You are on page 1of 105

Syllabus Mikologi Medik

• I. Pengertian jamur
• II. Morfologi jamur
• III. Reproduksi jamur
• IV. Penyakit Jamur
– 1. Mikosis Superfisial
– 2. Mikosis Sub Kutan
– 3. Mikosis Sistemik
• Jamur patogen  Koksidioidomikosis, Blastomikosis
dan Parakoksidioidomikosis
• Jamur oportunistik  Kandidiasis, Aspergillosis
Buku
Buku
Morfologi Jamur
Bentuk jamur secara garis besar ada 3 bentuk yaitu :
1. Yeast
Merupakan jamur uniselluler yang berbentuk oval / lonjong
dengan diameter 3  – 15 mikron, berkembang biak dengan cara
membelah diri (asexual)  membentuk tunas atau budding cell.
Yeast ada dua yaitu : Yeast murni merupakan jamur uniselluler
yang tidak mampu membentuk pseudohifa/ klamidospora,
Contoh : Sacharomyces cereviseae
Yeast like merupakan jamur uniselluler yang mampu membentuk
pseudohifa. Contoh : Candida sp, Candida albicans, Torulla
(koloni berwarna merah / orange), Cryptococcus neoformans
      
Secara makroskopik (pada media padat SDA) koloni
jamur bentuk yeast tampak Smooth, warna krem, cembung
bau seperti ragi. Identifikasi dilakukan dengan uji biokimia
•2.  Mold / Kapang
Merupakan jamur multiselluler (mempunyai inti lebih dari satu) yang
membentuk benang-benang hifa / filament, kumpulan dari hifa disebut
miselium yang membentuk suatu anyaman.
•Hifa yang dibentuk ada yang bersekat maupun tak bersekat. Hifa yang
berada di atas permukaan media disebut Hifa aerial yang berfungsi
sebagai alat perkembangbiakan. Hifa yang berada didalam media
disebut Hifa Vegetatif berfungsi sebagai alat  untuk menyerap makanan.
•Secara makroskopik  (pada media SDA) jamur yang berbentuk Mold
membentuk koloni yang berserabut / granuler  koloninya tampak kasar
(Rought).
•Hasil mikroskopik dan makroskopik merupakan dasar
identifikasi. Contoh
 Aspergillus, Penicillium, Rhizopus, Mucor, Microsporum, Trichophyton
, Epidermophyton
• 3.  Dimorfik
Merupakan jamur yang mempunyai dua
bentuk yaitu : Yeast dan Mold.
• Berbentuk Yeast jika berada di dalam inang /
host atau pada suhu inkubasi 37 derajat C, dan
berbentuk mold jika berada diluar inangnya
atau pada suhu inkubasi suhu ruang. 
• Contoh  Histoplasma capsulatum, Coccidioides
immitis, Blastomyces dermatidis
Koloni Jamur
• Sifat Koloni Jamur
1. Koloni Ragi (yeast colony)
Dilihat secara makroskopis, koloni jamur basah, kental, dan tidak
memiliki miselium. Secara mikroskopik kolonik tampak uniseluler.
2. Koloni seperti ragi (yeast like coloni)
Dilihat secara makroskopis bersifat basah dan lembek, terdiri
dari sel ragi dan miselium semu. Secara mikroskopis koloni jamur
tampak seperti uniseluler.
3. Koloni Filamen .Dilihat secara makroskopis koloni jamur
mempunyai bentuk seperti beludru, seperti wool, seperti kapas,
dan terdiri atas hifa sejati yang membentuk miselium dan spora,
koloni jamur penuh dengan berbagai macam warna. Secara
mikroskopis terlihat benang-benang hifa dan spora.
Reproduksi Jamur
•Jamur berkembang biak dengan membentuk spora. Spora dibentuk
dengan dua cara yaitu : Asexual dan Sexual , 
•Spora asexual dibentuk oleh hifa fertile yang mengalami pemutusan atau
fragmentasi.
•Macam- macam spora asexual  :
•1.Blastospora, spora asexual yang dibentuk oleh jamur yang berbentuk
oval (jamur uniselluler) dengan membentuk sel anakan Budding cell.
•2.Arthrospora, spora asexual yang dibentuk  pada ujung hifa dan
berbentuk persegi.
•3.Klamidospora, spora asexual yang dibentuk oleh hifa
yang mengalami penebalan  terletak terletak pada ujung hifa
(klamidospora terminal), atau pada tengah hifa disebut klamidospora
interkalar
Reproduksi Jamur
• 4. Konidiaspora yaitu spora yang dibentuk pada hifa
yang fertile secara asexual  atau sexual
• Mikrokonidia, spora asexual pada hifa yang
ukurannya kecil berbentuk seperti tetes air, atau cerutu.
• Makrokonidia, spora asexual pada hifa yang
ukurannya besar dan bentuknya  seperti gada, atau
bulan sabit.
• 5. Pada beberapa jamur pada bagian ujung
menggelembung membentuk suatu wadah
(sporangium), dimana protoplasmanya membagi diri
membentuk spora (sporangiospora), hifa dari jamur
tersebut disebut sporangiofore.
Reproduksi Jamur
• Reproduksi jamur secara Sexual
• Spora jamur yang dibentuk melalui percampuran
sitoplasma dan inti dari 2 hifa atau 2 sel jamur. 
• Perkembang biakan secara sexual ada dua cara
yaitu : Plasmogami dan Karyogami. 
• Plasmogami, persatuan antara dua sel jamur yang
didahului dengan protoplasma kemudian persatuan
inti.
• Karyogami, persatuan antara dua sel jamur atau hifa
pada bagian inti
Macam-macam spora seksual
• 1. Zigospora, spora yang dibentuk oleh
penggabungan 2 ujung hifa sejenis.
• 2. Oospora , spora yang dibentuk oleh
penggabungan 2 hifa yang tidak sejenis
• 3. Askospora, spora yang dibentuk dalam
struktur khusus yang disebut askus.
• 4. Basidiospora, spora yang dibentuk di
dalam struktur khusus yang disebut
basidium.
Penyakit Jamur
• Penyakit yang dapat ditimbulkan oleh jamur
terdiri dari :
• 1. Alergi -> biasanya disebabkan oleh kapang
atau spora jamur yang ada diudara. Umumnya
terjadi pada individu yang mengidap alergi lain.
• 2. Keracunan jamur -> terjadi karena menelan
makanan yang tercemar kapang atau memakan
jamur yang beracun.
• 3. Infeksi jamur (Mikosis) -> penyakit jamur
yang disebabkan oleh jamur yang bersifat
patogen , mulai dari infeksi superfisial sampai
infeksi sistemik.
I. Mikosis Superfisial
• Mikosis Superfisial yaitu penyakit jamur yang
menyerang bagian permukaan luar tubuh
seperti kulit, rambut dan kuku.
• Mikosis Superfisial dibagi menjadi dua, yaitu
dermatofitosis dan nondermatofitosis.
• Dermatofitosis terdiri dari tinea kapitis, tinea
barbae, tinea kruris, tinea pedis et manus, tinea
unguium dan tinea korporis.
• Non dermatofitosis terdiri dari pitiriasis
versikolor (tinea versicolor), piedra hitam, piedra
putih, tinea nigra dan otomikosis.
Dermatofitosis
• Yaitu Mikosis Superfisial yang disebabkan oleh
jamur golongan dermatofita.
• Dermatofita  golongan jamur yang dapat
mencernakan keratin.
• Jamur dermatofita yang tersering sebagai
penyebab dermatofitosis di Indonesia :
• 1. Trichophyton mentagrophytes
• 2. Trichophyton rubrum
• 3. Microsporum canis
• 4. Microsporum gypseum
• 5. Epidermophyton floccosum
Trichophyton mentagrophytes
• Mikrokonidianya berbentuk bulat, terdapat
berkelompok menyerupai tangkai buah anggur
pada cabang-cabang terminalnya.
• Makrokonidianya berbentuk pensil
• Sering terdapat hifa yang berbentuk
kumparan.
Hifa kumparan Trychophyton mentagrophytes
Hifa kumparan Trichophyton mentagrophytes
Makrokonidia Trichophyton mentagrophytes
Mikrokonidia Trichophyton mentagrophytes
Kultur Trichophyton mentagrophytes
Trichophyton rubrum
• Hifanya halus. Mikrokoniadianya kecil
berbentuk lonjong.
• Mikrokoniadianya terletak pada konidiofor
yang pendek dan tersusun satu persatu pada
sisi hifa dan terlihat seperti tetesan air mata.
• Makrokonidianya berbentuk pensil dan terdiri
dari beberapa sel
Mikrokonidia Trichophyton rubrum
Kultur Trichophyton rubrum
Microsporum canis
• Makrokonidianya berbentuk kumparan yang
berujung runcing, terdiri dari 8 – 15 sel
• Makrokonidianya berdinding tebal , ujung
melengkung seperti kait.
Makrokonidia Microsporum canis
Makrokonidia Microsporum canis
Kultur Microsporum canis
Microsporum gypseum
• Mikrokonidianya tidak khas .
• Makrokonidianya berbentuk kumparan,terdiri
dari 4 – 6 sel dengan dinding yang lebih tipis.
Kultur Microsporum gypseum
Makroknidia Microsporum gypseum
Makrokonidia Microsporum gypseum
Epidermophyton floccosum
• Makroknidianya berbentuk gada, dinding tebal
dan terdiri dari 2 – 5 sel.
• Beberapa makrokonidia tersusun pada satu
konidiofor,
• Mikrokonidianya tidak ada.
Kultur Epidermophyton floccosum
Makrokonidia Epidermophyton floccosum
Penyakit jamur yang termasuk kelompok
Dermatofitosis
• I. Tinea Capitis (Kurap kulit kepala)  yaitu
infeksi jamur dermatofita pada kulit kepala
dan rambut.
• Bentuk2 tinea capitis
• 1. Tinea capitis antropofilik atau epidemik
pada anak-anak. Biasanya tidak meradang dan
menimbulkan bercak-bercak kelabu pada
rambut dan biasanya sembuh sendiri.
Tinea capitis
• 2. Tinea capitis zoofilik pada anak-anak
• Ditandai daerah bersisik kemerahan pada kulit
kepala dan disertai peradangan dan
pembentukan nanah. Biasanya ditularkan dari
binatang peliharaan spt anjing dan kucing.
• 3. Tinea capitis bintik hitam pada orang
dewasa,. Rambut yang terinfeksi tampak
sebagai titik2 hitam dan mudah patah .
Terdapat infeksi endotrik dan ektotrik.
• 4.Tinea favosa  berupa tinea capitis berat
disertai pembentukan keropeng dan jaringan
parut yang menyebabkan kebotakan.
Tinea capitis
II. Tinea unguium
• Tinea unguium yaitu infeksi jamur dermatofia
pada kuku. Gejala ditandai dengan permukaan
kuku yang tidak rata, rapuh atau menjadi keras
dan berwarna kekuningan.
• Harus bisa dibedakan dengan Onikomikosis
yaitu infeksi jamur non dermatofita pada kuku
yang disebabkan oleh jamur Candida,
Aspergillus dll. Pada onikomikosis menyebabkan
pembengkakan dan rasa nyeri disekitar kuku.
Tinea unguium
Tinea unguium
Tinea unguium
III. Tinea pedis
• Tinea pedis yaitu infeksi jamur dermatofita yang
bersifat akut sampai kronis pada kulit diantara jari2
kaki , telapak kaki atau lateral kaki.
• Bentuk-bentuk tinea pedis :
• 1. Tinea pedis intertriginosa kronis, ditandai
dengan terbentuknya jaringan maserasi putih
dintara jari2 kaki.
• 2. Tinea pedis kering bersisik kronis, ditandai
dengan celah bersisik atau lubang2 pada tumit,
telapak kaki, bagian sisi kaki. Kadang2 terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri yang menyebabkan rasa
nyeri.
Tinea pedis
Tinea pedis
Tinea pedis
Tinea pedis intertriginosa kronis
Tinea pedis
IV. Tinea corporis
• Tinea corporis (kurap badan)  infeksi jamur
dermatofita pada kulit tak berambut
(badan,lengan,dada dan tungkai).
• Gejala  daerah bulat (lingkaran) dengan
pinggiran aktif berwarna merah dan bervesikel
atau pustula, sedangkan daerah bagian tengah
bersisik.
Tinea corporis
Tinea corporis
Tinea corporis
V. Tinea Cruris
• Tinea cruris  infeksi jamur dermatofita yang
bersifat akut atau kronis pada daerah lipat
paha, sekitar anus atau bokong yang dapat
meluas kedaerah perut bagian bawah.
• VI. Tinea barbae  Infeksi jamur dermatofita
pada folikel rambut yang terdapat pada
daerah dagu, muka dan leher yang
menyebabkan pustula dan keropeng.
Tinea cruris
Diagnosa laboratorium Dermatofitosis
• 1. Pemeriksaan langsung kerokan kulit, rambut
dan kuku dengan penambahan reagen KOH 10-20
% dan diperiksa dibawah mikroskop.
• 2. Pembiakan Spesimen pada media SDA
(Sabauraud Dextrosa Agar) yang ditambahkan
antibiotik dan diinkubasi pada suhu kamar atau
dalam inkubator.
• Spesies jamur ditentukan dengan melihat sifat dari
jamur yaitu : bentuk koloni, warna hifa dan spora
yang dibentuk yang diamati dibawah mikroskop.
Non dermatofitosis
• Non dermatofitosis  Mikosis superfisial
yang disebabkan oleh jamur bukan golongan
dermatofita.
• Non dermatofitosis terdiri dari :
• 1. Tinea Versicolor (Pitiriasis versicolor) 
Panu
• Yaitu infeksi jamur pada stratum corneum
kulit ditandai dengan adanya bercak2.
• Jamur penyebab  Malassezia furfur
• Gejala Klinis Panu  Dimulai dari adanya bercak2 kecil
tipis bersisik yang kemudian menjadi banyak dan
menyebar. terutama pada leher, muka, lengan, dada,
perut atau punggung.
• Keluhan  rasa gatal bila berkeringat dan rasa malu.
Pada orang kulit berwarna  bercaknya hipopigmentasi.
Pada orang kulit putih  Bercaknya hiperpigmentasi.
• Diagnosa laboratorium  Pemeriksaan langsung
kerokan kulit dengan penambahan larutan KOH 10-20 %
(didiamkan sebentar/dilewatkan diatas lampu spiritus)
dan diamati dibawah mikroskop.
• Pemeriksaan dengan Sinar Wood  terlihat kulit
berwarna kuning.
Tinea versicolor
2. Tinea nigra
• Tinea nigra  Infeksi jamur pada stratum
corneum telapak tangan.
• Jamur penyebab : Cladosporium wernecki
• Tergolong jamur dematiaceae dan membentuk
koloni berwarna coklat hitam.
• Gejala Klinis
• Terdapat bercak berwarna tengguli hitam atau
coklat tua kehitaman dan bersisik di telapak
tangan. Keluhan penderita adalah rasa gatal dan
memberi kesan kotor.
3. Piedra hitam
• Piedra hitam  Infeksi jamur pada batang rambut
berupa benjolan (nodul keras) yang berwarna hitam.
• Jamur penyebab : Piedra hortai
• Gejala Klinis : Terdapat benjolan (nodul) yang sangat
keras, berwarna coklat kehitaman dan sulit dilepaskan
dari rambut, bila dipaksa rambut akan patah,
• Diagnosa laboratorium  Pemeriksaan langsung
benjolan rambut dg penambahan larutan KOH 10-20
%. Jamur tampak berupa anyaman padat dari hifa.
Dalam anyaman tampak bagian2 jernih berupa askus
yang mengandung 8 askospora.
4. Piedra putih
• Piedra putih  Infeksi jamur pada batang rambut
berupa benjolan berwarna putih kekuningan.
• Jamur penyebab : Trichosporon beigelii
• Gejala Klinis  Benjolan berwarna putih kekuningan
pada rambut kepala. Kumis atau jenggot.
• Diagnosa Laboratorium
• Pemeriksaan langsung benjolan pada rambut dengan
penambahan larutan KOH 10-20 % dibawah
mikroskop. Tampak anyaman hifa padat dan
artrospora.
5.Otomikosis
• Otomikosis  Infeksi jamur pada liang telinga.
• Jamur penyebab : adalah jamur2
pengkontaminan seperti, Aspergillus,
Penicillium, Mucor, Rhizopus dan Candida
• Gejala Klinis  Rasa gatal dan rasa penuh di
dalam telinga. Rasa penuh disebabkan karena
pertumbuhan jamur yang sangat cepat sehingga
menutupi liang telinga. Pada otomikosis yang
menahun terdapat sisik jamur diseluruh kulit
liang telinga bagian luar.
Diagnosa laboratorium Otomikosis
• Pemeriksaan langsung kotoran telinga (serumen
yang diambil dengan kapas usap steril) atau
kerokan kulit liang telinga, kemudian
ditambahkan KOH 10-20 % dan diperiksa
dibawah mikroskop. Akan ditemukan hifa atau
spora jamur penyebab.
• Untuk mengidentifikasi jenis jamur penyebabnya
, bahan klinik tersebut dibiak pada media SDA
lalu diamati koloni jamur yang tumbuh. Hifa
dan spora jamur diamati dibawah mikroskop
untuk mengetahui jenis jamur penyebabnya.
Konidiospora Aspergillus flavus
II.Mikosis Subkutan
• Yaitu  Penyakit jamur yang menyerang
jaringan di bawah kulit
• 1. Sporotrikosis
• 2. Kromomikosis
• 3. Maduromikosis ( Misetoma )
• 4. Rinosporidiosis
1. Sporotrikosis
• Jamur penyebab : Sporotrhrix schenckii atau
Sporotrichum schenckii
• Infeksi pada manusia terjadi melalui :
• 1. luka ( trauma ) pada kulit
• 2. Secara inhalasi
• Ada 4 gambaran Klinis penyakit sporotrikosis
• a. Sporotrikosis kulit  kelainan hanya pada kulit
• b. Sporotrikosis limfatika lokalisata
• C. Sporotrikosis pulmonum  pada paru-paru
• D. Sporotrikosis diseminata  kelainan pada alat
dalam dan tulang
Spotrikosis kulit
lanjutan
• Diagnosa laboratorium sporotrikosis
• Pemeriksaan secara langsung dibawah
mikroskop sampel dari nanah, aspirasi abses,
sputum dan jaringan ulkus .
• Pewarnaan yang dipakai Gram, HE, PAS dan
GMS.
2.Kromomikosis
• Jamur Penyebab Kromomikosis
• 1. Phialophora verrucosa
• 2. Phialophora pedrosoi
• 3. Phialophora compactum
• 4. Phialophora dermatitidis
• 5. Cladosporium carionii
• Semua jamur tersebut diatas terdapat di tanah,
kayu busuk atau tumbuhan sudah mati.
• Infeksi dapat terjadi melalui luka ( trauma )
• Gejala Klinis Kromomikosis :
• Penyakit terjadi pada tungkai bawah. Perkembangan
penyakit dapat terjadi bertahun-tahun. Dimulai
dengan adanya lesi  papel membesar dan bersatu,
menonjol, keras berwarna merah atau keabu-abuan
 bentuk seperti kembang kol. Terjadi penyumbatan
pada saluran getah bening sehingga menyebabkan
edema.
• Diagnosa Laboratorium Kromomikosis
• Sampel dari kerokan kulit, biopsi, bahan otopsi
• Pemeriksaan langsung dengan reagen KOH 10 % atau
biakan sampel pada media SDA.
3. Maduromikosis ( Misetoma )
• Dibagi atas 2 macam :
• 1. Misetoma Actinomikotik
• Penyebab : Actinomyces. Nocardia dan
Streptomyces
• 2. Misetoma maduromikotik
• Penyebab : Madurella mycetoma dan
Allescheria boydii
• Gejala Klinis maduromikosis
• Infeksi terjadi melalui luka ( trauma ). Kelainan berupa
terbentuknya tumor pada luka yang makin lama makin
besar, kemudian terbentuk abses dan fistel dan dari
fistel keluar nanah ( pus )
• Maduromikosis dapat terjadi pada kaki, tangan dan
bahu,
• Diagnosa laboratorium maduromikosis
• Sampel  nanah dan biopsi jaringan
• Pemeriksaan secara langsung pada sampel
ditambahkan KOH 10%. Untuk identifikasi ditanam
pada media SDA. Dapat juga diperiksa sediaan
histopatologi dari jaringan biopsi
4. Rinosporidiosis
• Jamur penyebab : Rinosporidium seeberi
• Gejala klinis
• Penyakit terjadi secara inhalasi. Ditandai
dengan terbentuknya polip yang bertangkai
dan mudah berdarah pada selaput lendir dari
mata, hidung, farink dan uretra
• Diagnosa laboratorium rinosporidiosis
• Pemeriksaan jaringan
Mikosis sistemik : Jamur oportunistik
• 1. Candida albicans
• Merupakan jamur tak sempurna ( inperfect fungi ) yang
memiliki sifat2 seperti ragi.
• Terdiri dari satu sel yang berbentuk bulat lonjong dengan
ukuran 2-5 mikron s/d 3-6 mikron.
• Berkembang biak dengan membentuk tunas (blastospora ).
Tunas dapat memanjang membentuk pseudohifa ( hifa semu ).
• Candida merupakan flora normal kulit, selaput lendir, saluran
pencernaan atau vagina.
• Pada keadaan tertentu jamur candida yang bersifat
oportunistik , dapat berubah menjadi patogen dan dapat
menyebabkan penyakit yang disebut Candidiasis
Blastospora dan Pseudohifa
• Candida dapat tumbuh pada media SDA
• ( Sabauroud Dextrosa Agar ) dan membentuk
koloni ragi dengan ciri-ciri menonjol dari permukaan
media, permukaan koloni halus, licin, berwarna
putih kekuningan dan berbau ragi.
• Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya
infeksi Candida diantaranya adalah :
- terdapat inflamasi/peradangan, sistem imun
lemah, kadar gula darah tinggi, setelah penggunaan
obat-obatan antibiotik, steroid, dan pil kontrasepsi
oral. Bayi, ibu hamil, dan pengidap HIV juga rentan
terhadap infeksi candida.
Jenis Candida yang ditemukan pada manusia
• 1. Candida albicans
• 2. Candida tropicalis
• 3. Candida stellatoidea
• 4. Candida pseudotropicalis
• 5. Candida crusei
• 6. Candida parapsilosis
• 7. Candida guilliermondii

• Candida albicans  paling patogen dan paling


banyak menyebabkan penyakit.
Sifat-sifat Candida albicans
• a. Gram (+)
• b. Membentuk tabung kecambah ( germ tube ),
apabila sel ragi dibiakkan di dalam serum dan
diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37ᴼC. Serum
bisa diganti dengan putih telur.
• c. Membentuk pseudohifa atau klamidospora
apabila ditanam pada media Agar Tepung Jagung
– Tween 80
• Identifikasi spesies dilakukan dengan tes
biokimia (asimilasi karbohidrat)
Kultur Candida albicans
Kultur Candida albicans
Kultur Candida albicans
Candida albicans membentuk klamidospora dalam media
Corn Meal Agar
Klamidospora Candida albicans
Bentuk-bentuk penyakit Candidiasis
• 1. Kandidiasis oral ( thrush )
• Ditandai dengan bercak putih tebal berenda di atas
dasar merah yang dapat terbentuk di lidah, langit-
langit, atau di tempat lain di dalam mulut. Plak ini
kadang terlihat seperti dadih susu tetapi tidak dapat
dihapuskan semudah susu biasa. Jika plak putih
diambil dengan pisau atau aplikator berujung kapas,
jaringan yang mendasarinya mungkin berdarah..
Infeksi ini juga dapat membuat lidah tampak merah
tanpa lapisan putih. Thrush atau Sariawan dapat
menyakitkan dan membuat sulit untuk makan.
Oral candidiasis in an immunosuppressed
patient
2. Kandidiasis Vulvovagina (KVV)
• Gejala yang sering terjadi adalah ga­tal (pruritus) dan
keluarnya sekret vagina. Karakteristik sekret vagina
seperti keju lunak berwarna putih susu, mungkin
bergumpal, dan tidak berbau ( Gejala keputihan ). Rasa
nyeri pada vagina, iritasi dan rasa terbakar pada vulva,
dispareunia, serta disuria juga dapat dikeluhkan.
• Beberapa faktor predisposisi terjadinya Kandidiasis
Vulvogina diantaranya adalah kehamilan (trimester
ketiga), kontrasepsi, diabetes melitus, antibiotik
(terutama spektrum luas seperti tetrasiklin, ampisilin,
dan sefalosporin oral), menggunakan pakaian ke­tat
yang terbuat dari nilon.
• 3. Kandidiasis balanitis dan balanoptisis
– Terjadi pada pria yang tidak di khitan..
– Gejala  bercak-bercak eritema dan erosi pada glan
penis, berupa keme­rah­an, gatal, dan rasa terbakar
pada penis.
– In cases of balanitis, diabetes mellitus should be
excluded and the sexual partner should be
investigated for vulvovaginitis. The symptoms include
erythema, pruritus and vesiculopustules on the glan
penis or prepuce. Infections are more commonly
seen in uncircumcised men and poor hygiene may
also be a contributing factor.
4. Kutu air ( Rangen )
Kandidiasis pada sela-sela jari kaki. Kulit di sela jari-jari kaki menjadi lunak, terjadi maserasi dan dapat
mengelupas menyerupai kepala susu.
5. Kandidiasis popok ( Diaper rash )
Infeksi Candida pada kulit disekitar anus yang banyak
ditemukan pada bayi. Hal ini terjadi karena popok basah yang
tidak segera diganti, sehingga terjadi iritasi
6. Kandidiasis kuku
• Sering disertai infeksi jaringan disekitar kuku.
• Kuku tidak mengkilat, permukaan tidak rata,
menjadi tebal dan keras, terdapat bahan yang
rapuh yang mengandung jamur atau sel-sel ragi
7. Neonatal and congenital candidiasis:

• Low birthweight and age, prolonged intravascular


catheterization and the use of antibiotic drugs are
the principle predisposing conditions for systemic
candidiasis in neonates. Blood cultures are often
positive and there is also a high incidence of
meningitis. Renal complications due to fungus ball
formation in the ureters or renal pelvis may also
occur. Congenital candidiasis acquired in utero is
usually confined to the skin in the form of a
generalized erythematous vesicular rash, however
intrauterine candidiasis may also result in abortion.
Neonatal and congenital candidiasis
8. Gastrointestinal candidiasis:

• Patients with acute leukemia or other


hematological malignancies may have
numerous ulcerations of the stomach and less
commonly the duodenum and intestine.
Perforation can lead to peritonitis and
hematogenous spread to the liver, spleen and
other organs. Colonization and invasion of the
stomach or intestinal mucosa is often
accompanied by the excretion of large numbers
of yeasts which may be detected in stools.
9. Pulmonary candidiasis:
• Pulmonary candidiasis can be acquired by either
hematogenous dissemination causing a diffuse
pneumonia or by bronchial extension in patients with
oropharyngeal candidiasis. Aspiration of yeasts from the
oral cavity has also been reported in infants. Pulmonary
candidiasis is difficult to diagnose due to non-specific
radiological and culture findings and most patients,
especially those with granulocytopenia, present at
autopsy. The presence of yeasts in alveolar lavage or
sputum specimens is not specific and blood cultures may
also be negative. Unfortunately, only histopathology can
provide a definitive diagnosis and this is not always
possible in patients with coagulation problems.
10. Candidemia (Candida septicemia)
• Candidemia has been defined as the presence of yeasts in
the blood. Candida species have been reported to cause up
to 15% of cases of septicemia seen in hospital patients.
• Predisposing factors include intravenous catheters, use of
antibacterial drugs, urinary catheters, surgical procedures,
corticosteroid therapy, neutropenia, severe burns, parental
nutrition, and chemotherapy induced impairment of
oropharyngeal or gastrointestinal mucosa. A characteristic
presentation is antibiotic resistant fevers in the neutropenic
patient with tachycardia and dyspnea. Hypotension is also
common and skin lesions may also occur
11. Ocular candidiasis
(Endophthalmitis due to Candida)
Laboratory diagnosis
• 1. Clinical Material: Skin and nail scrapings; urine, sputum and bronchial
washings; cerebrospinal fluid, pleural fluid and blood; tissue biopsies from
various visceral organs and indwelling catheter tips.
• 2. Direct Microscopy: (a) Skin and nails should be examined using 10% KOH
and Parker ink or calcofluor white mounts; (b) Exudates and body fluids
should be centrifuged and the sediment examined using either 10% KOH and
Parker ink or calcofluor white mounts and/or gram stained smears; (c) Tissue
sections should be stained using PAS digest, Grocott's methenamine silver
(GMS) or Gram stain. Note Candida may be missed in H&E stained sections.
Examine specimens for the presence of small, round to oval, thin-walled,
clusters of budding yeast cells (blastoconidia) and branching pseudohyphae.
Candida pseudohyphae may be difficult to distinguish from Aspergillus
hyphae when blastoconidia are not observed as often happens in liver
biopsies.
• 3. Culture: Colonies are typically white to cream colored
with a smooth, glabrous to waxy surface
• 4. Serology: Various serological procedures have been
devised to detect the presence of Candida antibodies,
ranging from immunodiffusion to more sensitive tests
such as counter immunoelectrophoresis (CIE), enzyme-
linked immunosorbent assay (ELISA), and
radioimmunoassay (RIA). However, these are often
negative in the immunocompromised patient, especially
at the beginning of an infection. The production of four
or more precipitin lines in CIE tests has been reported to
be diagnostic of candidiasis in the predisposed patient .
Aspergillosis
• Adalah penyakit infeksi dan alergi yang
disebabkan oleh Aspergillus fumigatus dan
sejumlah spesies Aspergillus lainnya.
• Arpergillus adalah jamur berbentuk benang yang
dapat ditemukan di mana-mana dan sporanya
selalu ditemukan di udara.
• Di dalam jaringan dan dalam biakan tampak
sebagai hifa khas bersekat dan bercabang dua.
Bentuk-bentuk Aspergillosis
• 1. Aspergillosis bronkopulmoner alergik
( ABPA).
– Penyakit alergi dengan kolonisasi jamur pada
gumpalan-gumpalan lendir pada paru-paru, tetapi
jaringan paru-parunya sendiri tidak mengalami
infeksi.
– Biasanya merupakan akibat adanya asma dan
tampak sebagai gejala asma berat dan kronis.
– Diagnosa agak sulit dan dapat dilakukan dengan
cara imunodiffusi dan pemeriksaan mikroskopik
langsung.
2. Aspergilloma
• Yaitu Aspergillus yang tumbuh kasar membulat mengisi
kaverne paru-paru, tetapi pertumbuhannya tidak
memasuki jaringan paru-paru.
• Merupakan penyakit sekunder pada penyakit yang
menyebabkan terjadinya kaverne misalnya
tuberculosis.
• Gejala klinis  biasanya batuk berdarah.
• Diagnosis : Cara imunodiffusi dan sinar X.
• Bisa juga dengan pembedahan dan hasil pembedahan
diperiksa secara mikroskopik untuk memastikan
diagnosa.
3. Aspergillosis invasif
• Umumnya terjadi pada penderita neutropenia
berat misalnya leukemia dan penerima
cangkokan jaringan dan pneumonia.
• Gejala awal bisa berupa sinusitis . Dari salah satu
sinus atau paru-paru kemudian jamur dapat
menyebar keseluruh tubuh.
• Diagnosis : pemeriksaan mikroskopis dan biopsi
paru-paru.
• Angka kematian cukup tinggi , kecuali jika jumlah
neutrofil penderita meningkat.

You might also like