Professional Documents
Culture Documents
Pendidikan Anak Di SD
Pendidikan Anak Di SD
Pendidikan
Anak di SD
UNIVERSITAS TERBUKA
Group Three
KB KB
1 2
1. PENDEKATAN HOLISTIK
Pendekatan Holistik atau terpadu dalam pembelajaran, diilhami oleh Psikologi Gestalt yag dipelopori
oleh Wertheimer, Koffka, dan Kohler. Menurut mereka, objek atau peristiwa tertentu akan dipandang oleh
individu sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Suatu objek atau peristiwa baru dapat dilihat
maknanya jika diamati dari segi keseluruhannya dan keseluruhan itu bukan jumlah bagian-bagian.
Sebaliknya, suatu bagian baru akan bermakna jika berada dalam kaitan dengan keseluruhan. Contoh, fisik
seorang manusia bukanlah jumlah dari kepala, leher, lengan,badan, dan kaki, melainkan konfigurasi atau
bentuk yang bermakna dari semua unsur tersebut.
Aplikasi, pendekatan holistik menurut Woolfolk, A. (1993) dalam pembelajaran di sekolah dasar adalah
sebagai berikut :
2. Pengalaman memahami (insight)
3. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning)
4. Perilaku bertujuan (purposive behavior)
5. Prinsip ruang hidup (life space)
6. Transfer dalam pembelajaran.
2. PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
Para penganut konstruktivisme berpendapat bahwa pengetahuan itu adalah dikonstruksi
oleh kita yang sedang belajar. Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang
sedang dipelajari, tetapi merupakan konstruksin kognitif seseorang terhadap objek,
pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada di sana
dan orang tinggal mengambilnya, tetapi merupakan bentukan terus-menerus dari seseorang
yang setiap kali mengadakan reorganisasi karena munculnya pemahaman baru (Paul Suparno,
1997).
Kaum konstruktivis menyatakan bahwa manusia dapat mengetahui sesuatu dengan inderanya.
Dengan berinteraksi terhadap objek dan lingkungannya melalui proses melihat, mendengar,
menjamah, membau dan merasakan, orang dapat mengetahui sesuatu.
Von Glaserfeld menyebutkan beberapa kemampuan yang diperlukan untuk proses pembentukan
pengetahuan itu, seperti :
1. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman
2. Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan
3. Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu daripada yang lain
Bettencourt menyebutkan beberapa hal yang membatasi proses kontruksi pengetahuan,
yaitu :
1. Kontruksi yang lama
2. Domain pengalaman kita
3. Jaringan struktur kognitif kita
Menurut Keeton and Tate (Siti Julaeha, 2007), pendekatan experiential learning mengacu pada proses
pembelajaran dimana pembelajar (anak) berinteraksi secara langsung dengan realitas yang dipelajarinya.
Dalam spektrum yang lebih luas, belajar berdasarkan pengalaman diasosiasikan dengan magang, studi
lapangan, praktek lapangan, atau sejenisnya, yang memberikan kesempatan kepada anak untuk menerapkan
pengetahuan, dan keterampilan yang diperoleh di kelas dalam situasi nyata di lapangan. Belajar melalui
pengalaman melibatkan anak secara langsung dalam masalah atau isu yang dipelajari.
Kolb (1984) mengemukakan bahwa belajar berdasarkan pengalaman menekankan pada hubungan yang
harmonis antara belajar, bekerja, serta aktivitas kehidupan dengan penciptaan pengetahuan itu sendiri. Hal
ini berarti bahwa segala aktivitas kehidupan yang dialami individu anak merupakan sarana belajar yang
dapat menciptakan imu pengetahuan. Menurut pendekatan ini, anak bukan pihak luar yang berhadapan
dengan ilmu pengetahuan, tetapi pihak yang turut menciptakan ilmu pengetahuan. “Experiential” atau
mengalami merupakan kunci bagi proses belajar yang efektif pada diri.
Proses belajar merupakan siklus dari empat kegiatan yaitu, anak mengalami pengalaman konkret, anak
melakukan observasi dan refleksi terhadap pengalaman, anak membentuk konsep abstrak dan generalisasi dan
anak melakukan eksperimentasi atau pengujian konsep dalam situasi baru.
Jadi untuk memahami makna experiential learning yang berarti belajar melalui penghayatan
langsung atas pengalaman yang dialami, sebaiknya digunakan pengertian baku yang dapat
digunakan dalam kepustakaan. Hoover (Wisnubrata Hendrojuwana, 1990) mengungkapkan
bahwa: “Experiential Learning terjadi apabila siswa secara pribadi bertanggungjawab atas
proses pengetahuan , keterampilan, atau sikap dan situasi belajar yang ditandai oleh taraf
keterlibatan sangat aktif, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotoris.”
Dengan demikian mengandung arti bahwa ciri experiential learning adalah sebagai berikut :
1. Keterlibatan siswa dimana mereka aktif melakukan sesuatu
2. Terjadi relevansi terhadap topik pada experiential learning
3. Tanggung jawab siswa dalam experiential learning ditingkatkan
4. Penggunaan experiential learning bersifat luwes, baik settingnya, siswanya maupun
tipe pengalaman belajarnya (termasuk tujuannya)
Menurut Hendrojuwono, pelaksanaan experiential learning meliputi lima tahapan, yaitu :
1. Tahap pengantar
2. Tahap kegiatan
3. Tahap Debriefing
4. Tahap rangkuman
5. Tahap Evaluasi
Ada beberapa teknik pembelajaran yang dianggap tepat untuk digunakan merangsang
perubahan tingkah laku selama experiential learning yaitu, Simulasi,Latihan terstuktur, dan
Interaksi kelompok.
B. PENDEKATAN PEMBELAJARAN KECERDASAN JAMAK (MULTIPLE INTELLIGENCE)
1. Konsep Dasar Multiple Intelligence
Ungkapan Howard Gadner dalam bukunya Frames of Mind yang berbunyi our culture defined
intelligence too narrowly merupakan dasar pemikiran munculnya pendekatan Multiple Intelligences. Ia
memandang bahwa ruang lingkup potensi manusia melebihi skor IQ dan tidak terbatas hanya pada
kemampuan memecahkan masalah dan menghasilkan produk. Dalam perspektif pragmatis, konsep
kecerdasan mulai kehilangan unsur mistisnya dan menjadi lebih fungsional. Gadner (Thomas
Amstrong,1994) telah melakukan pemetaan kemampuan manusia ke dalam tujuh kategori kecerdasan yang
lebih komprehensif yaitu :
1.Kecerdasan bahasa
2. Kecerdasan matematika-logika
3. Kecerdasan pemahaman ruang
4. Kecerdasan musikal
5. Kecerdasan interpersonal
6. Kecerdasan intrapersonal
Hal yang penting tentang teori Multiple Intelegebce ialah :
a. Setiap individu memilki ketujuh intelegensi yang unik
b. Individu mengembangkan masing-masing inteligensinya sesuai dengan tingkat perkembangan
c. Masing-masing inteligensi saling memilki keterkaitan menjadi sistem yang kompleks
d. Terdapat beragam cara untuk menjadi inteligen dalam setiap kategori inteligensi
2. Pendekatan Multiple Intelligence dan pembelajaran
Pendekatan multiple intelligence (kecerdasan jamak) pada dasarnya menekankan hal terbaik yang
dapat dilakukan guru di kelas selain menggunakan buku teks dan papan tulis guna membangkitkan pikiran
anak. Pendekatan multiple dapat diimplementasikan pada konteks pembelajaran dalam arti luas mulai dari
pembelajaran yang beradegan tradisional sampai pada lingkungan belajar terbuka yang ditandai oleh
adanya kebebasan anak untuk mengatur sendiri proses belajarnya.
Ada tujuh langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan kurikulum yang berbasis teori multiple
intelligence, yaitu :
1. Fokuskan topik atau tujuan khusus, tetapkan apakah tujuan berskala besar (untuk jangka panjang),atau
bertujuan khusus (mendorong rencana pendidikan siswa secara individual). Tujuan harus dinyatakan
secara jelas dan singkat.
2. Munculkan pertanyaan multiple intelligence
3. Pertimbangkan segala kemungkinan, pikirkanlah metode dan materi yang tepat bahkan tidak tepat
4. Curah pendapat, kemukakan segala gagasan yang ada dalam pikiran dan usahakan satu ide untuk satu
intelligensi kemudian konsultasikan dengan kolega untuk membantu menstimulasi pikiran
5. Pilihlah aktivitas yang cocok, setelah semua gagasan lengkap maka tentukan pendekatan yang benar-
benar operasional dalam adegan pendidikan
6. Kembangkan urutan tindakan dengan menggunakan pendekatan yang telah dipilih, rancanglah rencana
pelajaran dan tetapkan alokasi waktu untuk setiap hari pelajaran
7. Implementasikan rencana,kumpulkan materi yang dibutuhkan,pilihlah waktu yang tepat dan kemudian
laksanakan rencana belajar. Modifikasi dapat dilakukan selama proses implementasi strategi.
3. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran berdasarkan kecerdasan jamak :
a. Strategi pembelajaran untuk kecerdasan bahasa. Ada 5 strategi pembelajaran untuk kecerdasan
bahasa yaitu bercerita, curah pendapat, mendengarkan kembali rekaman perkataan sendiri, menulis
jurnal, dan publikasi
b. Strategi pembelajaran untuk kecerdasan matematika dan logika. Ada 5 strategi pembelajaran untuk
kecerdasan logika dan matematika yaitu kalkulasi dan kuantifikasi, klasifikasi dan kategorisasi,
pertanyaan sokratik, heuristik, dan berpikir sains
c. Strategi pembelajaran untuk kecerdasan pemahaman ruang kecerdasan. Ada 5 strategi pembelajaran
untuk kecerdasan pemahaman ruang yaitu visualisasi, isyarat warna, gambar metafora, sketsa ide, dan
simbol grafis
d. Strategi pembelajaran untuk kecerdasan kinestik. Ada 5 strategi pembelajaran untuk kecerdasan
kinestik yaitu jawaban tubuh, teater kelas, konsep kinestetik, pengalaman sendiri, dan peta badan
e. Strategi pembelajaran untuk kecerdasan musikal. Strategi pembelajaran untuk kecerdasan musikal
yaitu irama,lagu,nyanyian,ketukan, diskografis, musik supermemori, konsep musik, dan musik suasana
hati
f. Strategi pembelajaran untuk kecerdasan interpersornal. Adapun strateginya yaitu berbagi dengan rekan
sebaya, patung, kelompok kooperatif, dan permainan
g. Strategi pembelajaran untuk kecerdasan intrapersornal. Strategi yang digunakan yaitu refleksi satu
menit, koneksi personal, simulasi, waktu memilih, dan moment perasaan dan nada.
4. Multiple Intelligence dan Manajemen Kelas
Kelas merupakan miniatur lingkungan sosial yang dipenuhioleh anak dengan
kebutuhan dan minat yang berbeda-beda. Konsekuensinya adalah aturan,
regulasi, dan prosedur merupakan infrastruktur penting dalam kelas. Pendekatan
multiple intelligence memberikan perspektif baru kepada guru dalam manajemen
kelas.
Modul
7
PENGEMBANGAN dan INOVASI PENDIDIKAN
di
SEKOLAH DASAR
KB 1 KB 2
A. PENGEMBANGAN HORIZONTAL
Bentuk pengembangan pendidikan di SD itu tercakup dalam 4t rumpun pendidikan yaitu
sebagai berikut :
1. Rumpun Sekolah Dasar Konvensional
Rumpun Sekolah Dasar Konvensioanal ini meliputi Sekolah Dasar (SD) biasa, Sekolah Dasar
(SD) kecil, dan Sekolah Dasar (SD) pamong
a. Sekolah Dasar Biasa
Sekolah Dasar biasa adalah sekolah yang memilki ciri-ciri : memilki gedung atau tempat belajar
rata-rata sebanyak 6 ruangan, 1 ruangan guru, 1 ruangan perpustakaan, kamar mandi atau WC serta
fasilitas pendidikan lainnya.
b. Sekolah Dasar Kecil
Sekolah Dasar merupakan Sekolah Dasar (SD) yang pada awalnya dikembangkan di daerah
terpencil. Sekolah Dasar ini dengan ciri memiliki banguna yang terdiri atas dua atau tiga ruangan
dengan dua atau tiga guru yang melayani enam tingkat kelas, yaitu kelas 1 sampai kelas 6.
c. Sekolah Dasar Pamong
Pamong merupakan singkatan dari pendidikan anak oleh masyarakat, orangtua dan guru.
Sistem pamong ini berusaha untuk menempatkan anak didik sebagai subjek pendidikan, melibatkan
anggota masyarakat dan orangtua untuk berperan lebih aktif dalam pendidikan dan mengubah peran
guru agar dapat bekerja lebih efisien dan efektif.
System SD Pamong menggunakan 10 prinsip berikut :
1. Pendidikan itu pada dasarnya merupakan proses belajar dalam diri anak. Oleh karena itu tujuan
pendidikan adalah memberikan semangat kepada anak untuk belajar.
2. Belajar itu terjadi dan dapat berlangsung di sembarang tempat.
3. Pendidikan merupakan proses sosialisasi, bukan proses mencerdaskan dan menerampilkan siswa
melainkan juga membentuk anak menjadi manusia yang memilki tanggungjawab terhadap
kesejahteraan bangsanya.
4. Kegiatan tutor siswa untuk mengembangkan jiwa kepemimpinan di kelas.
5. Materi pelajaran juga disesuaikan dengan kurikulum SD yang berlaku.
6. Belajar menurut irama kegiatan masing-masing dan tuntas.
7. Partisipasi masyarakat yang memilki keterampilan untuk dapat ikut serta mendidik siswa sanagt
diperlukan.
8. Struktur personal, proses belajar mengajar di pusat kelompok belajar.
9. Pendidikan merupakan tanggung jawab orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
10. Guru sebagai pembina pendidikan.
b. Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sebenarnya termasuk jalur
pendidikan luar sekolah yang memiliki tingkat sekolah dasar. Lembaga ini sudah cukup
membudaya dan berperan penting dalam pembinaan manusia Indonesia. Kelebihan
pendidikan pondok pesantren adalah suasana kehidupan yang religius dibandingkan
dengan lembaga pendidikan persekolahan umum.
B. Pengembangan Vertikal
Pengembangan pada dimensi vertikal ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pendidikan sekolah dasar
merupakan perwujudan pendidikan yang adil dan merata, juga harus mempertimbangkan keragaman peserta didik baik
dalam aspek kemampuan, pola hidup maupun lingkungan sosial budaya, dimana mereka tinggal. Dengan demikian,
aspek pengembangan kualitas, relevansi dan efisiensi pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) ini menjadi
pengembangan ciri vertikal.
1. Pengembangan Kualitas Pendidikan
Masalah kualitas pendidikan hakikatnya meurjuk pada 3 hal yaitu yang berkaitan dengan masukan (input),
proses, produk (output). Input pendidikan mencakup siswa, guru, lingkungan, alat (instrumen) dengan segala
karakteristiknya, seperti kecerdasan, bakat, minat, kebiasaan siswa.
Proses pendidikan termasuk di dalamnya tentang masalah terselenggaranya suatu pembelajaran. Menyangkut di
dalamnya penggunaan strategi dan metode yang tepat, penyediaan sarana pembelajaran yang memadai, evaluasi yang
akuran dan sebgainya.
Dengan input dan proses pendidikan yang berkualitas diharapkan menghasilkan produk pendidikan yang
bermutu, yang diantara karakteristik hasil bercirikan berikut ini :
a. Peserta dididik menunjukan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar yang harus dikuasai
sesuai dengan tujuan dan sasaran pendidikan.
b. Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik sehingga dengan belajar peserta didik bukan hanya
mengetahui sesuatu melainkan terampil melakukan sesuatu.
c. Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan lingkungan khususnya dunia kerja.
Inovasi pendidikan bukan berarti yang selalu bertaraf nasional, tetapi juga dapat diusahakan oleh
guru, kepala sekolah, bahkan mungkin ide pertama muncul dari peserta didik. Namun, perlu diketahui juga
bahwa tidak semua lembaga mau berubah atau menerima inovasi secara mudah, bakan justru sering terjadi
sebaliknya yaitu menolak inovasi tersebut.
BY TERIMA
KELOMPOK KASIH
TIGA (3)