PROBLEMATIKA HUKUM POLIGAMI DI INDONESIA Hafsawati Nida Kamalia Kata-kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu terdiri kata Pengertian polus yang artinya banyak dan gamein yang artinya kawin. Jadi Poligami poligami adalah seseorang yang mempunyai beberapa orang istri pada saat yang sama. Dalam bahasa Arab poligami disebut ta‟diiduzzaujaat (berbilangan pasangan). Sedangkan dalam bahasa Indonesia poligami disebut dengan permaduan. Menurut ajaran Islam, perkawinan poligami diperbolehkan atas dasar Q.S. An-Nisa‟: 3), yaitu: Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak- hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Maksudnya berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu.Namun faktanya seorang suami akan merasa kesulitan untuk berlaku adil terhadap para istrinya. Hal ini sebagai disinyalir dalam al-Quran. Sebagaimana termuat dalam, dalam surat An-Nisa` ayat 129, Allah SWT berfirman: Artinya: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatungkatung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Di Indonesia, poligami diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan khususnya pasal 4 dan 5. Dalam pelaksanaannya, ketentuan dimaksud dilengkapi dengan PP No. 9/1975 Tata Cara khususnya pasal ,10 dan seterusnya." Khusus untuk PNS, pengaturan poligami Poligami ditambahkan secara lebih operasional dan ketat dengan dikeluarkannya PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegwai Negeri Sipil yang disempumakan dengan PP Nomor 45 Tahun 1945 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Petcemian bagi Pegawai Negeri Sipil. Kedudukan Izin Poligami Menurut Fikih dan Hukum Positif Menurut hukum Islam klasik (fikih), tidak ada keharusan untuk melangsungkan poligami, tidak ada aturan-aturan seperti termuat dalam berbagai peraturan petundangan sekarang ini, termasuk di antaranya keharusan mengaiukan izin petmohonan poligami ke Pengadilan Agama. Pelibatan institusi Pengadilan Agama sepeni yang ditentukan dalam UUP sama sekal.i tidak ada preseden historis dalam kitab-kitab fikih. Sehingga dalam praktik terkadang kurang dipatuhi oleh sebagian umat Islam karena dianggap tidak sejalan dengan kesadaran hukum mereka. Hukum Islam 'hanya' mensyaratkan adanya keadilan dari suami yang oleh jumhur ulama dimaknai secara agak longgar yakni keadilan sebatas menyangkut persoalan fisik material sepeni masalah sandang, pangan, papan dan giliran. Umumnya para ulama fikih berpandangan bahwa poligami adalah boleh bahkan tak sedikit yang beranggapan sebagai sebuah sunnah Nabi SAW dan 'ibadah'dan menjadi hak'istimewa' seorang suami tanpa persyaratan yang macam- macam dan menlmlitkan itu. Kedudukan Izin Poligami Menurut Fikih dan Hukum Positif Di Indonesia masalah Poligami diatur Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan selanjutnya diperjelas dengan Peraturan Pemerintah RI No. 9 Tahun 1975 tentang Aturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 1/ 1974. Sementara bagi pegawai negeri sipil, aturan mengenai poligami dipisahkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 10/1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UU Perkawinan No 1 tahun 1974 berikut aturan pelaksanaannya, pada prinsipnya selaras dengan ketentuan yang termuat Hukum Islam. Menurut Undang- Undang tersebut, pada prinsipnya sistem yang dianut oleh Hukum Perkawinan di Indonesia adalah asas monogami, satu suami untuk satu istri. Namun dalam hal atau alasan tertentu, seorang suami diberi izin untuk beristri lebih dari seorang Secara lengkap ketentuan mengenai poligami, izin, syarat dan ketentuannya termuat dalam pasal 3, 4, dan 5 UU No. 1 tahun 1974.. 1. Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang Hal ini akan diurai lebih wanita hanya boleh lanjut sebagaimana mempunyai seorang suami. tercantum dalam pasal 3 2. Pengadilan dapat ayat 1 dan 2 UU No.1 memberi izin kepada tahun 1974, yaitu: seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak- pihak yang bersangkutan. ” Thank For Your Attention