You are on page 1of 50

Materi Kuliah Sistem Penghantaran obat

Pertemuan ke 7

Enhancer Absorpsi Perkutan, Jenis-jenis


dan evaluasi patch transdermal
Oleh:
Prof.Dr. Anayanti Arianto, M.Si. Apt.

1
Enhancer Absorpsi Perkutan
( Percutaneous Absorption Enhancers)
Kalangan ilmu farmasi sangat berminat untuk mengembangkan
peningkat permeasi kimia dan metode fisika yang dapat
meningkatkan absobsi bahan obat secara perkutan.
Enhancer dapat meningkatkan absorpsi perkutan dari obat-obat
Meliputi: Enhancer kimia dan fisika
Enhancer kimia meningkatkan permeabilitas kulit dari barrier
epitel melalui perusakan atau perubahan sifat-sifat fisikokimia
yang reversibel dari stratum corneum untuk mengurangi
ketahanan difusi.
Enhancer fisika: menggunakan arus listrik, vibrasi dan panas

2
Strategi pendekatan peningkatan penetrasi kulit (Penetration Enhancer)

Impermeabilitas kulit mendorong pengembangan sejumlah


strategi untuk meningkatkan permeasi melalui pendekatan
antara lain :
1. Pendekatan dengan bahan kimia
2. Pendekatan dengan fisika
3. Pendekatan formulasi

3
Penggolongan Enhancer Kimia
1. Surfaktan : Anionik : Dioctyl Sulfosuccinate, Sodium lauryl sulfate
non ionik ( Pluronic F 127, Tween 80, polisorbat)
2. Garam-garam empedu dan derivatnya: Na.gliakolat,
Na.deoksikolat.
3. Asam-asam lemak dan derivat-derivatnya: Asam oleat, asam kaprilat.
4. Bahan Pengkhelat: Na EDTA, Asam sitrat
5. Sulfoksida : DMSO, DMA, DMF (dimetil formamida)
6. Aceton,
7. Alkohol : Etanol, Isopropanol
8. Lain-lain: Urea dan derivat-derivatnya
terpen dan terpenoid (limonen, karvone)
Fosfolipid, Air, ester ( isopropilmiristat)
9. Amin dan amida (Azone, N-methylpyrrolidone)
10. Polietilen glikol, propilen glikol

4
Mekanisme kerja enhancer kimia
Berdasarkan konsep partisi lemak-protein, ada tiga
mekanisme kerja enhancer yaitu:
1. Enhancer mengubah struktur lipid stratum korneum dan
menjadikannya permeabel terhadap obat. Banyak enhancer
bekerja dengan cara ini misalnya: Azone, terpen, asam lemak,
dimetil sulfoxide (DMSO) dan alkohol.
2. Enhancer berinteraksi dengan keratin pada korneosit dan
membuka struktur protein yang padat sehingga membuatnya
lebih permeabel. Contohnya : surfaktan ionik, desil metil
sulfoksida dan DMSO.
3. Beberapa pelarut mengubah sifat kelarutan dari lapisan tanduk
dengan demikian meningkatkan partisi obat. Etanol
meningkatkan penetrasi nitrogliserin dan estradiol melalui
stratum korneum (Jadhav, 2012).
5
6
Enhancer (Peningkat Penetrasi )yang ideal
1. Tidak toksik, tidak mengiritasi kulit, tidak menyebabkan alergi
2. Aksinya sebaiknya cepat dan durasi efeknya dapat diprediksi dan
reprodusibel
3. Pemulihan dari sifat-sifat dari barrier normal setelah diangkat sediaan
(penggunaan transdermal tidak meninggalkan bekas atau menyebabkan
kulit rusak
4. Penetrasi bekerja satu arah, yaitu dapat membantu masuknya zat dari luar
ke dalam tubuh, tapi mencegah keluarnya material endogen dari dalam
tubuh
5. Memberikan rasa nyaman saat digunakan dikulit
6. Memiliki efikasi yang baik dan kompatibel secara fisika dan kimia dari
obat dan bahan tambahan
7. Bersifat inert tidak memberikan aksi farmakologi di dalam tubuh
8. Tidak mahal, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna (Ramteke, dkk.,
2012).

7
Air
•Kadar air stratum korneum manusia adalah biasanya sekitar
15-20% dari berat kering jaringan.
•Memerendam kulit dalam air, memaparkan membrannya kelembaban tinggi
atau memungkinkan stratum korneum untuk mencapai kadar air dalam
keseimbangan dengan sel-sel kulit epidermis yang mendasarinya.
•Kandungan air meningkat hingga 400%
•Secara umum, peningkatan hidrasi jaringan tampaknya meningkatkan
penghantaran transdermal baik hidrofilik & lipofilik.
•Air yang ada di stratum korneum ada dalam dua bentuk, terikat
& bebas
Mekanisme kerja:
• Bentuk bebas air bertindak sebagai pelarut untuk kemampuan permeasi
bahan polar untuk berdifusi
• Corneocytes mengambil air dan mengembang, pengembangan dari sel ini
akan berdampak pada struktur lipid antara korneosit menyebabkan beberapa
gangguan pada lapisan ganda
8
Sulfoksida dan derivat-derivatnya
•Dimetil sulfoksida (DMSO) digunakan di banyak bidang ilmu
farmasi sebagai '' pelarut universal ''.
•Efeknya bergantung pada konsentrasi (> 60% diperlukan untuk
kerja yang optimal).
•Pada konsentrasi tinggi , mungkin mendenaturasi protein.
Mekanisme Kerja Sulfoksida:
•mendenaturasi protein, mengubah konfirmasi keratin dari – 
heliks ke - ß sheet.
•berinteraksi dengan kelompok kepala dari beberapa lapisan ganda
lipid untuk mendistorsi geometri
•juga dapat memfasilitasi partisi obat

9
Azone
• Mempromosikan fluks baik hidrofilik & lipofilik.
• Sangat lipofilik
• Efektif pada konsentrasi rendah (0,1 – 5%).
• Larut dalam & kompatibel dengan sebagian besar pelarut organik.
• Meningkatkan permeasi steroid, antivirus & antibiotik.
Mekanisme kerja:
• Berinteraksi dengan domain lipid stratum korneum.
• Partisi ke dalam lapisan ganda lipid untuk mengganggu susunan.
Asam lemak
• Efektif pada konsentrasi rendah (<10%)
• Digunakan baik untuk obat hidrofilik & lipofilik.
• Digunakan untuk estradiol, asiklovir, 5 FU, asam salisilat.
Mekanisme kerja:
•Berinteraksi dengan & memodifikasi domain lipid stratum

10
Alkohol,Fatty Alkohol, dan Glikol
•dalam Etanolpatch.
paling sering digunakan
•estardiol,
Digunakan untuk levonorgestrol,
5 FU, dll. pada
•konsentrasi,
Efeknya bergantung
pada konsentrasi tingkat
tinggi menyebabkan dehidrasi membran
biologis
•konsentrasi & mengurangi
Diterapkan dalam permeasi.
rentang
Mekanisme dari 1 – 10%.
kerja:
••Bertindak sebagai
Mengubahkesifat pelarut.
kelarutan jaringan
mengarah
partisi perbaikan dalam
obat.
•membantu
Sifat etanoldalam
yang mudah menguap
aktivitas memodifikasi
termodinamika obat.
•etanol
Karenameningkat
penguapanmemberikan
konsentrasi obat
keadaan
lewat jenuh dengan penggerak
lebih
•menguapbesar.
Sebagai pelarut yang mudah fraksi
lipid dari dapat mengekstrak
kulit
11
Surfaktan:
Terdiri dari rantai samping alkil atau aril dengan gugus kepala
kutub polar
Mekanisme kerja:
•Melarutkan bahan aktif lipofilik & juga memiliki
potensi untuk melarutkan lipid dalam stratum korneum
Fosfolipid:
•Umumnya digunakan sebagai vesikel (liposom) untuk
membawa obat.
• Dalam bentuk non-vesikular sebagai peningkat penetrasi
Mekanisme kerja:
• Menutup permukaan kulit (Oklusif) & dengan demikian
meningkatkan hidrasi jaringan

12
Peningkatan Penetrasi(Enhancer) fisik
1. Ionthoporesis
2. Ultrasound (sonoporesis)
3. Electroporasi
4. Microporasi
5. Micronedles
Ionthoporesis: proses dari peningkatan permeasi
dari obat-obat yang bermuatan dengan menggunakan
aliran listrik.
Ionthoporesis transdermal ini terutama bermanfaat
Untuk penghantaran:
• obat-obat hidrofilik yang dihasilkan dengan
bioteknologi (peptida dan oleigonuklei-
tida.
• Juga bermanfaat untuk pengobatan penyakit kulit
Seperti kanker kulit, psoriasis, dermatitis.
13
Ionthoporesis
• Ionthoporesis menggunakan dua
elektroda katoda dan anoda yang
mana yang kontak dengan suatu
reservoir yang mengandung obat yang
akan dihantarkan sebagai suatu
larutan dalam air yang konduktif listrik.
• Reservoir yang mengandung obat
kontak dengan elektroda yang
bermuatan sama (active electrode),
sementara electroda yang lain (pasive
electrode)
• Suatu potensial listrik digunakan
melewati elektroda yang
menyebabkan arus mengalir melewati
kulit yang memfasilitasi penghantaran
obat oleh tolakan.
• Elektroda aktif akan menolak obat dan
mendorong masuk ke dalam kulit 14
Mekanisme peningkatan penetrasi obat dengan
Ionthoporesis
Peningkatan penetrasi obat dengan ionthoporesis dapat disebabkan mekanisme
sbb:
• Obat didorong melewati kulit dengan penolakan elektronik yang sederhana
dari muatan yang sama. Obat-obat anionik dapat melewati kulit dengan
menggunakan elektroda yang bermuatan negatif. Demikian juga obat-obat
kationik dapat melewati kulit bila digunakan elektroda yang bermuatan
positif.
• Aliran listrik meningkatkan permeasi dengan menghambat kemampuan
kulit sebagai barrier pelindung.
• Ionthoporesis menyebabkan air, sebagai enhancer penetrasi untuk masuk
ke stratum corneum melalui elektroosmosis
Obat-obat seperti lidocaine, asam amino, peptida dan insulin diberikan melalui
injeksi, karena metabolime yang cepat dan absorpsi yang jelek pada
pemberian oral. Obat-obat ini sukar diabsorbsi dari rute transdermal, karena
ukuran molekul yang besar, karakter ionik dan ketidakmampuan penetrasi dari
kulit, sehingga dapat ditingkatkan penetrasi dengan metode elektroporesis.
Contoh obat-obat lain : Lidokain, asam amino, dexamethasone, verapamil
15
Variabel-Variabel yang mempengaruhi Ionthoporesis
• Arus listrik ( langsung,bolak balik, atau pulsed ) beberapa mm amper
• Faktor biologi: (ketebalan, permeabilitas, dan pori dari kulit)
• Faktor fisikokimia : (muatan, ukuran, struktur dan lipophilicity dari obat
dengan ukuran molekul yang kecil atau besar). Obat harus larut dalam air,
dosis rendah dan terionisasi dengan densitas muatan yang tinggi
• Formulasi (konsentasi obat, ph, kekuatan ionik, dan viskositas
a. Kenaikan konsentrasi obat menghasilkan penghantaran obat yang semakin
besar
b. Adanya ion buffer dalam formula akan berkompetisi dengan obat untuk
arus
penghantaran dan mengurangi jumlah obat yang dihantarkan, khususnya
karena ion buffer adalah lebih kecil dan lebih gesit dibanding obat yang
lebih besar. pH larutan dapat diatur dan dipertahankan dengan molekul yang
lebih besar spt etanolamin; etanolamin HCl.
c. Kenaikan kekuatan ionik dari sistem akan menaikkan kompetisi untuk arus
yang tersedia terutama apabila obat adalah potent dan dalam konsentrasi
yang kecil.
16
Sonoporesis(phonophoresis)

Sonoporesis merupakan suatu teknik yang


meliputi penggunaan dari energi ultrasonik
frekuensi rendah untuk meningkatkan penetrasi
obat-obat melalui kulit.
• Parameter-parameter seperti: lamanya
pengobatan, intensitas, panjang pulsa, dan
frekuensi mempengaruhi absorpsi perkutan.
• Beberapa antibiotik seperti tetrasiklin,
biomycin, dan penicillin telah digunakan
untuk mengobati penyakit kulit.

17
Sonoporesis(phonophoresis)
Sonophoresis adalah pergerakan molekul obat melalui kulit di bawah
pengaruh ultrasound (menggunakan gelombang suara). Teknik ini
menggunakan suatu gelombang tekanan frekuensi rendah kurang dari 100
kiloHertz (mis 20 kilohertz).

Gelombang-gelombang ultrasonik menstimulasi microvibrasi dalam


epidermis kulit dan meningkat kinetik energi molekul dari obat
• Mekanisme dari permeasi kulit transdermal meliputi perusakan dari lipid
stratum corneum oleh pembentukan rongga-rongga yang bergas,
sehingga memberi peluang obat melewati kulit.
18
Sonoporesis terjadi karena gelombang –gelombang ultrasonik menstimulasi
microvibrasi dalam epidermis kulit dan meningkat kinetik energi molekul
dari obat
• Mekanisme dari permeasi kulit transdermal meliputi perusakan dari lipid
stratum corneum oleh pembentukan rongga-rongga yang bergas,
sehingga memberi peluang obat melewati kulit.
19
• Parameter-parameter seperti: lamanya pengobatan, intensitas, panjang
pulsa, dan frekuensi mempengaruhi absorpsi perkutan.
• Beberapa antibiotik seperti tetrasiklin, biomycin, dan penicillin telah
digunakan untuk mengobati penyakit kulit.
Obat-obat lain seperti hidrokortison, lidocaine dan asam salisiilat dalam
bentuk gel, krim, losion diberikan melalui unit ultrasonic

20
Sonoporesis Ionthoporesis
Meningkatkan migrasi dari molekul- Pergerakan dari ion-ion yang larut melalui
molekul obat melalui kulit dengan energi suatu membran dibawah perbedaan
ultrasonik potensial yang diterapkan secara eksternal
Menggunakan energi aqoustik (ultrasound) Menggunakan aliran elektrik untuk
mendorong molekul-molekul masuk ke mengangkut ion-ion kedalam jaringan
jaringan
Parameter ultrasound : energi dosis, Parameter elektrisitas meliputi kepadatan
frekuensi, intensitas,kekuatan pulsa, arus, profile arus, lamanya pengobatan,
panjangnya tranducer dari kulit adalah bahan dan polaritas elektroda merupakan
kritis untuk efisiensi sonoporesis kritis untuk efisiensi ionthoporesis
Menggunakan ultrasound antara 20 KHz Menggunakan arus listrik langsung antara
sampai 20 MHz 0,5 mA sampai 5 mA
Obat dicampur dengan bahan coupling Obat dicampur dengan pelarut
seperti gel , krem atau salap
Mekanisme terutama adalah cavitation Mekanisme terutama elektroporasi
Obat dalam berair atan non air, bentuk ion Obat dalam berair dan bentuk terion
atau tak terion
Meningkatkan partisi, lipid bilayer dirusak, Lipid bilayer dirusak, elektroosmosis dan
Keratin denaturasi dll. lain-lain
21
Elektroporasi

Elektroporasi menghasilkan pori sementara dalam lipid kulit dengan


pemakaian voltage yang tinggi dari pulsa listrik 100-1000 V/Cm dalam waktu
yang singkat (millidetik). Pori ini merupakan jalan bagi penetrasi obat
(makromolekul) dari luar sel ke intercellular lapisan stratum corneum.
Molekul-molekul yang lebih besar seperti insulin , vaccine, oligonukleotida
dan mikropartikel telah diberikan melalui elektroporasi.

22
23
Elektroporasi

24
Micronedles
Micronedles digunakan dalam TDD dapat dibuat
dengan bermacam-macam bahan biokompatibel
meliputi bahan2
1. ceramics (silikon, silikon dioksida dll),
2. logam (nikel, stainless steel, dll), dan
3. polimer (poly-lactic acid, carboxy-methyl-
cellulose, maltose, poly-vinyl-pyrrolidone
Panjang jarum dari 10-100 mikrometer

25
26
• Metode penghantaran obat transdermal berdasarkan
patch microneedle, dan metode fabrikasi padatan
dan microneedle berongga.
• Microneedles bisa memberikan beberapa ribu kali
peningkatan permeabilitas kulit untuk bahan kimia
makromolekul.
• Selain itu, ukurannya microneedle kurang dari 1 mm,
sehingga diharapkan dapat mengurangi nyeri dan
rasa takut.
• Microneedles akan memainkan peran penting dalam
pengembangan masa depan sistem pengiriman obat
transdermal dengan biaya rendah dan efisiensi tinggi.

27
28
Pendekatan Formulasi
Peningkatan penetrasi dengan pendekatan formulasi spesial adalah
terutama berdasarkan penggunaan dari pembawa kolloidal. Partikel-
partikel ukuran submikron dimaksudkan untuk transport molekul-
molekul obat yang terjerat kedalam kulit. Pembawa-pembawa
demikian meliputi liposomes, transferosomes, ethosome,
niosomes, nanoemulsions, dan solid-lipid nanopartikel.
Liposomes terbuat dari phospholipid dan cholesterol, terdiri dari
bagian hidrofilik dan lipofilik dan berperan sebagai pembawa untuk
obat-obat polar dan non polar. Liposome terjerat dalam lapisan atas
dari sel-sel stratum corneum dan berinteraksi dengan lipid kulit
untuk melepaskan obatnya.
Transferosome : liposome yang dimodifikasi yang dapat
meningkatkan penetrasi obat melalui kulit. Terdiri dari phospholipid,
cholesterol, dan molekul-molekul surfaktan seperti natrium cholate.

29
Pendekatan Formulasi
Ethosome adalah liposome yang terdiri dari phospholipid, alkohol
dalam konsentrasi yang relatif tinggi, kadang-kadang glycols, dan air.
Ini dapat meningkatkan penetrasi sampai jaringan yang dalam dan
sirkulasi sitemik.
Niosomes: vesikel yang terdiri dari surfaktan nonionik yang telah
dievaluasi sebagai pembawa untuk beberapa obat dan kosmetik.
Microemulsi terdiri air, minyak, dan surfaktan yang mana
memberikan suatu cairan yang stabil dan transparan secara
thermodinamik.
Peningkatan penetrasi dari mikroemulsi terutama disebabkan
kenaikan konsentrasi obat yang memberikan suatu gradien
konsentrasi dari pembawa ke kulit.
Solid lipid nanopartikel telah diteliti sebagai pembawa untuk
meningkatkan penghantaran kulit dari sunscreen, vitamin A dan E,
Tripolide dan glucocorticoids.
30
Jenis-Jenis patch transdermal
1. Obat-dalam-Perekat satu lapis

• liner : yang dilepas sebelum aplikasi dan memungkinkan pelepasan obat


• Adhesive : lapisan perekat untuk menjaga kontak dengan kulit setelah aplikasi
2. Obat dalam perekat multilayer (sistem yang terkontrol membran)
• Membran: membran pendukung
oklusif untuk melindungi sistem dari
masuknya lingkungan dan dari
hilangnya obat dari sistem atau
31
kelembaban dari kulit
Jenis-Jenis patch transdermal

3. Reservoir

jenis ini berbeda yaitu mempunyai lapisan obat yang terpisah.


Sistem ini, laju pelepasan obatnya adalah order nol.

32
Evaluasi Transdermal Patch
• Evaluasi fisikokimia
• Evaluasi in vitro
• Evaluasi in vivo
Evaluasi fisikokimia
a. Ketebalan: ketebalan film transdermal ditentukan dengan travelling
microscope, atau mikrometer sekrup pada 5 titik2 yang berbeda dari film.
b. Keseragaman berat: Variasi berat dipelajari dengan menimbang 10
masing-masing yang dipilih secara acak dan menghitung berat rata-rata.
Berat masing-masing tidak boleh menyimpang secara signifikan dari berat
rata-rata
c. Penentuan kadar obat: Bagian film yang ditimbang secara akurat
(sekitar 100 mg) dilarutkan dalam 100 mL pelarut yang sesuai di mana
obat larut dan kemudian larutan dikocok terus menerus selama 24 jam
dalam inkubator pengocok. Kemudian seluruh larutan disonikasi.
Setelah sonikasi dan penyaringan selanjutnya, obat dalam larutan
ditentukan secara spektrofotometri dengan pengenceran yang tepat
33
Evaluasi Transdermal Patch (fisikokimia)
d. Uji keseragaman konten: 10 patch dipilih dan konten ditentukan untuk masing-
masing patch. Jika 9 dari 10 patch memiliki konten antara 85% hingga 115% dari
nilai yang ditentukan dan satu konten tidak kurang dari 75% hingga 125% dari nilai
yang ditentukan, kemudian memenuhi keseragaman konten. Tetapi jika 3 patch
memiliki kandungan dalam kisaran 75% hingga 125%, maka 20 patch tambahan diuji
untuk kandungan obat. Jika 20 patch ini memiliki kisaran dari 85% hingga 115%,
maka transdermal patch memenuhi uji.
e. Kekuatan Tarik: Untuk menentukan kekuatan tarik, film polimer dilapisi secara
terpisah oleh pelat besi linier yang disumbat. Salah satu ujung film dijaga tetap
dengan bantuan layar besi dan ujung lainnya terhubung ke benang bebas bergerak di
atas katrol. Bobot ditambahkan secara bertahap ke wajan yang dilikatkan dengan
ujung gantungan. Pointer pada benang digunakan untuk mengukur perpanjangan
film. Bobot yang cukup untuk memecahkan film dicatat.
Kekuatan tarik dapat dihitung menggunakan persamaan berikut. Kekuatan tarik = F /
a.b (1 + L / l)
F adalah gaya yang diperlukan untuk putus;
a adalah lebar film; b adalah ketebalan film;
L adalah panjang film;
l adalah perpanjangan film pada break point. 34
Evaluasi Transdermal Patch
f. Kandungan kelembaban (:Percentage moisture content)
Film yang disiapkan ditimbang masing-masing dan disimpan
dalam desikator yang mengandung kalsium klorida pada suhu
kamar selama 24 jam. Film-film ditimbang lagi setelah interval
yang ditentukan sampai mereka menunjukkan bobot konstan.
Persentase kadar air dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
% Kadar air = Berat awal – Berat akhir X 100
Berat awal
g. Persentase serapan kelembaban (Percentage moisture uptake)
- Film yang telah ditimbang dipaparkan kelembaban relatif 84
persen menggunakan kalium klorida setelah 24 jam di desikator.
Film-film tersebut ditimbang kembali setelah beratnya
bertambah stabil.
Persentase penyerapan air = Berat akhir – Berat awal X 100
Berat awal
35
Evaluasi Transdermal Patch (fisikokimia)
h. Sifat kelekatan: Ini adalah kemampuan polimer untuk melekat pada substrat
dengan sedikit tekanan kontak. Kelekatan ini tergantung pada berat molekul dan
komposisi polimer serta pada penggunaan resin pengikat dalam polimer.

36
I. Pengembangan (Swelling)
Tes ini dilakukan untuk memeriksa pengembangan patch karena adanya
polimer. Pengembangan patch diukur dengan menempatkan patch dari
masing-masing formula dengan ukuran 2 x 2 cm2 ke dalam cawan petri yang
berisi larutan buffer fosfat pH 7,4. Bobot patch ditimbang setiap 5 menit,
sebelum ditimbang patch dikeringkan terlebih dahulu dengan tissue.
Penimbangan dilakukan hingga berat konstan. Derajat pengembangan
dihitung dengan menggunakan persamaan (Lakhani, et al., 2015) :

•Keterangan : W1 = bobot sebelum perendaman (gram)


• W2 = bobot setelah berkontak dengan larutan buffer (gram)
J. Ketahanan lipat
Uji ini dilakukan untuk mengetahui elastisitas dan kerapuhan film
transdermal. Pengujian ketahanan terhadap pelipatan dilakukan dengan
melipat film berkali-kali pada posisi yang sama sampai film tersebut patah
atau terlipat sampai 300 kali . Jumlah pelipatan tersebut tanpa patah yang
dianggap sebagai nilai ketahanan terhadap pelipatan (Lakhani, et al., 2015).
Daya tahan lipat membantu menentukan fleksibilitas transdermal patch.
37
Studi stabilitas-
Studi stabilitas dilakukan untukmenentukan berapa lama patch
akan bertahan dan dapat digunakan. Karena obat tersebut secara
bertahap terdegradasi di tempat yang tidak stabil. Stabilitas
formulasi diuji selama 6 bulan pada 40℃/75% Kelembaban
Relatif menurut internasional pedoman konferensi Harmonisasi
(ICH). Sampelnya adalah dikumpulkan dan diuji stabilitasnya
pada 0, 30, 60, 90, dan 180 hari.

Evaluasi in vitro:
1. Studi pelepasan obat in vitro
2. Studi permeasi kulit in vitro
3. Studi iritasi kulit

38
Efikasi dari sediaan semisolid topikal

Produk topikal kebanyakan formulasi semisolid seperti salep,


krim, losion dan gel
Kerja farmakologi untuk suatu sediaan topikal tergantung kepada
efikasi dari 3 step yang berturut-turut:

39
Pengukuran pelepasan obat
Step 1: Pelepasan obat dari sediaan semisolid
 Obat harus dilepaskan, sebelum ia dapat berdifusi
kedalam dan menjadi bioavailabel dalam kulit
 Pelepasan obat dari sediaan adalah sangat penting
untuk efikasi sediaan semisolid topikal
 Pengukuran pelepasan obat dari formulasi adalah
penting pada pengembangan produk obat topikal
untuk mempertahankan kualitasnya

40
Pengujian pelepasan in vitro
 Pengujian pelepasan in vitro digunakan untuk memantau
pelepasan dan difusi dari bahan obat dari suatu sediaan semi
solid.
- Prinsip adalah menentukan diffusi bahan obat dari suatu
matriks semi solid melewati suatu membran kedalam media
reseptor yang tepat
 Meskipun laju pelepasan diukur dengan Uji pelepasan in vitro
tidak mencerminkan nasib in vivo dalam penghantaran obat,
pengujian dapat menentukan :
- perbedaan antara laju pelepasan yang mungkin terjadi
disebabkan perubahan formulasi
- perbedaan dalam berbagai sifat-sifat fisikokimia dari produk
obat
41
Studi pelepasan obat in vitro
• Berdasarkan USP
Film transdermal ditempelkan ke kaca obakek, lalu direndam
dalam media disolusi buffer fosfat dengan pH 7,4 suhu 37°C,
diaduk 50 rpm selama 24 jam, 5 ml sampel diambil dan volume
buffer yang setara diambil ditambahkan ke media disolusi.
Pelepasan Obat kumulatif dihitung setelah analisis
spektrofotometri.

42
Uji penetrasi transdermal secara in vitro

Membran
biologis
Tebal 0,42 mm Dapar fosfat
pH 7,4

Sistem permeasi kulit tipe horizontal:


Sel dibagi dalam kompartemen reseptor
dan donor dengan volume larutan rendah Suhu 37±0,5ºC,
(3,5ml) untuk setiap kompartemen dan Pada interval waktu aliquot dipipet 1 ml,
area membran kecil (0,64cm2). Mereka diganti segera 1 ml dgn dapar fosfat pH 7,4
terus-menerus diaduk oleh magnet, yang Diencerkan 25x
diputar pada kecepatan 600rpm. Sistem ini Diukur absorbansi
dikendalikan oleh air termostasi melalui Pengujian dilakukan selama 12 jam
selubung air yang mengelilingi kedua
kompartemen.Temperatur dalam larutan
dipertahankan dengan termostat
Sel difusi Fransz
Tipe horizontal
Tipe vertikal
sel donor dan sel reseptor dengan volume
masing-masing 10,8 ml dan luas
permukaan sel difusi 1,28 cm2
Pembuatan membran biologis
Rambut pada daerah abdomen dicukur dengan hati-hati menggunakan pisau
cukur. Pencukuran dilakukan sehari sebelum pengambilan kulit untuk
mengkondisikan kulit sesuai lingkungan. Kelinci dimatikan dengan cara
dibius dengan dietil eter dan kulit bagian abdomen dipotong dengan gunting
bedah. Dibersihkan lemak yang menempel, dicuci dengan akuades, dibungkus
dengan aluminium foil, dan disimpan segera pada suhu -70°C (lemari
pembeku bersuhu sangat rendah, Sanyo, Japan) sampai eksperimen dilakukan
(Akhtar, dkk, 2011). Pada waktu kulit mau dipakai, kulit direndam dengan
larutan NaCl 0,9% selama 24 jam.
Uji penetrasi in vitro
Membran biologis dengan luas 1 inchi kuadrat (panjang = 1 inchi; lebar = 1
inchi) dan tebal 0,42 mm direndam terlebih dahulu sebelumnya dengan NaCl
0,9% selama 24 jam, dikeringkan, kemudian diolesi 0,1 g sediaan obat
menggunakan sarung tangan karet. Kemudian dipasangkan pada sel difusi
yang telah diolesi silicone grease dan dihubungkan bagian donor dan reseptor
dengan karet. Selanjutnya dimasukkan magnetic bar ke dalam bagian reseptor
dan dimasukkan juga larutan dapar fosfat sampai batas tanda. Sel difusi dijaga
pada suhu 37ºC menggunakan termostat selama percobaan dan pada interval
waktu tertentu dipipet 1 ml aliquot, diencerkan 25 kali, dan diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang tertentu.
Setiap pengujian dilakukan selama 12 jam dan diulangi sebanyak 3 kali
Jumlah kumulatif (Q) sampel yang terpenetrasi per luas difusi (µg/cm2)
dihitung dengan Persamaan berikut: (Thakker danChern, 2003):
Q = jumlah kumulatif obat yang penetrasi per area difusi (µg/cm2).
Cn = konsentrasi obat (µg/ml) pada interval pengambilan sampel ke n.
V = volume sel difusi Franz.

•jumlah konsentrasi Obat (µg/ml) pada pengambilan sampel pertama sampai


sebe sebelum menit ke-n.
S = volume sampel (µL).
A = luas membran (cm2).
Perhitungan fluks (J) obat dilakukan dengan menggunakan persamaan
berdasarkan hukum Fick I: J = M/(S × t).
J adalah fluks (μg.cm−2.jam−1),
M adalah jumlah kumulatif obat melalui membran (μg), S adalah luas difusi
(cm2) dan t adalah waktu(jam).
Uji iritasi kulit
Digunakan 4 hewan uji, masing-masing dilakukan dengan
periode pemaparan selama 24, 48 dan 72 jam. Residu
sediaan uji segera dihilangkan menggunakan air atau
pelarut lain saat hendak diamati. Skor derajat edema dan
eritema (BPOM, 2014).
Studi In Vivo
• Studi in vivo: - Evaluasi in vivo adalah gambaran sebenarnya dari
kinerja obat. Variabel yang tidak dapat diperhitungkan selama studi
in vitro dapat sepenuhnya dieksplorasi selama studi in vivo.
Evaluasi in vivo TDDS dapat dilakukan dengan menggunakan
model hewan sukarelawan manusia
• Model hewan: Diperlukan waktu dan sumber daya yang cukup
untuk melakukan penelitian pada manusia, sehingga penelitian pada
hewan lebih disukai dalam skala kecil. Spesies hewan yang paling
umum digunakan untuk mengevaluasi sistem pengiriman obat
transdermal adalah tikus, tikus tak berbulu, anjing tak berbulu,
monyet rhesus tak berbulu, kelinci, kelinci percobaan, dll. Berbagai
percobaan yang dilakukan membawa kita pada kesimpulan bahwa
hewan tak berbulu lebih disukai daripada hewan berbulu di kedua
percobaan in vitro dan in vivo. Monyet Rhesus adalah salah satu
model yang paling dapat diandalkan untuk evaluasi in vivo
pemberian obat transdermal pada manusia.
49
• Model manusia: Tahap akhir pengembangan perangkat transdermal
melibatkan pengumpulan data farmakokinetik dan farmakodinamik setelah
penerapan patch pada sukarelawan manusia.
• Uji klinis telah dilakukan untuk menilai kemanjuran, risiko yang terlibat,
efek samping, kepatuhan pasien, dll.
• Uji klinis fase I dilakukan untuk menentukan keselamatan utama pada
sukarelawan dan
• uji klinis fase II menentukan keamanan jangka pendek dan terutama
efektivitas pada pasien.
• Uji coba fase III menunjukkan keamanan dan keefektifan dalam populasi
pasien dalam jumlah besar dan uji fase IV pada pengawasan pasca
pemasaran dilakukan untuk tambalan yang dipasarkan untuk mendeteksi
reaksi obat yang merugikan. Meskipun penelitian pada manusia
membutuhkan sumber daya yang cukup besar tetapi mereka adalah yang
terbaik untuk menilai kinerja obat.

50

You might also like