You are on page 1of 72

CURRENT ISSUE EPIDEMIOLOGI

Dosen Pengampu : Prof. Dr. drg. A. Arsunan Arsin, M.Kes

GAMBARAN
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
RE-EMERGING
(TUBERKULOSIS)
Kelompok 2
RISNAWATI ARIF (K012211011) FENI OKTAVIYANI (K012211073)
ANDI HAMKA SUGIANTO
(K012211014) BUDIMAN RUSDI (K012212002)
NUR SHADIQAH HAMID
AFIAH GANI (K012211033) (K012212009)

A. ANNISA MULYANI I
DEWI YULIANI (K012211043) (K012212015)

ANDI MAGFIRAH HAMSI


MUGHNIZAH (K012211050) (K012212024)
MAGFIRAH HANDAYANI
(K012211063) SRI HARTINA (K012212027)

KHUMAIRA (K012211071) PUPIN ASTUTI (K012212032)


TABLE OF CONTENTS
GAMBARAN EPIDEMIOLOGI TUBERKULOSIS SECARA GLOBAL,
01 INDONESIA & SULSEL

0 BESARAN MASALAH YANG DIHADAPI TERAKIT


2 TUBERKULOSIS

0 PERKEMBANGAN TERBARU TERKAIT PENYAKIT


3 TUBERKULOSIS
saat ini
Latar Belakangmenunjukkan
kembali tren
meningkat dalam
insidensi/prevalensi
di seluruh dunia.

Tuberkulosis (TB)
muncul kembali
sebagai masalah
kesehatan
MDR-TB merupakan masalah penting selama kemunculan
kembali TB di New York pada awal 1990-an, dan diakui sebagai
ancaman serius di Eropa Timur dan Asia Tengah. Sejak tahun
2006, TB yang resistan terhadap obat secara luas (XDR-TB)
telah diakui sebagai masalah global, dengan kematian yang
sangat tinggi di antara orang HIV-positif

Beban penyakit yang disebabkan oleh tuberkulosis


dapat diukur dengan insiden, prevalensi, dan
mortalitas/kematian.
Angka insiden tuberkulosis pada tahun 2020
secara global sebesar 121 per 100.000
penduduk. Pada tahun 2020, ada 10 negara
dengan penyumbang insiden tuberkulosis
terbesar (74%) di dunia, dengan 3 negara
tertinggi yaitu India (24%), Indonesia (11%),
Philippina (8,3%) .
(Global Tuberculosis Report, 2021).
Di Indonesia jumlah kasus tuberkulosis
pada tahun 2020 yang ditemukan sebanyak
351.936 kasus, terjadi penurunan bila
dibandingkan semua kasus tuberkulosis
yang ditemukan pada tahun 2019 yaitu
sebesar 568.987 kasus.
(Kemenkes RI, 2020, 2021)
Data yang diperoleh dari bidang Pencegahan dan Pengendalian
penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah kasus
baru tuberkulosis di tahun 2019 sebesar 17.885 pasien, tahun 2020
sebesar 11.361 pasien, tahun 2021 sebesar 13.271. Angka CNR
(Case Notification Rate) kasus baru tuberkulosis sebesar 221 per
100.000 penduduk di tahun 2019, sedangkan angka CNR di tahun
2020 sebesar 135 per 100.000 Penduduk.

Berdasarkan seluruh Kabupaten/Kota se-Sulawesi


Selatan Tahun 2021, Kota Makassar menduduki
peringkat pertama dengan jumlah penderita TB
Paru sebanyak 3.908 kasus.
01
Tinjauan Pustaka
Tuberkulosis
Agent penyakit
TB
Tuberkulosis adalah suatu
penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis.
Terdapat beberapa spesies
Sifat kuman Mycobacterium tuberculosis :

01
Berbentuk batang dengan panjang 1-
10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron
02
Bersifat tahan asam dalam
perwanraan dengan metode Ziehl
Neelsen, berbentuk batang berwarna
merah dalam pemeriksaan dibawah
mikroskop. 03
memerlukanmedia khusus untuk biakan,
antara lain Lowenstein Jensen, Ogawa.
Tahan terhadap suhu rendah sehingga
dapat bertahan hidup dalam jangka waktu
lama pada suhu antara 4°C sampai minus
70°C.
Sifat kuman Mycobacterium tuberculosis :

04
Kuman sangat peka terhadap panas,
sinar matahari dan sinar ultra violet.
Paparan langsung terhada sinar ultra
violet, sebagian besar kuman akan
mati dalam waktu beberapa menit.
Dalam dahak pada suhu antara 30-
37°C akan mati dalam waktu lebih
kurang 1 minggu.
05
Kuman dapat bersifat dorman.
Etiologi & Transmisi TB

Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB:


Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis,
Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti dan
Mycobacterium cannettii. M. tuberculosis (M. TB), hingga
saat ini merupakan bakteri yang paling sering
ditemukan, dan menular antar manusia melalui rute
udara
Etiologi & Transmisi TB
Percik renik, yang merupakan partikel kecil
berdiameter 1 sampai 5 μm dapat menampung
1-5 basilli, dan bersifat sangat infeksius, dan
dapat bertahan di dalam udara sampai 4 jam.
Tuberkulosis biasanya Karena ukurannya yang
menular dari manusia ke sangat kecil, percik renik
manusia lain lewat udara ini memiliki kemampuan
melalui percik renik atau mencapai ruang alveolar
droplet nucleus (<5 microns) dalam paru, dimana
yang keluar ketika seorang bakteri kemudian
yang terinfeksi TB paru atau melakukan replikasi.
TB laring batuk, bersin, atau
bicara.
Ada 3 faktor yang menentukan
transmisi M.TB :

Jumlah organisme yang Konsentrasi organisme Lama seseorang


keluar ke udara. dalam udara, ditentukan menghirup udara
oleh volume ruang dan terkontaminasi
ventilasi
Orang dengan kondisi imun buruk
lebih rentan mengalami penyakit TB
aktif dibanding orang dengan kondisi
sistem imun yang normal. 50- 60%
orang dengan HIV-positif yang
dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei/percik renik).
Penularan TBakan terjadi apabila
Infeksi
seseorang menghirup udara
yang mengandung percikan
dahak yang infeksius.

Sekali batuk dapat


menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak yang
mengandung kuman sebanyak
Penularan TB

Penularan TB biasanya Kontak dekat dalam waktu Pada individu dengan


terjadi di dalam ruangan yang lama dengan orang sistem imun yang normal,
yang gelap, dengan minim terinfeksi meningkatkan 90% tidak akan
ventilasi di mana percik risiko penularan. berkembang menjadi
renik dapat bertahan di penyakit TB dan hanya 10%
udara dalam waktu yang dari kasus akan menjadi
lebih lama. penyakit TB aktif
Riwayat Alamiah Penyakit TB
01 PAPARAN
Peluang peningkatan paparan terkait dengan: Jumlah kasus menular di
masyarakat; peluang kontak dengan kasus menular; tingkat daya tular dahak
sumber penularan; intensitas batuk sumber penularan; kedekatan kontak dengan

0 sumber penularan; lamanya waktu kontak dengan sumber penularan.

2 INFEKSI

Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah infeksi. Lesi
umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi tersebut
(dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung dari daya tahun tubuh
manusia.
Riwayat Alamiah Penyakit TB
03 FAKTOR RISIKO
Faktor risiko untuk TB adalah tergantung dari beberapa hal seperti
konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup; lamanya waktu sejak terinfeksi; usia
seseorang yang terinfeksi; tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan

0 daya tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk) akan memudahkan berkembangnya TB Aktif (sakit TB).

4 MENINGGAL

Adapun faktor risiko kematian karena TB menurut Kemenkes (2016), antara lain:
akibat dari keterlambatan diagnosis; pengobatan tidak adekuat (memenuhi syarat);
adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta; pada pasien TB
tanpa pengobatan, 50% diantaranya akan meninggal dan risiko ini meningkat pada
pasien dengan HIV positif. Begitu pula pada ODHA, 25% kematian disebabkan oleh
TB.
Faktor Risiko
01
Orang dengan HIV Positif &
penyakit
imunokompromais lain

02 03
Orang yang mengonsumsi Perokok
obat imunosupresan
dalam jangka waktu
panjang
Faktor Risiko
04
Konsumsi alkohol tinggi

05 06
Anak usia <5 tahun dan Memiliki kontak erat
lansia dengan orang dengan
penyakit TB aktif yang
infeksius
Faktor Risiko

07 08
Berada di tempat dengan risiko tinggi Petugas kesehatan
terinfeksi tuberkulosis (contoh: lembaga
permasyarakatan, fasilitas perawatan
jangka panjang).
Gejala Klinis
Batuk
berdaha Dapat disertai
k nyeri dada

Batuk berdahak
Batuk ≥ 2 dapat Sesak
minggu bercampur napas
darah
Gejala Klinis
Penurunan Menggil &
berat badan demam

Berkeringat
malaise Menurunnya di malam
nafsu makan hari
Klasifikasi & Tipe Pasien TB
01
Terduga (presumptive)
pasien TB adalah seseorang
yang mempunyai keluhan
atau gejala klinis mendukung
TB (sebelumnya dikenal
Pasien TB paru
hasil tes cepat
M.TB positif

Pasien TB paru Pasien TB ekstra paru


hasil biakan terkonfirmasi secara
M.TB positif bakteriologis, baik dengan
BTA, biakan maupun tes
cepat dari contoh uji
Pasien TB paru jaringan yang terkena
BTA positif
TB anak yang
terdiagnosis dengan
pemeriksaan bakteriologi
Klasifikasi & Tipe Pasien TB
02
Pasien TB terdiagnosis
secara klinis adalah pasien
yang tidak memenuhi kriteria
terdiagnosis secara
bakteriologis tetapi
Pasien TB ekstra paru yang
terdiagnosis secara klinis
maupun laboratoris dan
Pasien TB paru BTA
histopatologis tanpa
negatif dengan tidak
konfirmasi bakteriologis
ada perbaikan klinis
setelah diberikan TB anak yang terdiagnosis
antibiotika non OAT, dengan sistim skoring.
dan mempunyai faktor
risiko TB

Pasien TB paru BTA


negatif dengan hasil
pemeriksaan foto
toraks mendukung TB
Diagnosis TB dengan konfirmasi bakteriologis atau klinis
dapat diklasifikasikan ;
Klasifikasi berdasarkan lokasi
01
0 anatomi

2
0
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan

3
0
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

4 Klasifikasi berdasarkan status HIV


Klasifikasi berdasarkan lokasi
anatomi
1. TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim
paru atau trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan
sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru. Pasien
yang mengalami TB paru dan ekstra paru harus
diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.

2. TB ekstra paru adalah kasus TB yang melibatkan


organ di luar parenkim paru seperti pleura, kelenjar
getah bening, abdomen, saluran genitorurinaria, kulit,
sendi dan tulang, selaput otak. Kasus TB ekstra paru
dapat ditegakkan secara klinis atau histologis setelah
diupayakan semaksimal mungkin dengan konfirmasi
bakteriologis.
Klasifikasi berdasarkan riwayat
pengobatan
1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah
mendapat OAT sebelumnya atau riwayat mendapatkan
OAT kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis bila memakai
obat program).

2. Kasus dengan riwayat pengobatan adalah pasien


yang pernah mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih
(>28 dosis bila memakai obat program).
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji
kepekaan obat
01
Monoresisten: resistensi
terhadap salah satu jenis
OAT lini pertama.

02 03
Poliresisten: resistensi terhadap
Multidrug resistant (TB MDR):
lebih dari satu jenis OAT lini
minimal resistan terhadap
pertama selain isoniazid (H)
isoniazid (H) dan rifampisin (R)
dan rifampisin (R) secara
secara bersamaan.
bersamaan
04 05
Extensive drug resistant (TB XDR): Rifampicin resistant (TB RR): terbukti
TB-MDR yang juga resistan resistan terhadap Rifampisin baik
terhadap salah satu OAT menggunakan metode genotip (tes cepat)
golongan fluorokuinolon dan atau metode fenotip (konvensional),
salah satu dari OAT lini kedua dengan atau tanpa resistensi terhadap
jenis suntikan (kanamisin, OAT lain yang terdeteksi. Termasuk dalam
kapreomisin, dan amikasin). kelompok TB RR adalah semua bentuk TB
MR, TB PR, TB MDR dan TB XDR yang
terbukti resistan terhadap rifampisin.
Klasifikasi berdasarkan status HIV

Kasus TB dengan HIV


positif
Kasus TB dengan HIV
negatif
Kasus TB dengan status
HIV tidak diketahui
Diagnosis

- Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapatnya


paling sedikit satu spesimen konfirmasi
M.tuberkulosis atau sesuai dengan gambaran
histologi TB atau bukti klinis sesuai TB

- Pemeriksaan dengan TCM dapat mendeteksi M.


tuberculosis dan gen pengkode resistan rifampisin
(rpoB) pada sputum kurang lebih dalam waktu 2 (dua)
jam.
Diagnosis
WHO merekomendasi pemeriksaan uji resistensi
rifampisin dan/atau isoniazid terhadap kelompok
pasien berikut ini pada saat mulai pengobatan :

1. Semua pasien dengan riwayat pengobatan OAT. Hal ini dikarenakan TB resistan obat banyak
1. ditemukan terutama pada pasien yang memiliki riwayat gagal pengobatan sebelumnya.

2. Semua pasien dengan HIV yang didiagnosis TB aktif. Khususnya mereka yang tinggal di daerah
dengan prevalensi TB resistan obat yang tinggi.

3. Pasien dengan TB aktif yang terpajan dengan pasien TB resistan obat.


4. Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resistan obat primer >3%.

5. Pasien baru atau riwayat OAT dengan sputum BTA tetap positif pada akhir fase intensif.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan sputum BTA pada bulan berikutnya.
Pengobatan Tubekulosis
Berdasarkan Kemenkes RI (2019), tujuan
pengobatan TB adalah:

1. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan


produktivitas pasien

2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan

3. Mencegah kekambuhan TB

4. Mengurangi penularan TB kepada orang lain

5. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat


Pengobatan Tubekulosis
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi
beberapa prinsip :

1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat


mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi

2. Diberikan dalam dosis yang tepat

3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO


(pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan

4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi


dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan.
Pengobatan Tuberkulosis

Berdasarkan Kemenkes RI (2019), tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap

1. Tahap awal
1.
Pengobatan diberikan setiap hari. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan
selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.

2. Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh,
khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari.
Perkembangan isu terkini pengobatan TB

Pengobatan TB dengan Regimen 4


bulan
Pasien berusia 12 tahun ke atas dapat memperoleh regimen 4 bulan yang
terdiri dari isoniazid, rifapentine, moxifloxacin dan pirazinamid. Rekomendasi
ini dikembangkan berdasarkan advisori GDG pada April 2021 yang meninjau
data dari randomized controlled trial yang menilai kemananan dan efektivitas
pengobatan TB regimen 4 bulan
Insiden penyakit TB
Distribusi Insidensi TB Global dan
Indonesia tahun 2012-2020
250
200
150 Global
100 Indonesia

50
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia & TB Global
Report WHO

Insiden TB global sudah mengalami penurunan, tetapi Indonesia


masih fluktuatif, tahun 2012-2016 insidensi TB menurun, tahun
2017-2019 meningkat dan kembali menurun tahun 2020. Angka
insiden TB Indonesia masih lebih tinggi jika dibandingkan
dengan angka insiden TB global pada tahun 2020.
Insiden penyakit TB

Insiden rate penyakit TB (jumlah kasus baru per 100.000


penduduk) di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2019-2021
fluktuatif. Pada tahun 2019 sebesar 201 kemudian mengalami
penurunan pada tahun 2020 menjadi 127 dan meningkat
kembali pada tahun 2021 menjadi 147.
Prevalensi penyakit TB

Prevalensi penyakit TB (jumlah total kasus per 100.000


penduduk) di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2019-2021
fluktuatif. Pada tahun 2019 sebesar 212 (18.863 kasus)
kemudian mengalami penurunan pada tahun 2020 menjadi 137
(12.271 kasus) dan meningkat kembali pada tahun 2021
menjadi 163 (14.788).
Case Notification Rate (CNR) TB

Case Notification Rate (Jumlah kasus TB yang diobati dan


dilaporkan per 100.000 penduduk) di Provinsi Sulawesi Selatan
tahun 2018-2020 mengalami penurunan. Pada tahun 2018
sebesar 357 kemudian mengalami penurunan pada tahun 2019
menjadi 221 dan 2020 menjadi 135.
Distribusi TB berdasarkan Lokasi
Anatomi

Distribusi Kasus TB berdasarkan lokasi anatomi di


Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2019-2021 lebih
banyak kasus TB Paru dibandingkan kasus TB Ekstra
Paru.
Distribusi TB berdasarkan Riwayat
Pengobatan

Distribusi Kasus TB berdasarkan riwayat pengobatan di Provinsi


Sulawesi Selatan tahun 2019-2021 lebih banyak kasus TB yang
merupakan pasien baru dibandingkan dengan pasien kambuh,
pasien selain kambuh dan pasien yang tidak diketahui riwayat
pengobatan.
Distribusi TB berdasarkan resistensi obat
Distribusi TB berdasarkan resistensi obat

Angka Estimasi penderita TB yang Resisten terhadap Obat


secara Nasional dan di Provinsi Sulawesi Selatan. Secara
umum, presentase notifikasi kasus TB Resisten Obat di
Sulawesi Selatan sudah lebih baik dari angka presentase
nasional tetapi angkanya cenderung menurun dari starting point
pada tahun 2019.
Distribusi TB berdasarkan resistensi obat

Grafik diatas menunjukkan jika wilayah dengan Cakupan


penemuan kasus TB RO terbesar adalah KotaPare-pare dan
Kota Makassar yang presentasenya sudah mencapai 100%,
sedangkan wilayah dengan cakupan terendah adalah Kab.
Toraja utara dan Kab, Tana Toraja.
Capaian Indikator Program TB

Grafik diatas memperlihatkan capaian dari indikator program


penganggulangan Tuberkulosis yaitu Treatment Coverage,
Succes Rate, Kasus TB Resisten Obat yang memulai
pengobatan kedua (enrollment), angka keberhasilan
pengobatan TB RO, dan Kematian selama masa pengobatan.
Gambaran Kasus TB-HIV di Sulawesi Selatan Tahun 2019

Dari 14.112 pasien TB di Sulawesi Selatan pada Tahun 2019, yang telah mengetahui status HIV nya
sebesar 7374 orang (52%). Dari 7374 pasien TB yang mengetahui status HIV nya, 205 orang (3%)
diantaranya positif HIV.
Gambaran Kasus TB-HIV di Sulawesi Selatan Tahun 2020

Dari 12096 pasien TB di Sulawesi Selatan Tahun 2020, yang telah mengetahui status HIV nya sebesar 6100
orang (50%). Dari 6100 orang yang telah memeriksakan status HIV nya, 218 (4%) diantaranya positif HIV.
Gambaran Kasus TB-HIV di Sulawesi Selatan Tahun 2021

Dari 14.826 pasien TB di Sulawesi Selatan Tahun 2021, yang telah mengetahui status HIV nya sebesar 8556 orang
(58%). Dari 8556 orang yang telah memeriksakan status HIV nya, 249 (3%) diantaranya positif HIV. Pemeriksaan
status HIV pada pasien TB merupakan kesukarelaan penderita TB untuk memeriksakan status HIV nya setelah
mendapat pengarahan dari petugas Kesehatan.
Distribusi TB berdasarkan Riwayat Orang

Jumlah Kasus TB Berdasarkan Kelompok Umur di Indonesia


Tahun 2020
160,000
140,000
120,000
100,000
2020
80,000
Estimasi WHO
60,000
40,000
20,000
0
0-14 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 >- 65
Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia & TB Global Report WHO

Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa jumlah


kasus TB berdasarkan kelompok umur tahun 2020 baik
global maupun Indonesia paling banyak pada
kelompok umur 45-54 tahun.
Distribusi TB berdasarkan Riwayat Orang

Proporsi Kasus TB di Indonesia Berdasarkan


Kelompok Umur tahun 2016-2020
25.00%
0-14
20.00% 15-24
25-34
15.00%
35-44
10.00% 45-54
55-64
5.00% >- 65

0.00%
2016 2017 2018 2019 2020
Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia

Proposi kasus TB di Indonesia


berdasarkan kelompok umur tahun
2016-2020 paling banyak ditemukan
pada kelompok umur 45-54 tahun.
Distribusi TB berdasarkan Riwayat Orang

Proporsi kasus TB di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun


2019-2021 berdasarkan kelompok umur didapatkan kasus
tertinggi pada kelompok umur 45-54 tahun yang dimana pada
tahun 2019 sebesar 20%, tahun 2020 sebesar 20% dan pada
tahun 2021 sebesar 21% dari seluruh kelompok umur.
Pembahasan Distribusi Berdasarkan Umur

Berdasarkan data kasus yang diperoleh dari SITB mengenai proporsi umur jumlah penderita
tuberkulosis pertahun di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2019-2021 menunjukkan bahwa proporsi
kelompok umur tertinggi pada kasus tuberkulosis yaitu pada kelompok umur 45-54 tahun.

Temuan ini sejalan dengan beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Hartina (2019) yang
menyebutkan bahwa proporsi responden pada usia produktif cenderung lebih besar sebanyak 92,1%
terhadap kejadian TB Paru, penelitian oleh Sikumbang et al (2021) didapatkan kasus TB
berdasarkan umur yaitu bahwa 19 penderita TB Paru (18,1%) yang memiliki usia produktif (15-58)
tahun) yang artinya ada hubungan antara usia dengan kejadian TB Paru.
Distribusi TB berdasarkan Riwayat Orang
Proporsi Kasus TB di Indonesia Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun
2012-2022
70.00%
60.00%
50.00%
40.00% Laki-laki
30.00% Perempuan

20.00%
10.00%
0.00%
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia

Proporsi kasus TB berdasarkan jenis kelamin di


Indonesia pada tahun 2012-2022 didapatkan kasus
tertinggi pada jenis kelamin laki-laki dibanding jenis
kelamin perempuan.
Distribusi TB berdasarkan Riwayat Orang

Proporsi kasus pada tahun 2019 pada jenis kelamin laki-laki sebesar 59%, tahun 2020
sebesar 58% dan tahun 2021 sebesar 58%. Sedangkan pada jenis kelamin
perempuan pada tahun 2019 sebesar 41%, tahun 2020 sebesar 42% dan pada tahun
2021 sebesar 42%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penderita berjenis kelamin laki-
laki lebih banyak dari perempuan.
Pembahasan Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasrkan grafik diatas menunjukkan bahwa penderita TB lebih banyak
terdapat pada laki-laki daripada perempuan.

Dimana laki-laki berisiko lebih banyak diduga disebabkan gerak dan jam kerja
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Terlebih lagi kebiasaan rokok dan
meminum alkohol yang dapat menurunkan antibody tubuh sangat
berpengaruh secara signifikan dalam peningkatan resiko terkena TB
(Sikumbang et al., 2022).

Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali


lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Hal ini terjadi karena
kecenderungan laki-laki lebih terpapar pada faktor risiko TB misalnya
merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat (Kemenkes, 2018).
Distribusi kasus berdasrkan faktor risiko

Grafik diatas menunjukkan presentase penderita Tuberkulosis dengan faktor risiko, angka
tersebut merupakan estimasi WHO. Berdasarkan grafik tersebut, dapat diketahui jika faktor risiko
yang terbanyak dimiliki penderita tuberkulosis adalah merokok sebesar 27%, disusul dengan
undernourishment (ketidakcukupan konsumsi pangan) sebesar 17%. Sedangkan faktor risiko
lainnya seperti Alkohol, HIV, dan Diabetes Meliutus menyumbang persentase yang cukup kecil,
dibawah 10%.
Pembahasan Berdasarkan Faktor Risiko

Merokok merupakan salah satu faktor risiko TB yang berimplikasi pada


peningkatan jumlah kasus TB, kekambuhan, gangguan pengobatan
dan kematian pada penderita TB paru. (Risna Dewi, 2020).

Orang dengan HIV memiliki risiko lebih besar terinfeksi Tuberkulosis


karena daya tahan tubuh yang menurun karena virus HIV yang
menyerang sel CD4 atau lebih dikenal dengan sel T. Koinfeksi HIV
juga meningkatkan risiko kematian pada pasien TB.

Diabetes Melitus adalah salah satu faktor risiko Tuberkulosis hal ini
dikaitkan dengan imunitas yang lebih rendah pada penderita DM dan
faktor terkait dengan hiperglikemia dianggap meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit TB.
Distribusi TB berdasarkan
tempat
Distribusi TB berdasarkan tempat
Distribusi Kasus TB berdasarkan tempat (kabupaten) di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2019-2021 dari 24
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, selama 3 tahun berturut-turut kota Makassar menjadi kasus
tertinggi diantara kabupaten lainnya. Distribusi kasus pertahun di kota Makassar tahun 2019-2020 mengalami
penurunan sebesar 5.421 kasus menjadi 3.261 kasus dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2021
sebesar 3.908 kasus.
Kesimpulan
1.Gambaran Epidemiologi Penyakit TB
Insiden TB global sudah mengalami
penurunan, akan tetapi di Indonesia dan
di Provinsi Sulawesi Selatan fluktuatif,
prevalensi penyakit TB di Provinsi
Kesimpulan
2. Seluruh indikator program
penanggulangan Tuberkulosis yaitu
Treatment Coverage, Succes Rate,
Kasus TB Resisten Obat yang
memulai pengobatan kedua
Kesimpulan
3. Perkembangan terbaru
pengobatan TB yaitu pasien berusia
12 tahun ke atas dapat memperoleh
regimen 4 bulan yang terdiri dari
isoniazid, rifapentine, moxifloxacin
Saran
1. Sebaiknya program perencanaan penanggulangan TB lebih mengarah ke pencegahan terkait
kelompok yang berisiko khususnya pada laki-laki, umur produktif, dan upaya penyuluhan
diprioritaskan di daerah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi.

2. Program perencanaan peningkatan cakupan indikator program penanggulangan Tuberkulosis


berupa kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan Tratment Coverage tanpa melupakan
indikator lainnya.

3. Perkembangan terbaru pengobatan TB yaitu pasien berusia 12 tahun ke atas dapat memperoleh
regimen 4 bulan semoga bisa segera diterapkan di Indonesia sebagai salah satu upaya untuk
mengurangi kasus TB resisten obat.
Thank You….

You might also like