You are on page 1of 34

Sholat 4 Madzhab

Oleh: Mu'ammar, S.Sos.I.,M.Pd.I


Madzhab ?
Mazhab (bahasa Arab: berarti jalan yang dilalui dan
dilewati, Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang
dinamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk
setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang
yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang
jelas
batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas
prinsip- prinsip dan kaidah-kaidah.

Maroji: Al Madkhal Ila Dirasatil Madarisi Wal Madzahibil


Fiqhiyyah, oleh DR. Umar Sulaiman Al Asyqar
Ahlus Sunnah - Sunni
• Ahlus-Sunnah wal Jama'ah, Ada empat
mazhab yang paling banyak diikuti. Empat
mazhab yang mereka miliki valid untuk
diikuti, perbedaan yang ada pada setiap
mazhab tidak bersifat fundamental.
Sedangkan untuk Sunni dari kalangan
Salafiyah (bermanhaj Salaf), menggunakan
semua mahzab dengan dalil yang kuat sebagai
pedoman dalam menjalani ritual keagamaan dan
lain-lainnya.
4 Madzhab

• Abu Hanifah- Imam Hanafi


• Imam Malik - Maliki
• Imam Syafi’i
• Imam Ahmad - Hambali
Abu Hanifah - Imam Hanafi
Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Kewajiban mengambil
hadits sebagai dalil dan meninggalakan pendapat-pendapat yang
bertentangan dengannya.

a. Bila suatu hadits itu benar maka itulah mazhabku

b.Tidak dibolehkan bagi seseorang untuk mengambil pendapat kami


bila tidak mengetahui darimana kami mengambilnya. Dalam sebuah
riwayat disebutkan ”Haram bagi orang yang tidak mengetahui
dalilku berfatwa dengan pendapat saya”

c.Apabila aku mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan


dengan kitab Alloh dan khabar dari Rasulullah SAW, hendaknya
kalian meninggalkan pendapatku.
Kata Mereka…
• Abdullah ibnul Mubarok berkata, “Kalaulah Allah subhanahu wa
ta’ala tidak menolong saya melalui Abu Hanifah dan Sufyan Ats-
Tsauri maka saya hanya akan seperti orang biasa”.

• Kepada Sufyan Ats-Tsauri, ‘Wahai Abu Abdillah, orang yang


paling jauh dari perbuatan ghibah adalah Abu Hanifah, saya
tidak pernah mendengar beliau berbuat ghibah meskipun kepada
musuhnya’ kemudian beliau menimpali ‘Demi Allah, dia adalah
orang yang paling berakal, dia tidak menghilangkan kebaikannya
dengan perbuatan ghibah’.”
• Imam Syafii berkata, “Barangsiapa ingin mutabahir
(memiliki ilmu seluas lautan) dalam masalah fiqih hendaklah
dia belajar kepada Abu Hanifah”
Imam Malik - Maliki
• Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu
`Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani,
(‫)كالم سنأ نب‬, lahir di (Madinah pada tahun 714 (93
H), dan meninggal pada tahun 800 (179 H)). Ia
adalah pakar ilmu fikih dan hadits
Statement Imam Malik
• a. Sesungguhnya aku adalah manusia yang
terkadang salah dan terkadang benar, maka
lihatlah pendapatku. Apabila sesuai dengan
Al- Qur’an dan sunnah maka ambillah. Setiap yang
tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah,
tinggalkan.
• b. Setiap perkataan orang boleh dipakai atau
ditinggalkan kecuali perkataan Nabi SAW.
Imam Syafi’i
• Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Shafiʿī atau
Muhammad bin Idris asy-Syafi`i (‫)يعفاشال سيردإ نب دمحم‬
• (Ashkelon, Gaza, Palestina, 150 H / 767M - Fusthat,
Mesir 204H / 819M) Imam Syafi'i juga tergolong
kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani
Muththalib, yaitu keturunan dari al-Muththalib, saudara
dari Hasyim, yang merupakan kakek Muhammad.
• Saat usia 20 tahun, ke Madinah untuk berguru kepada
ulama besar saat itu, Imam Malik. 2 tahun kemudian, ke
Irak, untuk berguru pada murid-murid Imam Hanafi di
sana.
• Imam Syafi`i mempunyai dua dasar berbeda untuk
Mazhab Syafi'i. Yang pertama namanya Qaulun Qadim
(Awal) dan Qaulun Jadid (Baru).
Kitab Al Umm
”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka
buanglah perkataanku di belakang tembok,”

“Kebaikan ada pada lima hal: kekayaan jiwa, menahan dari menyakiti orang lain,
mencari rizki halal, taqwa dan tsiqqah kepada Allah. Ridha manusia adalah
tujuan

yang tidak mungkin dicapai, tidak ada jalan untuk selamat dari
(omongan) manusia, wajib bagimu untuk konsisten dengan hal-hal yang
bermanfaat bagimu”.

"Ikutilah
• Ahli Hadits oleh kalian, karena mereka orang yang paling
banyak benarnya.”

“Semua
• perkataanku yang menyelisihi hadits yang shahih maka ambillah
hadits yang shahih dan janganlah taqlid kepadaku.”

“Semua

hadits yang shahih dari Nabi shalallahu a’laihi wassalam maka itu
adalah pendapatku meski kalian tidak mendengarnya dariku.”

“Jika kalian dapati dalam kitabku sesuatu yang menyelisihi Sunnah Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wassalam maka ucapkanlah sunnah Rasulullah dan tinggalkan
ucapanku.”
Ahmad bin Hanbal - Hambali

• Ahmad bin Hanbal (781 - 855 M, 164 - 241 AH)


1(Arab ‫ ) لبنح نب د م ح أ‬adalah seorang ahli hadits dan
teologi Islam. Ia lahir di Marw (saat ini bernama
Mary di Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran)
di kota Baghdad, Irak. Kunyahnya Abu Abdillah
lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin
Hilal bin AsadAl Marwazi Al Baghdadi/ Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal dikenal juga sebagai Imam
Hambali.
Apa katanya….?
a.Janganlah bertaklid kepadaku, Malik, Syafi’i, Auza’i dan
tidak pula Tsuri, ambillah dari apa yang mereka ambil.
(Dalam sebuah riwayat dikatakan : Janganlah bertaklid dalam
masalah agama kepada para Imam, ikutilah apa yang dapat
dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sedangkan dari
tabi’in boleh memilihnya (menolak atau menerima).

b.Al-Auza’i berpendapat, Malik berpendapat, dan Abu


Hanifah berpendapat. Menurutku semuanya adalah ra’yu,
sedangkan yang dapat dijadikan hujjah dalam masalah-
masalah agama adalah atsar (hadits).

c.Barangsiapa menolak hadits Rasulullah SAW maka ia berada


di tepi kehancuran.
Intinya…
.
• Semua Ulama Mujtahid Mutlak menyampaikan
bahwa:

Jika ada pendapat yang berbeda dengan Al


Qur’an dan Sunnah yang shohih, tinggalkan
pendapat mereka.
• QS 4:59
Penganut Madzhab Dunia
Shalat
• Niat : semua ulama mazhab sepakat bahwa
mengungkapkan niat dengan kata-kata tidaklah
diminta. (Mughniyah; 2001)

• Ibnu Qayyim berpendapatdalam bukunya Zadul Ma’ad,


sebagaimana yang dijelaskan dalam jilid pertama dari
buku Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, sebagai
berikut : Nabi Muhammad saw bila menegakkan shalat,
beliau langsung mengucapkan “Allahu akbar” dan beliau
tidak mengucapkan apa-apa sebelumnya, dan tidak
melafalkan niat sama sekali. (Mughniyah; 2001)
Takbiratul Ihram
• “Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari
perbuatan sesuatu selain perbuatan-perbuatan shalat) adalah
takbir, dan penghalalnya adalah salam.”

• Maliki dan Hambali : kalimat takbiratul ihram adalah “Allah


Akbar” (Allah Maha Besar) tidak boleh menggunakan kata-
kata lainnya.

Syafi’i : boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan ”Allahu Al-
Akbar”, ditambah dengan alif dan lam pada kata “Akbar”.

Hanafi : boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama
artinya dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-A’dzam”
dan “Allahu Al- Ajall” (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang
Maha Mulia). (Mughniyah; 2001)
Khilaf Ulama
 Syafi’i,
Maliki dan Hambali sepakat bahwa
mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah wajib,
walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam

(bukan orang Arab).
 Hanafi: Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja,
•walau yang bersangkutan bisa bahasa Arab.

 Semua ulama mazhab sepakat : syarat takbiratul ihram


•adalah semua yang disyaratkan dalam shalat. Kalau bisa

melakukannya dengan berdiri; dan dalam mengucapkan


kata “Allahu Akbar” itu harus didengar sendiri, baik
terdengar secara keras oleh dirinya, atau dengan
perkiraan jika ia tuli.
Qiyam : Berdiri
• Semua ulama mazhab sepakat bahwa berdiri dalam
shalat fardhu itu wajib sejak mulai dari takbiratul
ihram sampai ruku’, harus tegap, bila tidak mampu ia
boleh shalat dengan duduk. Bila tidak mampu duduk,
ia boleh shalat dengan miring pada bagian kanan,
seperti letak orang yang meninggal di liang lahat,
menghadapi kiblat di hadapan badannya, menurut
kesepakatan semua ulama mazhab selain Hanafi.
Hanafi berpendapat : siapa yang tidak bisa duduk,
ia boleh shalat terlentang dan menghadap kiblat
dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku’
dan sujud tetap menghadap kiblat.
Dan• bila tidak mampu miring ke kanan, maka menurut Syafi’i dan Hambali
ia boleh shalat terlentang dan kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak
mampu juga, ia harus mengisyaratkan dengan kepalanya atau dengan
kelopak matanya.


Hanafi : bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah
perintah shalat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha’-
nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya.

Maliki

: bila sampai seperti ini, maka gugur perintah shalat
terhadapnya dan tidak diwajibkan meng-qadha’-nya.

Syafi’i

dan Hambali : shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun.
Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya
(kedipan mata), maka ia harus shalat dengan hatinya dan menggerakkan
lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu untuk
menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang
melakukan shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi.
Bacaan - Hanafi
• Hanafi : membaca Al-Fatihah dalam shalat fardhu tidak diharuskan,
dan membaca bacaan apa saja dari Al-Quran itu boleh, berdasarkan
Al- Quran surat Muzammil ayat 20 :”Bacalah apa yang mudah bagimu
dari Al-Quran,” (Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 122, dan
Mizanul Sya’rani, dalam bab shifatus shalah).
• Boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk bagian dari
surat. Dan tidak disunnahkan membacanya dengan keras atau pelan.
Orang yang shalat sendiri ia boleh memilih apakah mau didengar
sendiri (membaca dengan perlahan) atau mau didengar oleh orang lain
(membaca dengan keras), dan bila suka membaca dengan sembunyi-
sembunyi, bacalah dengannya. Dalam shalat itu tidak ada qunut kecuali
pada shalat witir. Sedangkan menyilangkan dua tangan adalah sunnah
bukan wajib. Bagi lelaki adalah lebih utama bila meletakkan telapak
tangannya yang kanan di atas belakang telapak tangan yang kiri di
bawah pusarnya, sedangkan bagi wanita yang lebih utama adalah
meletakkan dua tangannya di atas dadanya.
Bacaan - Maliki
Membaca Al-Fatihah itu harus pada setiap rakaat,
tak ada bedanya, baik pada rakaat-rakaat

pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir,
baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah,
sebagaimana pendapat Syafi’i, dan disunnahkan
membaca surat Al-Quran setelah Al- Fatihah
pada dua rakaat yang pertama. Basmalah bukan
termasuk bagian dari surat, bahkan disunnahkan
untuk ditinggalkan. Disunnahkan menyaringkan
bacaan pada shalat subuh dan dua rakaat pertama
pada shalat maghrib dan isya’, serta qunut pada
shalat subuh saja.
Sedangkan menyilangkan kedua tangan adalah
boleh, tetapi disunnahkan untuk mengulurkan dua
tangan pada shalat fardhu.
Bacaan - Syafi’i
Membaca Al-Fatihah adalah wajib pada setiap rakaat tidak ada
bedanya,
• baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua
rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat
sunnah.
Basmalah itu merupakan bagian dari surat, yang tidak boleh
ditinggalkan dalam keadaan apa pun. Dan harus dibaca dengan
suara keras pada shalat subuh, dan dua rakaat pertama pada
shalat maghrib dan isya’, selain rakaat tersebut harus dibaca
dengan pelan. Pad shlat subuh disunnahkan membaca qunut
setelah mengangkat kepalanya dari ruku’ pad rakaat kedua
sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah
membaca Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama saja.
Sedangkan menyilangkan dua tangan bukanlah wajib, hanya
disunnahkan bagi lelaki dan wanita. Dan yang paling utama
adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan di belakang
telapak tangannya yang kiri di bawah dadanya tapi di atas
pusar dan agak miring ke kiri. (Mughniyah; 2001)
Bacaan - Hambali
Wajib
• membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan
sesudahnya disunnahkan membaca surat Al-Quran pada
dua rakaat yang pertama. Dan pada shalat subuh, serta
dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’
disunnahkan membacanya dengan nyaring. Basmalah
merupakan bagian dari surat, tetapi cara membacanya
harus pelan-pelan dan tidak boleh dengan keras. Qunut
hanya pada shalat witir bukan pada shalat-shalat
lainnya. Sedangkan menyilangkan dua tangan disunahkan
bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling utama adalah
meletakkan telapak tangannya yang kanan pada belakang
telapak tangannya yang kiri, dan meletakkan di bawah
pusar.
Lafadz Aamiin

• Empat mazhab menyatakan bahwa membaca


amin adalah sunnah, berdasarkan hadits Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda :
(Mughniyah; 2001)
• ”kalau ingin mengucapkan Ghairil maghdzubi
’alaihim waladzdzaallin, maka kalian harus
mengucapkan amin.”
Ruku

• Semua ulama mazhab sepakat bahwa ruku’


adalah wajib di dalam shalat. Namun mereka
berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya
ber-thuma’ninah di dalam ruku’, yakni ketika
ruku’ semua anggota badan harus diam, tidak
bergerak.
Bacaan Ruku
Hanafi : yang diwajibkan hanya semata-mata membungkukkan badan
dengan lurus, dan tidak wajib thuma’ninah. Mazhab-mazhab yang lain
: wajib membungkuk sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu
berada
• pada dua lututnya dan juga diwajibkan ber-thuma’ninah dan
diam (tidak bergerak) ketika ruku’. (Mughniyah; 2001)
Syafi’i, Hanafi, dan Maliki : tidak wajib berdzikir ketika shalat,
hanya
• disunnahkan saja mengucapkan : (Mughniyah; 2001)
Subhaana rabbiyal ’adziim

”Maha

Suci Tuhanku Yang Maha Agung”
Hambali
• : membaca tasbih ketika ruku’ adalah wajib. (Mughniyah;
2001)Kalimatnya menurut Hambali :
Subhaana rabbiyal ’adziim


”Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung”
I’tida
l
• Hanafi : tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni
i’tidal (dalam keadaan berdiri). (Mughniyah; 2001)
Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh.
Mazhab-mazhab yang lain : wajib mengangkat kepalanya
dan ber-i’tidal, serta disunnahkan membaca tasmi’, yaitu
mengucapkan :
• Sami’allahuliman hamidah
• ”Allah mendengar orang yang memuji-Nya”
• Sujud : semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib
dilakukan dua kali pada setipa rakaat. Mereka berbeda
pendapat tentang batasnya. (Mughniyah; 2001)
• Maliki, Syafi’i, dan Hanafi : yang wajib (menempel) hanya
dahi, sedangkan yang lain-lainnya adalah sunnah.
Sujud
 Hambali : yang diwajibkan itu semua anggota yang

tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan ibu
jari dua kaki) secara sempurna. Bahkan Hambali
menambahi hidung, sehingga menjadi delapan.
(Mughniyah; 2001)

• Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thuma’ninah


di dalam sujud, sebagaimana dalam ruku’. Maka
mazhab yang mewajibkannya di dalam ruku’ juga
mewajibkannya di dalam sujud. Hanafi : tidak
diwajibkan duduk di antara dua sujud itu. Mazhab-
mazhab yang lain : wajib duduk di antara dua sujud
Tahiyat
 Tahiyyat : tahiyyat di dalam shalat dibagi menjadi dua
bagian
• : pertama yaitu tahiyyat yang terjadi setelah dua rakaat
pertama dari shalat maghrib, isya’, dzuhur, dan ashar
dan tidak diakhiri dengan salam. Yang kedua adalah
tahiyyat yang diakhiri dengan salam, baik pada shalat
yang dua rakaat, tiga, atau empat rakaat
 Hambali : tahiyyat pertama itu wajib. Mazhab-mazhab

lain : hanya sunnah.
 Syafi’i, dan Hambali : tahiyyat terakhir adalah wajib.

Maliki dan Hanafi : hanya sunnah, bukan wajib.
Lafadz Tahiyat - Hanafi

• Kalimat (lafadz) tahiyyat menurut Hanafi :


Attahiyatu lillahi washolawaatu waththoyyibaatu
wassalaamu ’alaika ayyuhannabiyyu
warahmatullahi wabarakaatuh
Assalaamu’alainaa wa’alaa’ibaadillahishshoolihiin
Asyhaduanlaa lilaaha illallah Wa asyhadu anna
muhammadan ’abduhu warosuuluh
Lafadz Tahiyat - Maliki

• Attahiyyatu lillaahi azzaakiyaatu lillaahi


aththoyyibaatu ashsholawaatu lillah
Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi
wabarakaatuh Assalaamu’alainaa wa ’alaa
’ibaadillahishshoolihiin Asyhadu anlaa ilaaha illallah
wahdahu laa syariikalah Wa asyhadu anna
muhammadan ’abduhuwarosuuluh
Lafadz Tahiyat - Syafi’i

• Attahiyyatul mubaarokaatush sholawaatuth


thoyyibaatu lillaah Assalaamu’alaika
ayyuhannabiyyu warahmatullahi
wabarakaatuh Assalaamu’alainaa wa
’alaa ’ibaadillahishshoolihiin
Asyhadu anlaa ilaaha illallah wa
asyhadu anna muhammadan
’abduhu warosuuluh
Lafadz Tahiyat - Hambali

• Attahiyyatu lillahi washsholawaatu waththoyyibaatu


Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi
wabarakaatuh Assalaamu’alainaa wa ’alaa
’ibaadillahishshoolihiin Asyhaduanlaailaaha
illallahwahdahulaa syariikalah Waasyhaduanna
muhammadan ’abduhu warosuuluh
• Allahumma sholli ’alaa muhammad
Salam
• Syafi’i, Maliki, dan Hambali : mengucapkan
salam adalah wajib. Hanafi : tidak wajib.
(Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 126).
• Menurut empat mazhab, kalimatnya sama yaitu :
• Assalaamu’alaikum warahmatullaah
• Hambali : wajib mengucapkan salam dua kali,
sedangakan yang lain hanya mencukupkan satu
kali saja yang wajib.

You might also like