You are on page 1of 36

ISLAM DI PAPUA, MALUKU,

DAN NTT

Disusun Oleh:
Adne Lativa Azham Minervani (01)
Hanif Mufadlilah (11)
Laila Nauvi Rachma (12)
Adam Adhe Nugraha (26)
Islam di Papua
 Pendahuluan

Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada


abad ke XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni
wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati tunduk
kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku.
Berdasarkan cerita populer dari masyarakat
Islam Sorong dan Fakfak, agama
Islam masuk di Papua sekitar abad
ke 15 yang dilalui oleh pedagang
–pedagang muslim. Perdagangan
antara lain dilakukan oleh para
pedagang–pedagang suku Bugis
melalui Banda (Maluku Tengah)
dan oleh para pedagang Arab dari Ambon yang melalui Seram
Timur.
7 Teori
 Teori Papua

Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di


sebagaian rakyat asli Papua, khususnya yang berdiam di wilayah fakfak, kaimana,
manokwari dan raja ampat (sorong). Teori ini memandang Islam bukanlah berasal
dari luar Papua dan bukan di bawa dan disebarkan oleh kerejaan ternate dan
tidore atau pedagang muslim dan da’I dari Arab, Sumatera, Jawa, maupun
Sulawesi.
Namun Islam berasal dari Papua itu sendiri sejak pulau Papua
diciptakan oleh Allah Swt. mereka juga mengatak bahwa agama Islam telah
terdapat di Papua bersamaan dengan adanya pulau Papua sendiri, dan mereka
meyakini kisah bahwa dahulu tempat turunya nabi adam dan hawa berada di
daratan Papua.

 Teori Aceh
Studi sejarah masukanya Islam di Fakfak yang dibentuk oleh
pemerintah kabupaten Fakfak pada tahun 2006, menyimpulkan bahwa Islam
datang pada tanggal 8 Agustus 1360 M, yang ditandai dengan hadirnya mubaligh
Abdul Ghafar asal Aceh di Fatagar Lama, kampong Rumbati Fakfak.
 Teori Arab

Menurut sejarah lisan Fakfak, bahwa agama Islam mulai diperkenalkan di


tanah Papua, yaitu pertamakali di Wilayah jazirah onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang
sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab,
yang di perkirakan terjadi pada abad pertengahan abad XVI, sesuai bukti adanya Masjid
Tunasgain yang berumur sekitat 400 tahun atau di bangun sekitar tahun 1587.

 Teori Jawa
Berdasarkan catatan keluarga Abdullah Arfan pada tanggal 15 Juni 1946,
menceritakan bahwa orang Papua yang pertama masuk Islam adalah Kalawen yang
kemudian menikah dengan siti hawa farouk yakni seorang mublighat asal Cirebon.
Kalawen setelah masuk Islam berganti nama menjadi Bayajid, diperkirakan peristiwa
tersebut terjadi pada tahun 1600. Jika dilihat dari silsilah keluarga tersebut, maka
Kalawen merupakan nenek moyang dari keluarga Arfan yang pertama masuk Islam.
 Teori Banda
Menurut Halwany Michrob bahwa Islamisasi di Papua, khusunya di Fakfak
dikembagkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui banda yang diteruskan ke Fakfak
melalui seram timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama haweten attamimi yang
telah lama menetap di Ambon
 Teori Bacan
Menurut Arnold, raja bacan yang pertama masuk Islam bernama zainal
abiding yang memerintah tahun 1521 M, telah menguasai suku-suku di Papua
serta pulau-pulau disebelah barat lautnya, seperti waigeo, misool, waigama dan
salawati. Kemudian sultan bacan meluaskan kekuasaannya sampai ke
semenanjung onin fakfak, di barat laut Papua pada tahun 1606 M, melalui
pengaruhnya dan para pedagang muslim maka para pemuka masyarakat pulau –
pulau tadi memeluk agama Islam. Meskipun masyarakat pedalaman masih tetap
menganut animisme, tetapi rakyat pesisir menganut agama Islam.

 Teori Maluku Utara (Ternate-Tidore)


Dalam sebuah catatan sejarah kesultanan Tidore yang menyebutkan
bahwa pada tahun 1443 M Sultan Ibnu Mansur ( Sultan Tidore X atau sultan
Papua I ) memimpin ekspedisi ke daratan tanah besar ( Papua ).
Setelah tiba di wilayah pulau Misool, raja ampat, maka sultan ibnu
Mansur mengangkat Kaicil Patrawar putra sultan Bacan dengan gelar Komalo
Gurabesi ( Kapita Gurabesi ). Kapita Gurabesi kemudian di kawinkan dengan
putri sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah. Kemudian berdiri empat
kerajaan dikepulauan Raja Ampat tersebut adalah kerajaan Salawati, kerajaan
Misool/kerajaan Sailolof, kerajaan Batanta dan kerajaan Waigeo. Dari Arab, Aceh,
Jawa, Bugis, Makasar, Buton, Banda, Seram, Goram, dan lain – lain.
Bukti-bukti
 1. terdapat living monument yang berupa makanan Islam yang dikenal dimasa
lampau yang masih bertahan sampai hari ini di daerah Papua kuno di desa
Saonek, Lapintol, dan Beo di distrik Waigeo.

 2. tradisi lisan masih tetap terjaga sampai hari ini yang berupa cerita dari mulut
ke mulut tentang kehadiran Islam di Bumi Cendrawasih.

 3. Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya yang berada di
beberapa masjid kuno.

 4. Di Fakfak, Papua Barat dapat ditemukan delapan manuskrip kuno berhuruf


Arab. Lima manuskrip berbentuk kitab dengan ukuran yang berbeda-beda, yang
terbesar berukuran kurang lebih 50 x 40 cm, yang berupa mushaf Al Quran yang
ditulis dengan tulisan tangan di atas kulit kayu dan dirangkai menjadi kitab.
Sedangkan keempat kitab lainnya, yang salah satunya bersampul kulit rusa,
merupakan kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa
Nowadays
 Karena sasaran pertama Islam hanya tertuju kepada soal keimanan dan
kebenaran tauhid saja, oleh karena itu pada masa dahulu perkembangan
Islam sangatlah lamban selain dikarnakan pada saat itu tidak generasi
penerus untuk terus mengeksiskan Islam di pulau Papua, dan merekapun
tiadak memiliki wadah yang bias menampungnya.
 Namun perkembangan Islam di Papua mulai berjalan marak dan dinamis
sejak irian jaya berintegrasi ke Indonesia, pada saat ini mulai muncul
pergerakan dakwah Islam, berbagai institusi atau individu
-individu penduduk Papua sendiri atau yang berasal
dari luar Papua yang telah mendorong proses
penyebaran Islam yang cepat di seluruh kota-kota
di Papua.
Hadir pula organisasi keagamaan Islam di Papua,
seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, LDII<
dan pesantren-pesantren dengan tradisi ahlussunah
waljama’ah.
Islam di Maluku
 Teori Masuknya Islam
 Menurut Abdul Kadir G. Goro dalam sebuah thesisnya yang berjudul “Sejarah
Perkembangan Agama Islam di Kabupaten Kupang” (1977), Sejarah masuknya
agama Islam di Kupang erat hubungannya dengan penyebaran agama Islam di
Indonesia. Dari Ternate, Islam meluas meliputi pulau-pulau di seluruh Maluku,
dan juga daerah pantai timur Sulawesi.
 Seorang peneliti dan penulis buku tentang sejarah Islam di NTT, Munandjar
Widiyatmika di Kupang, Selasa mengatakan bahwa “Dari sumber-sumber
sejarah yang berhasil saya himpun, agama Islam masuk pertama kali di pulau
Solor di Menanga pada abat ke-15 kemudian ke Ende dan Alor,” katanya dalam
suatu wawancara terkait masuknya agama Islam pertama di NTT.
Proses Masuknya Islam

Maluku sebagai daerah kepulauan merupakan daerah yang


subur terkenal sebagai penghasil rempah terbesar. Untuk itu
sebagai dampaknya banyak pedagangpedagang yang
datang ke Maluku untuk membeli rempah-rempah tersebut.
Di antara pedagang-pedagang tersebut terdapat pedagang-
pedagang yang sudah memeluk Islam sehingga secara tidak
langsung Islam masuk ke Maluku melalui perdagangan dan
selanjutnya Islam disebarkan oleh para mubaligh salah
satunya dari Jawa
.
Kerajaan Ternate
 Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan
Ternate (mengikuti nama ibukotanya)
 Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran
penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17.
Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat
perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya
kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan
tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di
Pasifik.
 Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate awal
merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4
kampung yang masing – masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga),
merekalah yang pertama – tama mengadakan hubungan dengan para pedagang
yang datang dari segala penjuru mencari rempah – rempah
 Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab,
Jawa, Melayu dan Tionghoa.
 Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai
Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan
Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya
semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai “Gam
Lamo” atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan
Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian
orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi.
 Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku
khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate
masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab
yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah
menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga
kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa
keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.
Portugal
Tahun 1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate
dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan sultan, Portugal diizinkan
mendirikan pos dagang di Ternate. Portugal datang bukan semata–mata untuk
berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah–rempah,
pala dan cengkih di maka Maluku ditalkukkan.
Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris-pewaris yang masih
sangat belia. Akibatnya, terjadi perebutan kekuasaan antar pangeran. Portugal
memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya hingga pecah
perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan pangeran
Taruwese didukung Portugal.
Setelah meraih kemenangan pangeran Taruwese justru dikhianati dan
dibunuh Portugal. Tak ingin menjadi Malaka kedua yang telah dikalahkan Portugal,
sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran Portugal. Secara licik gubernur
Portugal, Lopez de Mosquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan
akhirnya dengan kejam membunuh sultan yang datang tanpa pengawalnya.
Berkobarlah semangat seluruh Maluku untuk mengusir Potugal. Portugal pun
dikalahkan, namun Ternate mulai melemah, Kerajaan Portugal yang telah bersatu
dengan Portugal pada tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan
menyerang Ternate.
Warisan Ternate
 1). Kompleks Istana, Masjid dan Makam Kesultanan Ternate
Istana Kesultanan Ternate bergaya bangunan abad XIX, berlantai dua,
menghadap ke arah laut, dikelilingi perbentengan terletak satu kompleks dengan
masjid Jami’ Ternate, secara administratif terletak di Soa-Siu, Kelurahan Letter C,
Kodya Ternate, Kabupaten Maluku Utara. Istana ini telah dipugar pada tahun
anggaran 1978/1979-1981/1982 oleh Mendikbud Dr. Daoed Joesoef. Istana
tersebut kini dialih fungsikan sebagai museum Kesultanan Ternate. 9 Istana ini
dikelilingi oleh perbentengan yang kini masih nampak sisa-sisa pondasinya.
Masjid jami’ Kesultanan Ternate juga terletak di kompleks istana, berdenah
persegi, mengahadap ke timur, memiliki satu ruang utama beratap susun 7
tingkat. Masjid yang didirikan Sultan Hamzah ini berukuran 22.40 x 39.30 m
dengan tinggi keseluruhan 21.74 m
 2). Kompleks Makam di Bukit Foramadyahe
Tokoh penting yang dimakamkan di kompleks ini, adalah Sultan Khairun dan
Sultan Baabullah, yang baik jirat dan nisannya tidak berhias.
 3). Koleksi museum Kesultanan Ternate
Museum kesultanan merupakan bekas dari istana yang dialih fungsikan, di
dalam museum ini menyimpan koleksi artefak atau relief yang berkaitan dengan
eksistensi Kesultanan Ternate. Hasil penelitian tahun 1995, mengidentifikasi
koleksi museum sebagai berikut.
Nomor
Jenis Artefak
Kelompok
Ideofak 1 Al Quran
2 Tempat berdoa
1 Bendera atau panji-panji
2 Singgasana/mahkota dll.
3 Tongkat kebesaran
1 Pedang/tombak/senapan
2 Topi militer
3 Baju besi
4 Tameng/perisai
Sultan Ternate
 Daftar Sultan Ternate
 Berikut merupakan daftar nama Sultan Ternate:[1]
Kaicil Mashur Malamo atau Kaicili Tsyuka (1257-1277)
 Kaicil Jamin atau Cili Kadarat (1277-1284)
 Kaicil Kamalu atau Abu Sahid (1284-1298)
 Kaicil Bakuku (1298-1304)
 Kaicil Nagarah Malamo (1304-1317)
 Kaicil Patsarangah Malamo (1317-1322)
 Kaicil Sidang Arif Malamo (1322-1331)
 Kaicil Paji Malamo (1331-1332)
 Kaicil Sah Alam (1332-1343)
 Kaicil Tulu Malamo (1343-1347)
 Kaicil Kie Mabiji (1347-1350)
 Kaicil Ngolo Macayah (1350-1357)
 Kaicil Mamole (1357-1359)
 Kaicil Gapi Malamo (1359-1372)
 Kaicil Gapi Baguna atau Gapi Baguna I (1372-1377)
 Kaicil Kamalu (1377-1432)
 Kaicil Sia atau Gapi Baguna II (1432-1465)
Kerajaan Tidore

Menurut kisahnya, di daerah Tidore ini sering terjadi


pertikaian antar para Momole (kepala suku), yang
didukung oleh anggota komunitasnya masing-masing
dalam memperebutkan wilayah kekuasaan persukuan.
Pertikaian tersebut seringkali menimbulkan
pertumpahan darah. Usaha untuk mengatasi pertikaian
tersebut selalu mengalami kegagalan.
Menurut catatan Kesultanan Tidore, kerajaan ini berdiri
sejak Jou Kolano Sahjati naik tahta pada 12 Rabiul Awal 502 H
(1108 M). Namun, sumber tersebut tidak menjelaskan secara jelas
lokasi pusat kerajaan pada saat itu.
Asal usul Sahjati bisa dirunut dari kisah kedatangan Djafar
Noh dari negeri Maghribi di Tidore. Noh kemudian mempersunting
seorang gadis setempat, bernama Siti Nursafa.
Dari perkawinan tersebut, lahir empat orang putra dan
empat orang putri. Empat putra tersebut adalah: Sahjati, pendiri
kerajaan Tidore; Darajati, pendiri kesultanan Moti; Kaicil Buka,
pendiri kesultanan Makian; Bab Mansur Malamo, pendiri
kesultanan Ternate. Sedangkan empat orang putri adalah: Boki
Saharnawi, yang menurunkan raja-raja Banggai; Boki Sadarnawi,
yang menurunkan raja-raja Tobungku; Boki Sagarnawi, yang
menurunkan raja-raja Loloda; dan Boki Cita Dewi, yang
menurunkan Marsaoli dan Mardike. Kerajaan Tidore merupakan
salah satu pilar yang membentuk Kie Raha, yang lainnya adalah
Ternate, Makian dan Moti.
Pada tahun 1495 M, Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi
penguasa Tidore pertama yang memakai gelar sultan. Saat itu, pusat
kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Mansur naik tahta tahun
1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan
perkampungan baru di Rum Tidore Utara. Posisi ibukota baru ini
berdekatan dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan
pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi
ibukota baru ini cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai.

Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota


karena sebab yang beraneka ragam. Pada tahun 1600 M, ibukota
dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo (Alauddin Syah) ke Toloa di
selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan meruncingnya hubungan
dengan Ternate, sementara posisi ibukota sangat dekat, sehingga
sangat rawan mendapat serangan. Pendapat lain menambahkan bahwa,
perpindahan didorong oleh keinginan untuk berdakwah membina
komunitas Kolano Tomabanga yang masih animis agar memeluk Islam.
Perpindahan ibukota yang terakhir adalah ke Limau Timore di masa
Sultan Saifudin (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti nama
menjadi Soasio hingga saat ini.
Perlawanan
Pada abad ke 16 M, orang Portugis dan Spanyol datang ke
Maluku –termasuk Tidore– untuk mencari rempah-rempah, momonopoli
perdagangan kemudian menguasai dan menjajah negeri kepulauan
tersebut. Dalam usaha untuk mempertahankan diri, telah terjadi beberapa
kali pertempuran antara kerajaaan-kerajaan di Kepulauan Maluku melawan
kolonial Portugis dan Spanyol. Terkadang, Tidore, Ternate, Bacan dan
Jailolo bersekutu sehingga kolonial Eropa tersebut mengalami kesulitan
untuk menaklukkan Tidore dan kerajaan lainnya.
Sepeninggal Portugis, datang Belanda ke Tidore dengan tujuan
yang sama. Sultan yang dikenal paling gigih dan sukses melawan Belanda
adalah Sultan Nuku (1738-1805 M). Selama bertahun-tahun, ia berjuang
untuk mengusir Belanda dari seluruh kepulauan Maluku, termasuk Ternate,
Bacan dan Jailolo. Perjuangan tersebut membuahkan hasil dengan
menyerahnya Belanda pada Sultan Nuku pada 21 Juni 1801 M.
Silsilah
Dari sejak awal berdirinya hingga saat ini, telah
berkuasa 38 orang sultan di Tidore. Saat ini, yang
berkuasa adalah Sultan Hi. Djafar Syah. (nama dan
silsilah para sultan lainnya, dari awal hingga yang ke-37
masih dalam proses pengumpulan data).

Pemerintahan
Kerajaan Tidore berdiri sejak 1108 M dan berdiri
sebagai kerajaan merdeka hingga akhir abad ke-18 M.
setelah itu, kerajaan Tidore berada dalam kekuasaan
kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, Tidore
menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Kekuasaan
Wilayah sekitar pulau Tidore yang menjadi bagian
wilayahnya adalah Papua, gugusan pulau-pulau Raja
Ampat dan pulau Seram.

Di Kepulauan Pasifik, kekuasaan Tidore mencakup


Mikronesia, Kepulauan Marianas, Marshal, Ngulu,
Kepulauan Kapita Gamrange, Melanesia, Kepulauan
Solomon dan beberapa pulau yang masih menggunakan
identitas Nuku, seperti Nuku Haifa, Nuku Oro, Nuku
Maboro dan Nuku Nau.

Wilayah lainnya yang termasuk dalam kekuasaan


Tidore adalah Haiti dan Kepulauan Nuku Lae-lae, Nuku
Fetau, Nuku Wange dan Nuku Nono.
Sistem Pemerintahan
 Struktur tertinggi kekuasaan berada di tangan sultan. Seleksi sultan dilakukan
melalui mekanisme seleksi calon-calon yang diajukan dari Dano-dano Folaraha
(wakil-wakil marga dari Folaraha), yang terdiri dari Fola Yade, Fola Ake Sahu, Fola
Rum dan Fola Bagus. Dari nama-nama ini, kemudian dipilih satu di antaranya untuk
menjadi sultan.

Sosial Budaya
Masyarakat di Kesultanan Tidore merupakan penganut agama Islam yang
taat, dan Tidore sendiri telah menjadi pusat pengembangan agama Islam di
kawasan kepulauan timur Indonesia sejak dulu kala.
Karena kuatnya pengaruh agama Islam dalam kehidupan mereka, maka
para ulama memiliki status dan peran yang penting di masyarakat. Kuatnya relasi
antara masyarakat Tidore dengan Islam tersimbol dalam ungkapan adat mereka:
Adat ge mauri Syara, Syara mauri Kitabullah (Adat bersendi Syara, Syara bersendi
Kitabullah). Perpaduan ini berlangsung harmonis hingga saat ini
Islam di NTT

Menurut beberapa sumber, agama Islam pertama kali


memasuki Nusa Tenggara Timur pada abad ke-15 yang
dibawa oleh para pedagang dan ulama tepatnya di Pulau
Solor, Flores Timur. Penyebaran agama Islam ini
pertama kali dilakukan seorang ulama pedagang
dari Palembang yang bernama Syahbudin bin Salman Al
Faris yang kemudian dikenal dengan sebutan Sultan
Menanga.
Mengenai pola pendekatan penyebar agama Islam di NTT
asal Palembang Syahbudin bin Salman Al Faris
menggunakan pendekatan kekeluargaan dan memegang
tokoh-tokoh kunci daerah setempat.
Kerajaan Gowa
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu
kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di
daerah Sulawesi Selatan.
Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam
di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi.
Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten
Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini
memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin,
yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang
Makassar terhadap VOC yang dibantu oleh Kerajaan Bone yang
dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung
Palakka.
Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa
memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-
Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah
perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya pada abad ke-17.
Pengislaman
Penerimaan Islam pada beberapa tempat di Nusantara
memperlihatkan dua pola yang berbeda. Pertama, Islam diterima oleh
masyarakat bawah, kemudiaan berkembang dan diterima oleh
masyarakat lapisan atas disebut bottom up. Kedua, Islam diterima
langsung oleh elite penguasa kerajaan kemudian disosialisasikan dan
berkembang pada lapisan masyarakat bawah disebut top down.
Penerimaan Islam di Gowa menurut penulis sejarah Islam,
memperlihatkan pola yang kedua. Kerajaan yang mula-mula memeluk
Islam dengan resmi di Sulawesi Selatan adalah kerajaan kembar Gowa-
Tallo.
Tanggal peresmian Islam itu menurut lontara Gowa dan Tallo
adalah malam Jum’at, 22 September 1605, atau 9 Jumadil Awal 1014 H.
Dinyatakan bahwa Mangkubumi kerajaan Gowa / Raja Tallo I
Mallingkaeng Daeng Manyonri mula-mula menerima dan mengucapkan
kalimat Syahadat (Ia di beri gelar Sultan Abdullah Awwalul Islam) dan
sesudah itu barulah raja Gowa ke-14 Mangenrangi Daeng Manrabia
(Sultan Alauddin). Dua tahun kemudian seluruh rakyat Gowa-Tallo
memeluk agama Islam berdasar atas prinsip cocius region eius religio,
dengan diadakannya shalat Jumat pertama di masjid Tallo tanggal 9
November 1607 / 19 Rajab 1016 H.
Zaman Keemasan
Setelah Kerajaan Gowa menerima Islam, semakin menapak
puncak kejayaannya. Pada masa pemerintahan Raja Gowa XV I
Manuntungi Daeng Mattola Karaeng Ujung Karaeng Lakiung Sultan
Malikulsaid (1639-1653), kekuasaan dan pengaruhnya kian meluas dan
diakui sebagai pemegang hegemoni dan supremasi di Sulawesi
Selatan, bahkan kawasan Timur Indonesia.

Kemashuran Sultan Malikulsaid sampai ke Eropa dan Asia,


terutama karena pada masa pemerintahannya, dia ditunjang oleh jasa-
jasa Karaeng Pattingalloang sebagai Mangkubuminya yang terkenal itu,
baik dari segi sosok kecendiakawanannya maupun keahliannya dalam
berdiplomasi. Tidak heran, Gowa ketika itu telah mampu menjalin
hubungan internasional yang akrab dengan raja-raja dan pembesar dari
negara luar, seperti Raja Inggris, Raja Kastilia di Spanyol, Raja
Portugis, Raja Muda Portugis di Gowa (India), Gubernur Spayol dan
Marchente di Mesoliputan (India), Mufti Besar Arabia dan terlebih lagi
dengan kerajaan-kerajaan di sekitar Nusantara.
Hubungan Internasional
Kerjasama dengan bangsa-bangsa asing,
terutama Eropa sejak Somba Opu menjadi
Bandar Niaga Internasional. Bangsa Eropa gemar
dengan rempah-rempah telah menjalin hubungan
dagang dengan Gowa, seperti Inggris, Denmark,
Portugis, Spanyol, Arab, dan Melayu.
Mereka telah mendirikan kantor perwakilan
dagang di Somba Opu. Dari tahun ke tahun
hubungan Kerajaan Gowa dengan bangsa Eropa
tidak mengalami ronrongan. Barulah terganggu
setelah kehadiran orang-orang Belanda yang
ingin memonopoli perdagangan dan menjajah.
Peperangan
April 1655 armada Gowa yang langsung dipimpin Hasanuddin
menyerang Buton, dan berhasil mendudukinya serta menewaskan semua
tentara Belanda di negeri itu.
Setelah Belanda melihat kenyataan peperangan di Kawasan Timur
Nusantara banyak menimbulkan kerugian menghadapi Gowa. Belanda dengan
berbagai siasat menawarkan perdamaian. Tahun 1655 Belanda mengutus
Willem Vanderbeck bersama Choja Sulaeman menghadap Sultan membawa
pesan damai dari Gubernur jenderal Joan Maectsuyker tetapi tidak berhasil.
Tanggal 17 Agustus 1655 tercapai perjanjian perdamaian 26 pasal sebagai hasil
perundingan antara utusan Gowa yang diwakili Karaeng Popo dengan Gubernur
Jenderal Belanda yang diwakili Dewan Hindia, Van Oudshoon. Pertemuan
tersebut dipimpin oleh Panglima perang Belanda Mayor Van Dam di Batavia.
Perjanjian itu kemudian oleh Sultan dianggap sangat merugikan
Gowa, terutama atas pasal larangan orang-orang Makassar berdagang di Banda
dan Ambon, maka Gowa akhirnya menolak perjanjian itu. Tanggal 20 November
1655 utusan Gubernur Jenderal Joan Maetsyuiker untuk sekian kalinya
mencoba lagi menawarkan perdamaian dengan mengutus van Wesenhager,
tetapi Gowa menolaknya karena tuntutannya merugikan Gowa. Demikian
berbagai siasat perdamaian yang diajukan Belanda selalu gagal sehingga
permusuhan tidak terelakkan, sehingga terjadi pertempuran poun terus
bergolak antara Gowa dengan Belanda, mulai dari perairan Maluku, Banda
sampai Makassar.
Kemundunran
Peperangan demi peperangan melawan
Belanda dan bangsanya sendiri (Bone) yang
dialami Gowa, membuat banyak kerugian.
Kerugian itu sedikit banyaknya membawa
pengaruh terhadap perekonomian Gowa. Sejak
kekalahan Gowa dengan Belanda terutama
setelah hancurnya benteng Somba Opu, maka
sejak itu pula keagungan Gowa yang sudah
berlangsung berabad-abad lamanya akhirnya
mengalami kemunduran. Akibat perjanjian
Bongaya, pada tahun 1667 sultan Hasanuddin
Tunduk. Dalam perjanjian itu, nyatalah kekalahan
Makassar.
Sultan-sultan
 Tumanurunga (+ 1300)
 Tumassalangga Baraya
 Puang Loe Lembang
 I Tuniatabanri
 Karampang ri Gowa
 Tunatangka Lopi (+ 1400)
 Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
 Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
 Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)
 I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng
(1456-1565)
 I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
 I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-
1590)
 I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593).
 I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna
Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1693. Merupakan
penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam.
 I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri
Papang Batuna
 I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'
I Mallawakkang Daeng Mattinri Karaeng Kanjilo Tuminanga ri Passiringanna
 Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara
 I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri
Lakiyung.
 La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu
 I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
 I Manrabbia Sultan Najamuddin
 I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi. (Menjabat untuk kedua kalinya
pada tahun
 I Mallawagau Sultan Abdul Chair
 I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus
 Amas Madina Batara Gowa
 I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang
 I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (
 I Manawari Karaeng Bontolangkasa
 I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka
 La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga
 I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri
Kakuasanna
 I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri
Kalabbiranna
 I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri
Bundu'na
 I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur
Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa
 Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir
Aidudin (1946-1960) merupakan Raja Gowa terakhir.
Penyebaran
Pada abad ke-16 muncul Kerajaan Gowa yang
berasal dari Sulawesi selatan. Pengislaman dari Jawa disini
tidak begitu berhasil, akan tetapi berkat usaha seorang
ulama asal Minangkabau pada awal abad ke-17, raja Gowa
itu akhirnya memeluk agama Islam juga. Nah, atas kegiatan
orang-orang Bugis, maka Islam masuk pula di Kalimantan
Timur dan Sulawesi Tenggara, juga beberapa pulau di Nusa
Tenggara.
Dengan meluasnya kekuasaan Kerajaan Tallo dan
Goa di Nusa Tenggara Timur, maka masuklah agama Islam
di Nusa Tenggara Timur. Selain pengaruh dari Sulawesi
Selatan, masuknya agama Islam di NTT disebabkan pula
oleh masuknya orang-orang yang beragama Islam dari
Ternate – Maluku ke daerah ini.
 Menurut cerita rakyat di Pulau Alor, pembawa agama Islam yang
pertama ke Pulau Alor adalah “Djou Gogo”, Kima Gogo, Salema
Gogo, Iyang Gogo, Abdullah dan Muchtar yang berasal dari
Ternate-Maluku.
 Setelah masuknya agama Islam ke Pulau Solor sekitar abad ke
XVI, maka dengan perantaraan orang-orang yang beragama Islam
dari Solor, agama Islam masuk ke Batu Besi Kupang sekitar tahun
1613.
 Melalui komunikasi laut, agama Islam berhasil dikembangkan di
daerah-daerah pesisir Kabupaten Kupang yang strategis
letaknya, sehingga terbentuknya masyarakat Islam di Kupang
pada mulanya terjadi di daerah-daerah pesisir.

You might also like