You are on page 1of 29

Perilaku

Abnormal Pada
Anak dan
Remaja
Kelompok 7
KELOMPOK 7
Dwi Sulistyowati (30702000068)
Fatthika Hayu Putri P (30702000079)
Ilaahana Akmilaa Millatana (30702000090)
Juan Zerlinda Elvarettha (30702000099)
Layaliya Atika Nafi (30702000109)
Muhammad Rizky Maulana (30702000124)
Perilaku abnormal Pada Anak
dan Remaja
Perilaku Abnormal merupakan perilaku yang menyimpang jauh dari perilaku normal
atau berbeda dari keadaan integrasi ideal. Perilaku abnormal tidak jarang terjadi pada
anak-anak dan remaja. Beberapa Contoh perilaku abnormal pada anak dan remaja
yaitu sebagai berikut:
1. Gangguan Eliminasi (Elimination Disorder)
2. Syndrome Down
3. Gangguan Retardasi Mental
1. Gangguan
Eliminasi
Gangguan Eliminasi atau Elimination
Disorder merupakan gangguan yang meliputi
eliminasi urin atau feses (buang air kecil atau
buang air besar) secara tidak tepat.
Gangguan ini memiliki 2 tipe yaitu, enuresis
dan enkopresis.
A. Enuresis
Enuresis berasal dari bahasa Yunani, yaitu ouresis yang berarti ‘urination’.
Enuresis merupakan urinasi atau perilaku membuang air kecil secara berulang di tempat yang tidak tepat, baik
disengaja maupun tidak disengaja (APA, 2013). Menurut Haugaard (2008), enuresis adalah buang air kecil yang
terjadi berulang di tempat yang tidak sesuai, pada usia di mana sebagian kebanyakan anak-anak lainnya sudah dapat
belajar untuk buang air kecil di toilet (Panther, 2016).
Pada DSM-V (dalam APA, 2013), enuresis diklasifikasikan ke dalam tiga subtipe, yaitu:
1. Enuresis Nokturnal (monosymptomatic enuresis)
Terjadi ketika anak mengompol hanya saat tidur malam, biasanya selama sepertiga pertama waktu tidurnya. Enuresis
Nokturnal ini merupakan subtipe yang paling umum ditemui.
2. Enuresis Diurnal (urinary incontinance)
Terjadi ketika anak mengompol hanya saat dia terjaga atau tidak sedang tidur. Subtipe ini dibagi ke dalam dua
kelompok, yakni urge incontinence yang berarti, anak mengalami urinasi secara mendadak karena tidak bisa menahan
kontraksi kandung kemih yang penuh dengan urin, dan voiding postponement yang berarti, anak secara sadar
menunda urinasi karena alasan tertentu hingga terjadinya incontinence.
3. Nokturnal dan diurnal (nonmonosymptomatic enuresis)
Terjadi ketika anak mengalami kedua subtipe tersebut, yakni nokturnal dan diurnal sekaligus.
APA (dalam Mash & Wolfe, 2010) juga melakukan pengklasifikasian gangguan
enuresis ini ke dalam dua bagian, yaitu enuresis primer dan enuresis sekunder

Prim Sekund
er er
Tipe ini mengindikasikan bahwa Tipe ini mengindikasikan bahwa seorang anak
seorang anak belum pernah mengontrol pernah mengontrol urinasi, namun kembali
urinasi dengan baik selama enam bulan mengalami kejadian-kejadian mengompol,
berturut-turut. Dengan kata lain, biasanya antara umur 5-6 tahun. Dengan kata
enuresis primer ini terjadi pada anak lain, enuresis Sekunder ini terjadi ketika
yang tidak mampu mengontol kandung seseorang pernah bisa mengontrol kandung
kemihnya sejak lahir sampai dengan kemihnya atau, yang disebut dengan “masa
kering”, selama periode enam bulan tetapi
berusia 5-6 tahun (Haugaard, 2008).
kemudian mendadak mengompol kembali.
. .

Penyebab Enuresis .
o Adanya gangguan pada hormon. Gangguan ini terjadi karena kurangnya kadar hormon
antidiuretik (ADH). Hormon ini akan menyebabkan tubuh seseorang memproduksi sedikit
urine pada malam hari. Tetapi pada anak enuresis, tubuhnya tidak bisa membuat ADH
dalam jumlah yang mencukupi. Sehingga ketika sedang tidur, tubuhnya menghasilkan
banyak urine. Karena hal ituyang menyebabkan mengompol (Anggraeni, 2010).

o Masalah pada kandung kemih. Masalah-masalah ini dapat berupa kandung kemih yang
terlalu kecil yang tidak dapat menampung banyak urin, otot kandung kemih terlalu ketat
sehingga tidak dapat menahan urin dengan normal serta terdapat cacat pada sistem saraf
yang mengontrol kandung kemih, sehingga sistem syaraf di kandung kemih tidak bisa
melapor ke otak untuk menahan pengeluaran urine, sampai tubuh sudah siap
mengeluarkan urine di toilet.

o Faktor keturunan. Enuresis dapat diturunkan dari orang tua yang juga memiliki
gangguan enuresis (keduanya maupun salah satunya).
. .

Penyebab Enuresis .
o Terlalu banyak mengkonsumsi kafein. Terlalu banyak mengkonsumsi kafein dapat
meningkatkan kadar urine.

o Adanya penyakit yang diderita. Beberapa penyakit yang memicu enuresis yaitu
diabetes, infeksi saluran kemih, struktur saluran kemih yang abnormal, sembelit,
cedera tulang belakang, dan cedera saat berolahraga atau kecelakaan (Asfilhan, 2022).

o Gangguan psikologis. Adanya gangguan psikologis dapat menyebabkan stres pada


anak-anak. Faktor stress biasanya berupa: kematian orangtua, adaptasi terhadap
lingkungan baru, pertengkaran dalam keluarga, kelahiran saudara kandung (adik),
pelatihan buang air kecil di toilet (toilet training) yang dipaksakan atau dimulai sejak
usia dini juga dapat memicu terjadinya mengompol.
Penanganan Enuresis
Enuresis dapat diatasi dengan menggunakan obat dan tanpa menggunakan obat (Anggraeni,
2010).

 Penanganan enuresis dengan menggunakan obat.


Diberikan pada anak yang berusia diatas 7 tahun yang tidak berhasil diatasi tanpa obat.
Prinsip pengobatan yaitu membuat kandung kemih dapat menahan lebih banyak urine dan
membantu ginjal untuk mengurangi produksi urine.
Obat-obat yang dipakai yaitu, dessmopressin merupakan sintetik analog arginin
vasopresin, yang bekerja mengurangi produksi urine dimalam hari dan mengurangi tekanan
dalam kandung kemih (intravesikular). Efek samping dari obat ini adalah iritasi hidung. Bila
obat diberikan melalui semprotan hidung, dapat menimbulkan sakit kepala bahkan menjadi
agresif dan mimpi buruk, tetapi akan hilang seiring dengan pemberhentian obat.
Penanganan Enuresis
 Penanganan enuresis tanpa menggunakan obat. Dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa terapi, yaitu :
a. Motivational therapy: dilakukan dengan cara memberikan hadiah (reward) kepada
anak, bila ia tidak mengompol. Terapi ini biasanya juga memakai kartu dan catatan
harian (diary) untuk mencatat hasil yang telah dicapai si anak.
b. Behaviour modification: penggunaan alarm yang ditempelkan di dekat alat
kelamin. Bila anak mulai ngompol, alarm akan bergetar atau berbunyi, kondisi ini
akan menyebabkan anak terbangun dan menghambat pengeluaran urine yang telah
sedikit keluar dan anak pun akan pergi ke toilet.
c. Bladder training exercise: dilakukan pada anak dengan kapasitas kandung kemih
yang kecil. Anak diminta untuk menahan keluarnya urine selama beberapa waktu.
d. Diet therapy : membatasi makanan yang mengandung kafein, cokelat, serta soda,
yang diduga mempunyai pengaruh terhadap terjadinya enuresis.
e. Hypnotherapy : terapi hipnotis.
f. Psychotherapy : terapi kejiwaan.
. .

B. ENKOPRESIS .
Enkopresis merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anak di atas usia empat
tahun. Kondisi ini menyebabkan seorang anak mengeluakan feses secara tidak sengaja,
padahal seharusnya ia sudah bisa menggunakan toilet. Ketidakmampuan dalam menahan
BAB akibat encopresis bukanlah suatu hal yang disengaja. Secara umum, encopresis
disebabkan oleh suatu kondisi medis yang mendasarinya, baik secara fisik maupun
mental.

• Pengeluaran feses yang tidak sesuai secara berulang, biasanya involunter


• Terjadi minimal 1x/bulan, min. 3 bulan.
• Usia mental atau usia kronologis 4 tahun.
• Eksklusi zat atau kondisi medis sebagai penyebab.
Penyebab Enkopresis
• Sembelit
Kebanyakan kasus enkopresis dihasilkan dari sembelit kronis. Saat sembelit,
kotoran anak sulit keluar, kering, dan mungkin menyakitkan untuk dikeluarkan. Akibat
kondisi ini, anak jadi menghindari untuk pergi ke toilet yang membuat masalah menjadi
lebih buruk. Semakin lama feses menumpuk dalam usus besar, maka semakin sulit bagi
anak untuk mendorong feses keluar. Usus besar akan meregang yang akhirnya
memengaruhi saraf yang bertugas memberi sinyal untuk pergi ke toilet. Ketika usus besar
menjadi terlalu penuh, maka tinja cair/lembut dapat bocor keluar.

• Masalah Emosional
Stres akibat masalah emosional juga dapat memicu enkopresis. Seorang anak
mungkin mengalami stres akibat pelatihan penggunaan toilet (toilet training) yang terlalu
dini atau perubahan fase hidup yang penting, misalnya perceraian orangtua atau kelahiran
saudara.
Penanganan Enkopresis
Tujuan pengobatan enkopresis adalah untuk:
• Mencegah sembelit
• Pertahankan kebiasaan buang air besar yang baik.
Perawatan umumnya termasuk salah satu dari berikut ini:
• Memberi anak pencahar atau enema untuk mengeluarkan tinja yang kering dan
keras
• Pemberian pelunak feses pada anak
• Minta anak makan makanan tinggi serat (buah-buahan, sayuran, biji-bijian) dan
minum banyak cairan untuk menjaga feses tetap lembut
• Menggunakan minyak mineral rasa untuk waktu yang singkat (pengobatan jangka
pendek karena minyak mineral mengganggu penyerapan kalsium dan vitamin D)
• Mengunjungi psikoterapis untuk membantu anak mengatasi rasa malu, rasa
bersalah, atau kehilangan kepercayaan diri
.

2. Down
Syndro
me
Definisi dan klasifikasi Sindrom Down
adalah suatu kondisi dimana terdapat
tambahan kromosom pada kromosom 21 atau
dikenal juga dengan istilah trisomi 21 yang
menyebabkan keterlambatan perkembangan
fisik, ketidakmampuan belajar, penyakit
jantung, tanda awal alzeimer, dan leukimia.
Bayi yang lahir dengan sindrom Down
berkisar 1 dari 800 kelahiran hidup.
Sindrom Down dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1 2
Translokasi adalah suatu keadaan dimana
Mosaik adalah bentuk kelainan yang paling
tambahan kromosom 21 melepaskan diri pada
jarang terjadi, dimana hanya beberapa sel saja
saat pembelahan sel dan menempel pada
yang memiliki kelebihan kromosom 21
kromosom yang lainnya. Kromosom 21 ini
(trisomi 21). Bayi yang lahir dengan sindrom
dapat menempel dengan kromosom 13, 14, 15,
Down mosaik akan memiliki gambaran klinis
dan 22. Ini terjadi sekitar 3-4% dari seluruh
dan masalah kesehatan yang lebih ringan
penderita sindrom Down. Pad beberapa kasus,
dibandingkan bayi yang lahir dengan sindrom
translokasi sindrom down ini dapat diturunkan
Down trisomi 21 klasik dan translokasi.
dari orang tua kepada anaknya. Gejala yang
Trisomi 21 mosaik hanya mengenai sekitar 2-
ditimbulkan dari translokasi ini hampir sama
4% dari penderita sindrom Down.
dengan gejala yang ditimbulkan oleh trisomy.
.
Sindrom Down dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

3.
Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan
yang paling sering terjadi pada penderita
sindrom Down, dimana terdapat tambahan
kromosom pada kromosom 21. Angka
kejadian trisomi 21 klasik ini sekitar 94% dari
semua penderita sindrom Down.
Down Syndrome
Sindrom Down biasanya disebabkan karena kegagalan dalam pembelahan sel atau disebut
nondisjunction. Tidak diketahui mengapa hal ini dapat terjadi. Namun, diketahui bahwa kegagalan dalam pembelahan
sel ini terjadi pada saat pembuahan dan tidak berkaitan dengan apa yang dilakukan ibu selama kehamilan.
Nondisjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
• Adanya virus atau infeksi
• Radiasi
• Penuaan sel telur
Dimana peningkatan usia ibu berpengaruh terhadap kualitas sel telur. Sel telur akan menjadi kurang baik dan pada
saat terjadi pembuahan oleh spermatozoa, sel telur akan mengalami kesalahan dalam pembelahan.
• Gangguan fungsi tiroid
Pada beberapa penelitian ditemukan adanya hipotiroid pada anak dengan sindrom Down termasuk hipotiroid primer
dan transien, pituitary-hypothalamic hypothyroidism, defisiensi thyroxinbinding globulin (TBG) dan kronik
limfositik tiroiditis. Selain itu, ditemukan pula adanya autoimun tiroid pada anak dengan usia lebih dari 8 tahun yang
menderita sindrom Down.
• Umur Ibu
Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko melahirkan bayi dengan sindrom Down dibandingkan dengan
ibu berumur dibawah 35 tahun. Hal tersebut karena adanya perubahan endokrin, seperti meningkatnya sekresi
androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi
reseptor hormon, dan hormon LH.
Fator penyebab Down

Syndrome:
Faktor Biologis
Yaitu adanya kelainan kromosom, anak yang memiliki 47 kromosom dalam
tubuh dimana bertambahnya 3 pada kromosom 21 yang menyebabkan down syndrome atau
trisomy-21 karena malformation dari nervus central yang dapat mempengaruhi
perkembangan.
• Faktor hereditas dan cultural Family
Ibu dan keluarga yang memiliki perekonomian yang rendah dapat
mengakibatkan anak memiliki IQ dibawah 80 yang semakin menurun selama memasuki
masa sekolah sehingga dapat memproduksi anak dengan kelainan retardasi mental. Hal ini
dikarenakan anak mengalami gangguan metabolisme dan tidak mendapatkan gizi yang
seimbang. Selain itu faktor keturunan dan lingkungan juga mempengaruhi seperti
mengalami radiasi sebelum terjadinya konsepsi.
• Faktor Usia Kehamilan Ibu
Semakin bertambahnya usia ibu dapat mempengaruhi kematangan organ
reproduksi wanita. Ibu hamil yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko 12 kali lebih
besar untuk melahirkan anak down syndrome, hal ini disebabkan oleh kualitas sel telur
akbiat usia ibu yang mengalami pembelahan tidak sempurna ketika dibuahi oleh sel
sperma.
Factor penyebab Down

Syndrome:
Faktor Usia Ayah
Terdapat 20-30% kasus ekstra kromosom 21 yang disebabkan oleh usia ayah,
akan tetapi dalam kasus ini tidak sebanyak faktor dari usia ibu.
• Ibu yang pernah melahirkan bayi down syndrome
Ibu yang pernah melahirkan bayi down syndrome memiliki peningkatan
resiko melahirkan bayi down syndrome sekitar 1%.
Penanganan sindrom down
Pengobatan Down syndrome bertujuan untuk
mengatasi kondisi yang menyertainya dan
membantu penderita dalam beraktivitas. Metode
pengobatannya dapat berupa terapi atau pemberian
obat-obatan.
Sindrom Down tidak dapat dicegah. Namun,
konseling genetik dapat memberitahu seberapa
besar kemungkinan memiliki anak dengan kondisi
ini. Pemeriksaan genetik disarankan bagi orang
yang memiliki keluarga dengan Down
syndrome atau merencanakan
kehamilan berikutnya setelah sebelumnya memiliki
anak yang menderita kelainan ini
.
.

3. Retardasi
mental
Retardasi mental atau disabilitas intelektual adalah
gangguan intelektual yang ditandai dengan kemampuan
mental atau intelegensi di bawah rata-rata. Orang
dengan retardasi mental mempelajari kemampuan baru,
namun lebih lambat.
Terdapat berbagai derajat retardasi mental, mulai dari ringan
hingga sangat berat. Kemampuan intelegensi biasanya
diukur dengan menggunakan skor IQ. Seseorang
dikatakan retardasi mental apabila didapati skor IQ <
70.

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including


icons by Flaticon and infographics & images by Freepik
Penyebab retardasi mental
Retardasi mental disebabkan oleh gangguan perkembangan
otak. Namun, penyebab pasti dari retardasi mental hanya
bisa ditentukan dengan pasti sepertiga dari seluruh angka
kejadian. Berikut ini penyebab paling sering dari retardasi
mental:
• Kelainan genetik. Kelainan seperti sindrom down dan
sindrom fragile X yang berkaitan erat dengan kelainan
genetik dapat menyebabkan retardasi mental.
• Masalah selama kehamilan, beberapa keadaan saat
kehamilan dapat menyebabkan gangguan perkembangan
otak janin, seperti penggunaan alkohol, obat-obatan
terlarang, gizi buruk, infeksi, dan preeklamsia.
Penyebab retardasi mental
• Masalah selama masa bayi, Retardasi mental dapat
disebabkan bayi yang selama masa kelahiran tidak
mendapatkan asupan oksigen yang cukup, atau bayi yang
sangat prematur sehingga paru-paru belum matang secara
sempurna.
• Cedera atau penyakit yang lainnya, infeksi seperti
meningitis, atau campak dapat menyebabkan retardasi
mental. Cedera kepala berat, keadaan hampir tenggelam,
malnutrisi ekstrem, infeksi otak dapat berpengaruh terhadap
retardasi mental.
Penanganan retardasi mental
Terdapat beberapa program penanganan pada anak dengan
retardasi mental. Semakin cepat didiagnosis, maka semakin
baik pula perkembangan yang dapat diusahakan saat
penanganan. Untuk bayi dan anak-anak, intervensi awal
meliputi terapi wicara, terapi okupasi, terapi motorik-fisik,
konseling keluarga, latihan penggunaan alat khusus hingga
program pengaturan nutrisi.
Pada anak usia sekolah dengan retardasi mental, anak dapat
didaftarkan pada program sekolah khusus untuk retardasi
mental untuk dapat meningkatkan kemampuan
adaptabilitas anak.
Daftar
pustaka
Panther, Jack. (2016). Elimination Disorder: Enuresis & Encopresis (1). Retrieved from
https://psikologigeek.blogspot.com/2016/02/elimination-disorder-enuresis.html ,accesed 17 April 2022.

Anggraeni, Devi. (2010). Penyebab Enuresis. Retrieved from


https://devianggraeni90.wordpress.com/2010/05/17/penyebab-enuresis/ ,accesed 17 April 2022.

Asfilhan, Akbar. (2022). Enuresis Adalah. Retrieved from https://adalah.co.id/enuresis/ ,accesed 17 April 2022.

Redaksi Halodoc. (2019).. Encopresis. Retrieved from https://www.halodoc.com/kesehatan/encopresis ,accesed 18


April 2022.

Black, joyce m, & Hawks, jane hokanson. (2014). Gangguan Eliminasi. Keperawatan Medikal Bedah, 124.

Kompas.com. Encopresis. (2021). Retrieved from https://


health.kompas.com/penyakit/read/2021/12/14/090000468/encopresis ,accesed 18 April 2022.

Pittara. (2022). Down Syndrome. Retrieved from https://www.alodokter.com/sindrom-down ,accesed 18 April 2022.

Anggeriyane, & Esme. (2019). Hubungan Usia, Paritas Ibu Dan Usia Ayah Dengan Kejadian Anak Sindrom Down Di
SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin Tahun 2019. Jurnal Keperawatan Suaka Insan, 4(2), 86–96.
Daftar
pustaka
Purwandini, H. R. (2021). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Down Syndrome Di Desa Jatisarono Kecamatan
Nanggulan. 7–53.

Rahmah, H. N. (2014). Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Down. Pontificia Universidad Catolica Del
Peru, 8(33), 44.

Fadila, Ihda. (2021). Retardasi Mental (Keterbelakangan Mental). Retrieved from


https://hellosehat.com/mental/mental-lainnya/keterbelakangan-mental/ , accesed 18 April 2022.

Pittara. (2021). Retardasi Mental. Retrieved from https://www.alodokter.com/retardasi-mental , accesed 18 April 2022.

Redaksi Halodoc. (2019). Reterdasi Mental. Retrieved from https://www.halodoc.com/kesehatan/retardasi-mental


,accesed 18 April 2022.
Thank you

You might also like