You are on page 1of 44

ATOPIC

DERMATITIS

PRAKTIKUM MULTIMEDIA IPDV II


ATOPY
 Kecendrungan individu untuk
membentuk IgE terhadap alergen yang
terdapat di lingkungan
 Alergen dapat berupa rumput,
tanaman, pollen, debu rumah, insekta
atau house dust mite
 IgE-mediated hypersensitivity
 Herediter  Genetik ?!?
HOUSE DUST MITE
(TUNGAU RUMAH)
 Alergen penting
 Tempat tidur/karpet ataupun furniture
 Kontrol sulit  Vacuum
POLLEN
 Hindari lapangan/padang
rumput
 Jangan biarkan rumput
terlalu panjang
 Cuci setelah dari keluar
 Tinggal di dalam rumah
pada malam hari
 AC
ATOPIC DERMATITIS

 IgE mediated hypersensitivity Tipe I.


 Activasi Th2 sekresi sitokin
IgE meningkat.
 IgE berikatan dengan sel mast
sensitisasi.
 Paparan berikut degranulasi sel
mast pruritus
TANDA-TANDA KLINIK

 Usis 6 bulan – 3 tahun


 Prevalensi : Betina > Jantan
 Predisposisi : Terrier, Dalmatian,
Schnauzer, Retriever, Bulldog,
Beagle, Lhasa, Shar-Pei, Akita,
Pug, Boxer, Shih Tzu
TANDA-TANDA KLINIK
 Pruritus : wajah, kaki, axillae,
dagu, ventral abdomen, telinga.
 Pergantian musim dan infeksi
sekunder memperparah.
 Pruritus kronis bulu
rontok, erythema, excoriasi,
seborrhea, hiperpigmentasi,
lichenifikasi.
 Menjilat, menggosok, menggaruk
dan menggigit bagian yang gatal.
 Ludah berwarna merah
kecoklatan dan hiperhidrosis.
Erupsi kulit
TANDA KLINIS SEKUNDER

 Erythema
 Alopesia
 Edema
 Lichenifikasi
 Hiperpigmentasi
 Erupsi kulit
 Alopecia
 Lichenifikasi
 Scaling
 Crusting
Excoriasi, Erythema, Lichenifikasi
TANDA KLINIS SEKUNDER
 Folliculitis bakterial residif
(c/ Stapylococcus sp.)
 Hot spots (jarang)
 Otitis externa (sering)
 Pododermatitis (sering)
 Malassezia pachydermatis
 Kutu
 Seborrhea
Infeksi Staphylococcus Sp.
Pododermatitis
Malassezia pachydermatis
INFESTASI KUTU
KOMPLIKASI ATOPIC DERMATITIS

 Fibro Pruritic
Nodules
ATOPIC DERMATITIS PADA KUCING

TANDA KLINIK
 Eosinophilic
Granuloma
 Pruritus pada kepala
dan leher
Alopecia simetris
Feline Malasezzia

 Otitis Externa
 Dermatitis pada
lipatan wajah
•Eosinophilic Granuloma
•Crusting
•Seborrhea
DIAGNOSIS
 Umur, breed, jumlah, musim , lokasi yang
terkena
 Respon terhadap Glucocorticoid
 Gejala klinis muncul pada umur 6 bln – 3 atau
4 tahun
 Pruritis persisten
 IDAT/ IDST: antigens yang sesuai, persiapan
pasien, steroid and antihistamine withdrawal
 In-vitro RAST, ELISA
INTRA DERMAL SKIN TEST (IDST)
 IDAT dilakukan pada kasus :
- hewan mengalami alergi > 3 bulan
- terapi medis tidak meringankan gejala
- tidak mungkin menghidari alergen
- pada hewan muda
 Dilakukan 2 -3 kali dalam seminggu
 Withdraw anti inflamatory drug, antihistamin dan
NSAID
 Waktu yang tepat adalah pada akhir musim dimana
alergi terjadi dan pada saat gejala yang timbul sudah
mulai lebih ringan.
 Pada alergi yang tidak terjadi pada musim yang
sama, test dapat diulang pada musim yang berbeda.
IN-VITRO TESTING
RADIOALLERGOSORBENT TEST
(RAST)
 Mengukur IgE dalam serum
 Tidak mengukur IgE pada sel mast
 Steroid ?
 Resiko positif palsu
HISTOPATOLOGI

 Tidak spesifik dan kurang mendukung


PENCEGAHAN DAN TERAPI

 Menghilangkan faktor primer dengan


memperbaiki lingkungan
 Imunoterapi
 Menghilangkan pruritis dan efek yang
ditimbulkan
 Terapi pada penyakit sekunder
pyoderma, seborrhea, yeast, kutu
 Mengurangi iritasi sistem respirasi
PERBAIKAN LINGKUNGAN

 Meminimalkan kontak
 Harus tahu jenis alergennya
 Mengurai bahan-bahan yang bersifat
iritan (asap, bahan kimia, dll)
 Perhatian lingkungan tempat tinggal
atau tempat yg sering dikunjungi
STRATEGI TERAPI

 Terapi semua komplikasi dan infeksi


sekunder
 Anti-pruritis topikal
 Terapi Sistemik
 Glucocorticoid
 Antihistamin
 Asam Lemak
 Dll.
TERAPI TOPIKAL

 Efek obat relatif pendek


 Area luas shampoo
 Area lokal gel, lotion,
spray, cream, ointment
 Anti mikrobial dan anti pruritis
ANTIHISTAMIN
 Histamin blocker
 Respons terhadap antihistamin bersifat
individual
 Coba antihistamin dengan beberapa
generasi
 Efek samping primer sedasi
 Identifikasi dan kontrol thd flea allergy,
food allergy,superficial pyoderma dan
infeksi malassezia (AH tidak efektif)
GLUCOCORTICOID
 Paling efektif
 Efek samping Imunosuppresif
 Atopic dermatitis non komplikasi
 Tidak untuk terapi jangka panjang
GLUCOCORTICOID
 Sejarang mungkin
 Dosis serendah mungkin
 Hindari memicu efek samping yang lebih
berat dibandingkan penyakit utama
 Terapi awal  dosis lebih tinggi dari
maintenance
 Prednisone, prednisolon, metil prednisolon
GLUCOCORTICOID
 Monitoring Jika digunakan
jangka panjang
 Urinalysis dan kultur bakteri setiap 3 - 4
bulan
ASAM LEMAK
 Modulasi pembentukan prostaglandin,
thromboxan and leukotrien
 Ratio asam lemak omega – 6 (DHA): omega
– 3 (EPA = eicosapentaenoic acid)= 5:1 s/d 10:1
 N-3 minyak ikan ; N-6 minyak jagung dan
bunga matahari ; canola kedelai mengandung
keduanya
CYCLOSPORINE

 Menurunkan induksi sel T sitotoksik


 Supresi IL-1. IL-2, IL-4 dan lainnya
 Efek samping : gangguan GIT
 Untuk terapi pruritis  2-3 mg/Kg/hr +
ketoconazole 5 mg/kg/hari
 Periksa darah rutin setiap bulan
HIPOSENSITISASI
 Menghentikan produksi IgE
 Dilakukan pada hewan penderita dengan
gejala klinis lebih dari 3-4 bulan, tdk nyaman
dengan terapi simptomatik yang diberikan
dan intoleran thd kortikosteroid.
 Berhasil pada hampir 70 % kasus
 Menyeleksi alergen yang tepat
 Efek samping muncul  dihentikan
 Maintenance per 1-3 mg
 Bersama-sama dengan pemberian steroid
KESIMPULAN
 Atopic dermatitis tidak bisa disembuhkan namun
bisa dikontrol dengan baik
 Strategi terapi sangat bersifat individual termasuk
respons terhadap pengobatan yang dilakukan
 Melakukan terapi yang aman, murah dan efektif
 Diperlukan terapi kombinasi
 Client education  penting, tidak langsung
sembuh
 Kunci  Waktu, kesabaran dan …… ????
BIAYA !!
Thank you

You might also like