You are on page 1of 9

Dampak UU Cipta Kerja

terhadap
Penegakan Hukum di Laut
oleh
Gandjar Laksmana Bonaprapta
Anggota Bidang Studi Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Latar Belakang
Luasnya wilayah perairan Indonesia merupakan modal
penting dalam menciptakan kesejahteraan rakyat.
Luas dan potensi yang dimiliki menjadi alasan sangat
penting untuk menjaga kedaulatan wilayah, termasuk
kedaulatan hukum.
Karenanya penegakan hukum di laut menjadi faktor
penting. Upaya mencegah dan menindak berbagai
pelanggaran hukum di wilayah laut dan perairan
Indonesia harus dilakukan secara maksimal dan
terukur demi mencapai tujuan menciptakan
kesejahteraan rakyat.
Berbagai Gangguan di Laut
1. Pelintas batas secara tanpa ijin.
2. Penyelundupan barang baik membawa
masuk maupun keluar wilayah NKRI.
3. Kegiatan melampaui kapasitas yang diijinkan.
4. Penyelundupan manusia.
5. Dan lain-lain di bidang perikanan, kelautan,
imigrasi, pelayaran, dan perbuatan lain yang
tidak terhitung banyaknya.
Penegakan Hukum di Laut
Banyaknya tindak pidana yang dapat terjadi di
wilayah laut/perairan mendorong dilakukannya
penegakan hukum secara terkoordinasi.
Kewenangan tunggal/single agent tidak dapat
menyelesaikan masalah, sementara pembagian
kewenangan/multi agent justru berpotensi
menimbulkan masalah baru: koordinasi.
Kekhawatiran akan tumpang tindih kewenangan
seringkali mengakibatkan kepentingan hukum
justru terabaikan.
Hukum Acara Pidana di Laut
1. Pada prinsipnya setiap penanganan tindak
pidana mengacu kepada ketentuan hukum acara
pidana yang diatur dalam UU No. 8 tahun 1981.
2. Kebutuhan mengatur secara khusus menjadi
dasar untuk membuat pengaturan yang berbeda
bahkan menyimpang dari UU No. 8/1981
tersebut.
3. Kewenangan penegakan hukum oleh TNI AL tidak
berlaku otomatis untuk setiap tindak pidana yang
“sekadar” terjadi di laut. Kata kunci:
kewenangan.
Dampak UU Cipta Kerja
terhadap Sektor Kelautan dan Perikanan
1. Resentralisasi kewenangan dari kementerian sektoral dan
pemda ke pemerintah pusat namun tidak disebutkan akan
didelegasikan kepada siapa.
2. Penyederhanaan dan perubahan sistem perizinan, dari
pendekatan izin menjadi sistem risk based approach/RBA
yang menimbulkan kekhawatiran pada pengendalian
eksploitasi sumber daya alam kelautan maupun
pengawasan.
3. Perubahan pada pengawasan kepatuhan dengan adanya
perubahan kewengan perizinan menimbulkan pertanyaan
siapa yang akan melakukan dan bagaimana caranya
pengawasan dilakukan, serta siapa yang memiliki
kewenangan menjatuhkan sanksi.
4. Perubahan orientasi dan materi penegakan hukum dengan
menghapus pasal-pasal pidana yang ada; dan mengubah
konsep pemidanaan dari sanksi pidana yang tidak harus
sebagai jalan terakhir menjadi sanksi pidana sebagai jalan
terakhir (ultimum remedium) setelah upaya penegakan
hukum lainnya tidak efektif.
5. Perubahan ketentuan nelayan kecil dimana tidak lagi
didefinisikan berdasarakan ukuran GT kapalnya.
6. Masuknya pemain baru/asing yang berpotensi menciptakan
gesekan dengan pemain lama bila pengaturan tidak
dilakukan secara adil.
Catatan tentang UU Cipta Kerja
1. Seakan menjadi kitab UU baru, padahal
perkembangan hukum pidana justru bersifat
spesialis.
2. Proses pembuatan yang cepat dan
diam-diam/tertutup.
3. Mengedepankan penyelesaian administrasi
padahal norma hukum pidana bersifat istimewa!
4. Ada kesan negara menyampingkan proses hukum
terlebih dengan pendekatan restorative justice
yang menyimpang dari makna sesungguhnya.
Problematik Hukum Pasca
Diberlakukannya UU Cipta Kerja
1. Perselisihan mengenai perbuatan pidana,
berkaitan dengan ketentuan larangan berlaku
surut sesuai Pasal 1 KUHP.
2. Perselisihan mengenai kewenangan
penanganan perkara/penyidikan.
3. Pilihan hukum dan penegakan hukum
menjadi objek perdagangan baru.

You might also like