Definisi Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis. Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436). Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668) Ginjal merupakan bagian utama dari sistem saluran kemih yang terdiri atas organ-organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun menyalurkan air kemih (urine) ke luar tubuh. Berbagai penyakit dapat menyerang komponen-komponen ginjal, antara lain yaitu infeksi ginjal. Pielonefritis dibagi menjadi dua macam yaitu : 1. Pielonefritis kronis 2. Pyelonefritis akut 1. Pyelonefritis akut Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai.Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi. Pyelonefritis akut merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering ditemui. Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih. Infeksi ginjal lebih sering terjadi pada wanita, hal ini karena saluran kemih bagian bawahnya (uretra) lebih pendek dibandingkan laki-laki, dan saluran kemihnya terletak berdekatan dengan vagina dan anus, sehingga lebih cepat mencapai kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden penyakit ini juga akan bertambah pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun.
Demikian pula, penderita kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit
ginjal lainnya lebih mudah terkena infeksi ginjal dan saluran kemih 2. Pielonefritis kronis Pyelonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin.Pyelonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulangkali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat. Etiologi 1. Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll). Escherichia coli merupakan penyebab 85% dari infeksi 2. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat. 3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter. 4. Kehamilan 5. Kencing Manis 6. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk melawan infeksi. Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu
ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal Patofisiologi Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari luar tubuh yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung kemih, lalu ke ureter (saluran kemih bagian atas yang menghubungkan kandung kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian menyebar dan dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alat seperti kateter dan bedah urologis. Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila terdapat hambatan atau obstruksi saluran kemih yang mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu atau tumor Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal Tanda dan Gejala Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat. Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat. Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk dikenali. Tanda dan gejala Pyelonefritis akut : 1. pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjal 2. Pada pengkajian didapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea, 3. nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik. 4. Pada perkusi di daerah CVA ditandai adanya tenderness. 5. Klien biasanya disertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari. 6. Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih. Tanda dan gejala Pielonefritis kronis 1. Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai gejala yang spesifik. 2. Adanya keletihan. 3. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun. 4. Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria dan kepekatan urin menurun. 5. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal. 6. Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks. 7. Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan. 8. Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hipertensi. Pemeriksaan Penunjang 1. Whole blood 2. Urinalisis 3. USG dan Radiologi : USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu ginjal, kelainan struktural atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya 4. BUN 5. Creatinin 6. Serum Electrolytes 7. Biopsi ginjal 8. Pemeriksaan IVP : Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahan atau abnormalitas struktur. Komplikasi pielonefritis akut : 1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi. 2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus. 3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik. Komplikasi pielonefritis kronis : 1. penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), 2. hipertensi, 3. pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) Penatalaksanaan Medik Infeksi ginjal akut setelah diobati beberapa minggu biasanya akan sembuh tuntas. Namun residu infeksi bakteri dapat menyebabkan penyakit kambuh kembali terutama pada penderita yang kekebalan tubuhnya lemah 1. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari 2. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine) 3. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif. Penatalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007: 1. Kaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi. 2. Monitor Vital Sign 3. Lakukan pemeriksaan fisik 4. Observasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien. 5. Kumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis. 6. Pantau input dan output cairan. 7. Evaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes) 8. Berikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan. Diagnosis keperawatan dan perencanaan: 1. Hipertermia [SDKI D.0130] Merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh. Termasuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam SDKI. Tanda dan Gejala DS: Tidak tersedia DO: Suhu tubuh diatas nilai normal Penyebab (etiologi) untuk masalah hipertermia adalah: a. Dehidrasi b. Terpapar lingkungan panas c. Proses penyakit (mis: infeksi, kanker) d. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan e. Peningkatan laju metabolisme f. Respon trauma g. Aktivitas berlebihan h. Penggunaan inkubator Luaran (HYD) Termoregulasi membaik.” (L.14134) Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa termoregulasi membaik adalah: a. Menggigil menurun b. Suhu tubuh membaik c. Suhu kulit membaik Intervensi: 1. Manajemen Hipertermia (I.15506): adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi termoregulasi. a. Observasi 1) Identifikasi penyebab hipertermia (mis: dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator) 2) Monitor suhu tubuh 3) Monitor kadar elektrolit 4) Monitor haluaran urin 5) Monitor komplikasi akibat hipertermia b. Terapeutik 1) Sediakan lingkungan yang dingin 2) Longgarkan atau lepaskan pakaian 3) Basahi dan kipasi permukaan tubuh 4) Berikan cairan oral 5) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih) 6) Lakukan pendinginan eksternal (mis: selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila) 7) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin 8) Berikan oksigen, jika perlu c. Edukasi : Anjurkan tirah baring d. Kolaborasi: Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu 2. Regulasi Temperatur (I.14578) adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal. a. Observasi 1) Monitor suhu tubuh bayi sampai stabil (36,5 – 37,5°C) 2) Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam, jika perlu 3) Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi 4) Monitor warna dan suhu kulit 5) Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia b. Terapeutik 1) Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu 2) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat 3) Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas 4) Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir (mis: bahan polyethylene, polyurethane) 5) Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir 6) Pertahankan kelembaban incubator 50% atau lebih untuk mengurangi kehilangan panas karena proses evaporasi 7) Atur suhu incubator sesuai kebutuhan 8) Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan bayi (mis: selimut, kain bedongan, stetoskop) 9) Hindari meletakkan bayi di dekat jendela terbuka atau di area aliran pendingin ruangan atau kipas angin 10) Gunakan matras penghangat, selimut hangat, dan penghangat ruangan untuk menaikkan suhu tubuh, jika perlu 11) Gunakan Kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack, atau gel pad dan intravascular cooling cathetherization untuk menurunkan suhu tubuh 12) Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien c. Edukasi 1) Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke 2) Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara dingin 3) Demonstrasikan Teknik perawatan metode kanguru (PMK) untuk bayi BBLR d. Kolaborasi: pemberian antipiretik, jika perlu 2. Gangguan Eliminasi Urin [SDKI D.0040] merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai disfungsi eliminasi urin. masuk dalam kategori fisiologis, subkategori eliminasi dalam SDKI. Tanda dan Gejala Perawat harus memastikan bahwa minimal 80% dari tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu: DS: a. Desakan berkemih (urgensi) b. Urin menetes (dribbling) c. Sering buang air kecil d. Nocturia (buang air kecil pada malam hari) e. Mengompol f. Enuresis (tidak dapat menahan kencing) DO: g. Distensi kandung kemih h. Berkemih tidak tuntas (hesistancy) i. Volume residu urin meningkat Penyebab (etiologi) untuk masalah gangguan eliminasi urin adalah: a. Penurunan kapasitas kandung kemih b. Iritasi kandung kemih c. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih d. Efek tindakan medis dan diagnostik (mis. operasi ginjal, operasi saluran kemih, anestesi, dan obat-obatan) e. Kelemahan otot pelvis f. Ketidakmampuan mengakses toilet (mis. imobilisasi) g. Hambatan lingkungan h. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi i. Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis. anomali saluran kemih kongenital) j. Imaturitas (pada anak usia < 3 tahun) Luaran (L 04034), luaran utama untuk diagnosis gangguan eliminasi urin adalah: “eliminasi urin membaik.” yang berarti pengosongan kandung kemih yang lengkap membaik. Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa eliminasi urin membaik adalah: a. Sensasi berkemih meningkat b. Desakan berkemih (urgensi) menurun c. Distensi kandung kemih menurun d. Berkemih tidak tuntas (hesistancy) menurun e. Volume residu urin menurun f. Urin menetes (dribbling) menurun g. Nokturia menurun h. Mengompol menurun i. Enuresis menurun Intervansi: 1. dukungan perawatan diri: BAB/BAK Dukungan Perawatan Diri: BAB/BAK adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) kepada pasien.berdasarkan SIKI, antara lain: a. Observasi 1) Identifikasi kebiasaan BAB/BAK sesuai usia 2) Monitor integritas kulit pasien b. Terapeutik 1) Buka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan eliminasi 2) Dukung penggunaan toilet/commode/pispot/urinal secara konsisten 3) Jaga privasi selama eliminasi 4) Ganti pakaian pasien setelah eliminasi, jika perlu 5) Bersihkan alat bantu BAK/BAB setelah digunakan 6) Latih BAK/BAB sesuai jadwal, jika perlu 7) Sediakan alat bantu (mis. kateter eksternal, urinal), jika perlu c. Edukasi a) Anjurkan BAK/BAB secara rutin b) Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu 2. Manajemen eliminasi urin (I.04152).adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola gangguan pola eliminasi urin. a. Observasi 1) Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urin 2) Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urin 3) Monitor eliminasi urin (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna) b. Terapeutik 1) Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih 2) Batasi asupan cairan, jika perlu 3) Ambil sampel urin tengah (midstream) atau kultur c. Edukasi 1) Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran berkemih 2) Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin 3) Ajarkan mengambil spesimen urin midstream 4) Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih 5) Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemihan 6) Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi 7) Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur c. Kolaborasi: pemberian obat supositoria uretra, jika perlu 3. Pengontrolan infeksi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengendalikan penyebaran infeksi dan perburukan komplikasi akibat infeksi. a. Observasi : Identifikasi pasien-pasien yang mengalami penyakit infeksi menular b. Terapeutik 1) Terapkan kewaspadaan universal (mis: cuci tangan aseptic, gunakan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, pelindung wajah, pelindung mata, apron, sepatu bot sesuai model transmisi mikroorganisme) 2) Tempatkan pada ruang isolasi bertekanan positif untuk pasien yang mengalami penurunan imunitas 3) Tempatkan pada ruang isolasi bertekanan negatif untuk pasien dengan resiko penyebaran infeksi via droplet atau udara 4) Sterilisasi dan desinfeksi alat-alat, furniture, lantai, sesuai kebutuhan 5) Gunakan hepafilter pada area khusus (mis: kamar operasi) 6) Berikan tanda khusus untuk pasien-pasien dengan penyakit menular c. Edukasi 1) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar 2) Ajarkan etika batuk dan/atau bersin