Professional Documents
Culture Documents
Re-Emerging Kelompok 2
Re-Emerging Kelompok 2
GAMBARAN
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
RE-EMERGING
(TUBERKULOSIS)
Kelompok 2
RISNAWATI ARIF (K012211011) FENI OKTAVIYANI (K012211073)
ANDI HAMKA SUGIANTO
(K012211014) BUDIMAN RUSDI (K012212002)
NUR SHADIQAH HAMID
AFIAH GANI (K012211033) (K012212009)
A. ANNISA MULYANI I
DEWI YULIANI (K012211043) (K012212015)
Tuberkulosis (TB)
muncul kembali
sebagai masalah
kesehatan
MDR-TB merupakan masalah penting selama kemunculan
kembali TB di New York pada awal 1990-an, dan diakui sebagai
ancaman serius di Eropa Timur dan Asia Tengah. Sejak tahun
2006, TB yang resistan terhadap obat secara luas (XDR-TB)
telah diakui sebagai masalah global, dengan kematian yang
sangat tinggi di antara orang HIV-positif
01
Berbentuk batang dengan panjang 1-
10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron
02
Bersifat tahan asam dalam
perwanraan dengan metode Ziehl
Neelsen, berbentuk batang berwarna
merah dalam pemeriksaan dibawah
mikroskop. 03
memerlukanmedia khusus untuk biakan,
antara lain Lowenstein Jensen, Ogawa.
Tahan terhadap suhu rendah sehingga
dapat bertahan hidup dalam jangka waktu
lama pada suhu antara 4°C sampai minus
70°C.
Sifat kuman Mycobacterium tuberculosis :
04
Kuman sangat peka terhadap panas,
sinar matahari dan sinar ultra violet.
Paparan langsung terhada sinar ultra
violet, sebagian besar kuman akan
mati dalam waktu beberapa menit.
Dalam dahak pada suhu antara 30-
37°C akan mati dalam waktu lebih
kurang 1 minggu.
05
Kuman dapat bersifat dorman.
Etiologi & Transmisi TB
2 INFEKSI
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah infeksi. Lesi
umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi tersebut
(dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung dari daya tahun tubuh
manusia.
Riwayat Alamiah Penyakit TB
03 FAKTOR RISIKO
Faktor risiko untuk TB adalah tergantung dari beberapa hal seperti
konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup; lamanya waktu sejak terinfeksi; usia
seseorang yang terinfeksi; tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan
0 daya tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk) akan memudahkan berkembangnya TB Aktif (sakit TB).
4 MENINGGAL
Adapun faktor risiko kematian karena TB menurut Kemenkes (2016), antara lain:
akibat dari keterlambatan diagnosis; pengobatan tidak adekuat (memenuhi syarat);
adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta; pada pasien TB
tanpa pengobatan, 50% diantaranya akan meninggal dan risiko ini meningkat pada
pasien dengan HIV positif. Begitu pula pada ODHA, 25% kematian disebabkan oleh
TB.
Faktor Risiko
01
Orang dengan HIV Positif &
penyakit
imunokompromais lain
02 03
Orang yang mengonsumsi Perokok
obat imunosupresan
dalam jangka waktu
panjang
Faktor Risiko
04
Konsumsi alkohol tinggi
05 06
Anak usia <5 tahun dan Memiliki kontak erat
lansia dengan orang dengan
penyakit TB aktif yang
infeksius
Faktor Risiko
07 08
Berada di tempat dengan risiko tinggi Petugas kesehatan
terinfeksi tuberkulosis (contoh: lembaga
permasyarakatan, fasilitas perawatan
jangka panjang).
Gejala Klinis
Batuk
berdaha Dapat disertai
k nyeri dada
Batuk berdahak
Batuk ≥ 2 dapat Sesak
minggu bercampur napas
darah
Gejala Klinis
Penurunan Menggil &
berat badan demam
Berkeringat
malaise Menurunnya di malam
nafsu makan hari
Klasifikasi & Tipe Pasien TB
01
Terduga (presumptive)
pasien TB adalah seseorang
yang mempunyai keluhan
atau gejala klinis mendukung
TB (sebelumnya dikenal
Pasien TB paru
hasil tes cepat
M.TB positif
2
0
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan
3
0
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
02 03
Poliresisten: resistensi terhadap
Multidrug resistant (TB MDR):
lebih dari satu jenis OAT lini
minimal resistan terhadap
pertama selain isoniazid (H)
isoniazid (H) dan rifampisin (R)
dan rifampisin (R) secara
secara bersamaan.
bersamaan
04 05
Extensive drug resistant (TB XDR): Rifampicin resistant (TB RR): terbukti
TB-MDR yang juga resistan resistan terhadap Rifampisin baik
terhadap salah satu OAT menggunakan metode genotip (tes cepat)
golongan fluorokuinolon dan atau metode fenotip (konvensional),
salah satu dari OAT lini kedua dengan atau tanpa resistensi terhadap
jenis suntikan (kanamisin, OAT lain yang terdeteksi. Termasuk dalam
kapreomisin, dan amikasin). kelompok TB RR adalah semua bentuk TB
MR, TB PR, TB MDR dan TB XDR yang
terbukti resistan terhadap rifampisin.
Klasifikasi berdasarkan status HIV
1. Semua pasien dengan riwayat pengobatan OAT. Hal ini dikarenakan TB resistan obat banyak
1. ditemukan terutama pada pasien yang memiliki riwayat gagal pengobatan sebelumnya.
2. Semua pasien dengan HIV yang didiagnosis TB aktif. Khususnya mereka yang tinggal di daerah
dengan prevalensi TB resistan obat yang tinggi.
5. Pasien baru atau riwayat OAT dengan sputum BTA tetap positif pada akhir fase intensif.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan sputum BTA pada bulan berikutnya.
Pengobatan Tubekulosis
Berdasarkan Kemenkes RI (2019), tujuan
pengobatan TB adalah:
3. Mencegah kekambuhan TB
1. Tahap awal
1.
Pengobatan diberikan setiap hari. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan
selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
2. Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh,
khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari.
Perkembangan isu terkini pengobatan TB
50
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia & TB Global
Report WHO
Dari 14.112 pasien TB di Sulawesi Selatan pada Tahun 2019, yang telah mengetahui status HIV nya
sebesar 7374 orang (52%). Dari 7374 pasien TB yang mengetahui status HIV nya, 205 orang (3%)
diantaranya positif HIV.
Gambaran Kasus TB-HIV di Sulawesi Selatan Tahun 2020
Dari 12096 pasien TB di Sulawesi Selatan Tahun 2020, yang telah mengetahui status HIV nya sebesar 6100
orang (50%). Dari 6100 orang yang telah memeriksakan status HIV nya, 218 (4%) diantaranya positif HIV.
Gambaran Kasus TB-HIV di Sulawesi Selatan Tahun 2021
Dari 14.826 pasien TB di Sulawesi Selatan Tahun 2021, yang telah mengetahui status HIV nya sebesar 8556 orang
(58%). Dari 8556 orang yang telah memeriksakan status HIV nya, 249 (3%) diantaranya positif HIV. Pemeriksaan
status HIV pada pasien TB merupakan kesukarelaan penderita TB untuk memeriksakan status HIV nya setelah
mendapat pengarahan dari petugas Kesehatan.
Distribusi TB berdasarkan Riwayat Orang
0.00%
2016 2017 2018 2019 2020
Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia
Berdasarkan data kasus yang diperoleh dari SITB mengenai proporsi umur jumlah penderita
tuberkulosis pertahun di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2019-2021 menunjukkan bahwa proporsi
kelompok umur tertinggi pada kasus tuberkulosis yaitu pada kelompok umur 45-54 tahun.
Temuan ini sejalan dengan beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Hartina (2019) yang
menyebutkan bahwa proporsi responden pada usia produktif cenderung lebih besar sebanyak 92,1%
terhadap kejadian TB Paru, penelitian oleh Sikumbang et al (2021) didapatkan kasus TB
berdasarkan umur yaitu bahwa 19 penderita TB Paru (18,1%) yang memiliki usia produktif (15-58)
tahun) yang artinya ada hubungan antara usia dengan kejadian TB Paru.
Distribusi TB berdasarkan Riwayat Orang
Proporsi Kasus TB di Indonesia Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun
2012-2022
70.00%
60.00%
50.00%
40.00% Laki-laki
30.00% Perempuan
20.00%
10.00%
0.00%
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia
Proporsi kasus pada tahun 2019 pada jenis kelamin laki-laki sebesar 59%, tahun 2020
sebesar 58% dan tahun 2021 sebesar 58%. Sedangkan pada jenis kelamin
perempuan pada tahun 2019 sebesar 41%, tahun 2020 sebesar 42% dan pada tahun
2021 sebesar 42%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penderita berjenis kelamin laki-
laki lebih banyak dari perempuan.
Pembahasan Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasrkan grafik diatas menunjukkan bahwa penderita TB lebih banyak
terdapat pada laki-laki daripada perempuan.
Dimana laki-laki berisiko lebih banyak diduga disebabkan gerak dan jam kerja
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Terlebih lagi kebiasaan rokok dan
meminum alkohol yang dapat menurunkan antibody tubuh sangat
berpengaruh secara signifikan dalam peningkatan resiko terkena TB
(Sikumbang et al., 2022).
Grafik diatas menunjukkan presentase penderita Tuberkulosis dengan faktor risiko, angka
tersebut merupakan estimasi WHO. Berdasarkan grafik tersebut, dapat diketahui jika faktor risiko
yang terbanyak dimiliki penderita tuberkulosis adalah merokok sebesar 27%, disusul dengan
undernourishment (ketidakcukupan konsumsi pangan) sebesar 17%. Sedangkan faktor risiko
lainnya seperti Alkohol, HIV, dan Diabetes Meliutus menyumbang persentase yang cukup kecil,
dibawah 10%.
Pembahasan Berdasarkan Faktor Risiko
Diabetes Melitus adalah salah satu faktor risiko Tuberkulosis hal ini
dikaitkan dengan imunitas yang lebih rendah pada penderita DM dan
faktor terkait dengan hiperglikemia dianggap meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit TB.
Distribusi TB berdasarkan
tempat
Distribusi TB berdasarkan tempat
Distribusi Kasus TB berdasarkan tempat (kabupaten) di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2019-2021 dari 24
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, selama 3 tahun berturut-turut kota Makassar menjadi kasus
tertinggi diantara kabupaten lainnya. Distribusi kasus pertahun di kota Makassar tahun 2019-2020 mengalami
penurunan sebesar 5.421 kasus menjadi 3.261 kasus dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2021
sebesar 3.908 kasus.
Kesimpulan
1.Gambaran Epidemiologi Penyakit TB
Insiden TB global sudah mengalami
penurunan, akan tetapi di Indonesia dan
di Provinsi Sulawesi Selatan fluktuatif,
prevalensi penyakit TB di Provinsi
Kesimpulan
2. Seluruh indikator program
penanggulangan Tuberkulosis yaitu
Treatment Coverage, Succes Rate,
Kasus TB Resisten Obat yang
memulai pengobatan kedua
Kesimpulan
3. Perkembangan terbaru
pengobatan TB yaitu pasien berusia
12 tahun ke atas dapat memperoleh
regimen 4 bulan yang terdiri dari
isoniazid, rifapentine, moxifloxacin
Saran
1. Sebaiknya program perencanaan penanggulangan TB lebih mengarah ke pencegahan terkait
kelompok yang berisiko khususnya pada laki-laki, umur produktif, dan upaya penyuluhan
diprioritaskan di daerah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi.
3. Perkembangan terbaru pengobatan TB yaitu pasien berusia 12 tahun ke atas dapat memperoleh
regimen 4 bulan semoga bisa segera diterapkan di Indonesia sebagai salah satu upaya untuk
mengurangi kasus TB resisten obat.
Thank You….