You are on page 1of 42

JENIS- JENIS PAJAK DALAM ASPEK

BISNIS
Anggota Kelompok 2:
- Karuna Dewa Suganda (20416262201025)
- Lydia Chandra (20416262201114)
- Maya Ahyani ( 20416262201140)
- Niken Ayu Pratiwi (20416262201112)
- Siti Nursilah (20416262201104)
- Tania Meilani (20416262201108)
- Putri Damayanti (20416262201021)

Mata Kuliah: Aspek Hukum Dalam Bisnis


Kelas: Ak20B
Dosen Pengampu: Novy Trianitha, S.Ak.,M.Ak
JENIS- JENIS PAJAK DALAM ASPEK BISNIS

01 02 03 04
Pajak Bumi dan
Pajak Penghasilan Pajak atas Tanah
Pajak Pertambaha Nilai Bangunan

05 06
Pajak Bea Perolehan Pajak atas Bea Materai
01.
Pajak Penghasilan
Pengertian pajak penghasilan
(PPh) merupakan pajak yang dibebankan atas suatu
penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri.
Penghasilan yang dimaksud meliputi usaha, gaji,
hadiah, honorarium, dan lain sebagainya.
Pph pasal 21
Pengertian pph pasal 21 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

PPh pasal 21 adalah penghasilan PPh 21 pada umumnya berkaitan dengan pajak
kena pajak bagi pegawai tetap, yang dipotong pada sistem penggajian suatu
penerima pensiun berkala, pegawai perusahaan. Namun PPh 21 sebenarnya juga
tidak tetap yang penghasilannya digunakan untuk berbagai jenis penghasilan
dibayar bulanan, bukan pegawai. lainnya, contohnya:
Wajib pajak yang dimaksud adalah • Penghasilan bagi pegawai tetap
yang memiliki nomor pokok wajib • Penghasilan bagi penerimaan pensiun secara
pajak (NPWP). teratur
• Penghasilan bagi korban pemutusan hubungan
kerja (PHK)
Tarif Progresif PPh 21

Menurut Pasal 17 ayat 1, perhitungan tarif pajak penghasilan pribadi menggunakan


tarif progresif,. Adapun kategori tarif pajak yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
• Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan hingga Rp 50.000.000,- adalah 5%
• Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 50.000.000, - Rp 250.000.000,-
adalah 15%.
• Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 250.000.000,- Rp 500.000.000,-
adalah 25%.
• Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000, - adalah
30%.
• Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari
tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP. Sehingga
total PPh 21 yang dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah yang seharusnya
dipotong.
Landasan hukum pph pasal 21
Adapun landasan hukum atas PPh 21 yang dibahas di depan mengacu pada
beragam peraturan yang mengatur ketentuan-ketentuan pemotongan PPh 21,
sebagai berikut:
● Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 hingga Undang-Undang Nomor 36
tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
● Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
● Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentangTarif Pajak Penghasilan Pasal 21
atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus.
Pengertian pph pasal 22 Objek pph pasal 22

Menurut UU Pajak Sesuai dengan Peraturan


Penghasilan (PPh) Nomor 36 Menteri Keuangan No.
tahun 2008, Pajak Penghasilan 90/PMK.03/2016, lihat lampiran
Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah berikut ini mengenai objek PPh
bentuk pemotongan atau Pasal 22 berupa impor barang-
pemungutan pajak yang barang mewah tertentu.
dilakukan satu pihak terhadap
wajib pajak dan berkaitan
dengan kegiatan perdagangan
barang.
Pemungutan tarip pph pasal 22
Bendahara & badan-badan yang Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang
memungut PPh Pasal 22 sebesar wajib memungut PPh Pasal 22 saat penjualan
1,5% dari pembelian adalah: adalah:
• Bank Devisa dan Direktorat Jenderal
• Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha
Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh
industri semen, industri kertas, industri baja,
Pasal 22 impor barang.
industri otomotif, dan industri farmasi, atas
• Bendahara Pemerintah dan Kuasa
penjualan hasil produksinya kepada distributor di
Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
dalam negeri;
pemungut pajak pada Pemerintah
• Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen
Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi
Pemegang Merek (APM), dan importir umum
atau Lembaga Pemerintah dan
kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan
lembaga-lembaga negara lainnya,
bermotor di dalam negeri.
berkenaan dengan pembayaran atas
• Produsen atau importir bahan bakar minyak,
pembelian barang.
bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan
• Bendahara pengeluaran berkenaan
bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
dengan pembayaran atas
pelumas.
pembelian barang yang dilakukan
dengan mekanisme uang
persediaan (UP).
Tarif pph pasal 22 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22

• Atas impor
• Atas pembelian barang yang Berikut ini adalah daftar pengecualian
dilakukan oleh DJPB, Bendahara terhadap pemungutan PPh Pasal 22:
Pemerintah, BUMN/BUMD • Impor barang-barang dan/atau
• Atas penjualan hasil produksi penyerahan barang yang berdasarkan
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
Keputusan Direktur Jenderal
undangan tidak terutang PPh.
Pajakahan
• Impor barang-barang yang dibebaskan
dari bea masuk.
• Pembayaran atas penyerahan barang.
• Pembayaran untuk pembelian bahan
bakar minyak.
Pajak penghasilan pasal 23

Pengertian pph pasal 23 Tarif PPh 23


Untuk mengetahui tarifnya, PPh 23
PPh Pasal 23 atau PPh 23
dibedakan menjadi 2, yaitu tarif 15% dan
merupakan salah satu jenis tarif 2% dikenakan atas nilai DPP (Dasar
pajak penghasilan (PPH) yang Pengenaan Pajak) atau jumlah bruto.
ada di Indonesia. Secara Pajak PPh 23 dengan tarif 15% dikenakan
singkat, PPh 23 adalah pajak untuk penghasilan bunga, dividen, royalti
yang dikenakan pada dan hadiah. Sedangkan, pajak PPh 23
penghasilan atas modal, dengan tarif 2% dikenakan untuk
penyertaan jasa, hadiah, penghasilan jasa dan sewa.
bunga, deviden, royalti, atau
hadiah dan penghargaan,
selain yang dipotong PPh Pasal
21.
Pengecualian PPh 23

● Penghasilan yang mempunyai ikatan hutang dari bank


● Sewa yang terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi
● Dividen yang diperoleh PT (Perseroan Terbatas) yang bertempat tinggal di
Indonesia yang berasal dari cadangan laba yang ditahan sebagai wajib
pajak dalam negeri, koperasi dan BUMN/BUMD.
● SHU koperasi yang dibayarkan koperasi kepada anggotanya.
● Penghasilan yang terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman atau pembiayaan.
Pajak penghasilan pasal 24

Pengertian pph pasal 24 Obek & Subjek pph pasal 24

Pajak Penghasilan Pasal 24 • Yang menjadi subjek PPh Pasal 24


adalah peraturan yang
yaitu wajib Pajak dalam negeri yang
mengatur hak wajib pajak untuk
terutang pajak atas seluruh
memanfaatkan kredit pajak
penghasilan, termasuk penghasilan
mereka di luar negeri, untuk
yang diterima atau diperoleh dari
mengurangi nilai pajak terutang
luar negeri.
yang dimiliki di Indonesia. • Yang menjadi objek PPh Pasal 24
adalah penghasilan yang berasal dari
luar negeri.
Pajak penghasilan pasal 25

Pengertian pph pasal 25 Tarif pph pasal 25

Pajak Penghasilan Pasal 25 Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) untuk Wajib
(PPh Pasal 25) adalah pajak Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:
yang dibayar secara • Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
angsuran. Tujuannya (WP – OPPT), yaitu yang melakukan usaha
adalah untuk meringankan penjualan barang, baik grosir maupun eceran,
serta jasa – dengan satu atau lebih tempat usaha.
beban wajib pajak, PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap
mengingat pajak yang masing-masing tempat usaha.
terutang harus dilunasi • Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha
Tertentu (WP – OPSPT), yaitu pekerja bebas atau
dalam waktu satu tahun. karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh
Pembayaran ini harus 25 bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x
dilakukan sendiri dan tidak Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).
bisa diwakilkan.
Pajak penghasila pasal 26

Pengertian pph pasal 26 Tarif pph pasal 26

Menurut Undang-Undang • Tarif 20% (final) atas jumlah bruto


Nomor 36 tahun 2008, PPh • Tarif 20% (final) dari laba bersih
Pasal 26 adalah pajak • Tarif 20% (final) dari laba bersih
penghasilan yang dikenakan • Tarif 20% yang dipungut dari
atas penghasilan yang penghasilan kena pajak setelah
diterima wajib pajak luar dikurangi dengan pajak, suatu bentuk
negeri dari Indonesia selain usaha tetap (BUT) di Indonesia,
bentuk usaha tetap (BUT) di kecuali penghasilan tersebut
Indonesia. ditanamkan kembali di Indonesia.
02
Pajak
Pertambahan
Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pengertian Pajak Pertambahan Undang-undang termasuk dalam
Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai :
Menurut Dr Miyasto menyatakan 1. Dasar hukum
bahwa “ PPN adalah pajak yang 2. UU Nomor 8 Tahun 1983
dikenakan atas nilai tambah dari suatu 3. UU Nomor 11 Tahun 1994
komoditi” 4. UU Nomor 18 Tahun 2000
Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro 5. UU Nomor 42 Tahun 2009
S.H menyatakan bahwa “ PPN adalah 6. Peraturan Pemerintah
pajak yang secara langsung 7. Kep. Menteri Keuangan
menyangkut produksi barang dan jasa 8. Kep. Dirjen Pajak
yang digunakan oleh rakyat tidak 9. Se. Dirjen Pajak
pandang kaya atau miskin”
Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Objek PPN adalah barang atau jasa kena pajak yang dikenakan pungutan
PPN. Jadi pada dasarnya, semua produk baik itu barang maupun jasa termasuk
ke dalam objek PPN.
Secara garis besar terdapat dua jenis objek PPN yaitu:
1. Barang Kena Pajak (BKP)
BKP merupakan barang fisik, entah itu barang bergerak maupun barang
tidak bergerak, serta barang tidak berwujud fisik yang termasuk dalam objek
PPN.
Contoh barang berwujud fisik yang dikenakan PPN yaitu motor,mobil, alat
Kesehatan, alat elektronik, rumah dan lain-lain.
Contoh barang tidak berwujud fisik yang tergolong sebagai objek PPN yaitu
hak paten, merk dagang, hak cipta dan lain sebagainya.
2. Jasa Kena Pajak (JKP)
● Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan berbasis pelayanan yang
mengakibatkan suatu produk, fasilitas, atau pajak tersedia untuk
digunakan atau dikonsumsi.
● Hal tersebut sesuai dengan surat perikatan atau perbuatan hukum
sehingga pelayanan yang dilakukan dapat menghasilkan barang
berdasarkan permintaan atau pesanan.
● Yang termasuk ke dalam Jasa Kena Pajak di dalam UU Pajak
Pertambahan Nilai lebih tepatnya pada pasal 4 ayat 3 dan pasal 16
dalam UU HPP.
Kategori Objek PPN
● Terdapat beberapa kategori objek PPN yang perlu diketahui. Hal ini
pun termuat dalam Undang-Undang PPN dan PPnBM tepatnya
pasal 4 ayat 1. Beberapa kategori objek PPN:
1. Pengalihan atau pemberian BKP di dalam wilayah pabean oleh
pengusaha, pedagang atau pengecer
2. Impor Barang Kena Pajak (BKP)
3. Pemakaian BKP tak berwujud fisik dari luar wilayah pabean di
dalam wilayah pabean.
● Daerah Pabean wilayah RI meliputi:
a. Perairan, lapisan udara di atasnya,
b. Tempat-tempat tertentu di zona ekonomi
c. Ekslusif dan landas kontinen
Barang Kena Pajak (BKP)
● Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut
sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang
tidak bergerak
dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan
UU PPN Tahun 1984.
Pada prinsipnya semua barang merupakan barang kena pajak, kecuali
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai menentukan lain.
Penyerahan BKP dalam PPN
● Penyerahan BKP dalam Pajak Pertambahan Nilai :
1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian (jual-beli,
tukar-menukar, jual-beli dengan angsuran)
2.. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli
dan leasing (SGU dengan hak opsi) yang terutang adalah
transaksi penyerahan barang dari supplier kepada lessee,
sedangkan jasa leasing (jasa pembiayaan) penyerahan dari
lessor kepada lesse bukan merupakan objek PPN.
3.Penyerahan BKP kepada pedagang perantara
4.Penyerahan BKP melalui juru lelang, PPN terutang pada saat juru
lelang menyerahkan kepada pembelinya (pemenang lelang)
Penyerahan termasuk objek PPN:
● Syarat transaksi dikenakan PPN untuk penyerahan barang dan
jasa:
1. Barang atau jasa yang diserahkan merupakan barang kena pajak atau
jasa kena pajak
2. Penyerahannya dilakukan terjadi di dalam daerah Pabean ( di dalam
negeri)
3. Penyerahan dilakuka oleh PKP dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
pengusahaan yang bersangkutan

Apabila salah satu syarat tersebut di atas tidak terpenuhi,


penyerahan itu bukan merupakan objek PPN.
Contoh Penyerahan yang menjadi Objek PPN :

1. PT Indo Cemen (Perusahaan pabrik semen yang menjual produknya berupa


semen kepada pembeli di dalam negeri)
2. PT Krama Yudha (Perusahaan pabrik yang melakukan impor kendaraan
bermotor Mitshubishi dari Jepang)
3. PT Prime Tax (Perusahaan konsultan pajak memberikan jasa konsultasi
kepada para kliennya di dalam negeri)
4 . PT Coca Cola Indonesia (Perusahaan pabrik minuman ringan merek coca
cola memanfaatkan hak menggunakan merek coca cola dari Coca Cola Corp di
Amerika)
5.PT Indo Textile ( Perusahaan pabrik eksportir produk tekstil melakukan ekspor
produk tekstil ke Amerika)
03
Pajak Bumi dan
Bangunan(PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan(PBB)

PBB adalah pungutan yang harus dibayar atas


keberadaan bumi dan bangunan yang memberikan
manfaat dan status sosial ekonomi bagi seseorang
atau badan yang mempunyai hak atasnya atau
mendapatkan manfaat padanya
objek bangunan dalam Pajak
Objek bumi dalam Pajak Bumi dan Bangunan meliputi:
Bumi dan Bangunan
meliputi:

• Sawah • Rumah tinggal


• Ladang • Bangunan usaha
• Kebun • Gedung bertingkat
• Tanah • Pusat Perbelan
• Pekarangan • Pagar mewah
• Tambang • Kolam renang
• Jalan tol
Tidak semua tanah dan bangunan yang ada dapat menjadi objek dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), ada beberapa objek yang tidak masuk ke dalam objek
Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB), objek tersebut dilihat berdasarkan manfaat dan kegunaannya, yaitu:

Dipergunakan untuk Dipergunakan untuk


Dipergunakan untuk
kepentingan umum di kepentingan menjaga
kepentingan negara atau
bidang-bidang berikut flora dan fauna, seperti:
organisasi internasional,
ini: contohnya:
• Hutan suaka alam
• Sosial • Hutan lindung
• Taman nasional • Konsulat
• Ibadah • Kedutaan
• Kesehatan
• Kebudayaan
• Pendidikan
• Sejarah
04
Pajak Atas Tanah
Pajak Atas Tanah

Aturan di dalam Pasal 1 ayat 1 PP Nomor 48 Tahun 1994


tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan menjadi
dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan bagi penjual
tanah.
Jenis-jenis hak atas tanah diatur dalam UU Pokok Agraria (UU No. 5
/1960) yang mencakup:

Hak milik Hak guna usaha


yaitu turun menurun, terkuat dan yaitu hak untuk mengusahakan
terpenuh yang dapat dipunyai orang tanah yang dikuasai langsung oleh
pribadi atau badan hukum tertentu negara dalam jangka waktu
yang ditetapkan oleh pemerintah. sebagaimana yang ditentukan oleh
perundang-undangan
yang berlaku,

Hak pakai
Hak guna bangunan
hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau hak untuk mendirikan dan mempunyai
tanah milik orang lain sesuai dengan perjanjian, bangunan atas tanah yang bukan miliknya
yang bukan perjanjian sewa menyewa atau sendiri dengan jangka waktu yang
perjanjian pengolahan tanah sepanjang tidak ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 5
bertentangandengan peraturan perundang- Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
undanganyang berlaku. Diatur dalam UU Rumah Pokok Agrarian.
Susun (UU No.16/1985).
Hak milik atas satuan rumah susun

hak milik atas satuan yang bersifat


bagian bersama benda bersama, tanah
bersama yang semuanya merupakan
satu
Hak pengelolaan
hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegang haknya, antara lain berupa
perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah,
penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya, penyerahan bagian dari tanah tersebut
kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan
pihak ketiga.
05
Pajak Bea
Perolehan
Pajak Bea Perolehan
Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah sebagaimana telah diubah dengan
dan Bangunan (BPHTB) adalah pungutan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000
atas perolehan hak atas tanah dan atau tentang Perubahan atas Undang-undang
bangunan. Perolehan hak atas tanah dan Nomor 21 Tahun 1997. Prinsip-prinsip
atau bangunan adalah perbuatan atau dasar yang dianut Undang-undang
peristiwa hukum yang mengakibatkan BPHTB sebagaimana diatur dalam
diperolehnya hak atas dan atau bangunan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997
oleh orang pribadi atau badan. tentang BPHTB sebagaimana telah
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau diubah dengan Undang-undang Nomor
Bangunan (BPHTB) adalah merupakan 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
salah satu jenis pajak tidak langsung karena Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997
pemenuhan kewajiban pajak BPHTB tidak adalah sebagai berikut :
mendasarkan kepada surat pajak
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1)
Undang undang Nomor 21 Tahun 1997
tentang BPHTB
● Sistem pemungutan kewajiban BPHTB berdasarkan sistem self assessment.
Yaitu Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang
terutang dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB, dan melaporkannya tanpa
mendasarkanditerbitkannya surat ketetapan pajak.
 
● Besarnya tarif
Yaitu ditetapkan sebesar 5 % dari nilai perolehan obyek pajak (NPOP) atau 5 % dari NJOP
PBB jika besarnya NPOP tidak diketahui atau kurang dari NJOP PBB.

● Dikenakan sanksi
kepada wajib pajak maupun kepada pejaba tpejabat umum yang melakukan pelanggaran
ketentuan atau tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Undang undang
BPHTB.

● Hasil penerimaan BPHTB


sebagian besar diserahkan kepada daerah dengan komposisi 80 % untuk daerah dan 20 %
untuk pusat.
Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB)
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan berdasarkan pada Pasal 2
ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 meliputi :

a) Pemindahan hak karena


○ jual beli
○ tukar tambah
○ hibah
○ hibah wasiat
○ waris

b) Pemberian hak baru, karena


○ Kelanjutan pelepasan hak
○ di luar pelepasan hak
Pelaksanaan perolehan hak karena jual beli, tukar menukar, pemasukan dalam perseroan atau
badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penggabungan usaha,
peleburan usaha, penukaran usaha dan hadiah pada umumnya dilakukan di hadapan/oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Notaris , perolehan hak karena penunjukan pembeli dalam lelang oleh
seseorang atau badan hukum dilaksanakan oleh Pejabat Lelang, putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap perolehan haknya dilaksanakan oleh hakim yang mengadili.

Pelaksanaan peralihan hak karena pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak, baik
kepada orang pribadi maupun badan hukum dari negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak
dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan terjadi saat diterbitkan surat keputusan pemberian hak
baru oleh pejabat yang berwenang. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang diperoleh
seseorang dari hibah wasiat dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan sebelum pemberi hibah wasiat
meninggal dunia, sedangkan perolehan hak karena waris dilaksanakan setelah pewaris meninggal
dunia.
06
Pajak atas Bea
materai
Pajak Bea Materai
Pajak Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak dokumen tersebut
ditandatangani oleh pihak-pihak berkepentingan, atau saat dokumen tersebut selesai dibuat atau
diserahkan kepada pihak lain, jika dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak.
Adanya perkembangan teknologi informasi, semakin banyak terjadi perubahan bentuk
dokumen atau modifikasi dari bentuk sebelumnya. Dokumen yang dimaksud dalam bea meterai
adalah dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik.Adapun, sejak tanggal 6 Oktober
2021 telah diberlakukan meterai elektronik atau e-Meterai. Meterai elektronik atau e-Meterai
adalah meterai yang digunakan untuk dokumen yang berbentuk elektronik. Meterai elektronik
digunakan sebagai objek dari Bea Meterai, dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata atau
dokumen yang dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan.

Tarif Bea Meterai Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2020, Bea Meterai
dikenakan tarif tetap sebesar Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah) per lembar berlaku sejak 1
Januari 2021. Namun, Bea Meterai dengan nominal Rp 6.000 (enam ribu rupiah) dan Rp 3.000
(tiga ribu rupiah) ini masih berlaku hingga 31 Desember 2021 sesuai ketentuan penggunaan,
yaitu membubuhkan tiga meterai masing-masing senilai Rp 3.000, dua meterai masing-masing
senilai Rp 6.000, atau meterai senilai Rp 3.000 dan Rp 6.000 pada dokumen.
Objek Bea MeteraiSebagaimana diatur pada Pasal 3 UU No. 10 Tahun 2020, Bea Meterai
dikenakan atas dua jenis dokumen, yaitu dokumen yang dijadikan alat untuk menerangkan
kejadian (bersifat perdata) dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di muka pengadilan.
Dalam hal ini dokumen yang bersifat perdata, antara lain surat perjanjian, surat keterangan,
surat pernyataan, akta notaris beserta grosse dan salinan, dokumen transaksi surat berharga
dengan nama atau bentuk apapun, akta Pejabat Pembuat Akta Tanah berserta salinan dan
kutipan, dokumen lelang berupa kutipan risilah lelang, surat berharga dengan nama dalam
bentuk apapun, dokumen yang bernilai lebih dari Rp 5.000.000 (lima juta rupiah) yang
menyebutkan penerima uang serta berisi pengakuan hutang telah dilunasi atau diperhitungkan,
dan dokumen lain yang sudah ditetapkan di dalam Peraturan Pemerintah.
KESIMPULAN
Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang - undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal balik (kotraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Mardiasmo, 2011:3).
Dengan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang
melekat pada penegertian pajak adalah:
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaan nya
yang sifatnya dipaksakan.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah.
d. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain Budgeter (pendanaan) yaitu
Regulerend (mengatur).
TERIMA KASIH 

You might also like