You are on page 1of 25

Pneumonia

Kelompok 4
Denny Samuel Supriatna
Jowanda Abigail Nathasya
Sara Auditya Melody
Rivo Joel Gultom
Pengertian
Pneumonia adalah peradangan akut jaringan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur, dan
virus). Pneumonia bisa menimbulkan gejala yang ringan
hingga berat. Pneumonia juga dikenal dengan istilah paru-
paru basah. Pada kondisi ini, infeksi menyebabkan
peradangan pada kantong-kantong udara (alveoli) di salah
satu atau kedua paru. Akibatnya, alveoli dipenuhi cairan
atau nanah sehingga membuat penderitanya sulit bernapas.
Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Bakteri
gram positif : Steptococcus pneumonia, S.aerous, dan
streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negative seperti
Haemophilus influenza, Klebsiella pneumonia dan P.
Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui
transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai
penyebab utama pneumonia virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplamosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia.
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
Tanda dan Gejala
Sebagian besar Gambaran klinis pneumonia anak-balita berkisar antara ringan sampai sedang hingga dapat
berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil berupa penyakit berat mengancam kehidupan dan perlu rawat-inap.
Secara umum gambaran klinis pneumonia diklasifikasi menjadi 2 kelompok yaitu :
a. Gejala umum : Demam, sakit kepala, maleise, nafsu makan kurang, gejala gastrointestinal seperti mual,
muntah dan diare.
b. Gejala respiratorik : Batuk, napas cepat (tachypnoe / fast breathing), napas sesak (retraksi dada/chest
indrawing), napas cuping hidung, air hunger dan sianosis.
Hipoksia merupakan tanda klinis pneumonia berat. Anak pneumonia dengan hipoksemia 5 kali lebih sering
meninggal dibandingkan dengan pneumonia tanpa hipoksemia.
Patofisiologi

Agent penyebab pneumonia masuk ke paru-paru melalui inhalasi ataupun aliran darah. Diawali dari saluran
pernafasan dan akhirnya masuk ke saluran pernafasan bawah. Kemudian timbul reaksi
peradangan pada dinding bronkhus. Sel menjadi radang berisi eksudat dan sel epitel menjadi rusak. Kondisi
tersebut berlangsung lama sehingga dapat menyebabkan atelektasis.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme di paru banyak disebabkan dari inflamasi
yang dilakukan oleh penjamu. Selain itu, toksin yang dikeluarkan bakteri pada pneumonia, bakteri dapat secara
langsung merusak sel-sel sistem pernafasan bawah, termasuk produksi surfaktan sel alveolar tipe II.
Patofisiologi
Pemeriksaan Diagnostik

A. Chest X-ray :
teridentifikasi adanya penyebaran (misal:
lobus dan bronchial) dapat juga menunjukkan
multiple abses/infiltrate, empiema,
Staphylococcus, penyebaran atau lokasi
infiltrasi (bacterial), atau
penyebaran/extensive nodul infiltrate, pada
pneumonia mycoplasma chest x_x0002_ray
mungkin bersih.
Pemeriksaan Diagnostik

B. Analisis gas darah (Analysis Blood Gasses-


ABGs) dan Pulse
Oximetry:
abnormalitas mungkin tergantung dari luasnya
kerusakan paru-paru.
Pemeriksaan Diagnostik

C. Pewarnaan Gram / Culture Sputum dan


Darah:
didapatkan dengan needle biopsy, aspirasi
transtrakheal, fiberoptic bronchosccopy, atau
biopsy paru-paru terbuka untuk mengeluarkan
organism penyebab. Lebih dari satu tipe
organism yang dapat ditemukan, seperti
Diplococcus pneumonia,
Staphylococcus aureus, A. hemolytic
streptococcus, dan Hemophilus
influenza.
Pemeriksaan Diagnostik

D. Pewarnaan Darah Lengkap (Complete


Blood Count – CBC):
leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai
pemeriksaan darah putih (white blood count
WBC) rendah pada infeksi virus.
Pemeriksaan Diagnostik

E. Tes Serologi: membantu dalam


membedakan diagnosis pada organism secara
spesifik.
F. LED: meningkat.
G. Pemeriksaan Fungsi Paru-Paru: volume
mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar) : tekanan saluran udara
meningkat dan kapasitas pemenuhan
udara menurun, Hipoksemia.
H. Elektrolit: sodium dan klorida mungkin
rendah
Terapi Farmakologi
a. Antibiotik
Lakukan pemeriksaan darah sebelum pemberian antibiotik. Bila penyebabnya adalah virus, maka
penyakitnya akan membaik secara klinis sesuai dengan perjalanan waktu. Bila penyebabnya bakteri,
dan antibiotik yang diberikan tepat sasaran. Evaluasi pengobatan dengan antibiotik dilakukan setiap
48-72 jam.
b. Terapi anti-inflamasi
Ditujukan untuk membunuh organisme invasif, dapat memperburuk kaskade inflamatori akibat
organisme yang mati dapat mengeluarkan komponen metabolik dan struktural proinflamasi ke
lingkungan sekitarnya.
c. Bronkodilator
Bronkodilator tidak digunakan sebagai terapi rutin.
d. Terapi Inhalasi
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal.
Pengkajian &
Asuhan
Keperawatan
Pengkajian Keperawatan

1. Batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk, sputum berlebih, obstruksi jalan nafas, mengi, wheezing atau
ronkhi, sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi nafas menurun, frekuensi nafas berubah, pola nafas
berubah.
2. Dispnea, PCO2 meningkat atau menurun, PO2 menurun, takikardia, PH arteri meningkat atau menurun,
bunyi nafas tambahan, pusing, penglihatan kabur, sianosis, diaforesis, gelisah, nafas cuping hidung, pola nafas
abnormal (cepat/lambat, reguler/ireguler, dalam/dangkal), warna kulit abnormal, kesadaran menurun.
3. Dispnea, penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal (takipnea,
bradipnea, hiperventilasi), pernafasan pursed-lip, pernafasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-
posterior meningkat, kapasitas vital menurun, tekanan inspirasi menurun, bentuk dada berubah.
4. Mengeluh nyeri, skala nyeri (1-10), tampak meringis, bersikap protektif seperti menghindari posisi nyeri,
gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan
berubah, proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis.
Diagnosis
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
3. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
4. Nyeri akut (D.0077)
1. Diagnosa Keperawatan: Bersihan Jalan
Nafas Tidak Efektif (D.0001)
Manajemen Batuk:
1. Latihan batuk efektif
2. Identifikasi kemampuan batuk
3. Monitor adanya retensi sputum
4. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
5. Monitor input dan output cairan (jumlah dan karakteristik)
6. Atur posisi semi-fowler atau fowler
7. Anjurkan banyak minum air putih dan hangat
8. Anjurkan tarik nafas dalam hingga 3 kali
9. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ke-3
10. Observasi perubahan TTV
11. Lakukan fisioterapi dada
12. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
13. Berikan bantuan oksigenasi jika pasien mengalami sesak nafas
14. Kolaborasi dengan tenaga medis lain dalam pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika
diperlukan.
2. Diagnosa Keperawatan: Gangguan
Pertukaran Gas (D.0003)
Manajemen Keperawatan:
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
2. Monitor pola nafas (bradipnea, takipnea, hiperventilasi)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi nafas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Observasi adanya perubahan TTV
10. Atur interval pemantuan respirasi sesuai kondisi pasien
11. Kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD), x-ray toraks
12. Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Diagnosa Keperawatan: Pola Nafas Tidak
Efektif (D.0005)
Manajemen Keperawatan:
1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
2. Monitor bunyi nafas tambahan (misalnya gurgling, mengi, wheezing, ronchi)
3. Monitor adanya Pernafasan cuping hidung
4. Monitor adanya penggunaan otot bantu pernafasan
5. Observasi adanya perubahan TTV
6. Posisikan semi-fowler atau fowler
7. Berikan minum putih dan hangat
8. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
9. Kolaborasi dengan tenaga medis lain dalam pemberian terapi inhalasi
4. Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut
(D.0077)
Manajemen Nyeri:
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
2. Identifikasi dan catat skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
6. Kontrol lingkungan yang dapat memperberat rasa nyeri (suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan
dan lain-lain)
7. Fasilitasi istirahat dan tidur
8. Membimbing terapi relaksasi, Imajinasi terpimpin atau hypnosis
9. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
10. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya dalam pemberian analgetik
11. Monitor efek samping penggunaan analgetik
12. Memberikan pendidikan kesehatan
Pendidikan
Kesehatan Kepada
Pasien Pneumonia
Edukasi yang perlu diberikan kepada pasien pneumonia komuniti yang dirawat jalan adalah warning
sign yang apabila ada, maka sebaiknya pasien direkomendasikan segera kembali ke fasilitas
kesehatan terdekat. Warning sign ini antara lain adalah gejala yang menetap dalam 48–72 jam, yang
ditandai dengan tidak ada perbaikan klinis walaupun telah diberikan terapi dengan antibiotik adekuat.
Warning sign selanjutnya adalah perburukan klinis, terutama bila ditemukan tanda distress napas
seperti, takipneu, dispneu dan perubahan status mental.[27]

Pasien CAP yang dirawat inap beserta keluarga juga harus disampaikan mengenai efek samping obat,
serta kemungkinan dilakukan tindakan tertentu seperti intubasi, pemasangan nasogastric tube (NGT),
dan pemasangan chest tube bila diperlukan.

Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit pada CAP dilakukan untuk modifikasi beberapa faktor
risiko yang dapat mengurangi risiko kejadian CAP dan CAP berat. Upaya yang dapat dilakukan antara
lain adalah:
1. Berhenti merokok
2. Mengurangi konsumsi alkohol
3. Memperbaiki status gizi melalui diet
4. Memperhatikan kebersihan diri, termasuk tangan dan mulut
5. Vaksinasi COVID-19, influenza, dan pneumokokus
Tren dan Issue penyakit Pneumonia
Riset: Kasus Pneumonia di Indonesia Meningkat Lebih
dari 50 Persen
Terkait pneumonia, data global menunjukkan infeksi saluran pernapasan sekunder ini
menyebabkan 2,5 juta kasus kematian di berbagai negara pada tahun 2019. Bahkan, bagi
populasi yang pernah terinfeksi COVID-19, penyakit tersebut semakin rentan menyerang
dan memicu gangguan pernapasan akut yang lebih mematikan.
Fakta tersebut berlaku untuk semua kalangan, termasuk mereka yang memiliki penyakit
komorbid seperti penyakit paru dan jantung kronis, diabetes, asma, koinfeksi dengan
COVID-19, para alkoholik dan perokok aktif, dan para pekerja di perkotaan dan lingkungan
industri yang harus berkutat dengan polusi saat beraktivitas sehari-hari.
Data MercerMarshBenefit menyatakan bahwa perbandingan 2023 dan 2022, menunjukkan
kasus pneumonia di Indonesia meningkat sebesar 56,9% (Dewasa) dan 88,1% (Anak-anak).
Referensi
1. http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2332/3/file%203%20ron.pdf
2. http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1501100020/13._BAB_II_.pdf
3. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1879/ketahui-apa-itu-pneumonia
4. https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/pneumonia-komuniti/edukasi-dan-
promosi-kesehatan
5. https://idoc.pub/documents/aterapi-farmakologi-pneumonia-wl1pv2j1m2lj
6. https://www.nerslicious.com/asuhan-keperawatan-pneumonia/
Thank you !

You might also like