You are on page 1of 20

SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL

Syafnira Defiari Putri


DEFINISI
 Sindrom ekstrapiramidal adalah suatu gejala atau reaksi yang
ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau
jangka panjang dari medikasi antipsikotik golongan
tipikal karena terjadinya inhibisi transmisi dopaminergik di
ganglia basalis.
 Adanya gangguan transmisi di korpus striatum yang
mengandung banyak reseptor D1 dan D2 dopamin
menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga bermanifestasi
sebagai sindrom ekstrapiramidal.
EPIDEMIOLOGI
 Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut, akhatisia, dan
sindrom parkinson umumnya terjadi akibat penggunaan obat-obat antipsikotik.
Lebih banyak diakibatkan oleh antipsikotik tipikal terutama yang mempunyai
potensi tinggi.
 Reaksi distonia akut terjadi pada kira-kira 10% pasien, biasanya pada pria
muda, terutama yang mendapat pengobatan dengan neuroleptik haloperidol dan
flufenarizin.
 Tardive dyskinesia terjadi pada sekitar 20-30% pasien yang telah
menggunakan antipsikotik tipikal dalam kurun waktu 6 bulan atau lebih. Tetapi
sebagian besar kasus sangat ringan. Hanya 5% pasien yang memperlihatkan
gejala nyata.
 Akatisia merupakan gejala EPS yang paling sring terjadi. Kemungkinan besar
terjadi pada pasien dengan medikasi neuroleptik. Umumnya pada
pasien muda. Sindrom parkinson lebih sering pada dewasa muda, dengan
perbandingan perempuan:laki-laki = 2:1. Sindrom Neuroleptic Maligna sangat
jarang dijumpai.
ETIOLOGI
Antipsikosis Dosis (mg/hr) Gejala Ekstrapiramidal

Chlorpromazine 150-1600 ++

Thioridazine 100-900 +

Perphenazine 8-48 +++

Trifluoperazine +++

Fluphenazine 5-60 +++

Haloperidol 2-100 ++++

Pimozide 2-6 ++

Clozapine 25-100 -

Zotepine 75-100 +

Sulpride 200-1600 +

Risperidon 2-9 +

Quetapine 50-400 +

Olanzapine 10-20 +

Aripiprazole 10-20 +
PATOFISIOLOGI
 Susunan ekstrapiramidal terdiri dari : korpus striatum,
globus palidus, inti-inti talamik, nukleus subthalamikus,
substantia nigra, formatio retikularis batang otak,
serebelum dan korteks motorik tambahan area 4, 6, 8

SIRKUIT
 Umumnya semua neuroleptik dikarenakan inhibisi
transmisi dopaminergik
 di ganglia basalis disfungsi
ekstrapiramidal
 Pada pasien skizofrenia dan pasien dengan gangguan
psikotik lainnya terjadi disfungsi pada sitem dopamin
sehingga antipsikotik tipikal berfungsi untuk menghambat
transmisi dopamin di jaras ekstrapiramidal dengan berperan
sebagai inhibisi dopaminergi yakni antagonis reseptor D2 dopamin.

 Namun penggunaan zat-zat tersebut menyebabkan


gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung banyak
reseptor D1 dan D2 dopamin. Gangguan jalur striatonigral
dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik
sehingga bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal.
Beberapa neuroleptik tipikal (seperti haloperidol,
fluphenazine) merupakan inhibitor dopamin ganglia basalis yang
lebih poten, dab sebagai akibatnya menyebabkan efek samping
gejala ekstrapiramidal yang lebih menonjol.
 Terdapat 4 jalur dopamin dalam otak :
1. Jalur dopamin mesolimbik
 Jalur ini dimulai dari batang sampai area
otak
berfungsi limbik, menciptakan
mengatur perilaku dan terutama
delusi dan halusinasi jika dopamin berlebih. Dengan jalur ini
‘dimatikan’ maka diharapkan delusi dan halusinasi dapat
dihilangkan.
2) Jalur dopamin nigrostriatal
 Jalur ini berfungsi mengatur gerakan. Ketika reseptor dopamin
pada jalur ini dihambat pada postsinaps, maka akan menyebabkan
gangguan gerakan yang muncul serupa dengan penyakit Parkinson,
sehingga sering disebut drug- induced Parkinsonism. Oleh
karena jalur nigrostriatal ini merupakan bagian dari sistem
ekstrapiramidal dari sistem saraf pusat, maka efek samping dari
blokade reseptor dopamin juga disebut reaksi ekstrapiramidal.
3. Jalur dopamin mesokortikal
 Masih merupakan perdebatan bahwa blokade
reseptor dopamin pada jalur ini akan menyebabkan
timbulnya gejala negatif dari psikosis, yang disebut
neuroleptic-induced deficit syndrome.
4. Jalur dopamin tuberoinfundibular
 Jalur ini mengontrol sekresi dari prolaktin. Blokade
dari reseptor dopamin pada jalur ini akan
menyebabkan peningkatan level prolaktin sehingga
menimbulkan laktasi yang tidak pada waktunya,
disebut galaktorea.
GEJALA
KLINIS
Akibat gangguan sistem ekstrapiramidal pada pergerakan  defisit
fungsional primer (gejala negatif) yang ditimbulkan oleh tidak
berfungsinya sistem dan efek sekunder (gejala positif) yang timbul akibat
hilangnya pengaruh sistem itu thdp bagian lain. Pada gangguan dalam
fungsi traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif, menimbulkan 2
jenis sindrom :
 Sindrom hiperkinetik – hipotonik : asetilkolin ↓ , dopamin ↑
 Tonus otot menurun Gerak
 involunter / ireguler
 Pada : chorea, atetosis,
distonia, ballismus
 Sindrom hipokinetik – hipertonik : asetilkolin ↑ , dopamin ↓
 Tonus otot meningkat Gerak
 spontan / asosiatif ↓Gerak
 involunter spontan Pada :
 parkinson
Lanjutan...
 Gejala negatif
 Bradikinesia
 Gangguan postural
 Gejala positif
 Gerakan involunter berupa : tremor, rigiditas, khorea,
athethosis, hemiballismus
 Rigiditas
 Gejala ekstrapiramidal yang dicetuskan oleh neuroleptik
 Reaksi distonia akut
 Tardive diskinesia
 Akatisia
 Sindrom parkinson
 Gejala ekstrapiramidal
 Reaksi distonia akut
 Kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet yang
beberapatimbul
menit dan dapat pula berlangsung lama, yang
mengakibatkan gerakan atau postur tubuh yang abnormal Kelompok otot
 yang paling sering terlibat adalah otot wajah, otot
rahang (trismus, gaping, grimacing), leher (torticolis dan
retrocolis), lidah (protrusion, memuntir),seluruh otot tubuh
(opistotonus) atau otot ekstraokuler (krisis okulogirik).
 Distonia juga dapat terjadi pada glosofaringeal yang
menyebabkan disartria, disfagia, kesulitan bernafas hingga
sianosis bahkan kematian
 Tardive diskinesia
 Gangguan gerakan koreoatetoid involunter yang muncul lambat.
 Disebabkan oleh defisiensi kolinergik yang relatif akibat
supersensitif reseptor dopamin di puntamen kaudatus.
 Manifestasi gerakan otot abnormal, involunter, menghentak, balistik,
atau seperti tik mempengaruhi gaya berjalan, berbicara, bernafas, dan
makan pasien dan kadang mengganggu. Gejala hilang dengan tidur,
dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan umumnya
memburuk dengan penarikan neuroleptik.
 Skala Gerakan Involunter Abnormal (AIMS) harus dicatat setiap
3 – 6 bulan untuk pasien yang mendapatkan pengobatan
neuroleptik jangka panjang.
 Akatisia
 Manifestasi berupa keadaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang
panjang, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak umumnya kaki
yang tidak bisa tenang, atau rasa gatal pada otot.
 Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk tenang,
perasaannya menjadi cemas atau iritabel, agitasi, dan pemacuan yang
nyata.Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik yang
memburuk akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.

 Sindrom parkinsonisme
 Sindroma parkinsonisme yang dicetuskan oleh neuroleptik ditandai oleh:
tremor saat beristirahat, rigiditas dan bradikinesia.
 Tremor yang khas : bergetar dengan laju tetap 3 – 6 siklus perdetik
 Rigiditas  roda gigi
 Bradikinesia wajah seperti topeng, penurunan gerakan lengan saat
berjalan dan sulit untuk memulai gerakan
Diagnosis
 Anamnesa Pemeriksaan
 fisik Pemeriksaan
 neurologis
 Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis Banding
 Sindroma putus obat
 Parkinson Disease
 Distonia primer
 Tetanus
 Gangguan gerak ekstrapiramidal primer
 Penyakit Huntington,
 Chorea Syndenham
 Anxietas
 Gejala psikotik yang
memburuk
Penatalaksanaan
Non-farmakologis :
 Menurunkan dosis antipsikotik hingga mencapai dosis minimal
yang efektif
Farmakologis
 L-dopa 3 – 4x/ hari, dengan total dosis maksimal 600 mg/ hari
diberikan 30 menit sebelum makan. Contoh : madopar, sinemet
 Antihistamin seperti difenhidramine dan sulfas atropin
 Pemberian antikolinergik : THD 4 – 6 mg/hr selama 4 – 6 minggu,
setelah itu dosisi diturunkan 2 mg setiap minggu
 Dopamin agonis :
 Bromokriptin, 1, 25 mg – 40 mg/hr terbagi 3 – 5 dosis
 Pergolide mesylate, 0,05 mg/hr
Komplikasi
 Gangguan gerak  menurunkan kualitas hidup
 Mudah terjatuh dan mudah fraktur
 Asfiksia
 Efek anti kolinergik : mulut kering, penglihatan kabur, gangguan
ingatan, konstipasi dan retensi urin
 Amantadin juga dapat menyebabkan gejala psikotik
Prognosis
 Akut  baik
 Kronik  buruk
 Tardive distonia hingga distonia laring dapat menyebabkan
kematian
 kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang mendapat
pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.
Kesimpulan

Sindrom ekstrapiramidal merupakan kumpulan gejala yang dapat


diakibatkan oleh penggunaan antipsikotik. Antipsikotik yang
menghambat transmisi dopamine di jalur striatonigral juga
memberikan inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia basalis.
Adanya gangguan transmisi di korpus striatum menyebabkan
depresi fungsi motorik. Umumnya terjadi pada pemakaian jangka
panjang antipsikotik tipikal dan penggunaan dosis tinggi.
TERIMA KASIH

You might also like