You are on page 1of 12

Rekonstruksi perkawinan melalui

isbat nikah

Farida Hanim, Ketua Pengadilan Agama Blitar Kelas 1A


pengembalian sesuatu ketempatnya yang semula, penyusunan atau
Rekonstruksi penggambaran kembali dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali
sebagaimana adanya atau kejadian semula

ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Perkawinan
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (pasal 1 Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 ).

Demikian juga dalam Kompilasi Hukum Islam bawa perkawinan menurut


hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqon
gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah dan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga ang sakinah,
mawaddah, dan rahmah (pasal 2 dan 3 KHI)

penetapan nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama guna menitsbatkan


Isbat Nikah (menetapkan) pernikahan yang telah dilangsungkan, namun tidak dapat
dibuktikan dengan akta nikah
Dasar hukum
1. Pasal 2 ayat (5) UU No.22/1946, tentang Pencatatan Nikah, Talak dan
Rujuk.

2. Pasal 49 angka (22) penjelasan UU No.7/1989 tentang Peradilan Agama jo. UU


No.3/2006 jo. UU No.50/2009.

3. Pasal 7 ayat (2), (3) dan (4) Kompilasi Hukum Islam.

4. Pedoman Pelaksanaan Tugas & Administrasi Peradilan Agama, Buku II (Edisi


Revisi), Mahkamah Agung RI, Dirjen Badilag, 2013, hal. 143-146.
Yang berhak mengajukan Isbat nikah

01. Kedua atau salah satu dari suami atau istri

02. Anak

03. Wali nikah

04. Pihak lain yang berkepentingan dengan perkawinan tersebut


Perkawinan Yang Dapat di Isbatkan
1) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian
perceraian.

2) Hilangnya Akta Nikah.

3) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah


satu syarat Perkawinan

4) Adanya perkawinan yang terjadi sebelum


berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.

5) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang


tidak mempunyai halangan perkawinan menurut
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Perkembangan terakhir, permohonan isbat nikah diajukan ke Pengadilan
Agama dengan alasan di antaranya:
1) Isbat nikah diajukan untuk melengkapi persyaratan akta kelahiran anak;
2) Isbat nikah untuk mendapat pensiunan janda/duda;
Pencatatan Perkawinan
Pencatatan perkawinan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU 1 d. memberikan kepastian terhadap status
Tahun 1974 bertujuan untuk: hukum suami, istri maupun anak;
a. tertib administrasi perkawinan; e. memberikan perlindungan terhadap
b. memberikan kepastian dan hak-hak sipil yang diakibatkan oleh
perlindungan terhadap status hukum adanya perkawinan;
suami, istri maupun anak;
c. memberikan jaminan dan perlindungan
terhadap hak-hak tertentu yang timbul
karena perkawinan seperti hak waris,
hak untuk memperoleh akte kelahiran,
dan lain-lain;
Kewenangan Pengadilan Agama

Pasal 49 s/d 53 UU No. 7 Tahun 1989: “Pengadilan Agama bertugas dan


berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara-perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :

1. perkawinan
2. kewarisan
3. wasiat
4. hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam serta
5. wakaf dan
6. sedekah.
Penjelasan Pasal 49 Ayat (2) Yang dimaksud
dengan bidang perkawinan yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan antara lain adalah :
1. izin beristri lebih dari seorang
2. izin melangsungkan perkawinan bagi orang
yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun,
dalam hal orang tua atau wali atau keluarga
dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
3. dispensasi kawin;
4. pencegahan perkawinan;
5. penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat
Nikah;
6. pembatalan perkawinan;
7. gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau
istri;
8. perceraian karena talak;
9. gugatan perceraian;
10. penyelesaian harta bersama;
11. penguasaan anak-anak;
12. ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan
pendidikan anak bilamana bapak yang
seharusnya bertanggung jawab tidak
memenuhinya;
13. penentuan kewajiban memberi biaya
penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau
penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri .
14. putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak;
15. putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16. pencabutan kekuasaan wali;
17. penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali
dicabut;
18. menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan
belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya pada hal tidak ada penunjukan wali
oleh orang tuanya;
19. pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan
kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya;
20. Penetapan asal usul seorang anak;
21. putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan
campuran;
22. pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
Terima kasih!

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, and includes


icons by Flaticon, and infographics & images by Freepik

Blitar, 27 November 2023

You might also like