You are on page 1of 32

MODUL 7

KELOMPOK G – PBL 8
Diabetes Melitus (DM)
Definisi
Suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar gula darah

1 melebihi normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau lebih dari
200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa sama atau di atas dengan
126 mg/dl

Silent killer karena sering tidak disadari oleh penderitanya dan saat
diketahui sudah terjadi komplikasi DM dapat menyerang hampir
2 seluruh sistem tubuh manusia, mulai dari kulit sampai jantung yang
menimbulkan komplikasi (Hestiana, 2017).

Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat


insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit
3 menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap
dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II
dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus (Fatimah,
2015)
Resistensi Insulin
Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja

Etiologi
secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah
tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi
secara relatif pada penderita DM tipe 2 dan sangat
mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut (Fatimah,
2015).
Gejala Klinis
Gejala Akut

Mudah lelah
Polyphagia (banyak makan)
(Fatimah, 2015)

Polydipsia (banyak minum)

Polyuria (banyak kencing atau


sering kencing di malam hari)

Nafsu makan bertambah tapi berat


badan turun dengan cepat
Gejala Klinis
Gejala Kronik

Ibu hamil
Kesemutan, kulit terasa panas atau
seperti tertusuk-tusuk jarum sering terjadi keguguran atau kematian
janin dalam kandungan atau dengan
bayi berat lahir lebih dari 4 kg
Kram, rasa kebas di kulit Menurunnya kemampuan seksual
You can simply impress your audi-
(Fatimah, 2015)
ence and add a unique zing.

Kelelahan, mudah mengantuk,

Pandangan mulai kabur


Faktor resiko
Faktor resiko yang tidak dapat diubah

1. Riwayat keluarga dengan DM


Ada keluarga menderita DM  risiko meningkat 2 - 6 kali

2. Usia
Usia terbanyak terkena DM  > 45 tahun

3. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat,
melahirkan bayi dengan berat badan lahir >4 kg atau ri-
wayat pernah menderita DM gestasional 
meningkatkan risiko DM

(Fatimah, 2015) (Utomo et al, 2020)


Faktor resiko
Faktor resiko yang dapat diubah

1. Obesitas
IMT ≥ 25 kg/m2 atau ukuran lingkar perut ≥ 80 cm un-
tuk wanita dan ≥90 cm untuk pria.

2. Kurang aktivitas fisik


Kurangnya aktivitas fisik yang berguna untuk mem-
bakar kalori akan menaikkan risiko DM tipe 2

3. Hipertensi
2,629 kali lebih berisiko dibandingkan dengan bukan
penderita hipertensi

(Fatimah, 2015) (Utomo et al, 2020).


Faktor resiko
Faktor resiko yang dapat diubah

4. Dislipidemi
kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl).
Tdp korelasi antara kenaikan plasma insulin dengan
rendahnya HDL (< 35 mg/dl)  sering ditemukan pada
penderita DM

5. Kebiasaan merokok dan alkohol


Nikotin  Sensitivitas insulin dapat menurun
Nikotin  meningkatkan kadar hormon katekolamin
(adrenalin dan noradrenalin)  naiknya glukosa darah
Alkohol : mengganggu metabolisme glukosa darah

(Fatimah, 2015) (Utomo et al, 2020).


Manifestasi Oral

Xerostomia  karena disfungsi Gangguan vaskularisasi 


kelenjar saliva ganguan distribusi nutrisi dan
Menyebabkan mikroorganisme oksigen  periodontitis 
oportunistik candida albicans resorpsi tulang alveolar  gigi
lebih banyak tumbuh  goyang
candidiasis
Burning Tongue
Karies dan penyakit
periodontal
Peningkatan kadar glukosa pada
saliva dan GCF  meningkatan
pembentukan plak dan
perlekatan bakteri bakteri 
karies dan gingivitis
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Gula Darah


Gula darah puasa >= 126 mg/dl; atau
Gula darah 2 jam >= 200 mg/dl; atau
Gula darah acak >= 200 mg/dl.

Hemoglobin Adult
1C (HbA1c) Pra-diabetes
Kadar glukosa darah rata-rata selama Pra-diabetes adalah penderita
kurun waktu 2-3 bulan atau 120 hari dengan (Widodo,2014):
(Sartika dan Hestiani, 2019) Glukosa darah puasa
Diagnosis ditegakkan apabila 100 mg/dl - 125 mg/dl
(Widodo, 2014): 2 jam puasa 140 mg/dl
HbA1c >=6,5% - 199 mg/dl
Hba1c 5,7–6,4%
Terapi

Perubahan gaya hidup


Gaya hidup sedentari memiliki hubungan yang erat dengan diabetes mellitus tipe 2.
Anjurkan pasien untuk olahraga secara teratur karena olahraga dapat membantu
mengatasi resistensi insulin. Pada tahap awal penyakit, olahraga bahkan cukup untuk
mengatasi diabetes mellitus tipe 2 tanpa penambahan
terapi farmakologis.

Diet
Mayoritas pasien diabetes mellitus tipe 2 merupakan pasien obesitas sehingga dokter
sebaiknya merujuk pasien ke ahli gizi. Target penurunan berat badan 5-
10% dalam jangka waktu setahun terbukti tidak hanya menurunkan kadar gula darah,
tetapi juga menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL,
risiko penyakit kardiovaskular, dan tekanan darah
Golongan pengobatan DM Tipe 2
Biguanida Thiazolidinediones

Glucagonlike peptide-1
Sulfonilurea
(GLP-1) agonists

Dipeptidyl peptidase IV
Derivat meglitinide
(DPP-4) inhibitors

Selective sodium-glucose
Insulin & Agonis dopamin
transporter-2 (SGLT-2)
inhibitors
Established diagnosis
Capillary blood sample

Oral glucose
(15-20 gram)

Evaluation

Intramuscular glucagon
0.5 – 1 mg Repeat af-
ter 10 ‘
Maintainance
180 – 200 mg%
10% Dextrose Intravenous glucose
20 – 30 ml 50% dex-
trose
Periodontitis
Epidemiologi
01 Data penelitian Global Burden of Disease tahun 1990-
2010 menunjukkan bahwa periodontitis berat (severe
periodontitis) merupakan penyakit dengan prevalensi
tertinggi keenam (11,2%) dan diderita oleh sekitar 743
juta jiwa di dunia serta mengalami peningkatan preva-
lensi sebesar 57.3% dalam kurun waktu 10 tahun

02 Sekitar 10% orang dewasa di Negara maju


menderita penyakit periodontitis lanjut,
sedangk-an sekitar 44-57% mengalami
periodontitis ring-an

Berdasarkan data RISKESDAS 2018

03 menunjukkan persentase kasus


periodontitis di Indonesia sebesar
74,1%
Faktor utama
 Akumulasi bakteri dan plak pada permuk-
aan gigi

Faktor lokal yang memperparah


periodontitis
 kalkulus, retensi dan impaksi makanan,
Etiologi restorasi yang
kurang baik, malposisi gigi, dan karies
proksimal atau
servikal

Faktor yang dapat memodifikasi


 usia, merokok, gangguan sel imun,
hormonal, obat-obatan, penyakit sistemik,
pendidikan, dan sosial
Periodontitis akibat komplikasi DM
Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) pada penderita DM adalah pemicu terjadinya
periodontiti/ sebagai faktor yang memperparah keadaan periodontitis.

bakteri
Gg. pembu- gram
AGEs
luh darah negatif
Mengaktifkan berikatan Sress oksi-
hiperglikemi pada anaerob
AGEs dengan datif
jaringan pe- menjadi
RAGE
riodontal lebih
patogen

AGEs: Advanced glycation end-product


RAGE: Receptor Advanced Glycation End Products
Faktor
Resiko
Diabetes Melitus

(Polak & Shapira, 2017)


Faktor Resiko
Kehamilan

(Duan, et al 2018)
Faktor Resiko
Kehamilan

(Duan, et al 2018)
Plak sub gingival  bakteri 
lipopolisakarida  sitokin proinflamatori

Faktor resiko (TNF-alfa, ILN-1beta, ILN-6, ILN-8, dan C-


reaktif protein)  masuk ke dalam sirkulasi
Hubungan efek
periodontitis terhadap  merusak sistem sinyal insulin  insulin
DM
antagonisme  destruksi sel beta
pankreas  metabolisme karbohidrat
terganggu

(Abariga & Whitcomb, 2016)


Pemeriksaan Klinis

Insert Your Image

TES MOBILITAS
INSPEKSI PROBING TES BLEEDING
GIGI
Pemeriksaan Radiologis

Insert Your Image

Jumlah tulang Kondisi Kehilangan Lebar lig.


yang ada alveolar crest tulang daerah periodontal
furkasi
Panjang & Kontak
morfologi akar interproksimal
gigi
Pentingnya Perawatan Periodontitis Untuk
Pasien DM
Perawatan periodontitis dapat Pada pasien dengan Diabetes Mellitus
mengeliminas-i bakteri yang ada di jaringan (khususnya DM tipe-2) kondisi ini akan
dan menguran-gi inflamasi yang terjadi. memperbaiki kondisi metabolik.

Inflamasi yang menyembuh akan


mengembalikan sensitivitas insulin
di jaringan secara perlahan.
Perawatan Periodontitis
Fase 1: Nonsurgical treatment
a. Scalling & Root Planning supra-subgingival
b. Ekstraksi hopeless tooth
Fase 2: Surgical treatment
c. Periodontal access surgery (resective atau regenera-
tive)
d. Ekstraksi hopeless tooth
e. Bedah plastic periodontal (mucogingival surgery atau
crown lengthening)
f. Bedah Preprostetik
Fase 3: Restorative treatment
Fase 4: Maintenance treatment

Jangan lupa penggunaan profilaksis antibiotic


dan pemberian obat kumur untuk cegah bakteremia
Urutan Perawatan Periodontitis
Xerosthomia, burning
mouth syndrome, & sulit
menelan
Xerosthomia
Pemeriksaan Klinis dan Penunjang
Pada pemeriksaan diperhatikan apakah mukosa mulut kering. pemeriksaan dengan menempatkan kaca
mulut pada mukosa pipi apakah kaca mulut tersebut akan lengket, Bisa juga dengan menggunakan
sialometri untuk mengukur kecepatan aliran saliva

Perawatan
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis langkah pertama yang yaitu dengan memulai
meryingkirkan faktor-faktor yang menjadi etiologinya seperti :
 Kebiasaan buruk bernafas melalui mulut
 Penderita diharapkan berhenti merokok apabila merokok
 Bila penyebab xerostomia dipengaruhi kelainan kelenjar saliva, seperti sialodenitis, kista atau tumor
kelenjar saliva sebaiknya keadaan-keadaan tersebut dirawat terlebil dahulu.
 Bila xerostomia disebabkan oleh efek samping obat-obatan yang digunakan yang dikonsumsi pasien
maka pasien diberikan obat dengan efek yang sama dari golongan yang berbeda
Burning Mouth Syndrome
Pemeriksaan Klinis dan Penunjang
 Pemeriksaan rongga mulut ada tidaknya infeksi rongga mulut seperti disebabkan kandida, lichen
planus, hiposalivasi, masalah yang berhubungan dengan gigi tiruan serta diabetes mellitus
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mengetahui adanya kelainan yang berhubungan dengan
defisiensi hematinik,diabetes melitus, kelainan tiroid, dan hiposalivasi. Pemeriksaan penunjang bisa
berupa pemeriksaan laju aliran saliva menggunakan sialometri agar dapat mengetahui emungkinan
hiposalivasi yang dapat menjadi penyebab sensasi terbakar dari burning mouth syndrome. Selain itu
biopsy dan pemeriksaan imunohistokimia untuk membuktikaan adanya neuropati

Perawatan
Mengeliminasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan sensasi terbakar pada mulut
Pemberian obat secara topikal atau sistemik untuk mengurangi rasa sakit, seperti:
 Capcaisin dosis rendah diaplikasikan secara topikal 3 kali sehari pada daerah yang sakit
 Clonazepam ½ atau ¼ tablet 3 kali sehari
Kesulitan Menelan
Pemeriksaan Klinis dan Penunjang
 Melakukan pemeriksaan intraoral untuk melihat apakah ada lesi, sisa makanan, atau kelainan
struktural. Kemudian melakukan palpasi dengan sarung tangan pada struktur kepala dan leher ,dasar
mulut, gingiva,lidah,mukosa pipi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tumor
 Pemeriksaan terhadap fungsi pernapasan untuk mengetahui apakah ada kemungkinan terjadi
obstruksi jalan nafas
 Pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan untuk mendiagnosis gangguan menelan yaitu
videofluorographic swallowing study (VFSS), fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing (FEES),
dan ultrasonografi.

Perawatan
 Perawatannya meliputi terapi menelan untuk meningkatkan kemampuan otot, respon gerak mulut,
dan merangsang saraf yang akan memicu refleks menelan
 Pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan lunak terlebih dahulu dan memperbanyak cairan
agar lebih memudahkan proses menelan.
Thank you

You might also like