You are on page 1of 25

Tuberkulosis

dr. Dela Destiani Aji

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS RAWAT INAP SUKAMANTRI
KAB. SUMEDANG
DEFINISI

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh


infeksi Mycobacterium tuberculosis (M.TB) penyakit TB sebagian
besar mengenai parenkim paru (TB paru) namun bakteri ini juga
memiliki kemampuan untuk menginfeksi organ lain (TB ekstra
paru).

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


2020.
ETIOLOGI dan TRANSMISI

• M.tuberculosis (M.TB) menular antar manusia melalui rute udara. Bakteri ini berbentuk batang
dan bersifat tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA).
• Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat udara melalui percik renik
atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar ketika seorang yang terinfeksi TB paru atau TB
laring batuk, bersin, atau bicara.

Simon Schaaf, tuberculosis,


2009

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


2020.
Cont’
Ada 3 faktor yang menentukan transmisi M.TB :
1. Jumlah organisme yang keluar ke udara.
2. Konsentrasi organisme dalam udara, ditentukan oleh volume ruang dan ventilasi.
3. Lama seseorang menghirup udara terkontaminasi.

Simon Schaaf, tuberculosis,


2009

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


2020.
FAKTOR RESIKO
• Orang dengan HIV positif dan penyakit
imunokompromais lain.
• Orang yang mengonsumsi obat
imunosupresan dalam jangka waktu panjang.
• Perokok
• Konsumsi alkohol tinggi
• Anak usia <5 tahun dan lansia
Simon Schaaf, tuberculosis,
• Memiliki kontak erat dengan orang dengan
2009
penyakit TB aktif yang infeksius.
• Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi
tuberkulosis (contoh: lembaga
permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka
panjang)
• Petugas kesehatan

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


2020.
KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit

• TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial. TB


milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru. Pasien yang
mengalami TB paru dan ekstra paru harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.

• TB ekstra paru adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru seperti
pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitorurinaria, kulit, sendi dan
tulang, selaput otak. Kasus TB ekstra paru dapat ditegakkan secara klinis atau
histologis setelah diupayakan semaksimal mungkin dengan konfirmasi bakteriologis.

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


Berdasarkan hasil uji kepekaan obat

• Monoresisten: resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama.


• Poliresisten: resistensi terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.
• Multidrug resistant (TB MDR) : minimal resistan terhadap isoniazid (H)
dan rifampisin (R) secara bersamaan.
• Extensive drug resistant (TB XDR) : TB-MDR yang juga resistan terhadap
salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT lini
kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan amikasin).
• Rifampicin resistant (TB RR) : terbukti resistan terhadap Rifampisin baik
menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional), dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang
terdeteksi.

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


Manifestasi Klinis
Gejala penyakit TB tergantung pada lokasi lesi, sehingga dapat menunjukkan manfes sebagai berikut :

1. Batuk > 2 minggu


2. Batuk berdahak
3. Batuk berdahak dapat bercampur darah
4. Dapat disertai nyeri dada
5. Sesak napas

Gejala lain meliputi:

6. Malaise
7. Penurunan berat badan
8. Menurunnnya nafsu makan
9. Menggigil
10.Demam
11.Berkeringat di malam hari

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


2020
Patogenesis
1. TB primer
infeksi primer terjadi pada paparan pertama terhadap tuberkel basili. Hal ini biasanya terjadi pada
masa anak, oleh karenanya sering diartikan sebagai TB anak. Namun, infeksi ini dapat terjadi pada usia
berapapun pada individu yang belum pernah terpapar M.TB sebelumnya.
Infeksi primer biasanya bersifat asimtomatik dan akan menunjukkan hasil tuberkulin positif dalam 4-6
minggu setelah infeksi

2. TB pasca primer
TB pasca primer merupakan pola penyakit yang terjadi pada host yang sebelumnya pernah
tersensitisasi bakteri TB. Terjadi setelah periode laten yang memakan waktu bulanan hingga tahunan
setelah infeksi primer. Hal ini dapat dikarenakan reaktivasi kuman laten atau karena reinfeksi.

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


2020
Diagnosis
Semua pasien terduga TB harus menjalani pemeriksaan bakteriologis untuk
mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada
pemeriksaan apusan, pemeriksaan biakan dan metode diagnostik cepat

1. Metode cepat uji kepekaan obat (uji diagnostik molekular cepat)


untuk mendeteksi DNA M.TB. WHO merekomendasikan pemeriksaan
molekular line probe assay (LPA) dan TCM, langsung pada spesimen
sputum.
2. Metode konvensional uji kepekaan obat
Pemeriksaan biakan M.TB dapat dilakukan menggunakan medium
padat (Lowenstein Jensen /LJ atau Ogawa) dan media cair MGIT
(Mycobacterium growth indicator tube)
3. Pemeriksaan hapusan ZN

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


2020
Diagnosis
1. Tes Cepat Molekuler (TCM) adalah alat diagnosis utama yang digunakan untuk penegakan
diagnosis Tuberkulosis paru maupun ekstra paru, baik riwayat pengobatan TBC baru maupun
yang memiliki riwayat pengobatan TBC sebelumnya, dan semua golongan usia termasuk
ODHA
2. TCM dilakukan dari spesiemn dahak (terduga TBC paru) dan non dahak (terduga TBC ekstra
paru, yaitu cairan serebrospinal, kelenjar limfe dan jaringan)
3. Seluruh terduga TBC harus dilakukan pemeriksaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
saat ini sudah memiliki alat TCM.
4. Jumlah dahak yang dikumpulkan adalah 2 yaitu Sewaktu-Sewaktu, Sewaktu-Pagi maupun Pagi-
Sewaktu dengan jarak 1 jam dari pengambilan dahak pertama ke pengambilan dahak kedua.
Standar kualitas dahak yang digunakan adalah dahak dengan volume 3-5 ml dan
mukopurulen.
Hasil pemeriksaan TCM terdiri dari :
• - MTB pos Rif resistan
- MTB pos Rif sensitive
- MTB pos Rif indeterminate
- MTB negatif
- hasil gagal (error, invalid, no result)

TB Guideline nasional SE 936 2021


Diagnosis
A. Pasien dengan hasil MTB pos, Rif Resistan berdasarkan riwayat pengobatannya terdiri dari:
1) Pasien yang berasal dari kriteria TBC atau tidak ada kontak erat dengan TBC RO harus
dilakukan TCM sebanyak 1 kali, dan hasil pengulangan yang memberikan hasil MTB pos yang
menjadi acuan.
2) Pasien yang berasal dari kriteria terduga TBC baru dengan riwayat kontak erat dengan pasien
TBC RO atau terduga TBC dengan riwayat pengobatan sebelumnya dinyatakan sebagai pasien
TBC Rifampisin resistan dan selanjutnya dilakukan inisiasi pengobatan TBC RO.
3) Pasien yang berasal dari kriteria terduga TBC ekstra paru tanpa riwayat pengobatan TBC
sebelumnya sebaiknya diulang. TCM sebanyak 1 kali dengan spesimen yang berbeda. bila tidak
dimungkinkan untuk dilakukan pengulangan terkait kesulitan mendapatkan spesimen baru,
pertimbangkan kondisi klinis pasien.

B. Pasien yang terkonfirmasi sebagai pasien TBC Rifampisin resistan akan dilanjutkan dengan
pemeriksaan molekuler (LPA lini dua atau TCM XDR) dan pemeriksaan paket standar uji fenotipik.

TB Guideline nasional SE 936 2021


Diagnosis
C. Pasien dengan hasil MTB pos Rif sensitif berdasarkan riwayat pengobatannya terdiri dari:
1) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC baru akan dilakukan inisiasi pengobatan dengan OAT
kategori 1.
2) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC dengan riwayat pengobatan sebelumnya (kambuh,
gagal, loss to follow up, tidak konversi) akan dilanjutkan dengan pemeriksaan uji kepekaan
terhadap INH. Inisiasi atau melanjutkan pengobatan dengan OAT Kategori 1 dilakukan sambil
menunggu hasil uji kepekaan terhadap INH. Apabila hasil uji kepekaan menunjukkan INH resistan
akan diberikan paduan pengobatan TBC monoresistan INH.

D. Pasien dengan hasil MTB indeterminate akan dilakukan pengulangan oleh laboratorium TCM
sebanyak 1 kali untuk memastikan status resistansi terhadap rifampisin.

E. Pasien dengan hasil TCM gagal (invalid, error, no result) akan dilakukan pengulangan oleh
laboratorium TCM untuk memastikan pasien positif atau negatif TBC.

F. Pasien dengan hasil MTB negatif dapat dilakukan pemeriksaan foto toraks dan/atau pemberian
antibiotik spektrum luas.

G. Penegakan diagnosis TBC secara klinis harus didahului dengan pemeriksaan bakteriologis

TB Guideline nasional SE 936 2021


Diagnosis
Tindak lanjut hasil pemeriksaan TCM pada pasien yang terdiagnosis TBC melalui pemeriksaan
mikroskopis adalah sebagai berikut:
a. Pasien terdiagnosis sebagai TBC terkonfirmasi bakteriologis dari
pemeriksaan mikroskopis.
1) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTB pos Rifampisin resistan, pertimbangkan kriteria
terduga (baru atau memiliki riwayat pengobatan sebelumnya) dan mengikuti alur.
2) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTB pos Rifampisin sensitif, MTB pos Rifampisin
indeterminate, MTB negatif dan hasil gagal (error, invalid, no result) maka hasil TCM tidak
mengubah diagnosis pasien sebagai TBC terkonfirmasi bakteriologis.

b. Pasien terdiagnosis sebagai TBC klinis dengan hasil BTA negatif


1) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTB pos Rifampisin resistan, pertimbangkan kriteria
terduga (baru atau memiliki riwayat pengobatan sebelumnya) dan mengikuti alur.
2) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTB pos Rifampsisin sensitif, MTB pos Rifampisin
indeterminate, lanjutkan pengobatan, pasien dinyatakan sebagai TBC terkonfirmasi bakteriologis.
3) Apabila hasil TCM Janjutan menunjukkan MTB negatif atau hasil gagal lanjutkan pengobatan,
pasien tetap sebagai TBC terdiagnosis klinis.

TB Guideline nasional SE 936 2021


Alur penegakan diagnosis TBC
TATALAKSANA
Prinsip Pengobatan TB :
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran
lebih lanjut dari bakteri penyebab TB.

Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:


● Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4
macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
● Diberikan dalam dosis yang tepat
● Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas menelan
obat) sampai selesai masa pengobatan.
● Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal
serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


2020.
TATALAKSANA
Terkait dengan tatalaksana pengobatan, perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut :

1) OAT Kategori 1 fase awal dan lanjutan dengan dosis harian. Fase lanjutan dosis harian pada tahun 2021 akan
diprioritaskan untuk TB HIV, pengobatan di RS, TB dengan riwayat pengobatan sebelumnya dan hasil TCM rif
indeterminate

2) OAT Kategori 2 TIDAK DIREKOMENDASIKAN untuk pengobatan pasien TB. Mulai tahun 2021 program TB tidak
menyediakan OAT Kategori 2. Akan tetapi bila stok OAT Kategori 2 masih tersedia di farmasi provinsi, kab/kota dan
fasyankes maka HARUS dimanfaatkan sampai habis

3) Pasien TB MTB pos Rif sensitif yang berasal dari kriteria dengan riwayat pengobatan sebelumnya (kasus kambuh,
gagal dan loss to follow up) diobati dengan OAT Kategori 1 DOSIS HARIAN

4) Sejak tahun 2019, progrm TB sudah menyediakan OAT dalam sediaan tablet dispersible untuk pengobatan TB RO
anak dan TPT anak kontak dengan pasien TB RO. Sediaan ini mudah dikonsumsi oleh anak, namun pemanfaatannya
masih terbatas

Surat Edaran Nomor HK.02.02/III.1/936/2021


Perubahan Alur Diagnosis dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia
13 April 2021
Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :
a. Tahap awal ( 2 bulan)
→ Efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari
sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.

b. Tahap Lanjutan (4 bulan)


→ Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh,
khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


2020.
Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes
2020.
Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes
2020.
PENGOBATAN TUBERCULOSIS
EKSTRAPARU
● Paduan terapi adekuat dapat dimulai tanpa menunggu hasil biakan
● Seluruh pasien TB ekstra paru harus melakukan foto toraks untuk menyingkirkan TB paru.
● Paduan terapi adekuat harus diteruskan meskipun hasil biakan negatif.
● tuberkulosis paru dan TB ekstra paru diterapi dengan paduan obat yang sama namun beberapa
pakar menyarankan 9-12 bulan untuk TB meningitis karena mempunyai risiko serius pada
disabilitas dan mortalitas dan 12 bulan atau lebih untuk TB tulang dan sendi karena sulitnya
memonitor respons terapi.
● Kortikosteroid direkomendasikan untuk TB perikardial dan TB meningitis.
● Terapi bedah mempunyai peran kecil dalam tata laksana TB ekstra paru → hidrosefalus, uropati
obstruktif, perikarditis konstriktif dan keterlibatan neurologis akibat penyakit Pott (TB spinal).
Apabila terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang cukup banyak maka drainase, aspirasi
maupun insisi dapat membantu.
● Terapi dengan kortikosteroid dimulai secara intravena secepatnya, kemudian disulih oral
tergantung perbaikan klinis.
● Rekomendasi kortikosteroid yang digunakan adalah deksametason 0,3-0,4 mg/kg di tapering-off
selama 6-8 minggu atau prednison 1 mg/kg selama 3 minggu, lalu tapering-off selama 3-5
minggu.

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


2020.
JENIS TB EKSTRAPARU
TB ESKTRA PARU
• Tuberkulosis pleura
• Tuberkulosis limfadenopati
• Tuberkulosis saluran urogenital
• Tuberkulosis sistem saraf pusat dan meningen ; meningitis TB
• Tuberkulosis tulang dan sendi ; spondylitis TB
• Tuberkulosis gastrointestinal
• Tuberkulosis endometrium
• Tuberkulosis pericardial
• Tuberkulosis kulit
• Tuberkulosis laring
• Tuberkulosis kulit
• Tuberkulosis Telinga
• Tuberkulosis Mata

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


2020.
PEMANTAUAN PENGOBATAN
1) Pemantauan pengobatan TB SO menggunakan pemeriksaan mikroskopis
2) Pemantauan pengobatan TB RO menggunakan pemeriksaan mikroskopis dan biakan

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


2020.
PROGNOSIS
● Keberhasilan pengobatan tergantung pada stadium penyakit pada saat didiagnosis. Dengan
fasilitas diagnostik modern, pasien didiagnosis sejak dini bersamaan dengan OAT yang sangat
efektif, sehingga jumlah pasien dengan perubahan radiologis lanjut akan turun. Pada pasien HIV-
positif, prognosis juga bergantung pada tahap infeksi HIV dan Jumlah CD Status gizi yang baik dan
kontrol dari setiap morbiditas membantu meminimalkan kemungkinan kekambuhan.

Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes


2020.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana


Tuberkulosis, Kemenkes 2020.
2. Surat Edaran Nomor HK.02.02/III.1/936/2021; Perubahan Alur
Diagnosis dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia, 13 April 2021
3. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi 6

TB Guideline nasional PNPK 2020

You might also like