You are on page 1of 12

ADVERSE DRUG REACTION (ADR)

DISUSUN OLEH :
1. INDAH SARI (1604015250)
2. PUTRI RAHMASENI (1604015138)
3. PRADHIFTA KARVIANI (1604015058)
4. SYIFA’U FAUZIAH (1604015318)
5. VERA RAHAYU (160415198)
Definisi Adverse Drug Reaction (ADR)

ROTD adalah respons terhadap obat yang membahayakan atau tidak


diharapkan yang terjadi pada dosis lazim dan dipakai oleh manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosis maupun terapi. Menurut PIO binfar ADR
adalah Kejadian cedera pada pasien selama proses terapi akibat
penggunaan obat. Perlu digarisbawahi bahwa ROTD terjadi pada dosis
normal, bukan karena kelebihan dosis ataupun toksisitas, maupun
penyalahgunaan obat.
Klasifikasi Adverse Drug Reaction

Reaksi obat yang merugikan awalnya diklasifikasikan menjadi 2


subtipe. ADR tipe A yang tergantung dosis dan dapat diprediksi; dimana
merupakan penambahan dari efek farmakologi, seperti hipotensi
ortostatik dengan obat antihipertensi. Tipe B adalah tidak umum dan
tidak dapat diprediksi tergantung farmakologi obat; tidak tergantung
pada dosis dan populasi kecil, menunjukan bahwa factor host pasien
penting. Reaksi hipersensitivitas atau alergi terhadap obat adalah contoh
ADR tipe B. dua jenis reaksi selanjutnya akhirnya ditambahkan; kronis
reaksi, yang berkaitan dengan dosis dan waktu (Tipe C), dan reaksi yang
tertunda (Tipe D) penarikan kemudian menjadi (tipe E), dan yang
terbaru, kegagalan terapi tidak terduga (Tipe F).
Berikut adalah ciri-ciri dari penggolongan ROTD :

Tipe A Tipe B
Dapat diramamalkan (dari Tidak dapat diramalkan (dari
pengetahuan farmakologinya) pengetahuan farmakologinya)
Tergantung dosis Jarang tergantung dosis
Morbiditas tinggi Morbiditas rendah
Mortalitas rendah Mortalitas tinggi
Dapat ditangani denga pengurangan Dapat ditangani hanya dengan
dosis) penghentian pengobatan
Angka kejadian tinggi Angka kejadian rendah
Faktor-faktor yang mempengaruhi ADR dan
akibatnya

1. POLIFARMASI
Kejadia-kejadian ROTD tampaknya muncul secara eksponensial jika jumlah
obat yang digunakan juga bertambah banyak perersserepan (prescribing)
semacam ini sering terjadi pada penderita lanjut usia atau pada penderita yang
mengalami beberapa penyakit sekaligus. Kedua kelompok yang penderita ini
sangat beresiko untuk mengalami ROTD tertentu.
2. Jenis kelamin
Reaksi obat yang tidak dikehendaki lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria. Conytoh dalam praktik dapat dilihat bahwa wanita lebih
cenderung menghalami ROTD akibat digoksin, kaptopril, dan heparin. Disamping
itu wanita lebih mudah mengalami kelainan sel darah (blood dyscrasias) bila
menggunakan fenil butazon dan clorampenicol.
3. Kondisi penyakit yang diderita
Adanya penyakitt yang menyertai dapat mempengaruhi respon obat
dan munculnya ROTD secara bermakna melalui perubahan proses
farmakokinetika atau kepekaan jaringan
4. Usia
Pasien lanjut usia akan lebih sering mengalami ROTD dibandingkan
pasien yang lebih muda. Hal ini dimungkinkan antara lain karena pasien
lanjut usia lebih sering mendapatkan terapi obat. n-organ tubuh
penderita.
5. Ras dan polimorfisa genetic
Perbedaan ras dan genetic mungkin dapat mempengaruhi proses
pengobatan didalam tubuh. contoh, perbedaan secara genetic tampak
dalam laju metabolisme pada banyak obat sehingga meskipun obat
diberiikan dengan dosis yang sama dalam mg/kg akan menghasilkan
variasi kadar yang sangat besar didalam plasma pada pasien yang
berbeda. Beberapa jenis ras juga akan mempunyai resiko mengalami
ROTD yang lebih besar dibanding dengan ras yang lain.
PEMBAHASAN

RIVIEW JURNAL JUDUL : Faktor Risiko Umur Lansia terhadap Kejadian Reaksi Obat
yang Tidak Dikehendaki pada Pasien Hipertensi, Diabetes, Dislipidemia di Tiga
Puskesmas di Kota Depok, KARYA : Nora Wulandari, Retnosari Andrajati, Sudibyo
Supardi.

A. Latar belakang
Pengobatan pada pasien lansia sangat kompleks karena biasanya bersifat
multipatologi sehingga menyebabkan peningkatan jumlah obat (polifarmasi) yang
digunakan untuk kondisi klinis yang berbeda-beda. Keadaan polifarmasi yang
sering dialami pasien lansia menyebabkan meningkatnya potensi untuk terjadinya
reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD).
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh umur lansia terhadap
kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki pada pasien hipertensi, diabetes dan
dislipidemia di Puskesmas Pancoran Mas, Puskesmas Tanah Baru, dan Puskesmas
Beji kota Depok.

C. METODE PENELITIAN
1. Subjek: Subjek penelitian adalah pasien yang mempunyai minimal satu dari
indikasi hipertensi, diabetes, dan/atau dislipidemia yang telah memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
2. Kriteria inklusi: Kriteria Inklusi pada penelitian ini adalah pasien dengan usia
>60 tahun untuk kelompok kohort dan pasien dengan usia 15-45 tahun untuk
kelompok control. Kedua kelompok pasien menggunakan minimal kombinasi 3
jenis obat yang ditujukan untuk penggunaan oral.
3. Kriteria eksklusi: Pasien yang menggunakan obat selama lebih dari 6 bulan
dan pasien yang tidak dapat berkomunikasi.
berupa hasil pemeriksaan laboratorium, data dari rekam medik dan data
primer/subjektif misalnya keluhan sakit kepala, mual, atau rash yang dicurigai
sebagai manifestasi klinik ROTD. Keluhan terkait ROTD yang dicurigai dievaluasi
menggunakan skala Naranjo, kemudian hasilnya dianalisis secara statistik dengan
menggunakan program SPSS
Pengambilan data dilakukan secara prospektif pada pasien di Puskesmas
Pancoran Mas, Puskesmas Tanah Baru, dan Puskesmas Beji kota Depok. Pasien
yang memenuhi kriteria dipantau selama 1 bulan dan dilakuan setiap minggu
dengan cara wawancara pada pasien/keluarga. Selain itu dikumpulkan data
sekunder.
4. Hasil : ROTD pada penelitian ini merupakan hasil evaluasi terhadap keluhan-
keluhan atau manifestasi klinik yang dialami pasien terkait dengan
penggunaan obat menggunakan skala Naranjo. Kriteria untuk dianggap ROTD
pada penelitian ini dimulai dari skor >0 (kemungkinan ROTD/Possible ADR).
Hasil wawancara, pengumpulan data sekunder, dan analisis kausalitas
dengan skala Naranjo, diperoleh distribusi kategori manifestasi klinik ROTD yang
dialami pasien. Frekuensi manifestasi klinik ROTD yang ditemukan pada pasien
adalah sebanyak 40 kali dengan frekuensi kategori Pasti ROTD (Definite ADR)
sebanyak 6 kali (15%), kategori kemungkinan besar ROTD (Probable ADR)
sebanyak 23 kali (57,5%), kategori kemungkinan ROTD (Possible ADR) sebanyak 10
kali (25%), kategori bukan ROTD (Doubtful ADR) persentasenya kecil 2,5%.
Pasien lansia memang rentan untuk terjadinya ROTD kerena kompleksnya
pengobatan, tingginya komorbiditas, adanya faktor penuaan yang berhubungan
dengan gangguan metabolisme obat, penurunan cadangan fisiologi (hati, ginjal
dan fungsi kardiovaskular) dan kekurangan gizi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa usia mempengaruhi kejadian ROTD pada
pasien dan kejadian ROTD pada pasien lansia dengan hipertensi, diabetes,
dislipidemia kemungkinannya 3,577 kali daripada pasien non lansia. Hal ini dapat
dikatakan bahwa umur lansia berisiko lebih besar untuk terjadinya ROTD pada
pasien dengan hipertensi, diabetes, dan/atau dislipidemia di tiga Puskesmas di
kota Depok
KESIMPULAN

Pasien hipertensi, diabetes, dan/atau dislipidemia di Puskesmas Pancoran


Mas, Puskesmas Beji, dan Puskesmas Tanah Baru di kota Depok yang mengalami
kejadian ROTD sebanyak 30,6% dengan frekuensi kejadian 39 kali. Jenis ROTD
terbanyak dari keseluruhan subjek penelitian adalah batuk kering karena
kaptopril (56,3%). Umur lansia lebih berisiko mengalami ROTD dibandingkan
dengan non-lansia.

You might also like