Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang
Sebagai makhluk social, manusia tidak bisa lepas
untuk berhubungan dengan orang lain dalam kerangka
memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat
beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu
untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain.
Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam
memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan
hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses
untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi
kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk berakad
atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakah fitrah
yang sudah ditakdirkan oleh Allah. karena itu ia merupakan
kebutuhan sosial sejak manusia mulai mengenal arti hak
milik. Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal
memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk
dapat diimplementasikan dalam setiap masa
LANJUTAN
Dalam pembahasan fiqih, akad atau kontrak yang dapat
digunakan bertransaksi sangat beragam, sesuai dengan
karakteristik dan spesifikasi kebutuhan yang ada.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang pembagian
atau macam-macam akad secara spesifik, akan
dijelaskan teori akad secara umum yang nantinya akan
dijadikan sebagai dasar untuk melakukan akad-akad
lainnya secara khusus .
PENGERTIAN AKAD
Secara literal, akad berasal dari bahasa arab yaitu َع َََقَد ََيْع ِقُد ََََع ْقًد ا
yang berarti perjanjian atau persetujuan. Kata ini juga bisa
diartikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan
antara orang yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah, kata
akad diartikan dengan hubungan ( ) الّرْبُُطdan kesepakatan
( ) اِال ِتَفاْق.
Secara terminologi ulama fiqih, akad dapat ditinjau dari
segi umum dan segi khusus. Dari segi umum, pengertian
akad sama dengan pengertian akad dari segi bahasa
menurut ulama Syafi'iyah, Hanafiyah, dan Hanabilah yaitu
segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasakan
keinginananya sendiri seperti waqaf, talak, pembebasan,
dan segala sesuatu yang pembentukannya membutuhkan
keinginan dua orang seperti jual beli, perwakilan, dan gadai
LANJUTAN
Sedangkan dari segi khusus yang dikemukakan oleh ulama
fiqih antara lain:
• Perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan
ketentuan syara' yang berdampak pada objeknya.
• Keterkaitan ucapan antara orang yang berakad secara
syara' pada segi yang tampak dan berdampak pada
objeknya.
• Terkumpulnya adanya serah terima atau sesuatu yang
menunjukan adanya serah terima yang disertai dengan
kekuatan hukum.
• Perikatan ijab qabul yang dibenarkan syara' yang
menetapkan keridhaan kedua belah pihak.
• Berkumpulnya serah terima diantara kedua belah pihak
atau perkataan seseorang yang berpengaruh pada kedua
belah pihak.
Pembentukan Akad
• Dalam pelaksanaan akad atau pembentukannya, baru dapat
dikatakan benar, sah atau diakui keberadaannya oleh hukum apabila
semua unsur pembentuknya terpenuhi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Di antaranya adalah adanya unsur unsur‘ridla', unsur
objek akad (‘mahal') dan unsur sebab akibat (‘sabab') serta
‘ganjaran' apabila asas (rukun)-nya tidak dipenuhi (konsekuensi).
Sebelum melakukan akad (perikatan) pelaku akad harus
menentukan jenis, hakikat tujuan, bentuk dan nama yang sudah
umum. Sehingga pihak hakim bisa mengambil kesimpulan dari
bentuk pelaksanaan akad itu.
Dan apabila didapati kesamaran (keraguan) dalam bentuk, jenis,
nama dan sebagainya, yang dengan kesamaran tersebut, hakim tidak
bisa menyimpulkan bentuk akadnya, maka pihak hakim berhak
mengambil kesimpulan dengan lebih memprioritaskan pihak yang
berhutang.
RUKUN AKAD
1. Aqid (Orang yang Menyelenggarakan Akad)
Aqid adalah pihak-pihak yang melakukan transaksi, atau orang yang
memiliki hak dan yang akan diberi hak, seperti dalam hal jual beli mereka adalah
penjual dan pembeli. Ulama fiqh memberikan persyaratan atau criteria yang harus
dipenuhi oleh aqid antara lain :
2.
• Ahliyah
Keduanya memiliki kecakapan dan kepatutan untuk melakukan transaksi. Biasanya
mereka akan memiliki ahliyah jika telah baligh atau mumayyiz dan berakal. Berakal
disini adalah tidak gila sehingga mampu memahami ucapan orang-orang normal.
Sedangkan mumayyiz disini artinya mampu membedakan antara baik dan buruk;
antara yang berbahaya dan tidak berbahaya; dan antara merugikan dan
menguntungkan.
3.
• Wilayah
Wilayah bisa diartikan sebagai hak dan kewenangan seseorang yang mendapatkan
legalitas syar'i untuk melakukan transaksi atas suatu obyek tertentu. Artinya orang
tersebut memang merupakan pemilik asli, wali atau wakil atas suatu obyek transaksi,
sehingga ia memiliki hak dan otoritas untuk mentransaksikannya. Dan yang
terpenting, orang yang melakukan akad harus bebas dari tekanan sehingga mampu
mengekspresikan pilihannya secara bebas.
LANJUTAN
2. Ma'qud ‘Alaih (objek transaksi)
Ma'qud ‘Alaih harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai
berikut :
1. Obyek transaksi harus ada ketika akad atau kontrak
sedang dilakukan.
2. Obyek transaksi harus berupa mal mutaqawwim (harta
yang diperbolehkan syara' untuk ditransaksikan) dan
dimiliki penuh oleh pemiliknya.
3. Obyek transaksi bisa diserahterimakan saat terjadinya
akad, atau dimungkinkan dikemudian hari.
4. Adanya kejelasan tentang obyek transaksi.
5. Obyek transaksi harus suci, tidak terkena najis dan
bukan barang najis.
LANJUTAN
Shighat, yaitu Ijab dan Qobul
Ijab Qobul merupakan ungkapan yang menunjukkan kerelaan atau kesepakatan dua
pihak yang melakukan kontrak atau akad. Definisi ijab menurut ulama Hanafiyah adalah
penetapan perbuatan tertentu yang menunjukkan keridhaan yang diucapkan oleh orang
pertama, baik yang menyerahkan maupun menerima, sedangkan qobul adalah orang yang
berkata setelah orang yang mengucapkan ijab, yang menunjukkan keridhaan atas ucapan
orang yang pertama. Menurut ulama selain Hanafiyah, ijab adalah pernyataan yang keluar
dari orang yang menyerahkan benda, baik dikatakan oleh orang pertama atau kedua,
sedangkan Qobul adalah pernyataan dari orang yang menerima.
Dari dua pernyataan definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akad Ijab Qobul
merupakan ungkapan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi atau kontrak
atas suatu hal yang dengan kesepakatan itu maka akan terjadi pemindahan ha kantar
kedua pihak tersebut.
Dalam ijab qobul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi , ulama fiqh
menuliskannya sebagai berikut :
a. adanya kejelasan maksud antara kedua belah pihak.
b. Adanya kesesuaian antara ijab dan qobul
c. Adanya pertemuan antara ijab dan qobul (berurutan dan menyambung).
d. Adanya satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, tidak
menunjukkan penolakan dan pembatalan dari keduannya.
Ijab Qobul akan dinyatakan batal
apabila :
a. penjual menarik kembali ucapannya sebelum
terdapat qobul dari si pembeli.
b. Adanya penolakan ijab dari si pembeli.
c. Berakhirnya majlis akad. Jika kedua pihak belum
ada kesepakatan, namun keduanya telah pisah dari
majlis akad. Ijab dan qobul dianggap batal.
d. Kedua pihak atau salah satu, hilang ahliyah -nya
sebelum terjadi kesepakatan
e. Rusaknya objek transaksi sebelum terjadinya qobul
atau kesepakatan.
Syarat-Syarat Akad
1.
• Akad shahih
akad shahih adalah akad yang memenuhi unsur dan syarat yang ditetapkan oleh
syara'. Dalam istilah ulama Hanafiyah, akad shahih adalah akad yang memenuhi ketentuan
syara' pada asalnya dan sifatnya.
• Akad tidak shahih
Akad shahih adalah akad yang tidak memenuhi unsur dan syarat yang ditetapkan
oleh syara'. Dengan demikian, akad ini tidak berdampak hukum atau tidak sah. Jumhur ulama
selain Hanafiyah menetapkan akad bathil dan fasid termasuk kedalam jenis akad tidak shahih,
sedangkan ulama Hanafiyah membedakan antara fasid dengan batal.
Menurut ulama Hanafiyah, akad batal adalah akad yang tidak memenuhi memenuhi rukun
atau tidak ada barang yang diakadkan seperti akad yang dilakukan oleh salah seorang yang
bukan golongan ahli akad. Misalnya orang gila, dan lain-lain. Adapun akad fasid adalah akad
yang yang memenuhi persyaratan dan rukun, tetapi dilarang syara' seperti menjual barang
yang tidak diketahui sehingga dapat menimbulkan percekcokan.
LANJUTAN
Berdasarkan ada dan tidak adanya qismah
• Akad musamah , yaitu akad yang telah ditetapkan
syara' dan telah ada hukum-hukumnya, seperti jual
beli, hibah, dan ijarah.
• Ghair musamah yaitu akad yang belum ditetapkan
oleh syara' dan belum ditetapkan hukumnya.
• Akad yang menyalahi syariat seperti agar kafir atau akan berzina, tidak harus ditepati.
• Tidak sah akad yang disertai dengan syarat. Misalnya dalam akad jual beli aqid berkata: “Aku jual barang ini seratus
dengan syarat dengan syarat kamu menjual rumahmu padaku sekian…,” atau “aku jual rumah barang ini kepadamu
tunai dengan harga sekian atau kredit dengan harga sekian”, atau “aku beli barang ini sekian asalakan kamu membeli
dariku sampai dengan jangka waktu tertentu sekian”.
• Akad yang dapat dipengaruhi Aib adalah akad akad-akad yang mengandung unsur pertukaran seperti jual beli atau
sewa.
• Cacat yang karenanya barang dagangan bisa dikembalikan adalah cacat yang bisa mengurangi harga/nilai barang
dagangan, dan cacat harus ada sebelum jual beli menurut kesepakatan ulama. Turunnya harga karena perbedaan harga
pasar, tidak termasuk cacat dalam jual beli.
Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan yang telah teruai diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan
bahwasanya kesepakatan antar kedua pihak berkenaan dengan suatu hal atau kontrak
antara beberapa pihak atas diskursus yang dibenarkan oleh syara' dan memiliki implikasi
hukum tertentu.terkait dalam implementasinya tentu akad tidak pernah lepas dari yang
namanya rukun maupun syarat yang mesti terpenuhi agar menjadi sah dan sempurnanya
sebuah akad.
Adapun mengenai jenis-jenis akad, ternyata banyak sekali macam-macam akad
yang dilihat dari berbagai perspektif, baik dari segi ketentuan syari'ahnya, cara
pelaksanaan, zat benda-benda, dan lain-lain. Semua mengandung unsur yang sama
yakni adanya kerelaan dan keridhaan antar kedua belah pihak terkait dengan
pindahnya hak-hak dari satu pihak ke pihak lain yang melakukan kontrak.
Sehingga dengan terbentuknya akad, akan muncul hak dan kewajiban diantara
pihak yang bertransaksi. Sehingga tercapailah tujuan kegiatan muamalah dalam
kehidupan kita sehari-hari