You are on page 1of 16

Pilihan Hukum dan Penyeludupan Hukum

Istilah Pilihan Hukum :


1. Choice of Law,
2. Partij Autonomie,
3. Intention of the Parties,
4. Rechtskeuze
Definisi Pilihan Hukum :
Kebebasan para pihak untuk menentukan/ memilih hukum nasional negara
tertentu sebagai hukum yang berlaku (applicable law) pada kontrak
perdata/dagang/bisnis internasional, yang didasarkan pada kesepakatan para pihak.
Contoh : PT. Tisani Medan mengadakan perjanjian jual beli internasional dengan
Marubeni Corp. Japan, dan dalam kontrak itu kedua belah pihak sepakat bahwa
kontrak itu tunduk kepada Hukum Nasional Indonesia. Jika suatu sengketa timbul,
maka sengketa itu diselesaikan menurut Hukum Indonesia dan bukan Hukum Jepang.
Jenis-jenis Pilihan Hukum :
1. Pilihan Hukum secara tegas,
2. Pilihan Hukum secara diam-diam,
3. Pilihan Hukum secara anggapan,
4. Pilihan Hukum secara hipotetis.
Jenis-jenis Pilihan Hukum

1. Pilihan Hukum secara tegas yaitu pilihan hukum dimana para pihak secara langsung/tegas
menentukan sendiri hukum nasional negara tertentu sebagai hukum yang berlaku dalam suatu
kontrak internasinal yang didasarkan pada kesepakatan para pihak. Pilihan hukum secara tegas ini
langsung dituangkan dalam salah satu pasal/klausula kontrak, misalnya pasal 100 berisikan,” THIS
CONTRACT IS GOVERNED BY THE LAW OF JAPAN.”
2. Pilihan Hukum secara diam-diam yaitu pilihan hukum yang tidak secara langsung ditentukan oleh
para pihak, akan tetapi adanya pilihan hukum itu dapat disimpulkan dari sikap dan perilaku para
pihak baik melalui bentuk, isi, maupun dari bahasa kontrak/perjanjian para pihak.
3. Pilihan hukum secara anggapan yaitu pilihan hukum yang didasarkan pada dugaan-dugaan hukum
belaka dari hakim (preasumptio in iuris).
4. Pilihan hukum secara hipotetis yaitu pilihan hukum secara fiksi oleh hakim dengan pengandaian-
pengandaian. Hakim mengandaikan jika para pihak memilih hukum, hukum negara manakah kira-
kira yang akan dipilih para pihak?.
5. Dari 4 jenis pilihan hukum, maka secara praktis, pilihan hukum secara tegas dan diam-diam dapat
diterima karena masih adanya kehendak para pihak, sedangkan pilihan anggapan dan hipotetis,
merupakan pilihan hukum yang secara terpaksa dilakukan hakim dalam memutus perkara HPI.
Batasan-batasan Pilihan Hukum
 Pilihan hukum hanya dibenarkan untuk dilakukan para pihak dalam bidang hukum
perjanjian/kontrak/dagang/bisnis internasional.
 Pilihan hukum tidak diperbolehkan untuk kaidah-kaidah hukum memaksa seperti di
bidang hukum pidana, hukum tata negara, hukum perkawinan dan hukum benda.
 Pilihan hukum yang diperbolehkan adalah suatu sistem hukum nasional negara
tertentu yang berhubungan dengan kontrak yang bersangkutan. Misalnya; pada
kontrak bisnis antara pengusaha Indonesia dengan pengusaha Jepang, maka
sisitem hukum yang relevan untuk dipilih adalah antara hukum nasional Indonesia
atau Hukum nasional Jepang. Kecuali kontrak itu di bidang pengangkutan dan
asuransi laut internasional,para pihak dapat memilih Hukum Inggris karena Hukum
Inggris sudah terkenal dan biasa digunakan dalam pengangkutan dan asuransi laut.
 Pilihan hukum jangan menjelma menjadi penyeludupan hukum atau melanggar
ketertiban umum.
 Pilihan hukum tidak hanya mengarah ke hukum nasional negara tertentu saja tetapi
dapat juga ke arah kaidah-kaidah HPI universal seperti CISG 1980, Incoterms 2000,
UCP tentang L/C Paris, dll.
Contoh :

 PT. Tisani Medan (Seller) menjual 1 ton kol Gepeng kepada Marubeni Corp
Japan dengan harga $10.000 (Buyer).
 Pilihan Hukumnya bahwa Penyerahan barang melalui Incoterms 2000 dengan
syarat FCa (Free Carrier) yaitu Free on Board,
 Pilihan Hukum untuk Pembayaran tunduk pada UCP Brochure N0.500 tentang
Letter of Credit (L/C).
 Pilihan Hukum tsb terdapat pada Sales of Contract.
 Dengan cara ini impossible terjadi wanprestasi.
 Exceptio non adimpleti contractus.
 Seller menyerahkan barang sampai diatas kapal yang akan mengangkut barang
ke jepang melalui Pelabuhan Belawan, Ddk Seller telah Free.
 Disamping itu Buyer memohon pembukaan L/C ke Bank of Tokyo.
 Bank of Tokyo memerintahkan BNI Di Medan utk bayar ke PT. Tisani;
 PT.Tisani mencairkan L/c menjadi uang dengan melengkapi B/L dll sebagai bukti
bahwa dia telah mengapalkan barang.
Ada jaminan dari Bank bahwa B/L vs L/C menjadi uang $10.000.
Dasar hukum Pilihan Hukum

 Hak asasi manusia yakni freedom of wants dimana setiap orang bebas
untuk mengungkapkan keinginan dan kehendak atau aspirasi.
 Asas kebebasan berkontrak (Freedom of contract) yakni kebebasan
seseorang untuk mengadakan suatu kontrak/perjanjian mengenai
apapun, dengan siapapun, kapanpun dan dimanapun asalkan tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
umum. Asas ini diatur dalam pasal 1338 (1) KUH Perdata dan
merupakan asas universal dalam sistem hukum perdata di negara-
negara di dunia.
 Asas konsensualisme (asas kesepakatan para pihak) dimana
kesesuaian kehendak para pihak dalam suatu kontrak, sangat
dijunjung tinggi dalam hukum kontrak. Hal ini diatur pada pasal 1320
KUH Perdata.
Penyelesaian kasus kontrak internasional

 Tahap pertama dengan mencari pilihan hukum baik secara tegas


maupun secara diam-diam. Kasus diselesaikan menurut hukum
nasional/kaidah HPI yang sudah dipilih oleh para pihak.
 Tahap kedua yakni dengan mencari lex locus contractus ataupun lex
locus solutionis yang berkaitan dengan kontak. Metode ini dipakai jika
Pilihan hukum tidak ada ditemukan.
 Tahap ketiga yakni dengan mempergunakan proper law and the most
characteristic connection theory. Teori ini dapat juga dipakai dalam
contract between absent persons di samping teori Post Box.
 Pilihan hukum erat kaitannya dengan pilihan hakim sehingga jika para
pihak memilih hukum nasional tertentu, maka forum hakim, juga harus
dipilih sebagai forum yang berwenang misalnya Forum hakim PN.
Jakarta Pusat, BANI, ICC Paris, DSB GATT, etc.
Penyeludupan Hukum

 Istilah : Wetsonduiking, Fraude a la loi, Fraus legis, Fraudulent creation of points


of contacts.
 Pengertian : Perbuatan seseorang atau beberapa orang yang secara sengaja
menghindari pemberlakuan hukum nasional negara sendiri dengan memberlakukan
suatu sistem hukum negara asing/lainnya bagi perbuatan-perbuatan tertentu.
 Latar belakang : Karena hukum nasional sendiri dianggap menghambat
keinginan/kepentingan orang tersebut, sehingga dicari jalan keluarnya dengan
memakai sistem hukum asing.
 Contoh kasus:
1. Kasus perkawinan seorang janda WNI untuk kedua kalinya, menurut BW, harus
menunggu masa tunggu 300 hari. Untuk menghindarinya, maka si janda kawin
menurut hukum Singapura karena di sana tidak dikenal masa tunggu 300 hari
untuk perkawinan janda kedua kalinya. Pasal 34 KUHPerdata.
2. Greetna Green Case : Perkawinan di Inggris harus ada persetujuan Orang tua.
Bagi pasangan yang tidak disetujui orang tua, maka mereka kawin menurut hukum
di desa Greetna Green Skotland, dimana perkawinan telah sah melalui hakim
perdamaian.
Hubungannya dengan Ketertiban Umum dan Vested
Rights
 Penyeludupan hukum sejalan dengan ajaran Ketertiban Umum dalam hal
penyeludupan hukum itu bersifat batal demi hukum sehingga hukum asing yang
digunakan menjadi batal. Demikian halnya dalam Ketertiban umum dimana hukum
asing bisa tidak berlaku di suatu negara dengan alasan bertentangan dengan
ketertiban umum hukum nasional negara tertentu.
 Penyeludupan hukm bertentangan dengan vested rights karena menurut konsep
vested rights, hak-hak yang diperoleh seseorang berdasarkan hukum asing, diakui
sah di negara-negara lain, sedangkan dalam penyeludupan hukum, hak seseorang
berdasrkan hukum asing itu, batal demi hukum untuk keseluruhannya (fraus omnia
corrumpit).
 Kesimpulannya adalah bahwa ada tidaknya penyeludupan hukum harus melihat
apakah dalam suatu kasus itu terdapat Maatschappelijk Overgang (Peralihan Sosial).
Jika ada, maka diakui sah berdasarkan vested rights, tetapi jika tidak ada, maka hal
itu merupakan penyeludupan hukum dan oleh karenanya Fraus Omnia Corrumpit
atau bertentangan dengan Ketertiban Umum. Misalnya dapat terjadi penyeludupan
hukum dalam perkawinan antar agama di Indonesia dimana seseorang pura-pura
tunduk kepada hukum agama suami, tetapi setelah perkawinan, ybs kembali ke
agamanya semula. Berarti tidak ada peralihan sosial, dan itu merupakan
penyeludupan hukum.
VESTED RIGHTS DAN KETERTIBAN UMUM(PUBLIC
POLICY)
 Istilah Vested Rights adalah Pelanjutan keadaan hukum (Hak-hak yang
telah diperoleh).
 Pengertian Vested Rights(VR) yaitu hak-hak yang telah diperoleh
seseorang secara sah menurut hukum di suatu negara, akan tetap
diakui sah di negara-negara lainnya. Hak seseorang yang sah di
Indonesia, akan dilanjutkan sah di negara Singapura, USA, dan negara-
negara lainnya.
 Contoh :
1. Sekali dewasa, tetap dewasa; dewasa di indonesia 21 tahun,
Argentina, 25 tahun. Jika WNI umur 21 tahun pergi ke Argentina dan
mengadakan kontrak disana, maka WNI tersebut tetap diakui sudah
dewasa di Argentina, walaupun ukuran dewasa di Argentina harus
berumur 25 tahun.
2. Pria WN Arab dengan 3 isteri pindah ke Belanda, maka status dengan
3 isteri itu tetap diakui sah di Belanda walaupun Belanda menganut
Asas Monogami Absolut ( Mutlak 1 isteri).
Ketertiban umum merupakan hal-hal yang berkaitan dengan sendi sendi
asasi hukum suatu negara. Aliran Luas dan sempit.
Contoh Peristiwa/ kasus yg melanggar Ketertiban Umum di Indonesia:
Pernikahan sejenis, Sewa rahim,Cangkok jantung, Aborsi, Perbudakan,
SISKAEEE,dll. Dalam HPI, hakim yg memutuskan VR melanggar Public
Policy.
Lanjutan Vested Rights

 3. Hak milik wisatawan Belanda berupa kamera, dan tas yang


dibawanya ke Indonesia, tetap diakui sah di Indonesia.
 4. Turis Belanda yang membawa anaknya ke indonesia, akan tetap
diakui sebagai anaknya kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Latar belakang pengakuan berdasarkan Vested Rights adalah bahwa hukum


nasional setiap negara di dunia adalah mendapat kedudukan yang
sama, sehingga Hukum nasional Indonesia adalah sama kedudukannya
dengan Hukum Amerika Serikat. Dengan demikian, status seseorang
ataupun hak-hak yang telah sah diperoleh seseorang berdasarkan
hukum nasional negara tertentu, diakui sah di negara-negara lainnya.
Dasarnya adalah Comitas Gentium.

Vested rights ini bersifat timbal balik (asas reprositas) artinya bahwa
pengakuan hak seseorang berdasarkan vested rights di Indonesia, juga
akan berakibat bahwa hak-hak orang Indonesia yang telah sah menurut
hukum Indonesia, akan tetap diakui sah di negara-negara lain.
GATT & WTO
 Istilah GATT adalah singkatan dari General Agreement on Tariffs and
Trade (Persetujuan umum tentang Perdagangan dan Tarif).
 WTO adalah singkatan dari World Trade Organisation ( Organisasi
Perdagangan Dunia).
 GATT dan WTO disetujui negara-negara anggota dalam Deklarasi
Marrakesh, Marokko tanggal 15 April 1994.
 Indonesia merupakan anggota GATT dan telah meratifikasinya dengan
UU No. 7 Tahun 1994.
 Ketentuan hukum GATT merupakan ketentuan hukum gabungan dari
aspek HPI dengan aspek Hukum Internasional Publik.Aspek publiknya
karena GATTmerupakan perjanjian antar negara anggota PBB di bidang
Perdagangan antar negara. Aspek HPInya tampak pada obyeknya
berupa perdagangan sebagai bagian dari bidang keperdataan yang
dilakukan secara internasional.
Tujuan GATT dan Organisasi Regional

 Tujuan Umum adalah menciptakan suatu perdagangan bebas secara multilateral,


adil dan membantu terciptanya pertumbuhan ekonomi negara-negara demi kese-
jahteraan seluruh umat manusia.
 Tujuan Operasionalnya untuk mengembangkan sistem perdagangan bebas secara
Internasional melalui penerapan kebijakan penurunan Tarif Bea Masuk dan meng
hapuskan hambatan-hambatan dalam perdagangan bebas tersebut.
 Organisasi Regional pelaksanaan GATT sebelum 2020;
1. NAFTA (North American Free Trade Area (AS, Meksiko, Kanada).
2. AFTA (ASEAN Free Trade Area) 2003, Indonesia kesulitan bersaing dengan
negara-negara ASEAN lainnya, Januari 2010, China bebas dengan ASEAN.
3. EEC (European Economic Community), contoh ketentuan 1 mata uang Euro
bagi negara-negara eropah.
4. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation),Carribian Community, etc.
Alternatif Penyelesaian Sengketa & Arbitrase

 Umum : Penyelesaian Sengketa Perdata dan dagang dapat diselesaikan


melalui Litigasi (Proses Pengadilan) dan Non Litigasi (Proses di luar
Pengadilan).
 Alternatif Penyelesaian Sengketa (Altenative Disputes Resolution/ADR)
dan Arbitrase (Perwasitan/Juri) termasuk cara non Litigasi.
 ADR dan Arbitrase diatur di Indonesia dengan UU No.30 Tahun 1999.
 Cara penyelesaian melalui ADR adalah dengan cara negosiasi, mediasi
konsiliasi dan Penilaian Ahli, sedangkan dengan arbitrase berarti ada
wasit berupa ahli/expert baik arbitrase ad hoc maupun arbitrase institusional.
 Arbitrase Institusional misalnya:
1. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI),
2. Disputes Settlement Body GATT(DSB GATT),
3. Arbitrase ICSID untuk menangani sengketa Penanaman Modal, ICC,
UNCITRAL, dll.
Pengakuan Putusan Arbitrase Asing di indonesia

 Dasar Hukum: Pasal 65-72 UU No. 30 Tahun 1999.


 PN Jakarta Pusat yang berwenang untuk menangani masalah pe-
nanganan dan pengakuan serta pelaksanaan putusan arbitrase
asing di Indonesia.
 Putusan Arbitrase Asing dapat dilaksanakan di Indonesia dengan
syarat-syarat :
1. Indonesia terikat dalam suatu perjanjian bilateral ataupun mul
tilateral,
2. Sengketa harus menyangkut Perdagangan (Perniagaan, Per -
bankan,Keuangan, Penanaman Modal, Industri dan Hak Keka-
yaan Intelektual),
3. Tidak bertentangan dengan Ketertiban Umum di Indonesia,
4. Dapat dilaksanakan setelah ada eksekuatur dari Ketua PN. Ja-
karta Pusat, dan jika Negara Indonesia tersangkut dalam putusan,
maka eksekuatur pada Ketua MA yang dilimpahkan ke KPN Jakpus.
Lanjutan Arbitrase

 Suatu putusan arbitrase asing yang mengalahkan pihak Indonesia,


baru dapat dilaksanakan/dieksekusi, setelah putusan iti didaftarkan ke
PN.Jakarta Pusat oleh arbiter atau kuasanya dengan melampirkan :
1. Putusan asli atau salinan otentiknya,
2. Lembar asli perjanjian arbitrase,
3. Keterangan perwakilan diplomatik indonesia di tempat putusan
arbitrase.
 PN. Jakarta pusat dengan eksekuatur KPN Jakpus, berwenang menyita,
mengeksekusi dan melelang asset pihak yang kalah dan
hasilnya diserahkan kepada pihak yang menang. Hukum acara untuk
itu, dipakai Hukum Acara Perdata indonesia.
Kasus Mobil Nasional (Mobnas)1993&1996

 Kebijakan Suharto pada tahun 1993 dan tahun 1996 untuk menda-
tangkan mobil rakitan dengan menggunakan kandungan lokal dan mobil
jadi (built up) sebanyak 45.000 buah dari The Korean Motor Corporation,
melalui importir PT.Timor milik anaknya yakni Tommy Suharto dengan
perlakuan khusus berupa pengurangan tarif dan perpajakan, dimana
perlakuan diskriminatif itu menuai protes ,
dari perusahaan mobil Jepang, AS dan Eropah yang telah lama
investasi di Indonesia. Kebijakan Suharto itu dituduh diskriminatif,
dan melanggar ketentuan GATT 1994 tentang TRIMs (Trade Related on
Investment Measures. DSB GATT dalam putusan Panelnya pada tanggal
2 juli 1998, menghukum Indonesia untuk menghentikan program
mobnas alias mobil Timor. Mobil mobil ini pada masa reformasi banyak
dibakar oleh demonstran.

You might also like