You are on page 1of 10

PENDEKATAN DAN RAGAM GAYA KEPEMIMPINAN

KELOMPOK 4
1. Sri Ambarwati
2. Megasanti
3. Wiwin Septiana
4. Anjani Puspita sari
5. Meigiriatty
Pendekatan kesifatan adalah sebuah pendekatan dalam filsafat yang menekankan
pada pentingnya pengalaman langsung atau pengamatan empiris sebagai dasar
dari pengetahuan kita tentang dunia. Pendekatan ini juga dikenal sebagai
empirisme atau positivisme.
Menurut pendekatan kesifatan, pengetahuan yang benar dan dapat diandalkan
hanya dapat diperoleh melalui pengamatan yang akurat dan pengalaman yang
objektif. Oleh karena itu, pendekatan ini menolak gagasan bahwa pengetahuan
dapat diperoleh melalui pemikiran spekulatif atau intuisi.
Pendekatan kesifatan sangat mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan
modern, terutama pada abad ke-17 dan ke-18. Beberapa tokoh penting dalam
pendekatan ini antara lain Francis Bacon, John Locke, dan David Hume.
Namun, pendekatan kesifatan juga memiliki kritikannya, terutama dari sudut
pandang filsafat kontinental yang menekankan pada pentingnya interpretasi dan
konteks sosial dalam memahami dunia dan pengetahuan.
Pendekatan keprilakuan atau behaviorisme adalah salah satu aliran psikologi yang fokus pada kajian
perilaku manusia. Pendekatan ini memandang bahwa perilaku manusia dapat dipelajari melalui
pengamatan dan analisis secara objektif terhadap respon yang ditunjukkan oleh individu terhadap
rangsangan dari lingkungannya.

Pendekatan keprilakuan menyatakan bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan
yang dapat dipelajari dan dimodifikasi. Pendekatan ini juga menganggap bahwa belajar merupakan
proses penting dalam pembentukan perilaku dan pengalaman individu.
Salah satu tokoh terkenal dalam pendekatan keprilakuan adalah B.F. Skinner. Ia mengembangkan konsep
operant conditioning, yaitu sebuah teori yang menyatakan bahwa perilaku dapat ditingkatkan atau
dikurangi melalui pemberian atau penghilangan rangsangan atau ganjaran yang diberikan kepada
individu.

Pendekatan keprilakuan banyak diterapkan dalam berbagai bidang seperti pendidikan, psikoterapi, dan
manajemen organisasi. Misalnya, dalam pendidikan, pendekatan keprilakuan digunakan untuk
membentuk perilaku yang positif pada siswa melalui pemberian penghargaan atau hukuman. Sedangkan
dalam psikoterapi, pendekatan keprilakuan digunakan untuk mengubah perilaku yang maladaptif atau
buruk melalui terapi perilaku atau modifikasi perilaku.
Pendekatan kontigensi adalah suatu pendekatan dalam manajemen yang menekankan
bahwa tidak ada cara yang pasti atau terbaik untuk mengelola organisasi atau situasi
tertentu. Pendekatan ini berfokus pada pengenalan kondisi dan kebutuhan unik dari situasi
tertentu, sehingga manajer dapat mengembangkan strategi dan taktik yang sesuai untuk
mencapai tujuan organisasi.
Dalam pendekatan kontigensi, manajer harus mempertimbangkan beberapa faktor, seperti
struktur organisasi, lingkungan kerja, kebijakan perusahaan, dan kebutuhan karyawan.
Manajer juga harus beradaptasi dengan perubahan situasi dan kebutuhan organisasi, serta
mempertimbangkan preferensi dan kebutuhan individu dalam organisasi.
Pendekatan kontigensi juga mengajarkan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan atau
manajemen yang cocok untuk semua situasi. Sebaliknya, manajer harus memilih gaya
kepemimpinan yang paling sesuai dengan situasi dan lingkungan kerja tertentu.
Dalam konteks ini, pendekatan kontigensi memungkinkan manajer untuk lebih fleksibel
dalam mengembangkan strategi dan taktik dalam mengelola organisasi, sehingga dapat
menghasilkan hasil yang lebih baik dan lebih efektif dalam jangka panjang .
Pendekatan keterpaduan (integrated approach) adalah suatu pendekatan dalam
melakukan tindakan atau kegiatan yang mempertimbangkan dan mengintegrasikan
berbagai aspek yang terkait dan saling mempengaruhi. Pendekatan ini mengacu pada
penggabungan atau pengintegrasian aspek-aspek yang berbeda dalam suatu sistem,
organisasi, atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang lebih efektif dan efisien.
Contoh dari pendekatan keterpaduan adalah dalam bidang kesehatan, di mana pendekatan
ini diterapkan dalam perawatan pasien dengan menggabungkan berbagai spesialisasi medis
untuk memberikan perawatan yang holistik dan komprehensif. Selain itu, pendekatan
keterpaduan juga dapat diterapkan dalam pembangunan berkelanjutan, di mana aspek
ekonomi, sosial, dan lingkungan harus dipertimbangkan secara bersama-sama untuk
mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Pendekatan keterpaduan juga dapat diterapkan dalam pendidikan, di mana metode
pembelajaran yang berbeda seperti pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis
masalah, dan pembelajaran berbasis pengalaman digabungkan untuk meningkatkan
efektivitas pembelajaran dan memperkuat keterkaitan antara materi pembelajaran yang
berbeda.
Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang fokus pada kekuasaan dan kendali penuh
oleh pemimpin, tanpa memberikan banyak kesempatan partisipasi atau pengaruh pada anggota tim atau
bawahannya. Beberapa ragam gaya kepemimpinan otoriter meliputi:
1. Autokratis: Pemimpin yang mengambil semua keputusan tanpa melibatkan anggota tim atau
bawahannya. Pemimpin memegang kendali penuh atas segala aspek dan memonitor pekerjaan
bawahan dengan ketat.
2. Diktatoris: Pemimpin yang memegang kendali penuh atas segala hal dan tidak memperbolehkan
anggota tim atau bawahannya untuk mempunyai pendapat atau kontribusi dalam pengambilan
keputusan.
3. Paternalistik: Pemimpin yang menganggap anggota tim atau bawahannya sebagai anak-anak yang
perlu dibimbing dan dilindungi, tetapi tetap memegang kendali penuh atas segala keputusan.
4. Militeristik: Pemimpin yang memimpin seperti seorang jenderal militer, dengan perintah dan
larangan yang keras, tidak memberikan ruang untuk diskusi atau pendapat bawahan.
5. Namun, perlu dicatat bahwa gaya kepemimpinan otoriter jarang dipandang positif karena cenderung
menimbulkan ketidakpuasan dan kurangnya motivasi pada anggota tim atau bawahannya.
Kepemimpinan yang lebih efektif seringkali menggunakan gaya kepemimpinan yang lebih
kolaboratif, seperti kepemimpinan transformasional atau demokratis, yang memperbolehkan
partisipasi dan kontribusi anggota tim atau bawahannya dalam pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya kepemimpinan di mana pemimpin memberikan kebebasan kepada
anggota tim untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan mempertimbangkan berbagai pandangan
sebelum membuat keputusan akhir. Pemimpin demokratis juga memberikan dorongan, bimbingan, dan dukungan
kepada anggota tim mereka dalam mencapai tujuan bersama.
Beberapa ciri-ciri dari gaya kepemimpinan demokratis antara lain:
1. Kolaborasi dan partisipasi: Pemimpin demokratis memfasilitasi kolaborasi dan partisipasi antara anggota tim
dalam mengambil keputusan. Mereka meminta masukan dan pandangan dari setiap anggota tim sebelum
membuat keputusan akhir.
2. Pengambilan keputusan yang akurat: Pemimpin demokratis mempertimbangkan berbagai sudut pandang
sebelum membuat keputusan akhir. Dengan mengumpulkan masukan dari berbagai anggota tim, pemimpin
dapat membuat keputusan yang lebih akurat dan tepat.
3. Dukungan dan bimbingan: Pemimpin demokratis memberikan dukungan dan bimbingan kepada anggota tim
mereka. Mereka membantu anggota tim dalam mencapai tujuan bersama dan memberikan feedback positif
dan konstruktif dalam hal kinerja.
4. Memperhatikan perasaan dan kebutuhan anggota tim: Pemimpin demokratis memperhatikan perasaan dan
kebutuhan anggota tim mereka. Mereka memastikan bahwa setiap anggota tim merasa dihargai dan didengar.
5. Mendorong inovasi dan kreativitas: Pemimpin demokratis mendorong inovasi dan kreativitas dengan
memberikan kebebasan kepada anggota tim untuk berpikir secara kreatif dan mengajukan ide-ide baru.
6. Gaya kepemimpinan demokratis dapat sangat efektif dalam membangun kepercayaan dan kerja sama di
antara anggota tim. Namun, dalam situasi yang memerlukan keputusan yang cepat dan tegas, gaya
kepemimpinan ini mungkin tidak selalu praktis.
Gaya kepemimpinan liberal adalah suatu cara kepemimpinan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
kebebasan, keterbukaan, dan partisipasi. Pemimpin liberal cenderung memberikan kepercayaan dan
otonomi yang luas kepada bawahannya, menghindari terlalu banyak campur tangan dalam urusan
mereka, dan menganggap bahwa orang-orang yang bekerja dengannya dapat berpikir dan bertindak
dengan mandiri.
Beberapa ciri-ciri gaya kepemimpinan liberal antara lain:
1. Partisipasi yang tinggi: Pemimpin liberal cenderung memfasilitasi partisipasi dari anggota tim
dalam pengambilan keputusan dan menempatkan kepercayaan pada anggota tim untuk
mengeksekusi tugas dengan baik.
2. Keterbukaan: Pemimpin liberal cenderung terbuka terhadap ide-ide baru dan berbeda, dan
bersedia mendengarkan masukan dari anggota tim.
3. Kolaborasi: Pemimpin liberal cenderung mendorong kolaborasi antara anggota tim untuk
mencapai tujuan bersama.
4. Toleransi: Pemimpin liberal cenderung memiliki toleransi yang tinggi terhadap perbedaan
pendapat dan pandangan, dan cenderung menghormati hak-hak individu.
5. Kreativitas: Pemimpin liberal cenderung memfasilitasi kreativitas dan inovasi dengan memberikan
kebebasan dalam mengekspresikan ide-ide baru dan berbeda.
6. Meskipun gaya kepemimpinan liberal memiliki kelebihan dalam memfasilitasi partisipasi dan
kreativitas, tetapi dalam situasi-situasi yang memerlukan keputusan cepat dan tegas, gaya
kepemimpinan ini mungkin tidak efektif. Selain itu, kepemimpinan liberal juga memerlukan
kemampuan komunikasi yang efektif dan kemampuan untuk membangun kepercayaan yang
tinggi di antara anggota tim.
Gaya kepemimpinan Laissez-faire adalah suatu gaya kepemimpinan di mana seorang
pemimpin memberikan kebebasan penuh kepada bawahannya untuk membuat keputusan dan
mengambil tindakan tanpa banyak campur tangan dari pemimpin. Dalam gaya kepemimpinan
ini, pemimpin biasanya hanya memberikan arahan umum dan membiarkan bawahannya
menentukan bagaimana cara terbaik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Secara harfiah, "laissez-faire" berarti "biarkanlah berjalan", dan dalam konteks
kepemimpinan, hal ini dapat diartikan sebagai membiarkan bawahan menentukan cara terbaik
untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara yang mereka anggap paling efektif. Gaya
kepemimpinan ini cocok untuk tim atau bawahan yang sudah terampil dan mandiri, yang
memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat dan mengambil tindakan yang
diperlukan tanpa banyak campur tangan dari pemimpin.
Namun, gaya kepemimpinan laissez-faire juga dapat menjadi kurang efektif jika bawahan tidak
memiliki keterampilan atau pengalaman yang cukup untuk membuat keputusan yang tepat, atau
jika pemimpin tidak memberikan arahan yang jelas dan dukungan yang cukup kepada
bawahannya. Dalam hal ini, gaya kepemimpinan yang lebih langsung dan aktif mungkin lebih
tepat untuk mencapai tujuan organisasi dengan efektif.

You might also like