You are on page 1of 34

Referat

EPILEPSI

Almamira Oktarama
2211901005
Pembimbing :
dr. Edy Irwanto, Sp.N
Anatomi dan Fisiologi Neuron

Penampang sinaps
EPILEPSI
Definisi Epilepsi

Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan


kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epilepsi
yang terus menerus, dengan kosekuensi neurobiologis,
kognitif, psikologis, dan sosial. Definisi ini mensyaratkan
terjadinya minimal 1 kali bangkitan epilepsi yang berulang.
Epidemiologi
Menurut WHO populasi epilepsi di
dunia
50 juta

Penelitian Kelompok Studi Epilepsi


Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia di beberapa RS di 5 pulau besar
di Indonesia (2013)
2.288 penderita
Etiologi Epilepsi

Genetik Di Dapat Idiopatik


• Idiopatik tanpa gejala • Trauma serebral Epilepsy
• Infeksi serebral, kriptogenik
neurologis
• sclerosis hipokampus memiliki etiologi
• Onsetnya pada masa kanak-
• Gangguan yang tidak
kanak
serebrovaskula diketahui
• Contoh epilepsi idiopatik • Gangguan imunologi
adalah absence epilepsy serebral dan
pada anak dan juvenile penyebab perinatal
myoclonic epilepsy
dan infatil.
Klasifikasi ILAE 1981 Untuk Tipe Bangkitan EpilepsI
Bangkitan 1. Bangkitan parsial sederhana
parsial/fokal  Dengan gejala motorik
 Dengan gejala somatosensorik Bangkitan umum 1. Lena (absence)
 Dengan gejala otonom  Bangkitan
 Dengan gejala psikis absans
 Bangkitan
2. Bangkitan parsial kompleks
absans
 Bangkitan parsial sederhana yang
diikuti dengan gangguan kesadaran Atipikal
 Bangkitan yang disertai gangguan 2. Mioklonik
kesadaran sejak awal bangkitan 3. Klonik
4. Tonik
3. Bangkitan parsial yang menjadi umum
sekunder
5. Tonik-klonik
 Parsial sederhana yang menjadi umum 6. Atonik/astatik
 Parsial kompleks menjadi umum
 Parsial sederhana menjadi parsial Bangkitan tak
kompleks, lalu menjadi umum
tergolongkan
Klasifikasi ILAE 1989 Untuk Sindrom Epileps
Fokal/partial 1. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
(localized related)  Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal (childhood epilepsi
with centrotemporal spikesI)
 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital.
 Epilepsi prmer saat membaca (primary reading epilepsi)
2. Simtomatis
 Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada anak-anak (Kojenikow’s Syndrome)
 Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan (kurang tidur,
alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi, stimulasi fungsi kortikal tinggi,
membaca)
 Epilepsi lobus temporal
 Epilepsi lobus frontal
 Epilepsi lobus parietal
 Epilepsi oksipital
3. Kriptogenik
Klasifikasi ILAE 1989 Untuk Sindrom Epileps
Epilepsi Umum 1. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
 Kejang neonates familial benigna
 Kejang neonates benigna
 Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
 Epilepsi lena pada anak
 Epilepsi lena pada remaja
 Epilepsi mioklonik pada remaja
 Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga
 Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
 Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik
2. Kriptogenik atau simtomatis (berurutan sesuai dengan peningkatan usia)
 Sindrom West (spasme infantile dan spasme salam)
 Sindrom Lennox-Gastaut
 Epilepsi mioklonik astatik
 Epilepsi mioklonik lena
3. Simtomatis
 Etiologi nonspesifik
 Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain.
Klasifikasi ILAE 1989 Untuk Sindrom Epileps

Epilepsi dan 1. Bangkitan umum dan fokal


sindrom yang tak  Bangkitan neonatal
dapat ditentukan  Epilepsi mioklonik berat pada bayi
fokal atau umum  Epilepsi dengan gelombang paku kontinu selama tidur dalam
 Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)
 Epilepsi yang tidak termasuk klasifikasi di atas
2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

Sindrom khusus 1. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu


 Kejang demam
 Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali isolated
 Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut, atau toksis,
alkohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi nonketotik.
 Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesfik (epilepsi refrektorik)
Patofisiologi
Patofisiologi
Faktor internal Faktor eksternal
• Mutasi atau kelainan pada kanal-kanal elektrolit sel • Penyakit otak maupun sistemik 
neuron  mutasi kanal Na+, Ca2+, dan K + menyebabkan kerusakan sel neuron, glia,
dan SDO.
• Mutasi ini menyebabkan masuknya Na+ dan Ca2+ ke
dalam sel secara terus menerus sehingga terjadi • Kerusakan sel glia akan menyebabkan
paroxymal depolaritation shift (PDS).  PDS diinisiasi kelebihan K+ dan glutamat di celah sinaps
oleh reseptor non-NMDA karena tidak terhisap  sehingga sel neuron
akan mudah tereksitasi.
• Mutasi kanal Na+  diperlama saat reseptor NMDA
terbuka diikuti masuknya Na+ sehingga semakin • Keadaan tersebut juga akan mengaktivasi
banyak Na+ di dalam sel. faktor-faktor inflamasi  kemudian
merangsang peningkatan eksitasi dan
• Mutasi kanal Ca2+ PDS terjadi karena depolarisasi akhirnya membentuk lingkaran yang
lambat semakin lama akibat peningkatan Ca2+di dalam berkepanjangan.
sel. 
• Kerusakan yang terjadi secara terus-
• Sementara mutasi pada kanal K+ akan menghambat menerus dalam jangka waktu yang lama
keluarnya K+ ke ektrasel yang justru akan menghambat akan menyebabkan perubahan aktivitas
terjadinya repolarisasi, memperpanjang depolarisasi, otak, struktur neuron, dan ekspresi gen
dan akhirnya menyebabkan PDS
Patofisiologi
Faktor internal dan Eksternal

Hipereksitabilitas sel neuron


• Hipereksitabilitas satu sel neuron akan memengaruhi sel neuron di
sekitarnya.

• Sekelompok neuron yang mencetuskan aktivitas abnormal secara


bersamaan disebut sebagai hipersinkroni.

• Pada saat satu sel neuron teraktivasi maka sel-sel neuron di sekitarnya juga
akan ikut teraktivasi.

• Jika sel-sel neuron sekitarnya teraktivasi pada waktu yang bersamaan, maka
akan terbentuk suatu potensial eksitasi yang besar dan menimbulkan gejala
klinis.
MANIFESTASI KLINIS
1. Bangkitan Umum Tonik-klonik
 Dapat terjadi pada semua usia kecuali neonatus.

 Manifestasi klinis:
 Hilang kesadaran sejak awal bangkitan hingga akhir bangkitan

 Dapat disertai gejala autonom  mengompol dan mulut berbusa.

 Gambaran iktal (tiba-tiba mata melotot dan tertarik ke atas, seluruh tubuh kontraksi
tonik, dapat disertai suara teriakan dan nyaring )  Diikuti gerakan klonik berulang
simetris di seluruh tubuh, selanjutnya lidah dapat tergigit dan mulut berbusa serta
diikuti mengompol.

 Setelah iktal, tubuh pasien menjadi hipotonus, pasien dapat tertidur dan terasa lemah.

 Pemeriksaan EEG  saat interiktal didapatkan aktivitas epileptiform umum berupa spike
wave terutama pada saat tidur  stadium non-REM
2. Bangkitan Tonik
 . Manifestasi klinis:

 Kontraksi seluruh otot  berlangsung terus menerus


 Berlangsung selama 2-10 detik namun dapat hingga beberapa menit,
 Hilang kesadaran.
 Dapat disertai gejala autonom seperti apnea.
 Pemeriksaan EEG interiktal menunjukkan irama cepat dan gelombang
palsu atau kompleks paku-ombak frekuensi lambat yang bersifat umum
3. Bangkitan Klonik
 . Manifestasi klinis:

 Gerakan kontraksi klonik yang ritmik (1-5 Hz) di seluruh tubuh

 Hilangnya kesadaran sejak awal bangkitan.

 Pemeriksaan EEG  iktal didapatkan aktivitas epileptiform umum berupa


gelombang paku, paku multipel, atau kombinasi gelombang irama cepat dan
lambat
4. Bangkitan Mioklonik

 . Manifestasi klinis:

 Gerakan kontraksi involunter mendadak dan berlangsung sangat singkat


tanpa disertai hilangnya kesadaran.
 Biasanya berlangsung 10-50 milidetik, Durasi dapat mencapai lebih dari 100
milidetik.
 Otot yang berkontraksi (bahu dan lengan) dapat tunggal atau multipel atau
berupa sekumpulan otot yang agonis dari berbagai topografi,
 Mioklonik dapat berlangsung fokal, segmental, multifokal, atau umum
 Gambaran EEG  berupa gelombang polyspikes yang bersifat umum dan
singkat.
5. Bangkitan Atonik
 . Manifestasi klinis:

 Ditandai oleh hilangnya tonus otot secara mendadak.

 Bangkitan atonik dapat didahului oleh bangkitan mioklonik atau tonik.

 Bentuk bangkitan bisa berupa "jatuh" atau "kepala menunduk".

 Pemulihan pascaiktal cepat, sekitar 1-2 detik.

 Pemeriksaan EEG  berupa gelombang paku (spikes) atau polyspikes yang


bersifat umum dengan frekuensi 2-3Hz dan gelombang lambat
6. Bangkitan Absans Tipikal
 . Manifestasi klinis:

 Berlangsung sangat singkat (dalam hitungan detik) dengan onset mendadak


dan berhenti mendadak

 Bentuk bangkitan berupa hilang kesadaran atau "pandangan kosong“

 Dapat pula disertai komponen motorik yang minimal (dapat berupa mioklonik,
atonik, tonik, automatisme).

 Pada pemeriksaan EEG  didapatkan aktifitas epileptiform umum berupa


kompleks paku-ombak 3Hz (>2,5Hz)
7. Bangkitan Absans Atipikal
 . Manifestasi klinis:

 Gangguan kesadaran disertai perubahan tonus otot  hipotonia atau atonia,


tonik, atau automatisme.

 Sering mengalami kesulitan belajar akibat  sering disertai terjadinya


bangkitan tipe lain seperti atonik, tonik, dan mioldonik.

 Onset dan berhenti bangkitan tidak semendadak bangkitan absans tipikal, dan
perubahan tonus otot lebih sering terjadi pada bangkitan tipe absans atipikal.

 Pemeriksaan EEG  gambaran kompleks pakuombak frekuensi lambat (1-


2,5Hz atau <2,5Hz) yang iregular dan heterogen dan dapat bercampur dengan
irama cepat.
8. Bangkitan Fokal/Parsial
 . Manifestasi klinis:

 Bentuk bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptik di otak.

 Fokus epileptik berasal dari area tertentu yang kemudian mengalami propagasi
dan menyebar ke bagian otak yang lain.

 Bentuk bangkitan dapat berupa gejala motorik, sensorik (kesemutan, baal),


sensorik spesial (halusinasi visual, halusinasi auditorik), emosi (rasa takut,
marah), autonom (kulit pucat, merinding, rasa mual).

 Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan bangkitan parsial kompleks


atau bangkitan umum sekunder disebut sebagai aura.
Diagnostik
 Gejala sebelum, selama dan pasca  Riwayat penyakit epilepsy
dalam keluarga.
bangkitan
Anamne  Penyakit lain yang mungkin diderita  Riwayat keluarga dengan
sis penyakit neurologik lain
sekarang oleh pasien riwayat penyakit
neurologik , riwayat penyakit psikiatrik  Riwayat saat dalam
kandungan, kelahiran dan
maupun penyakit sistemik yang mungkin perkembangan bayi/anak.
menjadi penyebab epilepsi.
 Riwayat bangkitan
 Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, neonatal/kejang demam.
interval terpanjang antar bangkitan.
 Riwayat trauma kepala,
 Riwayat terapi epilepsy sebelumnya dan infeksi SSP.
respon terhadap terapi (dosis, kadar OAE,
kombinasi terapi).
Diagnostik
Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan

1. Keadaan penyandang saat bangkitan : duduk/ berdiri/ berbaring/ tidur/


berkemih.
Anamne
sis 2. Gejala awitan (aura, gerakan/sensasi awal/speech arrest)

3. Pola/bentuk yang tampak selama bangkitan: gerakan tonik/klonik,


vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat,
deviasi mata.

4. Keadaan setelah kejadian: bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh


gelisah.

5. Faktor pencetus: alkohol, kurang tidur, hormonal.

6. Jumlah pola bangkitan satu atau lebih, atau terdapat perubahan pola
bangkitan.
Diagnostik
• Pemeriksaan fisik pada dasarnya  mengamati
Pemeriksaa adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan
n Fisik dengan epilepsi seperti trauma kepala, infeksi telinga
atau sinus, gangguan kongenital, kecanduan alkohol
atau obat terlarang, kelainan pada kulit, kanker, defisit
neurologi fokal
Pemeriksaan neurologis
• Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan maka akan tampak tanda
pasca iktal terutama tanda fokal seperti todds paresis (hemiparesis setelah kejang yang
terjadi sesaat), trans aphasic syndrome (afasia sesaat) yang tidak jarang dapat menjadi
petunjuk lokalisasi.

• Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan terakhir berlalu, sasaran utama
adalah menentukan apakah ada tanda-tanda disfungsi sistem saraf permanen (epilepsi
simptomatik) dan walaupun jarang apakah ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial
Diagnostik

Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)

Pemeriksaan 1. CT-Scan  Menunjukkan kelainan


pada otak seperti atrofi jaringan
Penunjang otak, jaringan parut, tumor dan
Pemeriksaan kelainan pada pembuluh darah
Radiologi otak.

2. MRI  Gambaran yang dihasilkan


dapat digunakan untuk
membedakan kelainan pada otak,
Pemeriksaan laboratorium seperti gangguan perkembangan
otak, tumor otak, kelainan pembuluh
darah otak serta abnormalitas
lainnya.
Diagnosis Banding
 Sinkop  Aritmia jantung,  Gangguan tidur  cataplexy,
sinkop vasovagal, narkolepsi
disautonomia
 Kondisi gastrointestinal  refluks
 Kondisi metabolik  esophagus pada neonatus dan
hipoglikemia, hiponatremia bayi

 Migrain  aura migraine,  Gangguan gerakan  dyskinesia


setara migraine paroksismal

 Kondisi vascular  serangan  Kondisi kejiwaan  panic attack,


iskemik transien dll
Penatalaksanaan
Farmakologi
1. OAE diberikan bila (IDI, 2014) :

 Diagnosis epilepsi sudah dipastikan


 Pastikan faktor pencetus dapat dihindari (alkohol, stress, kurang tidur,
dan lain-lain)
 Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun
 Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan
tentang tujuan pengobatan.
 Penyandang dan/ atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan
efek samping yang timbul dari OAE.
Farmakologi

2. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan


sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi
• Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis
efektif tercapai atau timbul efek samping
• Bila pada penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan,
maka dapat dirujuk kembali untuk mendapatkan penambahan OAE kedua
• Penambahan OAE ketiga baru dilakukan dilayanan sekunder atau tersier setelah
terbukti tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama
• Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi .
• Efek samping obat perlu diperhatikan, demikian pula halnya denganinteraksi
farmakokinetik antar OAE.
• Pada dewasa, penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-5
tahun bebas bangkitan
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE
adalah sebagai berikut :
1. Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal
2. Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.
3. Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangkat waktu 3-6 bulan
4. Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.
Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi
 Stimulasi N.Vagus
 Terapi ajuvan untuk mengurangi frekuensi bangkitan pada penyandang epilepsi
refrakter usia dewasa dan anak-anak yang tidak memenuhi syarat operasi. Dapat
digunakan pada bangkitan parsial dan bangkitan umum.
 Deep Brain Stimulation
 Diet ketogenik
 Intervensi Psikologi :Relaksasi, behavioral cognitive therapy, dan biofeedback.

B. Edukasi dan Konseling


 Penting untuk memberi informasi kepada keluarga bahwa penyakit ini tidak menular
 Kontrol pengobatan merupakan hal penting bagi penderita
 Pendampingan terhadap pasien epilepsi utamanya anak-anak perlu pendampingan
sehingga lingkungan dapat menerima dengan baik
 Pasien epilepsi dapat beraktifitas dengan baik Dilakukan untuk individu dan keluarga
Prognosis

• Prognosis umunya  Bonam, tergantung klasifikasi


epilepsy yang dideritanya

• serangan epilepsy dapat berulang, tergantung kontrol


terapi dari pasien.
Thank You

You might also like