You are on page 1of 36

PENGEMBANGAN KONSELING

LINTAS BUDAYA
Oleh: Hadiwinarto
Kebudayaan
Koentjaraningrat: kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik
diri manusia
Honigmann membagi kebudayan kedalam
tiga wujud, yakni:
1. kebudayaan dalam wujud ide,
2. pola tindakan dan
3. artefak atau benda-benda.
Budaya “membentuk
perilaku, pemikiran, persepsi,
nilai, moral, dan proses
kognitif seseorang”
[Cohen , dalam Glading , 2012]
Cakupan budaya
(Pedersen)
Cakupan budaya

etnografi

demografi

status
Etnis/suku dan sistem nilai
LINGKUP BUDAYA
Etnis
Gender
Seks
Kemampuan (IQ)
Religius
Tradisi
usia
BUDAYA
Budaya yang begitu beragam dapat memberi pengaruh
pada manusia di antaranya terhadap:
persepsi diri
terhadap motivasi berprestasi
peningkatan diri
emosi
komunikasi
Keberhasilan proses konseling
tidak hanya ditentukan oleh
kepakaran konselor dalam
penguasaan materi konseling,
tetapi juga dipengaruhi oleh
pemahaman konselor terhadap
latar belakang budaya klien
Konselinglintas budaya pada hakekatnya
pertemuan antar budaya (budaya konselor
dan budaya klien)
 Dalam proses konseling terjadi proses belajar, tranferensi dan counter-
transferensi, dan saling menilai. Pada keduanya, juga terjadi saling menarik
inferensi

Pembekalan Personil Penelitian Konseling Lintas Budaya


Suasana konseling diwarnai
oleh pertemuan dua budaya
(atau lebih ketika konseling
kelompok) yang mungkin
sangat berbeda, bila konselor
tidak memahami budaya klien
maka akan terjadi benturan
budaya.
 Klien akan merasa nyaman dan akan lebih
terbuka bila konselor mengerti dan menghormati
nilai-nilai atau keyakinan yang ada pada diri
klien.
Nilai-nilai
dan keyakinan tersebut tumbuh
dan berkembang dari akar budaya yang
ada dilingkungan kehidupannya (klien).

Oleh
karena itu konselor seharusnya
memahami secara utuh tentang kliennya.
 Masalah akan timbul bilamana ada
inkongruensi antara persepsi dan
niali-nilai yang menjadi referensi
kedua belah fihak.

 Sumber terjadinya distorsi adalah


ketidaakpekaan konselor terhadap
latar belakang budaya klien.
Konselorhendaknya
mampu mengembangkan
pendekatan/budaya
baru yang efektif untuk
membantu klien
Kompetensi Konselor
Colleagues (1998)
1. Sikap dan keyakinan tentang ras, budaya,
etnis,gender,seksual. Ini dapat menimbul
kan bias dalam konseling

2. Tanggung jawab untuk memahami dirinya


dan orang lain dalam memandang
dunianya
Inti dari Kompetensi Budaya
( Welfel, 2002)
1. Menunjukkan adanya kesadaran budaya
2. Memahammi budaya klien
3. Berkolaborasi dan konsultasi dengan pihak lain
yang terkait

Latihan Konseling Lintas


Budaya:
Konseling Spiritual
Konselor Malaysia
Klien Singapura
Pelatih: Jawa/Indonesia
4. Mengunakan kesensitifan budaya
untuk melakukan intervensi
5. Menunjukkan adanya toleransi

Penguatan untuk Pelatihan Konseling Lintas Budaya di Curup


Untuk membangun KESESUAIAN (congruence)
dengan klien -- yang sangat mungkin memiliki
perbedaan budaya--, konselor perlu memahami
berbagai bahasa non verbal yang merupakan
salah satu ekspresi budaya dan nilai-nilai yang
dianut klien.
Pemahaman akan bahasa non verbal dipandang
jauh lebih penting dari pada bahasa verbal.
Kesalahan interpretasi terhadap
ekspresi nonverbal sering terjadi
dalam komunikasi antar budaya.

Hal ini disebabkan antara lain


karena banyak ekspresi nonverbal
bervariasi antara budaya yang satu
dengan budaya yang lain.
Penyesuaian psikologis, dimana
komunikator yang efektif harus mampu
menguasai dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru yang mungkin
dapat menimbul kan “culture shock”;
Kinesics, meliputi: gestur-gestur,
ekspresi wajah, gerakan-gerakan tubuh,
dan kontak mata.
 Beberapa ekspresi tubuh dari berbagai budaya digunakan untuk
menyatakan maksud yang sama, meskipun demikian tetap
terdapat banyak variasi ekspresi antar budaya.

Mempelajari ekspresi tubuh budaya melayu orang Singapura dan Malaisya


Paralanguage, yaitu elemen-elemen
nonverbal dari suara yang meliputi pencirian
vocal (tertawa terbahak-bahak, sedih sedu
sedan), tekanan dan intonasi, dan pemerian
(pemisahan) vocal.

Masing-masing budaya memiliki ekspresi


yang berbeda-beda. Hal ini terkait dengan
aspek pantas, tidak pantas, sopan tidak
sopan menurut budaya masing-masing.
Haptics, yaitu penggunaan usapan,
elusan atau sentuhan dalam
berkomunikasi.
Penggunaan sentuhan dalam
berkomunikasi berbeda-beda antar
budaya.
Perilaku tidak etis

Beberapa tingkah laku yang tidak etis


yang paling sering terjadi dalam
konseling (ACA, 2005; Herlihy & Corey,
2006):

 Pelanggaran kepercayaan
 Melampaui tingkat kompetensi
profesional seseorang
 Kelalaian dalam praktik
Lanjutan.....
Mengklaim keahlian yang tidak dimiliki
Memaksakan nilai-nilai konselor
kepada klien
Membuat klien bergantung
Melakukan aktivitas seksual dengan
klien
Persetujuan finansial yang kurang jelas,
misal. ada biaya tambahan
Lanjutan.......

Terjadinya konflik kepentingan


seperti hubungan ganda yaitu
peran konselor bercampur dengan
hubungan lainnya baik hubungan
pribadi maupun hubungan
profesional (Moleski & Kiselica., 2005)
TREN PELAYANAN BK
Perubahan peran pria dan wanita
Inovasi mendia dan teknologi
Kemiskinan, tuna wisma,
Trauma
Kesepian
Penuaan

(Lee& Walz , 1998; Wbber, Bass & Yep,


2005)
Mendesak ( 2000-an  ........)
Kekerasan
Trauma
krisis /konflik sosial
Keadilan sosial
Kekerasan ( di sekolah, KDRT,)
Penembakan membabi buta
 (Gladding, 2009)
TANTANGAN KLB DI INDONESIA
transformasi 1. Sistem budaya
sosio-kultural. budaya nilai)
Adanya proses 2. Sistem sosial
akulturasi atau 3. Kebudayaan
percampuran fisik
antara budaya.
kecenderungan Proses psikologis

budaya global

UUD 1945 DAN PANCASILA


PERMASALAHAN DALAM KLB
(Sue (1981)
Dikotimoi etic dan emic merupakan
perbedaan cara mendeskripsikan suatu
kebudayaan.
Isu dilema autoplastic-alloplastic.
Isu hubungan bilateral antara konselor-
klien.
Isu hubungan konseling-klien versus
teknik-teknik konseling: pengadaptasian
teknik.
Cukup

You might also like