You are on page 1of 101

Dalam BINTEK Nasional

diselenggarakan pada tanggal 18 Maret 2016


bertempat di Hotel 88 - Jakarta
PENANGANAN
PERKARA DAN
BANTUAN HUKUM
DI DILINGKUNGAN
PEMERINTAH DAERAH
Oleh :
Dr. T. Saiful Bahri Johan
KEMENTERIAN DALAM NEGERI RI
DATA PRIBADI

IDENTITAS DIRI:
NAMA : TEUKU SAIFUL BAHRI JOHAN
TMPT/TGL LHR : SIGLI – ACEH, 15 AGUSTUS 1962
PENDIDIKAN : - PROGRAM KAJIAN ILMU PERUNDANGAN UI - JAKARTA
- PROGRAM PASCASARJANA ILMU POLITIK UGM - YOGJAKARTA
- PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM UNDIP - SEMARANG
STATUS KEL : BERKELUARGA, 1 ISTRI, 2 PUTRA & 3 PUTRI
NOMOR TLP : HP. 08151659939 K. 021- 3459339 R. 021-7422489
E-mail : mrhasan95@yahoo.com
RIWAYAT PEKERJAAN:
STAF PADA BIRO KEPEGAWAIAN KEMDAGRI
STAF PADA PUSAT KAJIAN HUKUM KEMDAGRI
STAF PADA DITJEN OTDA KEMDAGRI
STAF PADA STAF AHLI MENTERI DALAM NEGERI
STAS PADA BIRO HUKUM KEMDAGRI
RIWAYAT HIDUP
STAF PADA PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN STRATEGIS KEMDAGRI
STAF PADA BIRO HUKUM KOMISI PEMILIHAN UMUM RI
STAF PENGAJAR PADA BADAN DIKLAT KEMDAGRI & BPSDM KEMKUMHAM
STAF PENGAJAR PADA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA
STAF PENGAJAR PADA PROGRAM PASCA SARJANA ST ILMU HUKUM -JKT
STAF PENGAJAR PADA SEKOLAH TINGGI ILMU PEMERINTAHAN – JAKARTA
TATARAN FILOSOFI
 bahwa semua warga negara memiliki
kedudukan yang sama di depan
hukum (equality before the law) - Ps
27 UUD.
 bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum.– Ps 28D UUD.
 bahwa Kedudukan hukum,
perlindungan dan kepastian
hukum, sebuah keniscayaan bagi
PNS yang tersangkut masalah
hukum karena melaksanakan
tugasnya. Keadilan
PERKEMBANGAN HUKUM
PADA TATARAN POLITIS
1. Terjadi Perubahan arah
politik hukum bernegara
pasca amandemen UUD
1945 (mulai dari Pilpres
langsung, Desentralisasi,
Pilkada langsung dan
serentak)
2. Pergeseran peran dan
fungsi lembaga-lembaga
negara
3. Perubahan cara berhukum
dan pene-gakan hukum
PROBLEM
DALAM BERTATA NEGARA
1.Munculnya Lembaga Pemerin-
tahan baru yang inefisien
2. Banyaknya Produk Hukum
yang diterbitkan berupa UU,
Perppu, PP, Permen, Kepmen,
SE, Perda, Perkada, yang
sering tidak harmonis.
3. Meningkatnya Gugatan/
Permohonan di lembaga
peradilan yang diajukan oleh
masy terhadap kebijakan
Pemerintah.
Lanjutan

4. Adanya tumpang tindih


kewenangan Antar
Lembaga Negara.
5. Banyaknya ASN/PNS yang
terlibat tindak pidana
dalam pelaksanaan tugas
dan meminta
pendampingan/ bantuan
hukum kepada Biro/Bagian
Hukum.
6. Belum adanya petunjuk
pelaksanaan terhadap
beberapa regulasi hukum.
KERANGKA REGULASI BARU

 UU ASN (UU no. 5 tahun 2014)


 UU Pemda (UU no. 23 tahun 2014)
 UU AP (UU no. 30 tahun 2014)

TIGA UU SEBAGAI SARANA MEMBANGUN


TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK
DAN MELINDUNGI APARATUR
UU 5/2014
Aparatur Sipil Negara
 bahwa dengan ditetapkan UU ASN,
telah terjadi beberapa
perubahan mendasar yang
berdampak terhadap kedudukan,
jabatan, hak dan kewajiban
Pegawai Negeri Sipil.
 Salah satu perubahan tsb adalah
adanya kewajiban pemerintah
untuk memberikan bantuan
hukum bagi:
 PNS (Ps 92 ayat (1) d); dan
 P3K (Ps106 ayat (1) e) UU ASN
Lanjutan

 Bantuan Hukum dimaksud diberikan dalam


perkara yang dihadapi di pengadilan
terkait pelaksanaan tugasnya.
 Secara normatif, maka pemberian
bantuan hukum tersebut merupakan
suatu keniscayaan oleh Pemerintah.
Catatan:
1. bagaimana penganggarannya?
2. bagaimana penyediaan advokatnya?
RP.
5-5
0 jt
Materi UU ASN
UU ASN MENGATUR:
 Aparatur Sipil Negara yang (ASN): merupakan profesi
bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai
Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang
bekerja pada instansi pemerintah.
 PNS merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai
pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan
memiliki nomor induk pegawai secara nasional.
 P3K merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai
pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi
Pemerintah dan ketentuan UU ASN (Pasal 7).
Lanjutan

UU ASN juga mengatuar a.l:


 Pegawai ASN dapat menjadi
pejabat negara.
 Pejabat negara a.l:
j. Menteri dan jabatan
setingkat menteri;
l. Gubernur dan wakil
gubernur;
m. Bupati/walikota dan wakil
bupati/wakil walikota; dan
n. Pejabat negara lainnya yg
ditentukan oleh UU.
Ps 121-123 UU 5/2014 ttg ASN
Lanjutan

 Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan


diri atau dicalonkan menjadi:
 Presiden dan Wakil Presiden;
 ketua, wakil ketua, dan anggota DPR;
 ketua, wakil ketua, dan anggota DPD;
 gubernur dan wakil gubernur;
 bupati/walikota dan wakil bupati/wakil
walikota
wajib menyatakan pengunduran diri
secara tertulis sebagai PNS sejak
mendaftar sebagai calon.
BANTUAN HUKUM
KORPS PROFESI ASN
Korps profesi ASN RI memiliki fungsi:
a.pembinaan dan pengembangan profesi
ASN;
b.memberikan perlindungan hukum
dan advokasi kepada anggota korps
profesi ASN RI terhadap dugaan pelang-
garan Sistem Merit dan mengalami
masalah hukum dalam melaksana-kan
tugas;
Pasal
126
Lanjutan

 Sistem Merit, yang terkait dengan kebijakan


dan Manajemen ASN berdasarkan pada:
 kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang harus
diperlakukan secara adil dan wajar dengan tanpa
membedakan latar belakang:
 politik,
 ras, warna kulit,
 agama,
 asal usul,
 jenis kelamin,
 status pernikahan,
 umur, atau kondisi kecacatan.
HAK PNS DAN P3K
Pasal 21 dan 22 UU ASN

PNS berhak PPPK berhak


memperoleh: memperoleh:
a.gaji, tunjangan, dan a.gaji dan tunjangan;
fasilitas; b.cuti;
b.cuti; c.perlindungan; dan
c.jaminan pensiun dan d.pengembangan
jaminan hari tua; kompetensi.
d.perlindungan; dan
e.pengembangan
kompetensi.
Pengertian
Perlindungan Hukum
 Dalam kamus besar Bahas Indonesia
Perlindungan berasal dari kata “lindung”
yang memiliki arti:
 mengayomi,
 mencegah,
 mempertahankan, dan
 membentengi.
PERLINDUNGAN DALAM PENEGAKAN
HUKUM SECARA TEORITIK

 Dalam ilmu hukum, Perlindungan merupa-


kan suatu bentuk pelayanan yang wajib
dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau
aparat keamanan untuk memberikan rasa
aman (dalam berperkara), baik fisik maupun
mental, kepada korban dan saksi dari
ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari
pihak manapun yang diberikan pada tahap:
 penyelidikan,
 penuntutan, dan atas
 pemeriksaan di sidang pengadilan.
Lanjutan

 Pemerintah wajib memberikan perlindungan


berupa:
a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan kematian; dan
d. bantuan hukum.
 Bantuan hukum tsb berupa pemberian bantuan
hukum dalam perkara yang dihadapi di
pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya.
Pasal
92
UU NO 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMDA

Pasal 385
(1)Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan
atas dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh
aparatur sipil negara di instansi Daerah kepada
Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP)
dan/atau aparat penegak hukum.
(2)APIP wajib melakukan pemeriksaan atas
dugaan penyimpangan yang diadukan oleh
masyarakat.
Lanjutan

(4) Aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan


atas pengaduan yang disampaikan oleh masya-
rakat, setelah terlebih dahulu berkoodinasi dengan
APIP atau lembaga pemerintah non-kementerian
yang membidangi pengawasan.
(5) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut,
ditemukan bukti adanya penyimpangan yang
bersifat administratif, maka proses lebih lanjut
diserahkan kepada APIP.
(5) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut,
ditemukan bukti adanya penyimpangan yang
bersifat pidana, proses lebih lanjut diserahkan
kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan
peraturan per-uu-an.
TINDAKAN HUKUM TERHADAP
ASN DI LINGKUNGAN PEMDA

 Sebelum melakukan penyidikan


terhadap ASN yang disangka mela-
kukan pelanggaran hukum dalam pe-
laksanaan tugas di instansi Daerah,
maka Penyidik harus
memberitahu-kan terlebih dahulu
kepada KDH.
Pasal
384
Lanjutan

 Terhadap kasus-kasus:
a. tertangkap tangan melakukan sesuatu
tindak pidana;
b. disangka telah melakukan tindak pidana
kejahatan yang diancam pidana penjara
5 tahun atau lebih; dan/atau
c. disangka telah melakukan tindak pidana
kejahatan terhadap keamanan negara,
maka Penyidik tidak diwajibkan memperita-
hukan kepada KDH sebelumnya, namun akan
diberitahu dalam waktu p.lm 2 kali 24 jam
kemudian.
UU 30 TAHUN 2014
TENTANG AP
UU AP LAHIR UNTUK MENGATUR:
1. Dalam rangka meningkatkan kualitas penyel
pemerintahan, badan dan/atau pejabat peme-
rintahan dalam menggunakan wewenang harus
mengacu pada AAUPB dan berdasarkan ke-
tentuan perat per-uu-an.
2. Untuk menyelesaikan permasalahan dalam
penyel pemerintahan, dapat menjadi solusi
dalam mem-berikan pelindungan hukum,
baik bagi warga masy maupun pejabat
pemerintahan.
Lanjutan

3. UU AP menjadi dasar hukum dalam


penyel pemerintahan, sebagai upaya
dalam meningkatkan kepemerintah-
an yang baik (good governance) dan
sekaligus sebagai upaya untuk:
 mencegah praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme,
 menciptakan birokrasi yang semakin baik,
transparan, dan efisien.
TUJUAN UU AP

 Salah satu tujuan dibentuknya UU AP, adalah


untuk memberikan pelindungan hukum
kepada Warga Masyarakat dan Aparatur
Pemerintahan; Ps 3 hrf e
 Pejabat AP dilarang menyalahgunakan
Kewenangan dalam menetapkan dan/atau
melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
 Pengawasan terhadap larangan penyalahguna-
an Wewenang tsb dilakukan oleh aparat peng-
awasan intern pemerintah.(inspektorat)
Ps 8 (3) & Ps 20 UU 30/2014 ttg AP
Lanjutan

Tujuan selanjutnya adalah untuk:


a. menciptakan tertib penyelenggaraan AP;
b. menciptakan kepastian hukum;
c. mencegah terjadinya penyalahgunaan Wewenang;
d. menjamin akuntabilitas Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan;
e. memberikan pelindungan hukum kepada Warga
Masyarakat dan aparatur pemerintahan;
f. melaksanakan ketentuan peraturan per-uu-an dan
menerapkan AUPB; dan
g. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada Warga
Masyarakat.
Pasal 3
LARANGAN
BAGI APARATUR PEMERINTAH
Larangan penyalahgunaan kewenangan:
a. Pejabat yang diduga melakukan penyalahgunaan kewe-
nangan diperiksa APIP, hasilnya berupa:
- tidak terdapat kesalahan;
- terdapat kesalahan administratif; atau
- terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan
kerugian keuangan negara.
a. Bila melakukan tindakan yg merugikan keuangan
negara maka wajib mengembalikan
b. Pejabat dapat mengajukan gugatan ke PTUN bila
dianggap menyalahgunakan kewenangan
e. Gugatan sampai tingkat Banding bersifat final dan
mengikat
Ps 17- 21 UU
AP
Lanjutan

 Pejabat Pemerintahan dilarang


menyalahgunakan Kewe-
nangan dalam menetapkan
dan/atau melakukan Keputusan
dan/atau Tindakan.
Catatan:
Badan dan/atau Pejabat Pemerin-
tahan adalah unsur yang melaksa-
nakan Fungsi Pemerintahan, baik di
lingkungan pemerintah maupun pe-
nyelenggara negara lainnya.
KONSEKWENSI TUGAS PNS
 Ternyata dalam menjalankan tugasnya
sebagai aparatur pemerintahan, pegawai
negeri menghadapi berbagai risiko, mulai dari:
 pengaduan masyarakat,
 tuntutan hukum, penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan
 persidangan baik perdata, tata usaha negara maupun
pidana.
 Hal ini menjadi tanggung jawab organisasi
pemerintahan, di mana para PNS ybs menja-
lankan tugas/pekerjaannya.
PENGAWASAN INTERNAL
 Pengawasan terhadap larangan penyalah-
gunaan Wewenang dilakukan oleh aparat
pengawasan intern pemerintah.
(inspektorat)
 Hasil pengawasan aparat pengawasan intern
pemerintah dapat berupa:
a. tidak terdapat kesalahan;
b. terdapat kesalahan administratif; atau
c. terdapat kesalahan administratif yang
menimbulkan kerugian keuangan negara.
Ps 20 UU 5/2014
ttg AP
KONSEKWENSI
KESALAHAN OLEH PNS

 Jika hasil pengawasan aparat intern


pemerintah terdapat kesalahan
administratif, maka tindak lanjut-
nya dalam bentuk penyempurna-
an administrasi sesuai dengan
aturan.
Lanjutan

 Jika hasil pengawasan aparat intern


pemerintah terdapat kesalahan
administratif yang menimbulkan
kerugian keuangan negara, maka
tinaklanjutnya adalah pengembalian
kerugian keuangan negara p.lm 10
hari kerja sejak diputuskan dan
diterbitkannya hasil pengawasan.
Ps 20 UU 5/2014
ttg AP
PENGEMBALIAN
KERUGIAN NEGARA
 Pengembalian kerugian negara dibeban-
kan kepada Badan Pemerintahan, apabila
kesalahan administratif terjadi bukan
karena adanya unsur penyalahgunaan
Wewenang.
 Pengembalian kerugian negara dibeban-
kan kepada Pejabat Pemerintahan ybs,
apabila kesalahan administratif terjadi
karena adanya unsur penyalahgunaan
Wewenang.
Ps 20 UU AP
PENENTUAN
PENYALAHGUNAAN WEWENANG

 Pengadilan TUN berwenang menerima, me-


meriksa, dan memutuskan ada atau tidak
ada unsur penyalahgunaan Wewenang
yang dilakukan oleh Pejabat Pemerin-
tahan.
 Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
dapat mengajukan permohonan kepada
Pengadilan untuk menilai ada atau tidak
ada unsur penyalahgunaan Wewenang da-
lam Keputusan dan/atau Tindakan.
Ps 21
Lanjutan

 Pengadilan wajib memutus permo-


honan (untuk menilai ada atau tidak
ada unsur penyalahgunaan Wewe-
nang) p.lm 21 hari kerja sejak per-
mohonan diajukan.
 Terhadap putusan Pengadilan tsb
dapat diajukan banding ke Peng-
adilan Tinggi TUN.
Lanjutan

 Pengadilan Tinggi TUN wajib


memutus permohonan banding
tsb p.lm 21 hari kerja sejak
permohonan banding diajukan.
 Putusan Pengadilan Tinggi TUN
bersifat final dan mengikat.
PERAN
BIRO/BAGIAN
HUKUM DALAM
PENANGANAN
PERKARA
DI PENGADILAN
PERAN BIRO/BAGIAN HUKUM
DALAM BANTUAN HUKUM PNS
 Pemberian bantuan hukum di
Pengadilan dapat meliputi
bantuan hukum perkara
pidana, perdata, TUN, dan
peradilan agama.
 Biro/bagian Hukum bertugas
mewakili institusinya dalam
beracara di Pengadilan serta
mendapat kuasa dari Menteri/
KDH untuk menangani per-
kara-perkara Perdata dan TUN.
EXISTING CONDITION
 Biro/Bagian Hukum (KDN/
Daerah) selama ini melakukan
penangan perkara, baik litigasi
maupun non litigasi terhadap
perkara pidana, perdata, TUN,
dan peradilan agama.
 Biro/Bagian Hukum sebagai kom-
ponen yang mewakili institusi
dalam beracara di Pengadilan,
melalui SPT/kuasa khusus
Menteri/KDH untuk menangani
perkara-perkara.
PENANGANAN
PERKARA DI LINGK PEMDA
 Mendagri sudah menerbitkan pedoman
pena-nganan perkara di lingk Kemdagri
dan Pemda, yaitu Permendagri No. 12
Tahun 2014 yang berlaku sejak 13
Februari 2014.
 Aturan ini sebagai pedoman untuk
melaksanakan tugas bantuan hukum
dan penyelesaian sengketa, sehingga
dapat melegalkan atau membakukan
tugas penanganan kasus hukum yang
sudah ada baik penyelesaian perkara di
pengadilan ataupun dalam negosiasi,
mediasi, dan konsultasi hukum.
PENYELESAIAN
PERSOALAN HUKUM
 Terbitnya peraturan tersebut didasari karena
banyaknya persoalan hukum yang
muncul di Kemendagri dan pemerintah
daerah, baik kasus pidana, perdata, PTUN
juga termasuk uji materi di MK dan MA
 Penanganan kasus hukum tsb dapat
dilakukan baik litigasi (lembaga peradilan)
maupun nonlitigasi (di luar lembaga
peradilan) dilakukan Biro/bagian Hukum
masing-masing.
Lanjutan

 Permendagri No. 12 Tahun 2014 pada


dasar-nya lebih menekankan pada
upaya memaksi-malkan peran
biro/bagian hukum dan tidak dising-
gung sama sekali kemungkinan peng-
gunaan pengacara profesional jika
Pemda atau Kemendagri menghadapi
gugatan hokum.
 Namun kemungkinan itu bukan
sesuatu yang mustahil, dalam kasus
tertentu tidak tertutup kemungkinan
menggunakan jasa advokat
sepanjang belum memiliki biro/
bagian hukum yang kuat.
Lanjutan

 Berdasarkan ketentuan Pasal


10 Permendagri No. 12 Tahun
2014 disebutkan, bahwa jika
terjadi gugatan terhadap
menteri, KDH, CPNS/ PNS di
lingkungan Kemendagri dan
Pemda, maka Biro hukum
Kemendagri dan Biro/Bagian
hukum Pemda melakukan
penelaahan objek gugatan.
Lanjutan

 Biro hukum Kemendagri dan


Biro/Bagian hukum Pemda
menyiapkan:
 surat kuasa,
 jawaban, duplik,
 alat bukti,
 saksi,
 kesimpulan, hingga
menyiapkan memori
banding atau memori
kasasi.
Lanjutan

 Permendagri No. 12 Tahun 2014 tidak mengga-


riskan batas-batas perkara apa yang boleh dan
tidak boleh ditangani biro/bagian hukum:
 Sehingga perlu memilah dengan jeli mana perkara
pribadi dan mana perkara kelembagaan.
 Kalau persoalan hukum yang timbul atas nama
menteri, gubernur, bupati atau walikota, maka
pendanaan bisa diambil dari anggaran resmi, dan
biro/bagian hukum bisa mendampingi.
 Tetapi kalau, kasus pidananya, atas nama pribadi,
maka pendampingannya harus oleh pribadi termasuk
dananya. karena hal tsb merupakan individual
responsibility.
EXISTENSI PNS DALAM
BERACARA DI PENGADILAN

1. Perkara pidana
 Dalam perkara Pidana, PNS tidak diperke-
nankan menjadi pengacara bagi PNS lain
yang terkena perkara.
 Hal ini disebabkan nature dari hukum materiil
pidana yang bersifat pribadi.
 Jika PNS menjadi pengacara bagi orang yang
terkena pidana, maka PNS tsb bertindak
atas nama pribadi dan menjadi kuasa
dari orang ybs.
Lanjutan

 Ketidakbolehan PNS beracara di Pengadilan


diatur dalam UU Advokat, karena UU tsb
mensyaratkan bahwa seorang advokat
tidak boleh berstatus sebagai Pegawai
Negeri atau Pejabat Negara (Pasal 3 UU
Advokat).
 Oleh karena itu, untuk perkara pidana, Biro/
bagian Hukum “seolah-olah” hanya mela-
kukan pendampingan dalam proses penye-
lidikan dan penyidikan saja yang dilaku-
kan menteri, KDH, dan PNS.
HAMBATAN PNS
BERACARA DIPERADILAN
 Hambatan PNS untuk beracara dalam Perkara Pidana di
Peradilan, adalah berdasarkan ketentuan Ps 31 UUA
yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pe-
kerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah
se-bagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta)
rupiah.”
 Ketentuan Ps 31 UUA tsb melalui Putusan MK Per-
kara No. 006/PUU-II/2004 Tahun 2004) tanggal
13 Desember 2004, sudah DINYATAKAN TIDAK
MEMILIKI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT lagi.
PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM

dasar pertimbangan dalam putusan tersebut dikatakan


.…..Menimbang bahwa sebagai undang-undang yang mengatur
profesi, seharusnya UU No. 18 Tahun 2003 tidak boleh dimak-
sudkan sebagai sarana legalisasi dan legitimasi bahwa yang
boleh tampil di depan pengadilan hanya advokat, karena hal
demikian harus diatur dalam hukum acara, padahal hukum
acara yang berlaku saat ini tidak atau belum mewajibkan pihak-
pihak yang berperkara untuk tampil dengan menggunakan
pengacara (verplichte procureurstelling). Oleh karena tidak atau
belum adanya kewajiban demikian menurut hukum acara maka
pihak lain di luar advokat tidak boleh dilarang untuk
tampil mewakili pihak yang berperkara di depan pengadilan. Hal
ini juga sesuai dengan kondisi riil masyarakat saat ini di mana
jumlah advokat sangat tidak sebanding, dan tidak merata,
dibandingkan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang
memerlukan jasa hukum; ——————————
TUGAS BIRO/BAGIAN HUKUM
PENDAMPINGAN HUKUM
 Tugas Biro/Bagian Hukum dalam melakukan
Pendampingan hukum merupakan kegiatan
untuk memberikan pemahaman hukum a.l:
 mengenai hak dan kewajiban saksi dalam
setiap tahapan pemeriksaan;
 ketentuan hukum acara pidana;
 mengenai materi delik pidana yang
disangkakan; dan
 hal-hal lain yang dianggap perlu dan terkait
dengan perkara yang dihadapi.
Dasar hukum
PNS beracara di Pengadilan
 Berdasarkan ketentuan Psl 30 (2) UU 16/2004 ttg
Kejaksaan, disebutkan, Di bidang perdata dan tata usaha
negara, kejaksaan (sebagai PNS) dengan kuasa khusus
dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan
untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
 Sebagai Kuasa/Wakil Negara/Pemerintah di Peradil-
an, berdasarkan Staatsblad 1922 No.522 dan Ps 123
(2) HIR (Het Herzine Indonesich Reglemen) adalah:
 Pengacara Negara yang diangkat oleh Pemerintah;
 Jaksa; atau
 Orang tertentu atau pejabat (Biro/Bag Hukum)
yang diangkat/ditunjuk oleh instansi ybs.
(Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II tahun 2004 (hal.112) )
PENAHANAN
TERHADAP TERSANGKA
 Pertanyaan yang berkembang, apa-
kah PNS atau Pejabat yang telah
ditetapkan status sebagai
tersangka harus ditahan ?
 Secara normatif, tidak ada keten-
tuan yang menyatakan setiap ter-
sangka harus ditahan.
KETENTUAN DALAM KUHAP
 Berdasarkan ketentuan Ps 21(1) KUHAP dinyata-
kan bahwa perintah penahanan terhadap seorang
tersangka atau terdakwa yang diduga keras
melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang
cukup, dilakukan dalam hal:
 adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran
bahwa tersangka akan melarikan diri,
 adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran
bahwa tersangka akan merusak atau menghilangkan
barang bukti
 adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran
bahwa tersangka akan mengulangi tindak pidana.
Lanjutan

 Seseorang yang berstatus tersangka,


tidak boleh ditahan, jika ybs tidak
memenuhi ketentuan Pasal 21 (4) KUHAP
dan tidak memenuhi keadaan-keadaan
yang terdapat dalam Pasal 21 ayat (1)
KUHAP.
 Dalam hal ada perintah penahanan
sekalipun, tersangka dapat meminta
penangguhan penahanan.
LANGKAH PENUNDAAN
PENAHANAN TERSANGKA
 Penangguhan penahanan Seseorang
tersangka/terdakwa dapat dilakukan,
melalui:
 Permintaan dari tersangka atau terdakwa;
 Permintaan tsb disetujui oleh penyidik
atau penuntut umum atau hakim yang
menahan dengan atau tanpa jaminan;
 Persetujuan dari tersangka/terdakwa
yang ditahan untuk mematuhi syarat dan
jaminan yang ditetapkan.
Lanjutan

2. Perkara TUN
 Peran Biro/Bagian Hukum dalam perkara TUN, ada kemungkinan
seorang pejabat digugat oleh bawahannya (PNS).
 Jika merujuk kepada UU ASN, maka kemungkinan yang terjadi
adalah:
 PNS dan Pejabat meminta bantuan hukum kepada Pengacara
profesional;
 PNS meminta bantuan hukum kepada Pengacara profesional dan
Pejabat meminta bantuan hukum kepada Biro Hukum;
 PNS meminta bantuan hukum kepada Biro Hukum dan Pejabat
meminta bantuan hukum kepada Pengacara Profesional;
 PNS dan Pejabat sama-sama meminta bantuan hukum kepada
Biro Hukum. Jika hal ini terjadi, maka akan terjadi conflict of
interest bagi Biro Hukum dalam menangani permasalahan tersebut.
Lanjutan
NO PEMBEDA HAPTUN ACARA PERDATA

1 Subjek/Pihak badan/Pejabat TUN Warga masy.


lawan
Lawan
Warga masyarakat
Warga masyarakat
2 Pangkal Ketetapan tertulis Kepentingan perdata
sengketa pejabat warga masyarakat

3 Tindakan Perbuatan melawan Perbuatan melawan


hukum penguasa hukum masy.
Wanprestasi

4 Peran hakim Hakim aktif Hakim pasif

5 Rekonvensi Tidak dikenal Dikenal, diatur


Kompetensi
 Kompetensi absolut  kewenangan
memeriksa/mengadili perkara
berdasarkan pembagian wewenang
atau tugas (atribusi kekuasaan)
 Kompetensi relatif  kewenangan
memeriksa/mengadili perkara
berdasarkan pembagian daerah
hukum (distribusi kekuasaan)
Lanjutan

 Pengadilan tidak berwenang memeriksa,


memutus dan menyelesaikan sengketa TUN
tertentu dlm hal keputusan yg disengketakan
itu dikeluarkan:
 dlm waktu perang,
 keadaan bahaya,
 keadaan bencana alam,
atau keadaan luar biasa yg membahayakan,
berdasarkan peraturan per-uu-an yg berlaku.
Lanjutan

3. Perkara uji materi UU


 Dalam perkara uji materi UU dan sengketa
kewenangan lembaga negara (SKLN), Biro
Hukum Kemendagri melakukan kajian atau
telaah hukum terhadap objek uji materi dan
SKLN dengan menerima surat kuasa khusus
dari presiden.
 Selanjutnya, menyiapkan keterangan
pemerintah dan bukti-bukti tertulis
termasuk menyiapkan saksi atau ahli.
EKSEISTENSI (LKBH)
KORPASNRI
 Organisasi KORPASNRI sebagai wadah PNS,
saat ini belum optimal mendukung langkah Biro/
bagian Hukum dalam memberikan perlindungan
hukum yang layak bagi para anggotanya.
 Pemerintah c.q Kementerian sebagai pembina
Korp harus bertanggungjawab untuk mem-
bina dan memfasilitasi LKBH Korp baik di
pusat sampai daerah dalam memberikan
perlindungan dan pendampingan hukum yang
efektif bagi PNS yang bermasalah hukum.
Lanjutan

 Dalam melaksanakan tugas Bantuan Hukum kepa-


da PNS, Biro/Bagian Hukum bersama KORPASNRI
(LKBH) harus memperlakukan sama terhadap PNS
yang bermasalah hukum yaitu:
 tanpa melihat pangkat dan jabatannya, setiap PNS
diberikan akses untuk memperoleh perlindungan hukum
yang memadai.
 melakukan pendampingan dalam bidang ligitasi dan non
ligitasi, dengan merekrut PNS yang memperoleh trainning
tertentu, pensiunan PNS, atau dilakukan kerjasama
dengan pihak advokat.
 dukungan pendanaan yang memadai dan proposional, baik
dari PNS sendiri atau komponen, atau APBN.
PEMBIAYAAN BANKUM
 Biro/Bagian hukum masih mengalami kendala pendanaan
untuk keperluan:
 Menyusun jawaban
 Menyusun duplik
 Pembuktian
 Saksi ahli
 Menyusun kesimpilan
 Menyusun Keterangan Pemerintah
 Pengambilan putusan
 Menyususun meori banding/kasasi/PK
 Untuk keperluan tsb dibutuhkan biaya khusus, terutama
biaya pengambilan putusan yang secara de facto berkisar
antara Rp.1 s.d Rp.5 juta, sehingga dibutuhkan payung
hukum tentang Standar Biaya Khusus dari Kementerian
Keuangan RI
PENYELESAIAN PERKARA
berdasarkan permendagri 12 tahun 2014

 Perkara adalah masalah hukum yang


diselesaikan melalui:
1. Litigasi  penyelesaian permasalahan
hukum yang ditangani dan diselesaikan
melalui lembaga peradilan.
2. Non Litigasi  penyelesaian permasa-
lahan hukum yang ditangani dan disele-
saikan melalui luar lembaga peradilan.
Lanjutan

 Biro Hukum Prov dalam menangani


perkara berkoordinasi dengan Biro
Hukum Kemdagri, Bagian Hukum
Kab/Kota dan SKPD terkait.
 Bagian Hukum Kab/Kota dalam
menangani perkara berkoordinasi
dengan Biro Hukum Prov, SKPD
terkait dan Biro Hukum Kemdagri.
1. LITIGASI
 Litigasi merupakan penyelesaian per-
masalahan hukum yang ditangani dan
diselesaikan melalui lembaga peradilan
terdiri atas:
 uji materiil undang-undang;
 uji materiil perat per-uu-an di bawah UU;
 perkara perdata;
 perkara pidana;
 perkara tata usaha Negara;
 sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD Negara
RI Tahun 1945; dan
 perkara di Badan Peradilan Lainnya.
PENANGANAN
GUGATAN PERKARA
 Penanganan perkara yang dilakukan di MK
 pengujian UU,
 Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara
dan
 Penyelesaian hasil pemilihan umum,
 Perkara tata usaha negara, dilakukan di
tingkat:
 Pengadilan Tata Usaha Negara;
 Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara; dan
 Mahkamah Agung.
Lanjutan

 Perkara perdata, dilakukan di tingkat:


 Pengadilan Negeri;
 Pengadilan Tinggi; dan
 Mahkamah Agung.
 Perkara pidana, dilakukan di tingkat:
 Pengadilan Negeri;
 Pengadilan Tinggi; dan
 Mahkamah Agung.
PEMDA SEBAGAI PIHAK
BERPERKARA DI MK
 Dalam hal pemda menjadi pihak
yang berperkara di MK terkait
dengan:
 pengujian UU,
 Sengketa Kewenangan Antar Lembaga
Negara dan
 Penyelesaian hasil pemilihan umum,
Biro Hukum Kemdagri, Biro Hukum prov dan
Bagian Hukum kab/kota dapat
memberikan pendampingan
UJI MATERIIL PER-UU-AN
DI BAWAH UNDANG-UNDANG
 Biro Hukum Kemdagri dalam pena-
nganan permohonan hak uji materiil perat
per-uu-an di bawah UU melakukan
kegiatan a.l:
 kajian/telaah dan pertimbangan hukum
terhadap objek permohonan;
 penyiapan Surat Kuasa; dan
 penyiapan jawaban dan bukti.
 Dalam melakukan kegiatan tsb, Biro
Hukum Kemdagri dapat berkoordinasi
dengan Unit Kerja Kemdagri, K/L dan
Pemda.
PERKARA PERDATA

 Perkara perdata dilakukan oleh:


 Menteri;
 KDH dan/atau Wakil KDH; dan
 CPNS/PNS Kemdagri, Prov dan
Kab/Kota.
PENANGANAN
PERKARA PERDATA
 Biro Hukum Kemdagri, Biro Hukum Prov
dan Bagian Hukum Kab/Kota dalam
penanganan perkara perdata, melakukan:
 telaah terhadap objek gugatan;
 penyiapan surat kuasa,
 penyiapan bahan:
 jawaban, duplik, alat bukti dan saksi, kesimpulan,
 memori banding/kontra memori banding,
 memori kasasi/kontra memori kasasi dan
 memori peninjauan kembali/kontra memori
peninjauan kembali;
Lanjutan

 menghadiri sidang di Pengadian Negeri;


 menyampaikan Memori Banding/ Kontra
Memori Banding kepada Pengadilan
Tinggi melalui Pengadilan Tingkat
Pertama; dan
 menyampaikan Memori Kasasi/ Kontra
Memori Kasasi, Memori Peninjauan
Kembali/Kontra Memori Peninjauan
Kembali kepada Mahkamah Agung
melalui Pengadilan Tingkat Pertama.
PENANGAN
PERKARA PIDANA
 Perkara Pidana adalah tuntutan
pidana yang dihadapi oleh CPNS dan
PNS di lingkungan Kemdagri dan
Pemda dalam kaitannya dengan
pelaksanaan tugas kedinasan.
PERKARA PIDANA

 Biro Hukum Kemdagri dapat


melakukan pendampingan dalam
proses penyelidikan dan
penyidikan perkara pidana yang
dilakukan oleh Menteri dan CPNS/PNS
Kemdagri.
 Pendampingan tersebut dengan
berkoordinasi dengan unit kerja
Kemdagri, K/L dan Pemda terkait.
PENDAMPINGAN
DALAM PROSES PENYELIDIKAN DAN
PENYIDIKAN PERKARA PIDANA

 Biro Hukum Prov melakukan pendam-


pingan dalam proses penyelidikan
dan penyidikan perkara pidana
yang dila-kukan oleh Gub/Wakil Gub
dan CPNS/ PNS prov.
 Pendampingan hukum tersebut
dengan berkoordinasi dengan Biro
Hukum Kemdagri, Bagian Hukum
Kab/Kota dan SKPD terkait.
Lanjutan

 Bagian Hukum Kab/Kota melakukan


pendampingan dalam proses
penyelidikan dan penyidikan perkara
pidana yang dilakukan oleh Bup/Wakil
Bup, Walkot/Wakil Walkot dan
CPNS/PNS kab/kota.
 Pendampingan hukum tersebut ber-
koordinasi dengan Biro Hukum Prov,
SKPD terkait dan Biro Hukum Kem-
dagri.
PENDAMPINGAN HUKUM
 Pendampingan hukum merupakan
kegiatan untuk memberikan
pemahaman hukum a.l:
 mengenai hak dan kewajiban saksi
dalam setiap tahapan pemeriksaan;
 ketentuan hukum acara pidana;
 mengenai materi delik pidana yang
disangkakan; dan
 hal-hal lain yang dianggap perlu dan
terkait dengan perkara yang dihadapi.
PERKARA
TATA USAHA NEGARA
 Perkara TUN berkaitan dengan:
 Keputusan Presiden;
 Keputusan Menteri;
 Keputusan Gubernur; dan
 Keputusan Bupati/Walikota
PENANGANAN
GUGATAN TATA USAHA NEGARA
 Biro Hukum Kemdagri, Biro Hukum
Prov dan Bagian Hukum Kab/Kota
dalam penanganan gugatan TUN
melakukan a.l:
 kajian/telaah terhadap objek gugatan;
 menghadiri sidang di Pengadilan TUN;
 menyiapkan dan menyampaikan surat
kuasa, jawaban, duplik, alat bukti, saksi,
kesimpulan;
Lanjutan

 menyatakan dan mengajukan Banding,


menyampaikan Memori Banding/Kontra
Memori Banding; dan
 menyatakan dan mengajukan Kasasi,
menyampaikan Memori Kasasi/Kontra
Memori Kasasi, Memori Peninjauan
Kembali/Kontra Memori Peninjauan
Kembali kepada Mahkamah Agung
melalui Pengadilan Tingkat Pertama.
PENANGANAN PERKARA
MELALUI PERADILAN LAINNYA
 Penanganan perkara di Peradilan lain a.l:
 Lembaga Peradilan Komisi Informasi Publik,
 Ajudikasi,
 Arbitrase,
 KPPU,
 Pajak,
 Hubungan Industrial dan
 lembaga-2 yang memeriksa, mengadili dan
memutus perkara hukum.
Lanjutan

 Biro Hukum Kemdagri, Biro Hukum


Prov dan Bagian Hukum Kab/Kota
dalam penanganan perkara di Badan
Peradilan Lainnya, melakukan a.l:
 kajian/telaah terhadap objek gugatan;
 penyiapan dokumen dan data;
 penyiapan surat kuasa; dan
 sidang yang meliputi proses jawab
jinawab dan pembuktian;
2. NON LITIGASI
 Non Litigasi merupakan penyelesaian permasa-
lahan hukum yang ditangani dan diselesaikan di
luar lembaga peradilan.
 Perkara non litigasi, terdiri atas:
 pengaduan hukum;
 konsultasi hukum; dan
 penanganan unjuk rasa.
 Penanganan Non Litigasi tersebut dapat dilak-
sanakan secara sendiri atau bersama-2 dengan
Unit Kerja Kemdagri, Pemda dan SKPD terkait
Lanjutan

 Pengaduan hukum
merupakan masalah yang disampaikan oleh
masy dan/atau Pemda untuk dapat difasilitasi
oleh Biro Hukum Kemdagri, Biro Hukum prov,
Bagian Hukum kab/kota.
 Konsultasi hukum
merupakan permohonan masukan dan saran
yang disampaikan oleh masy dan/atau Pemda
untuk dapat difasilitasi oleh Biro Hukum
Kemdagri, Biro Hukum prov, Bagian Hukum
kab/kota.
 Penanganan unjuk rasa
merupakan bentuk penjelasan hukum oleh Biro
Hukum Kemdagri, Biro Hukum prov dan Bagian
Hukum kab/kota kepada pengunjuk rasa.
PENGADUAN HUKUM

 Penanganan pengaduan hukum yang


disampaikan kepada Kemdagri
secara tertulis terkait penyimpang-
an penyelenggaraan pemerintah
daerah yang dilakukan oleh Pemda
prov dan Pemda kab/kota, dilakukan
oleh Biro Hukum Kemdagri .
Lanjutan

 Kegiatan Penanganan pengaduan hukum oleh Biro


Hukum Kemdagri meliputi:
 mempelajari dan memberikan kajian pertimbangan
hukum mengenai objek pengaduan hukum;
 menyiapkan jawaban terkait pengaduan hukum; dan
 mengirimkan surat berupa pemberitahuan atau teguran
kepada gub dan bup/walikota yang berisi perintah
untuk memfasilitasi atau menyelesaikan permasalahan
dengan tembusannya kepada pihak-2 ybs.
 Biro Hukum Kemdagri dalam menangani
pengaduan hukum tersebu berkoordinasi dengan
satuan unit kerja di lingk Kemdsagri, K/L dan
Pemdaterkait
Lanjutan

 Penanganan pengaduan hukum yang disampaikan


secara tertulis kepada Pemda prov terkait
penyelenggaraan peme-rintah kab/kota, dilakukan
oleh Biro Hukum prov.
 Kegiatan Penanganan pengaduan hukum oleh Biro
Hukum prov meliputi:
 mempelajari dan memberikan kajian pertimbangan
hukum mengenai objek pengaduan hukum;
 menyiapkan jawaban terkait pengaduan hukum; dan
 mengirimkan surat berupa pemberitahuan atau
teguran kepada bup/walkot yang berisi perintah untuk
memfasilitasi atau menyelesaikan permasalahan
dengan tembusannya kepada pihak-2 ybs.
 Biro Hukum prov dalam menangani pengaduan
hukum tersebut berkoordinasi dengan Biro Hukum
Kemdagri dan SKPD prov terkait.
Penanganan pengaduan
hukum Pemda kab/kota

 Penanganan pengaduan hukum


kepada Pemda kab/kota secara
tertulis terkait penyimpangan
penyelenggaraan pemerintah
daerah oleh Pemda kab/kota,
dilakukan oleh Bagian Hukum
kab/kota
Lanjutan

 Kegiatan Penanganan pengaduan hukum


oleh Biro Hukum kab/kota meliputi:
 mempelajari dan memberikan kajian
pertimbangan hukum mengenai objek pengaduan
hukum;
 menyiapkan jawaban terkait pengaduan hukum;
dan
 mengirimkan surat berupa pemberitahuan atau
teguran kepada SKPD terkait yang berisi perintah
untuk memfasilitasi atau menyelesaikan permasa-
lahan dengan tembusannya kepada pihak-2 ybs.
 Bagian Hukum kabupaten/kota dalam
menangani pengaduan hukum tersebut
berkoordinasi dengan Biro Hukum prov dan
SKPD kab/kota terkait.
KONSULTASI HUKUM
 Penanganan konsultasi hukum
kepada Kemdagri, dilakukan oleh Biro
Hukum Kemdagri.
 Biro Hukum Kemdagri dalam
menangani konsultasi hukum
tersebut berkoordinasi dengan satuan
unit kerja di lingk Kemdagri dan
instansi terkait.
Lanjutan

 Penanganan konsultasi hukum


kepada Pemda prov, dilakukan oleh
Biro Hukum prov.
 Biro Hukum Pemda prov dalam
menangani konsultasi hukum
tersebut berkoordinasi dengan SKPD
prov terkait.
Lanjutan

 Penanganan konsultasi hukum


kepada Pemda kab/kota, dilakukan
oleh Bagian Hukum kab/kota.
 Bagian Hukum Pemda kab/kota
dalam menangani konsultasi hukum
tersebut berkoordinasi dengan SKPD
kab/kota terkait.
PENANGANAN UNJUK RASA
 Penanganan unjuk rasa di Kemdagri dilakukan
oleh satuan unit kerja di lingkungan Kemdagri
yang tugas dan fungsinya terkait dengan perma-
salahan hukum yang dihadapi oleh pengunjuk rasa
dan dibantu oleh Biro Hukum Kemdagri.
 Penanganan unjuk rasa di Pemda prov dilakukan
oleh SKPD prov yang tugas dan fungsinya terkait
dengan permasalahan hukum yang disampaikan
oleh pengunjuk rasa dan dibantu oleh Biro
Hukum prov.
 Penanganan unjuk rasa di Pemda kab/kota dilaku-
kan oleh SKPD kab/kota yang tugas dan
fungsinya terkait dengan permasalahan hukum
yang sampaikan oleh pengunjuk rasa dan dibantu
oleh Bagian Hukum kab/kota.
Lanjutan

 Kegiatan Penanganan unjuk rasa meliputi:


 menerima pengunjuk rasa dan mendengarkan
aspirasi terkait tuntutan yang diharapkan;
 meminta perwakilan koordinator unjuk rasa untuk
menyampaikan tuntutan dengan melaksanakan
pertemuan;
 memberitahukan kepada ybs bahwa tuntutan harus
disampaikan secara tertulis kepada Menteri atau KDH
yang berisi sekurang-2nya mengenai uraian singkat
pokok masalah hukum dengan melampirkan
data terkait;
 melaksanakan kajian/telaah dan pertimbangan
hukum mengenai tuntutan; dan
 menyiapkan jawaban dalam penyelesaian tuntutan
yang diharapkan.
PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN
 Menteri melakukan pembinaan
dan pengawasan pelaksanaan
penanganan perkara kepada
Pemda.
 Pembinaan dan Pengawasan
tersebut dilaksanakan oleh
Sekretaris Jenderal.
Lanjutan

 Gubernur melakukan pembinaan dan


pengawasan dalam pelaksanaan penanganan
perkara kepada peme-rintah daerah
kab/kota.
 Pembinaan tersebut dapat dilakukan dalam
bentuk:
 bimbingan teknis,
 semiloka,
 penyuluhan,
 rapat koordinasi dan
 penyebaran informasi hukum dan perat per-uu-an.
Lanjutan

 Bupati/Walikota melakukan pembina-


an dan pengawasan dalam pelaksanaan
penanganan perkara diwilayahnya.
 Pengawasan tersebut dapat dilakukan
dalam bentuk:
 advokasi,
 monitoring,
 pemantauan penanganan perkara dan
pemantau persidangan
PELAPORAN
 Pelaporan penanganan perkara di lingk
Kemdagri dan Pemda disampaikan kepada
Menteri melalui Sekretaris Jenderal.
 Pelaporan penanganan di lingk Pemda prov
dan kab/kota disampaikan kepada Gubernur.
 Pelaporan penanganan perkara di lingk
Pemda kab/kota disampaikan kepada
Bupati/Walikota.
 Pelaporan penanganan perkara tersebut
disampaikan secara berkala pada setiap
bulan April, bulan Agustus dan bulan
Desember.
TERIMAKASIH

S U M AT E R A
K A L IM A N TA N

IR IA N JAYA

JAVA

101

You might also like