Professional Documents
Culture Documents
Hukum Pembuktian
Hukum Pembuktian
Arti Pembuktian
• Prof. Subekti ; “membuktikan adalah
meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau
dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu
persengketaan perdata di pengadilan”
• Prof. Dr. Sudikno: “membuktikan dalam arti
yuridis berarti memberi dasar-dasar yang cukup
kepada hakim yang memeriksa perkara yang
bersangkutan guna memberi kepastian tentang
kebenaran peristiwa yang diajukan”.
Lanjut..arti pembuktian
• Dr. Teguh Samudera: “ membuktikan berarti
menjelaskan (menyatakan) kedudukan hukum yang
sebenarnya berdasarkan keyakinan hakim kepada
dalil-dalil yang dikemukakan para pihak yg
bersengketa”
• Bachtiar Effendi SH dkk: “pembuktian adalah
penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum
oleh pihak yang berperkara kepada hakim dlm
persidangan dg tujuan utk memperkuat dalil tentang
fakta hukum yang menjadi pokok sengketa,
sehingga hakim memperoleh kepastian utk
dijadikan dasar putusannya”.
tujuan pembuktian
• Tujuan pembuktian adalah berusaha
memberikan kepastian tentang kebenaran fakta
hukum yang menjadi pokok sengketa kepada
hakim pengadilan yang memeriksa perkara.
• Guna pembuktian adalah sebagai dasar putusan
hakim.
• Jadi: sasaran utama dari suatu pembuktian
adalah putusan hakim yang didasarkan atas
pembuktian yang diajukan oleh para pihak.
Yang harus dibuktikan
• Yang harus dibuktikan adalah fakta hukum yang menjadi
pokok sengketa.
• Fakta hukum yaitu peristiwa hukum yang melahirkan
hubungan hukum perdata atau melahirkan hak dan
kewajiban perdata baik yang bersifat hak perseorangan,
hak kebendaan atau campuran dari hak perseorangan
dan hak kebendaan.
• Fakta hukum ini dpt dilihat dalam dalil-dalil yang diajukan
para pihak pada gugatan, jawaban, replik, duplik baik
dalam konvensi, maupun rekonvensi.
Yang tidak perlu dibuktikan
1. Fakta hukum yang tidak dibantah oleh pihak
berperkara dalam arti memang sama sekali tidak
membantah, atau berdiam diri (termasuk disini, tidak
pernah hadir dipersidangan (verstek)), atau bantahan
tidak beralasan.
Catatan:
- Bila tdidak pernah hadir dalam persidangan, maka pihak yang tidak
pernah hadir dianggap tidak membantah dalil lawan (Ps. 125 HIR, Ps 149
Rbg)
- Bantahan tdk beralasan adh bantahan yg tidak bisa dibuktikan dibuktikan
kebenarannya. (Ps. 163 HIR, Ps. 283 Rbg)
Ps. 163 HIR ”... utk membantah hak org lain haruslah membuktikan kebenaran
bantahannya itu....”.
Lanjut... Yang tdk perlu
dibuktikan
2. Fakta yang sudah diketahui umum
(Notoire Feiten) yaitu peristiwa / kejadian /
keadaan yg hrs diketahui oleh mereka
yang berpendidikan dan mengenal
zamannya tanpa melakukan penelitian
lebih lanjut. (spt: langit cerah itu berwarna
biru, tgl 17 agustus adalah hari libur dll).
Lanjut... Yang tdk perlu
dibuktikan
3. Fakta yg diketahui oleh hakim
berdasarkan pengalaman, misalnya
kecepatan mobil 100 km/ jam tidak
mungkin dihentikan seketika.
4. Fakta yg terungkap dimuka persidangan
pengadilan / hakim yang memeriksa
perkara.
5. Hukum positip / objektif, disini hakim
dianggap mengetahui hukumnya (ius curia
novit).
Siapa yang harus membuktikan
• Ps. 163 HIR, Ps. 283 Rbg, dan Ps 1865
KUHPerdata: “ Barang siapa yang mengaku
mempunyai hak atau yang mendasarkan pada
suatu peristiwa untuk menguatkan haknya itu
atau menyangkal hak orang lain, harus
membuktikan adanya hak atau peristiwa itu”
• Jadi: yang harus membuktikan adalah para
pihak yang berperkara yaitu pihak Penggugat
dan Tergugat.
Penilaian Pembuktian
• Yang wenang menilai hasil pembuktian adalah hakim
yang termasuk JUDEX FACTI, yaitu hakim-hakim yang
berwenang memeriksa fakta dan bukti, yaitu hakim-
hakim PN & PT.
• Hakim MA tdk mempunyai kewenangan utuk menilai hasil pembuktian,
karena MA hanya mempunyai kewenangan utk memeriksa soal
penerapan hukum atau pelanggaran hukum yg dilakukan oleh JUDEX
FACTI. ( Ps. 30 sub b UU No. 14 th 1985 ttg MA).
• PENGECUALIANNYA: MA dpt memeriksa dan menilai hasil pembuktian
dlm perkara:
1. MA membatalkan Pts JUDEX FACTI dan mengadili sendiri (Ps. 50 ay(2) UU
No. 14 th 1985)
2. MA memerikasa Permohonan Peninjauan Kembali (PK). (Ps. 28 ay (1) Sub c.
Jo Ps. 67 UU No. 14 th 1985)
Lanjut..Penilaian Pembuktian
• Dalam hal pembuktian,
1. Hakim bersikap pasif artinya hakim hanya
menilai alat-alat bukti yang diajukan oleh
para pihak.
2. Hakim dapat pula bersikap aktif artinya
hakim berwenang menentukan saat tahapan
pembuktian, syarat-syarat sahnya
pembuktian, tata cara pembuktian,
pembebanan pembuktian dan penilaian
hasil pembuktian.
Bagaimana hakim melakukan
penilaian pembuktian ?
• Pada asasnya hakim bebas untuk menilai
pembuktian, kecuali undang-undang tidak
mengatur sebaliknya (hakim terikat /tdk
bebas dlm melakukan penilaian
pembuktian).
• Kapan hakim bebas / kapan terikat dalam
melakukan penilaian pembuktian?
Tentang hal ini ada 3 teori.
3 Teori penilaian pembuktian
1. Teori Pembuktian Bebas, artinya hakim bebas menilai alat-alat
bukti yang diajukan pihak berperkara baik alat-alat bukti yang
sudah disebutkan dalam UU atau yg tidak disebutkan dalam UU.
• Teori ini menghendaki agar penilaian hakim sedapat mungkin mendekati
keadilan, shg hakim tdk terlalu terikat dg alat bukti yg diajukan oleh para
pihak.
• Dlm melakukan penilaian tidak mustahil adanya perbedaan penilaian
pembuktian antara sesama hakim majelis.
• Kelemahan teori ini adh tdk menjamin adanya kepastian hukum dlm hal
penilaian terhadap hasil pembuktian.
Teori ini diterapkan pada penilian terhadap keterangan saksi. Men.
Ps. 172 HIR, Ps. 309 Rbg, Ps. 1908 KUHPerdata, hakim tidak
wajib mempercayai keterangan seorang saksi, yg berarti hakim
bebas menilai kesaksian.
Lanjut ..3 teori penilaian
pembuktian
2. Teori pembuktian terikat, artinya hakim terikat dengan
alat pembuktian yang diajukan oleh pihak berperkara.
Teori ini terbagi lagi menjadi dua macam:
a. Teori pembuktian negatif, yaitu hakim terikat dengan larangan
UU dalam penilaian terhadap suatu alat bukti ttt. (Ps. 169 HIR,
Ps. 306 Rbg, Ps 1905 KUH Perdata)
b. Teori Pembuktian Positif, yaitu hakim terikat dg perintah UU
dalam memberikan penilaian terhadap alat bukti ttt. (Ps. 165
HIR, Ps. 285 Rbg, Ps. 1870 KUH Perdata ; hakim terikat
penilaian terhadap akta yg merupakan alat bukti tertulis).
Lanjut ..3 teori penilaian
pembuktian
• Teori pembuktian terikat ini menghendaki agar penilaian
hakim sedapat mungkin memberikan kepastian hukum.
Misalnya hakim terikat dg alat bukti sumpah (khususnya
sumpah pemutus), artinya bila pihak yg sudah
bersumpah, ia dimenangkan perkaranya sedangkan bila
ia menolak sumpah maka ia dikalahkan. Demikian pula
alat bukti akta outentik hanya bisa digugurkan jika
terdapat kepalsuan. Begitu juga dalam menilai seoarang
saksi saja sebagai “Unus Testis Nullus Testis”.
• Kelemahan teori ini adh tidak/ kurang menjamin adanya
keadilan.
Lanjut ..3 teori penilaian
pembuktian
3. Teori pembuktian gabungan, artinya hakim
bebas dan terikat dalam menilai hasil
pembuktian sekaligus ,misalnya hakim bebas
menilai alat bukti permulaan, shg hakim masih
memerlukan adanya sumpah tambahan. Bila
sumpah tambahan dilakukan, maka hakim
terikat menilainya, bila tidak sisertai sumpah
tambahan maka hakim bebas menilai alat bukti
permulaan tsb.
Lanjut..Penilaian Pembuktian
• Berdasarkan sistem HIR, dalam acara perdata
hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yg
berarti hakim hanya boleh mengambil keputusan
berdasarkan alat-alat bukti yg ditentukan oleh
undang-undang saja.
• Alat-alat bukti yg disebutkan oleh UU (Ps. 164
HIR, Ps. 284 Rbg, Ps. 1866 KUH Perdata)
meliputi: alat bukti tertulis, alat bukti saksi, alat
bukti persangkaan, alat bukti pengakuan dan
alat bukti sumpah.
Bukti lawan
• Bukti lawan adh setiap pembuktian yang
bertujuan ntuk menyangkal akibat hukum
yang dikehendaki oleh pihak lawan atau
untuk membuktikan ketidakbenaran fakta
hukum yang diajukan oleh pihak lawan.
• Bukti lawan ini sama mutu dan
penilaiannya oleh pihak hakim dengan
bukti yang mula-mula diajukan pihak yang
berperkara. Mis:
Lanjt.. Bukti lawan
• Mis:
- Penggugat mengajukan alat bukti otentik berupa akta
notaris (diberi tanda P-1), yg membuktikan Tergugat
masih punya hutang Rp. 10 juta.
- Tergugat mengajukan alat bukti kuitansi (diberi tanda
T-1) yang dimaksudkan membuktikan hutang Rp. 10
juta tersebut telah dibayar kepada Penggugat
Jadi T-1 itulah yang disebut dengan bukti lawan,
yang tujuannya untuk mematahkan P-1.
Pembagian Beban Pembuktian
• Dasar hk bagi hakim utk melakukan pembagian
beban pembuktian adh:
Ps. 163 HIR, Ps. 283 Rbg, dan Ps 1865 KUHPerdata:
“ Barang siapa yang mengaku mempunyai hak atau
yang mendasarkan pada suatu peristiwa untuk
menguatkan haknya itu atau menyangkal hak orang
lain, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa
itu”
• Berdasar hal tsb bs disimpulkan : masing-
masing pihak (P & T) dapat saja dibebani
pembuktian oleh hakim di persidangan, ini
bergantung pd dalil para pihak yg dpt dilihat dlm
gugatan & jawaban.
Beberapa teori pembagian beban
pembuktian