You are on page 1of 26

POWER POINT UKURAN KEMISKINAN

(BAB 7)

Disusun oleh:
AGUS SUPIANTO 2223760007

PROGRAM PASCA SARJANA


PRODI MAGISTER HUKUM TATA NEGARA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SOEKARNO
BENGKULU
UKURAN KEMISKINAN
(BAB 7)
UKURAN KEMISKINAN
KONVENSIONAL
Garis Kemiskinan
• Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan dalam
pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan pendekatan ini, kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
• Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan (GKM)
dan garis kemiskinan non-makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata- rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai
penduduk miskin
 Garis kemiskinan makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan
minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hati.
Paket komoditas kebutuhan dasar makanan diawali oleh 52 jenis komoditas
 garis kemiskinan non-makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan,
sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar non-
makanan diwakili oleh 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di
pedesaan.
Rumus penghitungan garis kemiskinan menurut
Badan Pusat Statitik (2019) ialah:
GK = GKM + GKNM
Dimana:
• GK : Garis Kemiskinan
• GKM : Garis Kemiskinan Makanan
• GKNM : Garis Kemiskinan Non-Makanan
Teknik penghitungan garis kemiskinan ialah sebagai berikut:
1. Tahap pertama ialah menentukan kelompok referensi, yaitu 20% penduduk yang berada di
atas garis kemiskinan sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai
penduduk kelas marginal. GKS dihitung berdasarkan GK periode sebelumnya yang dinaikkan
dengan inflasi umum (IHK).
2. Garis kemiskinan makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditas dasar
makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100
kilokalori per kapita per hari. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan
dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditas tersebut. Formula
dasar dalam menghitung garis kemiskinan makanan adalah:

Dimana:
• GKM : Garis kemiskinan makanan daerah j (sebelum disetarakan menjadi 2100 kilokalori)
jp

provinsi p
• Pjkp : Rata-rata harga komoditas k di daerah j dan provinsi p
• Qjkp : Rata-rata kuantitas komoditas k yang dikonsumsi di daerah j di provinsi p P :
jkp

Nilai pengeluaran untuk konsumsi komoditas k di daerah j provinsi p


• j : Daerah (perkotaan atau perdesaan)
• p : provinsi ke-p
3. Garis kemiskinan non-makanan (GKNM) merupakan penjumlahan dari nilai
kebutuhan minimum dari komoditas-komoditas non-makanan terpilih yang
meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Pemilihan jenis
barang dan jasa non-makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan
dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk.
Nilai kebutuhan minimum per komoditas/sub kelompok non-makanan dihitung
dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditas/sub kelompok tersebut
terhadap total pengeluaran komoditas/ sub kelompok. Nilai kebutuhan
minimum non-makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut:

Dimana:
• GKNM : Pengeluaran minimum non-makanan daerah j dan provinsi p
jp

• V kjp: Nilai pengeluaran per komoditas non-makanan daerah j provinsi


p r : Rasio pengeluaran komoditas non-makanan k menurut daerah j
kj

• k : Jenis komoditas non-makanan terpilih


• j : Daerah (perkotaan atau perdesaan)
• p : Provinsi ke-p
Tabel 7.1. Garis Kemiskinan Menurut Daerah (Rp/Kapita/Bulan)

Daerah/Tahun Garis Kemiskinan


Makanan (GKM) Non-Makanan (GKNM) Total (GK)
Perkotaan
Maret 2018 295.272 120.342 415.614
Maret 2019 316.687 125.375 442.063
Perdesaan
Maret 2018 294.302 89.606 383.908
Maret 2019 309.287 95.111 404.398
Perkotaan + Perdesaan
Maret 2018 294.806 106.414 401.220
Maret 2019 313.232 112.018 425.250

Apabila diurutkan berdasarkan provinsi, maka provinsi Kepulauan Bangka Belitung


masih menjadi provinsi yang memiliki garis kemiskinan tertinggi, yaitu sebesar
Rp677.716/kapita/bulan; dan provinsi Sulawesi Tenggara menjadi provinsi dengan
garis kemiskinan terendah, yaitu Rp327.402/kapita/bulan.
Tabel 7.2. Garis Kemiskinan Menurut Provinsi dan Daerah (Rp/Kapita/Bulan)
Garis Kemiskinan
Provinsi Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Garis
Perdesaan Prov
Kemiskinan
insi
Aceh 501.617 479.569 486.935 Perkotaan Perdesaan Perkotaan +
Perdesaan
Sumatera Utara 483.667 445.815 466.122
Lampung 463.654 398.786 418.309
Sumatera Barat 526.008 483.939 503.652 Bangka Belitung 671.054 685.433 677.716

Riau 513.739 491.391 500.612 Kep. Riau 597.894 556.248 594.059


DKI Jakarta 637.260 - 637.260
Jambi 511.654 418.821 448.509 Jawa Barat 388.979 376.860 386.198

Sumatera Selatan 446.706 389.786 410.532 Jawa Tengah 372.882 365.607 369.385
DI Yogyakarta 452.628 378.873 432.026
Bengkulu 538.508 481.918 499.660 Jawa Timur 411.731 382.327 397.687
Banten 484.618 412.007 462.726
Bali 408.795 383.118 400.624
NTB 396.696 374.123 384.880
NTT 441.625 353.684 373.922
Kalimantan Barat 456.525 429.220 438.555
Kalimantan Tengah 418.029 449.184 438.248
Kalimantan Selatan 470.293 443.928 457.222
Kalimantan Timur 614.221 597.451 609.155
Kalimantan Utara 679.660 609.733 651.416
Sulawesi Utara 369.608 372.194 371.283
Sulawesi Tengah 457.193 433.870 441.036
Sulawesi Selatan 338.997 322.223 329.880
Sulawesi Tenggara 336.877 321.197 327.402
Gorontalo 339.000 328.597 333.070
Sulawesi Barat 328.806 328.014 328.144
Maluku 520.390 499.701 508.777
Maluku Utara 474.475 432.815 444.650
Papua Barat 597.406 555.072 573.313
Papua 588.744 520.117 540.099
Indonesia 442.063 404.398 425.250
1. Indeks Kemiskinan Manusia (Human Poverty Index)
• Indeks kemiskinan manusia (human poverty index/HPI) merupakan salah satu indikator yang
dikembangkan oleh UNDP untuk melengkapi indeks pembangunan manusia (IPM) pertama kali pada
tahun 1997
• Formula pengukuran untuk negara berkembang (HPI-1) ialah:

dimana:
P1 : Probabilitas kelahiran yang mampu hidup sampai usia 40 (dari 100)
P2 : Tingkat literasi dewasa
P3 : Aritmetika rata-rata atas 3 karakteristik
Persentase populasi tanpa akses air bersih
Persentase populasi tanpa akses fasilitas kesehatan
Persentase balita kekurangan gizi
a 3
Sementara itu, pengukuran untuk negara OECD berpenghasilan tinggi menggunakan formula pengukuran
berikut:

dimana:
P1 : Probabilitas kelahiran yang mampu hidup sampai usia 60 (dari 100)
P2 : Orang dewasa tidak memiliki keterampilan melek fungsional
P3 : Populasi di bawah garis kemiskinan pendapatan (50% dari median pendapatan disposibel rumah
tangga)
P4 : Tingkat pengangguran jangka panjang (berlangsung 12 bulan atau lebih)
a :3
2. Indeks Kemiskinan Multidimensi Global (Global Multidimensional
Poverty Index) Pada 16 Juli 2020, United Nations Development Program
telah menerbitkan Indeks Kemiskinan Multidimensi Global atau The
Global Multidimensional Poverty Index (MPI) terbaru. MPI adalah salah
satu alat untuk mengukur kemajuan terhadap pencepatan sustainable
development goal (SDG) pertama.
• MPI adalah salah satu alat untuk mengukur kemajuan terhadap pencepatan
sustainable development goal (SDG) pertama. MPI membandingkan
multidimensi akut kemiskinan untuk lebih dari 100 negara dan 5,7 miliar
orang serta memantau perubahan antar-waktu (UNDP, 2020).
• Tabel dibawah ini menjelaskan bahwa terdapat tiga dimensi utama dalam
pengukuran MPI yang dilakukan oleh UNDP, yaitu kesehatan, pendidikan,
dan standar hidup. Tiap dimensi memiliki indikator masing-masing,
sehingga total terdapat 10 indikator yang menjadi tolak ukur dalam
pengukuran MPI.
Tabel 7.3. Struktur dari The Global Multidimensional Poverty Index (MPI)
No Dimensi Indikator
1 Kesehatan Nutrisi (nutrition)
Tingkat kematian anak (child mortality)

2 Pendidikan Tahun sekolah (years of schooling) Partisipasi sekolah


(school attendance)

Bahan bakar memasak (cooking fuel) Sanitasi


(sanitation)
Air minum (drinking water) Listrik
3 Standar hidup (electricity) Perumahan (housing)
Aset (assets)

Individu yang dikategorikan miskin multidimensi menurut global multi- dimensional


poverty index adalah individu yang dicabut dalam sepertiga atau lebih dari 10 indikator.
Setiap indikator dalam tiap dimensi ditimbang dengan nilai yang sama, sehingga indikator
kesehatan dan pendidikan masing-masing ditimbang sebesar 1/6, sementara indikator
standar hidup ditimbang sebesar 1/18. Intensitas orang miskin multidimensi diukur dengan
jumlah rata-rata kekurangan yang mereka alami. MPI adalah produk dari insiden
kemiskinan (proporsi orang miskin) dan intensitas kemiskinan (skor perampasan rata-rata
orang miskin) dan karenanya sensitif terhadap perubahan dalam kedua komponen. MPI
berkisar dari 0 hingga 1, dan nilai yang lebih tinggi menyiratkan kemiskinan yang lebih
tinggi.
• Model Keluarga Sejahtera BKKBN
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) turut mencoba melakukan pengukuran
tingkat kemiskinan berbasis keluarga.
• Tingkat ke- sejahteraan keluarga dapat dikelompokkan mejadi tiga tahapan, yaitu:
• Tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS), yaitu keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari
enam indikator Keluarga Sejahtera I (KS I) atau indikator kebutuhan dasar keluarga (basic
needs).
• Tahapan Keluarga Sejahtera I (KS I), yaitu keluarga yang mampu memenuhi enam indikator
tahapan KS I, tetapi tidak memenuhi salah satu dari delapan indikator Keluarga Sejahtera II
atau indikator kebutuhan psikologis keluarga.
• Tahapan Keluarga Sejahtera II (KS II), yaitu keluarga yang mampu memenuhi enam indikator
tahapan KS I dan delapan indikator KS II, tetapi tidak memenuhi salah satu dari lima indikator
Keluarga Sejahtera III (KS III) atau indikator kebutuhan pengembangan dari keluarga.
• Tahapan Keluarga Sejahtera III (KS III), yaitu keluarga yang mampu memenuhi enam
indikator tahapan KS I, delapan indikator KS II, dan lima indikator KS III, tetapi tidak
memenuhi salah satu dari dua indikator Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau
indikator aktualisasi diri keluarga.
• Tahapan Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus), yaitu keluarga yang mampu memenuhi
enam indikator tahapan KS I, delapan indikator KS II, lima indikator KS III, serta dua
indikator tahapan KS III Plus.
ALAT UKUR KEMISKINAN DALAM ISLAM
• Had Kifayah Baznas
Kifayah dalam bahasa Arab berasal dari akar kata kafã-yakfi-kifayah yang berarti
cukup, mencukupi suatu hal yang penting atau mencukupi keperluan untuk hidup
dan tidak perlu bantuan orang lain (Fairuzabadi & Muhammad dalam Pusat Kajian
Strategis Badan Amil Zakat Nasional, 2018). Ukuran kifayah dapat berupa
kebutuhan pokok yang sesuai bagi kehidupan normal seperti pendidikan,
kesehatan, transportasi, dan lainnya. Sehingga, had kifayah tidak hanya sekadar
meliputi kebutuhan pokok, tetapi juga kebutuhan di atasnya yang sangat mendesak.
Oleh karenanya, had kifayah dapat didefinisikan sebagai batas kecukupan atau
standar dasar kebutuhan seseorang/keluarga ditambah dengan kecukupan
tanggungan yang ada sesuai dengan kondisi wilayah dan sosio-ekonomi di wilayah
tersebut.
• Hadkifayah berangkat dari suatu konsep awal maqashidsyariahyang
bertujuan untuk menjaga lima hal, yaitu, menjaga jiwa (hifzal-nafs),
menjaga agama (hifz al- din), menjaga harta (hifz al-maal), menjaga akal
(hifz al-aql), dan menjaga keturunan (hifz al-nasl). Kelima hal dalam
maqashid syariah kemudian diturunkan ke dalam tujuh dimensi, yaitu
makanan, ibadah, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, dan
transportasi. Model pengukuran dengan menggunakan hadkifayah dapat
berbeda-beda antar-wilayah dan waktu. Oleh karenanya, dapat disimpulkan
bahwa had kifyah meliputi beberapa dimensi berikut (Pusat Kajian
Strategis Badan Amil Zakat Nasional, 2018); 1) Sandang, pangan, papan
(Dharuriyah asasiyat), dan
• 2) Pendidikan, kesehatan, dan transportasi (Hajjiyat asasiyat).
• Kebutuhan Hidup Layak
• Had Kifayah
• Garis Kemiskinan

Sumber : Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (2018)


Gambar 7.1. Tingkatan Kebutuhan Hidup Layak, Had Kifayah, dan Garis Kemiskinan
• Had kifayah secara tingkatan berada di atas garis kemiskinan, tetapi berada di bawah

kehidupan hidup layak (KHL). Secara umum hal ini terlihat dari Gambar 7.1., dimana

besaran had kifayah memiliki nilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar garis

kemiskinan dan lebih rendah jika dibandingkan dengan standar kebutuhan hidup layak

(KHL). Sementara itu, KHL menjadi dasar dalam penetapan upah minimum.

Perhitungan had kifayah mengacu kepada kedua standar tersebut dengan dilakukan

beberapa penyesuaian kebutuhan dasar yang sesuai dengan prinsip Islam.

• Secara rinci, tabel dibawah ini menunjukkan perbandingan antara had kifayah dengan

kebutuhan hidup layak dan garis kemiskinan. Secara umum, perbedaan mendasar antara

KHL dan had kifayah dalam dimensi pengukurannya ialah dimensi rekreasi dan

tabungan (pada KHL), dan dimensi ibadah (pada had kifayah). Rekreasi dan tabungan

tidak diukur dalam had kifayah karena bukan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh

manusia untuk bertahan hidup.


Model CIBEST
• Model CIBEST atau indeks CIBEST adalah salah satu alat ukur yang
dikembangkan pertama kali oleh Beik dan Arsyanti (2015). Indeks ini
berupaya mengukur indeks kemiskinan Islami. Pengembangan indeks ini
didasarkan pada kuadran CIBEST.
• Suatu rumah tangga/keluarga dikatakan mampu secara materiel apabila
pendapatan mereka berada di atas nilai MV (material value). Demikian
pula sebaliknya, rumah tangga/keluarga dikatakan miskin secara materiel
apabila pendapatan mereka berada di bawah nilai MV. Nilai MV ini dapat
didasarkan pada nilai standar garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh
pemerintah (dalam hal ini BPS) atau didasarkan pada kebutuhan hidup
layak.
• Secara umum, cara menghitung nilai MV ini dapat dilakukan
dengan menggunakan salah satu dari tiga pendekatan, yaitu:
• Melakukan survei kebutuhan minimal yang harus dipenuhi
oleh satu rumah tangga dalam satu bulan. Kebutuhan
mencakup kebutuhan akan makanan, pakaian, perumahan,
pendidikan, dan kesehatan.
• Jika dikarenakan keterbatasan dana dan waktu survei tidak
dapat dilaksanakan, maka yang dapat dilakukan adalah dengan
memodifikasi pendekatan BPS terkait garis kemiskinan per
kapita per bulan menjadi Garis Kemiskinan (GK) per rumah
tangga per bulan. Modifikasi ini dapat dilakukan dengan cara
mengalikan nilai GK tersebut dengan besaran jumlah rata-rata
anggota keluarga/rumah tangga di suatu wilayah pengamatan.
• Menggunakan standar nishab zakat penghasilan atau zakat
perdagangan.
Garis Kemiskinan Zakat (Zakat Poverty Line)
• Ali dan Ab. Aziz (2014) membahas Garis Kemiskinan Zakat yang
dikembangkan oleh Pusat Zakat Selangor pada tahun 2013. Di Malaysia, setiap
negara bagian memiliki lembaga zakat sendiri yang menggunakan pendekatan
moneter dalam mengukur kemiskinan berdasarkan metode had kifayah (HK).
Ini hampir identik dengan ukuran garis kemiskinan yang dikembangkan oleh
pemerintah, karena menggunakan pendapatan sebagai variabel untuk
menentukan apakah individu atau rumah tangga miskin atau sebaliknya.
Departemen Wakaf, Zakat, dan Haji Malaysia (Malaysia Department of Awqaf,
Zakat, and Hajj/JAWHAR) telah menentukan komponen dalam had kifayah
yang meliputi: perumahan, makanan, pakaian, kesehatan, pendidikan dan
transportasi yang didasarkan pada maqashid shariah.
Indeks Kesejahteraan Baznas
• Pada tanggal 31 Januari 2019, Pusat Kajian Strategis Baznas resmi merilis indeks
kesejahteraan Baznas tahun 2018. Indeks Kesejahteraan Baznas (IKB) ialah indeks
yang dirumuskan oleh Pusat Kajian Strategis Baznas untuk mengukur dampak
kondisi kesejahteraan seseorang dari suatu intervensi program pengentasan
kemiskinan yang telah diselaraskan dengan prinsip maqashid syariah. Indeks
Kesejahteraan Baznas (IKB) disusun atas tiga indeks lainnya, yaitu model CIBEST,
modifikasi indeks pembangunan manusia, dan indeks kemandirian.
Rentang Nilai Keterangan

0,00-0,20 Tidak baik

0,21-0,40 Kurang baik

0,41-0,60 Cukup baik

0,61-0,80 Baik

0,81-1,00 Sangat baik

Tabel 7.10. Kategori Penilaian Indeks Kesejahteraan Baznas


• Indeks pendidikan dihitung dengan cara sebagai berikut:
IP = [2/3[(Lit-0)/ (100-0)] ]+[1/3[(LS-0)/(15-0)] x 100
Dimana:
IP : Indeks pendidikan
Lit : Literacy rate (angka melek huruf)
LS : Length of school (lama sekolah)
0 : Tingkat minimum untuk melek huruf dan lama
sekolah
100 : Jumlah maksimum Lit
15 : Jumlah minimum untuk LS
• Indeks kesehatan menambahkan variabel dalam mengestimasi angka harapan hidup, yaitu
informasi kesehatan yang terdiri dari 10 indikator. Sehingga, spesifikasi model menjadi
berikut:

LE = a0 + b1 Ln income + b2 gender + b3 age + b4 age2 + b5 healthyinfo + u


Dimana:
LE : Angka harapan hidup
Ln income : Log natural pendapatan per kapita tiap keluarga mustahik
Gender : Variabel dummy untuk jenis kelamin
Age : Umur mustahik
Age2 : Umur mustahik yang dikuadratkan
HI : Jumlah indikator kesehatan yang dimiliki oleh rumah tangga

Setelah nilai dari kedua indeks tersebut didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah
membobotkan kedua nilainya. Pembobotan tersebut akan menghasilkan indeks modifikasi IPM
yang dihitung dengan rumus berikut:
IPM = (0,5 x indeks pendidikan) + (0,5 x indeks kesehatan)

Terakhir, ialah pengukuran indeks kemandirian dengan melihat apakah mustahik rumah tangga
memiliki pekerjaan tetap, usaha/bisnis, dan tabungan. Skala Likert digunakan untuk mengukur
kondisi kemandirian dari para mustahik rumah tangga.
Tabel 7.11. Skala Likert Indeks Kemandirian
1 2 3 4 5
Tidak memiliki Memiliki Hanya memiliki Memiliki salah Memiliki
pekerjaan dan pekerjaan tidak salah satu dari satu dari pekerjaan tetap,
usaha/bisnis tetap pekerjaan tetap pekerjaan tetap usaha/ bisnis,
(serabutan) atau usaha/ atau dan tabungan
bisnis usaha/bisnis,
dan memiliki
tabungan

Keterangan:
1: sangat lemah; 2: lemah; 3: cukup; 4: kuat; 5: sangat kuat

Cara menghitung indeks kemandirian dilakukan dengan formula sebagai berikut:

Dimana:
Li : Indeks kemandirian pada variabel i
Si : Nilai skor kemandirian secara aktual pada pengukuran variabel i
Smax : Skor kemandirian maksimal
Smin : Skor kemandirian minimal

Berdasarkan tiga indeks tersebut, maka pembentukan indeks kesejahteraan Baznas dapat dihitung dengan bobot
masing-masing sebagai berikut:
IKB = (0,40 x CIBEST) + (0,40 x Modifikasi IPM) + (0,2 x Indeks Kemandirian)
KESIMPULAN
• Penyusunan terkait kebijakan pengentasan kemiskinan yang tepat sasaran

dibutuhkan data jumlah penduduk miskin yang akurat. Untuk mendapatkan

data jumlah penduduk miskin yang akurat dibutuhkan suatu ukuran

kemiskinan yang tepat. Secara umum, terdapat dua ukuran kemiskinan,

yaitu: pertama, ukuran.

• kemiskinan yang sudah digunakan saat ini oleh pemerintah atau dapat

dikatakan sebagai ukuran kemiskinan konvensional. Kedua, ukuran

kemiskinan Islam yang memasukkan dimensi lain dari prinsip Islam dalam

pengukurannya. Kedua ukuran ini dapat saling melengkapi untuk

menunjang data kemiskinan yang akurat.


RANGKUMAN
• Ukuran kemiskinan yang dibahas pada bab ini adalah ukuran kemiskinan baik
yang konvensional maupun ukuran kemiskinan Islam. Terdapat empat ukuran
kemiskinan konvensional yang dibahas pada bab ini, yaitu: (a) Garis kemiskinan
yang disusun oleh Badan Pusat Statistik; (b) Indeks kemiskinan manusia (human
poverty index/HPI) yang disusun oleh UNDP; (c) Indeks kemiskinan multidimensi
global (the global multidimensional poverty index/MPI) yang disusun oleh UNDP
sebagai penyempurnaan atas HPI; (d) Model keluarga sejahtera yang disusun oleh
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
• Sementara itu, ukuran kemiskinan Islam yang dibahas pada bab ini ialah: (a) Had
Kifayah Baznas; (b) Model CIBEST; (c) Zakat Poverty Line (Had Kifayah) di
Malaysia; (d) Indeks Kesejahteraan Baznas. Ukuran kemiskinan Islam ini
memasukkan berbagai dimensi yang sesuai dengan prinsip Islam, terutama untuk
mencapai maqashid syariah.
DAFTAR ISTILAH PENTING
• Had Kifayah : Garis kemiskinan di dalam Islam Poverty Gap
Index : Indeks kedalaman kemiskinan Human Poverty Index
: Indeks kemiskinan manusia Poverty Severity index-
P2 : Indeks keparahan kemiskinan IKB : Indeks
Kesejahteraan Baznas
• Model CIBEST : Indeks kemiskinan Islami dalam
bentuk kuadran
• Poverty Line : Garis Kemiskinan

You might also like