersensitivitas segera karena dimulai dengan cepat, beberapa menit setelah antigen challenge
(paparan antigen yang sama selanjutnya).
 Adrenalin: Ephinefrin

 Adrenalin atau epinephrine merupakan hormon


kerja cepat yang disekresi oleh kelenjar suprarenal. Adrenalin
bersifat simpatomimetik (agonist α adrenergik dan β adrenergik).
Efek samping adrenalin dapat berupa tremor, pucat, palpitasi,
pusing, dan sakit kepala
 Kategori C bagi ibu hamil
 Dewasa: Dosis 0,5 mg, diberikan melalui suntikan otot
(intramuskular/IM), setiap 5 menit hingga ada tanda-tanda
pemulihan kondisi pasien dari syok anafilaktik, atau 0,5 mg
melalui suntikan di pembuluh darah (intravena/IV), dengan suntik
perlahan hingga kondisi membaik.
 Anak-anak: Dosis 0,01 mg/kgBB, diberikan melalui suntikan
di otot (intramuskular/IM) atau suntikan di pembuluh darah
(intravena/IV).
 Efek Samping: Keringat yang berlebihan, Mual
atau muntah, Gelisah atau cemas, Pusing, Napas terasa berat,
Lemas, Sakit kepala, Gemetar, Pucat, Bengkak, merah, atau
nyeri di area suntikan
 Peningkatan risiko terjadinya gangguan irama
jantung (aritmia) atau hipertensi jika digunakan
bersama gas halothane, penghambat beta,
penghambat alfa, obat-obatan vasokonstriktor
atau vasopressor, obat antihipertensi,
penghambat saraf adrenergik, obat antidepresa
trisiklik, atau obat glikosida jantung
 Peningkatan risiko terjadinya hipotensi yang
berat jika digunakan dengan clozapine,
pimozide, atau haloperidol
 Penurunan efektivitas dari obat antidiabetes,
seperti acarbose, insulin, atau metformin
 Peningkatan risiko terjadinya efek samping yang
fatal jika digunakan dengan ergotamine
Dokter akan melakukan pengawasan ketat selama dan
sesudah penyuntikan epinephrine. Beberapa efek
samping yang dapat muncul setelah menggunakan
epinephrine suntik adalah:
Keringat yang berlebihan
Mual atau muntah
Gelisah atau cemas
Pusing
Napas terasa berat
Lemas
Sakit kepala
Gemetar
Pucat
Bengkak, merah, atau nyeri di area suntikan
 Contoh Obat: Chlorpeniramin
 Antihistamin-H1 bekerja dengan mengikat
pada reseptor histamin H1 dalam sel mast,
otot polos, dan endotelium di dalam tubuh
serta di inti tuberomammillar di otak
 Kategori B bagi ibu hamil
 Efek Samping: Kantuk, Pusing, Sakit perut atau sakit
maag,Penglihatan buram, Gelisah atau tidak bisa diam,
Sembelit, atau konstipasi, Mulut, hidung, dan tenggorokan
kering
 Peningkatan risiko terjadinya efek samping
yang fatal jika digunakan dengan obat MAOI
 Peningkatan kadar phenytoin di dalam darah
sehingga meningkatkan risiko terjadinya
overdosis phenytoin
 Peningkatan efek kantuk dan risiko
terjadinya efek samping yang berbahaya jika
digunakan dengan obat antinyeri
golongan opioid, obat tidur, obat penenang,
atau obat antipsikotik
 Aminofilin: Aminofilin termasuk dalam jenis
obat bronkodilator.
 Obat ini bekerja dengan cara melebarkan
saluran pernapasan yang menyempit, agar
udara dapat mengalir dari dan menuju paru-
paru tanpa hambatan.
 Kategori C bagi ibu hamil
 Efek samping: Sakit kepala atau pusing, Mual
atau muntah, Tremor, Gelisah dan tidak bisa
berhenti bergerak,Insomnia,Sakit perut atau
sakit maag,
 Penurunan efektivitas aminofilin jika digunakan
bersama carbamazepine, phenytoin, rifampicin, atau ritonavir
 Penurunan efektivitas obat penghambat beta dan peningkatan
risiko terjadinya efek samping dari aminofilin jika digunakan
bersamaan
 Peningkatan kadar aminofilin di dalam darah dan risiko
terjadinya efek samping jika digunakan bersama obat antibiotik
golongan makrolid, quinolone, atau allopurinol, cimetidine,
fluconazole, isoniazid,methotrexate, tiabendazole,
atau verapamil
 Peningkatan risiko terjadinya kejang jika digunakan dengan obat
bius ketamine
 Peningkatan efek racun aminofilin yang bersifat fatal jika
digunakan dengan ephedrine atau obat turunan xanthine lain,
seperti teofilin
 Penurunan efektivitas dari adenosin atau dipyridamole
 Dopamin adalah obat untuk membantu kerja jantung dalam memompa
darah saat terjadi syok, yaitu kondisi di mana pasokan darah, oksigen,
dan nutrisi ke jaringan serta organ tubuh berkurang (hipoperfusi).
 Efek dopamin atau dopamine ini sangat tergantung pada dosis yang
diberikan.
 Jika diberikan dalam dosis yang rendah, dopamine akan bekerja
melebarkan pembuluh darah (vasodilator).
 Dalam dosis yang sedang, dopamine akan bekerja memperbaiki kontraksi
otot jantung, sehingga dapat meningkatkan kekuatan pompa jantung.
 Dalam dosis tinggi memiliki efek untuk menyempitkan pembuluh darah
(vasokonstriksi), sehingga bisa meningkatkan tekanan darah. 
 Efek Samping: Denyut jantung tidak teratur atau jantung berdebar ,
Pusing yang berat hingga ingin pingsan, Sesak napas Nyeri dada
 Kategori C bagi ibu hamil
 Peningkatan risiko terjadinya aritmia yang berpotensi
fatal jika digunakan dengan gas bius,
seperti halothane
 Penurunan efektivitas dopamin jika digunakan dengan
obat yang memiliki penghambat adrenergik,
termasuk penghambat beta seperti propranolol atau
metoprolol
 Peningkatan efektivitas dopamine jika digunakan
dengan obat golongan MAOI, antidepresan trisiklik,
atau obat guanethidine
 Peningkatan risiko
terjadinya hipotensi dan bradikardia jika digunakan
dengan phenytoin
 Peningkatan risiko terjadinya penyempitan pembuluh
darah yang berlebihan jika digunakan dengan obat
golongan alkaloid ergot, seperti ergotamine
 Dimethindene maleate atau dimethindene adalah obat
yang digunakan untuk meredakan reaksi alergi,
seperti urtikaria atau biduran. Obat ini merupakan
golongan antihistamin yang bekerja spesifik untuk
menghambat reseptor H1.
 Dimentindene bekerja dengan cara menghambat produksi
dan kerja histamin yang diproduksi tubuh saat terpapar zat
atau bahan yang menyebabkan alergi (alergen), sehingga
gejala alergi dapat mereda.
 Efek samping: Mulut kering, Kantuk,Sakit kepala,
Konstipasi,Pusing, Retensi urine,Takikardia atau aritmia,
Penglihatan kabur, Hilang nafsu makan
 Peningkatan risiko terjadinya gangguan
pendengaran jika digunakan bersama obat
antibiotik, seperti golongan aminoglikosida
 Penurunan efektivitas betahistine
 Peningkatan risiko terjadinya perpanjangan
interval QT jika digunakan bersama mefloquine
 Peningkatan efek sedative jika digunakan
bersama thalidomide
 Peningkatan risiko terjadinya efek samping yang
fatal jika digunakan bersama obat atropin atau
obat antidepresan, seperti inhibitor monoamine
oksidase (MAOIs) dan antidepresan trisiklik
(TCAs)
 Kortikosteroid adalah kelompok obat yang mengandung hormon steroid
sintesis. Obat ini dapat menghambat produksi zat yang menimbulkan
peradangan dalam tubuh, serta bisa bekerja
sebagai imunosupresan dalam menurunkan aktivits dan kerja sistem
imun.
 Efek Samping: Kenaikan berat badan, Kaki bengkak,Tekanan darah tinggi,
Hipokalemia, Sakit kepala, Lemah otot, Buffalo hump, yaitu pembengkakan
seperti punuk di punggung atas, Moon face, yaitu pembengkakan di wajah
sehingga wajah tampak lebih bulat, Muncul rambut di wajah, Penipisan
kulit, Mudah memar, Luka sulit sembuh, Glaukoma, Katarak, Tukak
lambung atau ulkus duodenum, Siklus menstruasi tidak teratur

Telepon ambulans untuk mendapatkan pertolongan
di fasilitas kesehatan terdekat.
 Terlentangkan tubuh orang yang mengalami syok,
naikkan kakinya.
 Bila sulit bernapas, dudukkan dengan tegap.
 Longgarkan pakaian dan tutupi dengan selimut.
 Jangan beri makanan atau minuman.
 Jika muntah atau perdarahan, posisikan tubuh ke
arah samping agar tidak tersedak.
 Lakukan resusitasi jantung (CPR) jika tak ada tanda-
tanda bernapas, batuk, atau gerakan.
 Tekan dada 100 kali setiap menit sampai ambulans
tiba.

Antihistamin dan kortison infus: mengurangi
radang saluran pernapasan dan
mempermudah bernapas.
 Suntikan epinefrin: meningkatkan tekanan
darah dan melebarkan saluran pernapasan.
 Oksigen: menolong pernapasan Anda.
 Albuterol: melegakan gejala sesak napas.
 Cara terbaik untuk mencegah anafilaksis
adalah dengan mencegah alergi, yakni
menjauhi alergen.
 Anda dapat mengetahuinya dengan tes alergi
sederhana berupa tes tusuk kulit (skin prick
test), tes tempel kulit (patch test), ataupun
tes darah.
TERIMAKASIH

You might also like