You are on page 1of 46

STANDAR PELAYANAN

KEFARMASIAN DI
RUMAH SAKIT

apt. Asyrun Alkhairi Lubis, M.Farm.


26 Oktober 2023
PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG Kepmenkes No
UU NO.44 PRAKTEK KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT HK.02.02 TAHUN
TAHUN 2009 2010 TENTANG
TENTANG KEWAJIBAN
RUMAH SAKIT PENGGUNAAN
OBAT GENERIK DI
RS PEMERINTAH
PMK 72 TAHUN
UU NO 3
2016 TENTANG
TAHUN 2020
STANDAR
TENTANG
PELAYANAN
KLASIFIKASI
KEFARMASIAN
DAN
DI RS
PERIZINAN RS
Kepmenkes RI
NO.HK 01.07 PP NO 51
TAHUN 2020 Kepmenkes TAHUN 2009
TENTANG Peraturan BPJS NO.1197 TAHUN TENTANG
PEDOMAN Kesehatan No. 1 2004 TENTANG PEKERJAAN
PENYUSUNAN TAHUN 2014 STANDAR KEFARMASIA
FORMULARIUM TENTANG PELAYANAN N
RUMAH SAKIT PENYELENGGA FARMASI DI
RAAN JAMINAN RUMAH SAKIT
KESEHATAN
Undang-Undang Republik Indonesia
No. 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
Rumah Sakit gawat darurat.
(Pasal 1)

Sumber tenaga medis dan penunjang medis


tenaga keperawatan
Daya tenaga kefarmasian
Manusia tenaga manajemen Rumah Sakit
tenaga nonkesehatan
(Pasal 12)
Fungsi Rumah Sakit

• penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar


pelayanan rumah sakit
• pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
• penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan Kesehatan
• penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika
ilmu pengetahuan bidang kesehatan;
Rumah Sakit harus memenuhi
Persyaratan kefarmasian

Pengelolaan alat Pelayanan Menjamin


kesehatan, sediaan sediaan ketersediaan sediaan
farmasi, dan bahan farmasi farmasi dan alat
habis pakai di Rumah kesehatan yang
Sakit dilakukan oleh bermutu, bermanfaat,
Instalasi farmasi sistem aman dan terjangkau
satu pintu.
Permenkes No. 3 tahun 2020
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
Batang tubuh PMK No. 3 Tahun 2020 yang terkait dengan Lampiran PMK No, 3 Tahun 2020 mengatur:
kefarmasian secara umum mengatur beberapa hal sebagai
a. Pelayanan kefarmasian wajib dilakukan oleh setiap RS
berikut :
baik RS umum maupun khusus di semua kelas Rumah
a. Setiap RS baik RS umum maupun RS Khusus harus Sakit.
memenuhi SDM salah satunya adalah tenaga
b. SDM, setiap RS baik RS umum maupun khusus disemua
kefarmasian (Pasal 11 dan Pasal 15)
kelas Rumah Sakit harus memiliki tenaga kefarmasian
b. Pelayanan kefarmasian dilaksanakan di instalasi yang meliputi Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
c. Bangunan, Setiap RS harus memiliki ruang Farmasi.
undangan (Pasal 25), berpedomam pada PMK No. 72
tahun 2016 tentang standar Pelayanan Kefarmasian di d. Peralatan, Setiap RS harus memiliki peralatan dalam
Rumah Sakit ruang Farmasi.
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009
Pekerjaan Kefarmasian
Dalam Bagian Kelima Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian, fasilitas pelayanan
kefarmasian berupa :
◦ Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat atau praktek
bersama(Pasal 19 dan pasal 34)
Jumlah Tempat Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian :
◦ Apoteker hanya dapat melaksanakan praktik di satu apotek, atau puskesmas atau
instalasi farmasi di rumah sakit sedangkan apoteker pendamping hanya dapat
melaksanakan praktik paling banyak di tiga apotek, atau puskesmas atau instalasi
farmasi di rumah sakit (Pasal 54)
Permenkes No 72 Tahun 2016
Pasal 1

(1)
Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
Permenkes No72 Tahun 2016 pasal 1

Ayat 2
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
Ayat 3 kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk Ayat 9
meningkatkan mutu kehidupan pasien. Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional
yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
Ayat 10 kefarmasian di Rumah Sakit.

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus


sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.
Ayat 11
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.
Permenkes No 72 Tahun 2016

Pasal 2 Pasal 3
Pengaturan Standar Pelayanan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Kefarmasian di Rumah Sakit Rumah Sakit meliputi standar:
bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan a. pengelolaan Sediaan Farmasi,
Kefarmasian Alat Kesehatan, dan Bahan
b. menjamin kepastian hukum bagi Medis Habis Pakai; dan
tenaga kefarmasian; dan b. pelayanan farmasi klinik.
c. melindungi pasien dan
masyarakat dari penggunaan Obat
yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien (patient
safety).
Permenkes No 72 Tahun 2016

Pasal 4 Pasal 5
Penyelenggaraan Standar (1) Untuk menjamin mutu
Pelayanan Kefarmasian di Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit harus didukung Rumah Sakit, harus
oleh ketersediaan sumber daya dilakukan Pengendalian
kefarmasian, pengorganisasian Mutu Pelayananan
yang berorientasi kepada Kefarmasian yang meliputi:
keselamatan pasien, dan standar a. monitoring; dan
prosedur operasional. b. evaluasi
Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan

Pasal 69
Ayat 3. Dalam hal obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis pada fasilitas kesehatan rujukan
tingkat lanjutan tidak tercantum dalam Formularium Nasional, dapat digunakan obat lain
berdasarkan persetujuan Komite Medik dan Kepala/Direktur Rumah Sakit.
Pasal 77
Ayat 7. Dalam kondisi gawat darurat, peserta dapat langsung menuju Rumah Sakit tanpa
mengikuti sistem rujukan berjenjang yang berlaku.
Ayat 8. Biaya yang timbul akibat pelayanan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
ditagihkan oleh Rumah Sakit kepada BPJS Kesehatan, dan peserta tidak dikenakan urun biaya.
BAB II. PENGELOLAAN SEDIAAN
FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN
BAHAN MEDIS HABIS PAKAI
Dilaksanakan dg sistem 1 pintu
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium,
pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi.

peningkatan pendapatan Pelaksanaan


Rumah Sakit dan peningkatan pengawasan dan
kesejahteraan pegawai pengendalian
penggunaan

peningkatan mutu
Standarisasi
pelayanan Rumah
Sakit dan citra Manfaat
Rumah Sakit
kemudahan akses penjaminan
data mutu
pengendalian
harga
penurunan risiko
kesalahan
pemantauan
terapi obat
Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan Obat yang efektif. Kebijakan
tersebut harus ditinjau ulang sekurang- kurangnya sekali setahun

Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat untuk meningkatkan keamanan,
khususnya Obat yang perlu diwaspadai (high- alert medication)
Obat high alert medication; Obat LASA, elektrolit tinggi, obat sitostatika.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
a. Pemilihan;
b. Perencanaan kebutuhan;
c. Pengadaan;
d. Penerimaan;
e. Penyimpanan;
f. Pendistribusian;
g. Pemusnahan dan penarikan;
h. Pengendalian; dan
i. Administrasi.
◦ Pemilihan
untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan; FORNAS, pola penyakit, mutu, harga,
ketersediaan pasar, dll

◦ Perencanaan
untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
untuk menghindari kekosongan Obat. Dengan metode ; konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia .
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan; dan
f. rencana pengembangan.
Pengadaan

Untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan
waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Hal2 yg diperhatikan:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alkes, dan BMHP
tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan.
Pengadaan dilakukan bisa dari; pembelian, produksi sediaan farmasi, sumbangan/dropping/hibah.

Penerimaan

Untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak
atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan
dengan baik.
Penerimaan
Untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang
harus tersimpan dengan baik.

Pada saat penerimaan, Fasilitas Pelayanan Kefarmasian harus


melakukan pemeriksaan:
a. kondisi Kemasan termasuk segel, Label/penandaan dalam keadaan baik;
b. kesesuaian nama, bentuk, kekuatan sediaan Obat, isi kemasan antara arsip Surat Pesanan (SP) / Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dengan Obat/Bahan Obat yang diterima;
c. kesesuaian antara fisik Obat/Bahan Obat dengan Faktur pembelian /Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) yang meliputi:
1) Kebenaran nama produsen, nama pemasok, nama Obat/Bahan Obat, jumlah, bentuk, kekuatan sediaan Obat,
dan isi kemasan;
2) Nomor bets, Izin edar dan tanggal Kedaluwarsa.
Penyimpanan
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas
terapi, bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis
dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO).

Untuk obat LASA (look like sound a like) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengambilan Obat.

Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat
penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.

Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:


a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah ditetapkan;
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
Penyimpanan Obat yang merupakan Produk Rantai Dingin (Cold Chain Product) harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut: (Peraturan BPOM No 4 Tahun 2018).

a. Tempat penyimpanan minimal chiller untuk produk dengan peryaratan penyimpanan suhu 2 s/d 8oC dan freezer
untuk produk dengan peryaratan penyimpanan suhu -25 s/d -15oC;

b. Tempat penyimpanan harus dilengkapi dengan alat monitoring suhu yang terkalibrasi;

c. Harus dilakukan pemantauan suhu tempat penyimpanan selama 3 (tiga) kali sehari dengan rentang waktu yang
memadai;

d. Tempat penyimpanan harus dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang dijaga oleh personil
khusus selama 24 jam; dan

e. Penyimpanan obat tidak terlalu padat sehingga sirkulasi udara dapat dijaga, jarak antara produk sekitar 1-2 cm.
Pendistribusian
Sistem pendistribusian :
a. Floor stock (Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan)
b. Resep perorangan (ex : R/ rawat jalan)
c. UDD (unit dose dispensing) : obatnya dapat u setiap kali
minum.
d. ODD (one daily dose) : obatnya u 1 hari pakai.

Penyerahan produk rantai dingin (Cold Chain Product) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut.
(Peraturan BPOM No 4 Tahun 2018).

A. Penyerahan dilakukan kepada dokter penulis resep, tenaga kesehatan yang melakukan tindakan atau
sampai dengan produk ditempatkan ke tempat penyimpanan lain sesuai persyaratan penyimpanan.
B. Pengiriman menggunakan wadah kedap dengan yang dilengkapi icepack/coolpack sedemikian rupa
sehingga dapat menjaga suhu selama pengiriman.
C. Harus dilakukan validasi pengiriman produk rantai dingin menggunakan wadah kedap untuk menjamin
suhu pengiriman produk rantai dingin sesuai dengan persyaratan sampai ke tangan pelanggan.
D. Produk rantai dingin tidak boleh bersentuhan langsung dengan icepack/coolpack.
E. Harus dilakukan pemeriksaan suhu produk rantai dingin sebelum dilakukan pengiriman dan pada saat
penerimaan
Pendistribusian
Sistem pendistribusian :
a. Floor stock (Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan)
b. Resep perorangan (ex : R/ rawat jalan)
c. UDD (unit dose dispensing) : obatnya dapat u setiap kali minum.
d. ODD (one daily dose) : obatnya u 1 hari pakai.

Penarikkan dan Pemusnahan


Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai Tahapan pemusnahan terdiri dari:
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh a. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Menteri. Medis Habis Pakai yang akan dimusnahkan;
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai bila: c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu; kepada pihak terkait;
b. telah kadaluwarsa; d. menyiapkan tempat pemusnahan; dan
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu sediaan serta peraturan yang berlaku.
pengetahuan
d. dicabut izin edarnya.
◦ Penarikkan dan Pemusnahan ◦ Pengendalian

Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan Dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Komite/Tim
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.
Tujuan untuk ;
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bila: a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
c. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
b. telah kadaluwarsa;
kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kehilangan serta pengembalian pesananSediaan Farmasi, Alat
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
d. dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan terdiri dari:
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
a. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:
Medis Habis Pakai yang akan dimusnahkan;
a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
moving);
c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu
kepada pihak terkait;
tiga bulan berturut-turut (death stock);
d. menyiapkan tempat pemusnahan; dan
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan serta peraturan yang berlaku.
Administrasi

a. Pencatatan & pelaporan


Meliputi perencanaan kebutuhan,pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan
dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Pencatatan dilakukan untuk:
1) persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
2) dasar akreditasi Rumah Sakit;
3) dasar audit Rumah Sakit; dan
4) dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai:
1) komunikasi antara level manajemen;
2) penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di Instalasi Farmasi; dan
3) laporan tahunan
b. Adm. Keuangan
Merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan,
penggunaan laporanyang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian .
c. Adm. Penghapusan
Merupakan kegiatan penyelesaian terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terpakai
karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
BAB III PELAYANAN
FARMASI KLINIK
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan
meliputi:
A. Pelayanan Farmasi Klinik Pelayanan
farmasi klinik merupakan pelayanan langsung 1. pengkajian dan pelayanan Resep
yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam 2. penelusuran riwayat penggunaan Obat
rangka meningkatkan outcome terapi dan
3. rekonsiliasi Obat
meminimalkan risiko terjadinya efek samping
karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien 4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
(patient safety) sehingga kualitas hidup pasien 5. Konseling
(quality of life) terjamin. 6. Visite
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
10. dispensing sediaan steril
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD)
B. Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi
klinik adalah:

Faktor risiko yang Faktor risiko yang Faktor risiko yang


terkait karakteristik terkait terkait terkait farmakoterapi
kondisi klinik pasien penyakit pasien pasien

berakibat terhadap kemungkinan terdiri dari 3 faktor yaitu: tingkat terdiri dari 3 faktor yaitu: tingkat
kesalahan dalam terapi. Faktor keparahan, persepsi pasien terhadap keparahan, persepsi pasien
risiko tersebut adalah umur, tingkat keparahan, tingkat cidera terhadap tingkat keparahan, tingkat
gender, etnik, ras, status yang ditimbulkan oleh keparahan cidera yang ditimbulkan oleh
kehamilan, status nutrisi, status penyakit. keparahan penyakit.
sistem imun, fungsi ginjal, fungsi
hati.

27
BAB IV SUMBER DAYA KEFARMASIAN

A. Sumber Daya Manusia B. Sarana dan Peralatan


Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah
tenaga teknis kefarmasian yang sesuai dengan beban Sakit harus didukung oleh sarana dan peralatan yang
kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai memenuhi ketentuan dan perundang-undangan
sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi. Ketersediaan kefarmasian yang berlaku. Lokasi harus menyatu
jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis dengan sistem pelayanan Rumah Sakit, dipisahkan
Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen,
ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit pelayanan langsung kepada pasien, peracikan, produksi
yang ditetapkan oleh Menteri. dan laboratorium mutu yang dilengkapi penanganan
limbah.
BAB V PENGORGANISASIAN
Pengorganisasian Rumah Sakit harus dapat menggambarkan pembagian tugas, koordinasi kewenangan, fungsi
dan tanggung jawab Rumah Sakit. Berikut adalah beberapa orang di Rumah Sakit yang terkait dengan
kefarmasian:

A. Instalasi Farmasi Pengorganisasian B. Komite/Tim Farmasi dan Terapi


Instalasi Farmasi harus mencakup Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Komite/Tim
penyelenggaraan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Terapi yang merupakan unit kerja dalam memberikan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan
Medis Habis Pakai, pelayanan farmasi penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari
klinik dan manajemen mutu, dan dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di Rumah
bersifat dinamis dapat direvisi sesuai Sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya
kebutuhan dengan tetap menjaga apabila diperlukan. Komite/Tim Farmasi dan Terapi harus dapat
mutu. membina hubungan kerja dengan komite lain di dalam Rumah
Sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan Obat.
C. Komite/Tim lain yang terkait
Peran Apoteker dalam Komite/Tim lain yang terkait penggunaan Obat di Rumah Sakit antara lain:

1. Pengendalian Infeksi Rumah Sakit


2. Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3. Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
4. perawatan paliatif dan bebas nyeri
5. penanggulangan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndromes)
6. Direct Observed Treatment Shortcourse (DOTS)
7. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)
8. Transplantasi
9. PKMRS
10.Terapi Rumatan Metadon.
Lanjutan Komite Farmasi dan Terapi
Kepmenkes No. 1197 tahun 2004 Kepmenkes No. 1197 tahun 2004

◦ KFT dapat diketuai oleh Dokter atau Komite/Tim Farmasi dan Terapi mempunyai tugas:

Apoteker, dan sekretarisnya yaitu apoteker ◦ mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah
jika diketuai oleh dokter, dan dokter jika Sakit;

diketuai oleh apoteker ◦ melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam
formularium Rumah Sakit;
◦ KFT mengadakan rapat minimal 2 kali
◦ mengembangkan standar terapi;
sebulan, jika RS besar minimal 1 kali sebulan
◦ mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat;
◦ melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang
rasional;
◦ mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki;
◦ mengkoordinir penatalaksanaan medication error;
◦ menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di
Rumah Sakit.
Kepmenkes No. 1197 tahun 2004 Kepmenkes No. 1197 tahun 2004

KEWAJIBAN KFT TUGAS APOTEKER DALAM KFT


◦ Menjadi salah seorang panitia
◦ Memberikan rekomendasi pada pimpinan RS
◦ Menetapkan jadwal pertemuan
untuk mencapai budaya pengelolaan dan
penggunaan obat secara rasional ◦ Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan
◦ Menyiapkan dan memberi semua informasi yang dibutukan
◦ Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis
dalam pembahasan pertemuan
dan terapi, formularium RS, pedoman
◦ Mencatat semua hasil keputusan saat pertemuan dan melaporkan
penggunaan antibiotik, dll ke pimpinan RS
◦ Melaksanakan pendidikan dalam bidang ◦ Menyebarluaskan keputusan yang telah disetujui pimpinan ke
pengelolaan dan penggunaan obat terhdap semua pihak terkait
pihak-pihak terkait ◦ Melaksanakan keputusan yang telah disepakati

◦ Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan ◦ Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi,
penggunaan antibiotik dan obat dalam kelas terapi lain
penggunaan obat dan memberikan umpan
◦ Membuat formularium RS, melaksanakan pendidikan dan
balik atas hasil pengkajian tersebut
pelatihan
◦ Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat, serta umpan
balik hasil pengkajiaan pengelolaan dan penggunaan obat pada
pihak terkait
BAB VI PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap pelayanan yang
diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu
serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil. Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat
terbentuk proses peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian yang berkesinambungan.

Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat dilakukan terhadap kegiatan
yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui monitoring dan
evaluasi. Tujuan kegiatan ini untuk menjamin Pelayanan Kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai
dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang. Pengendalian mutu Pelayanan
Kefarmasian harus terintegrasi dengan program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
dilaksanakan secara berkesinambungan.
Pedoman Penyusunan Formularium Rumah
Sakit
Kepmenkes RI No: Hk.01.07/Menkes/200/2020

Pedoman Penyusunan Formularium Rumah Sakit bagian


dari standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit
Manfaat : pengendalian mutu dan biaya obat
yang akan memudahkan pemilihan obat yang
rasional, mengurangi biaya pengobatan, dan
mengoptimalkan pelayanan kepada pasien
Daftar obat dan kebijakan
penggunaan obat yang disepakati
staf medis, disusun oleh
Komite/Tim Farmasi dan Terapi
Formularium
(KFT) dan ditetapkan oleh
Rumah Sakit
direktur/kepala rumah sakit.
Berbentuk hard copy dan/atau soft
copy dan harus dapat diakses oleh
Mengacu pada peraturan perundang- seluruh tenaga kesehatan yang
undangan dan didasarkan pada misi
terlibat dalam penggunaan obat
rumah sakit, kebutuhan pasien, serta
jenis pelayanan yang diberikan
(SNARS)
Peran apoteker
• Analisis dan diseminasi informasi ilmiah, klinis, dan
farmakoekonomi yang terkait dengan obat atau kelas
terapi yang sedang ditinjau.
• Evaluasi penggunaan obat dan menganalisis data

Komite Farmasi
dan Terapi

Anggota Melakukan seleksi dan


Dokter, apoteker, dan tenaga evaluasi obat yang akan
kesehatan lain yang di perlukan. masuk dalam formularium
Dapat diketuai oleh seorang rumah sakit
dokter atau seorang apoteker
Kriteria Pemilihan Obat
1. Memiliki Nomor Izin Edar (NIE)
2. Mengutamakan penggunaan obat generik
3. Rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita dan tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung
4. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
5. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based medicines) yang paling
dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Kewajiban Penggunaan Obat Generik

Permenkes RI Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010

Kewajiban Menggunakan Obat Generik di


Rumah Sakit Pemerintah
Obat dengan nama resmi
International Non
Propietary Names (INN)
yang ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia untuk
Obat Generik zat berkhasiat yang
dikandungnya.
RS Pemerintah wajib menyediakan obat generik untuk
kebutuhan pasien rawat jalan dan rawat inap dalam
bentuk formularium

Apoteker dapat mengganti obat merek


Jika tidak terdapat obat generik di dagang/ obat paten dengan obat
RS tersebut, maka boleh generik yang sama zat aktifnya atau
penggantuan resep obat generik obat merek dagang lain atas
dengan OGM. persetujuan dokter dan / atau pasien

Dokter yang bertugas di RS Pemerintah wajib


menulis resep obat generik bagi semua pasien sesuai
indikasi medis. Jika obat tersebut tidak tersedia di RS
tsb, maka boleh diambil di apotek luar.
Sistematika Formularium Rumah Sakit
(Kepmenkes RI No: Hk.01.07/Menkes/200/2020)

1. Sambutan direktur/kepala rumah sakit 7. Daftar obat, minimal memuat : nama


2. Kata pengantar Ketua KFT generik obat, kekuatan sediaan, bentuk
sediaan, rute pemberian, dan
3. Surat keputusan direktur rumah sakit tentang perhatian/peringatan
Tim Penyusun Formularium Rumah Sakit
4.Surat pengesahan Formularium Rumah Sakit
• Penulisan nama obat berdasarkan alfabetis dan
5. Kebijakan penggunaan obat di rumah sakit mengacu kepada FI edisi terakhir.
• Obat yang sudah lazim digunakan dan tidak
6. Prosedur yang mendukung penggunaan memiliki nama Internasional Nonproprietary
formularium, diantaranya: a. tata cara menambah/ Name (INN) -> gunakan nama lazim.
• Obat kombinasi yang tidak memiliki nama
mengurangi obat dalam formularium. b. tata cara INN -> gunakan nama kesepakatan sebagai
penggunaan obat diluar formularium atas reviu nama generik untuk kombinasi dan dituliskan
masing-masing komponen berdasarkan
Komite/Tim Farmasi dan Terapi dan persetujuan kekuatannya.
Komite/Tim medis dan direktur/kepala rumah sakit
Tahap Penyusunan Formularium RS
Berdasarkan kebutuhan rumah sakit mengacu pada data morbiditas di rumah sakit

Tahapan :
1. Meminta usulan obat dari masing-masing Kelompok Staf Medik
(KSM) dengan berdasarkan pada Panduan Praktik Klinis (PPK) dan
clinical pathway
2. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing KSM
berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik
3. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi
4. Membahas usulan tersebut dalam rapat KFT, jika diperlukan dapat
meminta masukan dari pakar
5. Menyerahkan rancangan hasil pembahasan KFT ke masing-masing Staf Medik
Fungsional (SMF) untuk mendapatkan umpan balik
6. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF untuk mendapatkan obat yang
rasional dan cost effective
7. Menyusun usulan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit
8. Menyusun usulan kebijakan penggunaan obat
9. Penetapan formularium rumah sakit oleh Direktur
10. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada seluruh tenaga
kesehatan rumah sakit
11. Melakukan monitoring dan evaluasi kepatuhan
Dilakukan minimal 1 (satu) tahun
sekali meliputi efektifitas obat (dokumen
pemantauan terapi pasien) dan Re
vi
monitoring medication error u

Formularium Rumah Sakit


Re
vi si
Berdasarkan pertimbangan terapeutik dan
ekonomi dari penggunaan obat agar dihasilkan
Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir
dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang
rasional
Perubahan dilakukan melalui pengusulan :
1. Permohonan harus diajukan secara resmi kepada 3. Kriteria penghapusan obat :
KFT
a. Obat tidak beredar lagi dipasaran
2. Permohonan penambahan obat memuat informasi:
b. Obat tidak ada yang menggunakan lagi
a. Mekanisme farmakologi obat dan indikasi
c. Sudah ada obat baru yang lebih cost effective
yang diajukan
d. Obat yang setelah dievaluasi memiliki resiko lebih
b. Alasan mengapa obat yang diajukan lebih
tinggi dibandingkan manfaatnya
baik daripada yang sudah ada di dalam
formularium e. Berdasarkan hasil pembahasan oleh KFT

c. Bukti ilmiah dari pustaka yang mendukung f. Terdapat obat lain yang memiliki efikasi yang lebih
perlunya obat di masukkan ke dalam baik dan/atau efek samping yang lebih ringan
formularium g. Masa berlaku NIE telah habis dan tidak
diperpanjang oleh industri farmasi
THANK YOU

You might also like