You are on page 1of 5

PANGHIYANGANI, et al.

/ POTENSI EKSTRAK DAUN DEWA (GYNURA PSEUDOCHINA LDC)

Potensi Ekstrak Daun Dewa (Gynura Pseudochina Ldc) Sebagai Larvasida Nyamuk Aedes Aegypti Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue
Potential of Gods Leaf (Gynura pseudochina LDC) Extract as a Larvacide for Aedes aegypti Mosquito Vector of Dengue Hemorrhagic Fever
Roselina Panghiyangani1), Rahmiati2), Noor Ahda F.3)
1) Bagian Biologi Kedokteran-FK UNLAM 2) Bagian Mikrobiologi FK-UNLAM 3) Program Studi Kesehatan Masyarakat FK-UNLAM

ABSTRACT
Background. Gods leaf plant (Gynura pseudochina LDC) has active substances including saponin, flavonoid, and etheric oil. These substances have insecticide effect against larvae. Therefore Gods leaf plant can probably used to control Aedes aegypti mosquito population in its larvae form. This study aimed to determine the efficacy of Gods leaf extract in killing Aedes aegypti instar IV mosquito larvae. Methods. This was an experimental study. The Gods leaf was macerated to obtain the extract form. In this study the concentration levels of Gods leaf were varied including 550 ppm, 1100 ppm, 2200 ppm, 4400 ppm, 8800 ppm, respectively. The positive control was temefos 1%, and the negative control was CMC-Na 1%, each with four replication. The Gods leaf extract was then administered to 25 l Aedes aegypti larvae in each concentration group. This sample was observed for 24 hours. The data on the number of killed larvae was analyzed using Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney tests. Results. There was no statistical difference in the mean number of killed larvae among different concentration (p=0.40). All concentrations could kill the larvae. Mann-Whitney test showed statistically significant difference in the mean number of killed larvae between negative control and each concentration group. There was no statistical difference in the number of killed larvae between positive control and the God leaf groups. Conclusion. Gods leaf extract (Gynura pseudochina (LDC) has statistically significant effect on the death of A. aegypti instar IV mosquito larvae, therefore can be used as a natural larvacide. Keywords: Gods leaf extract, larvacide, Aedes aegypti instar IV larvae

PENDAHULUAN Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, penyakit yang ditularkan oleh vektor nyamuk masih merupakan masalah kesehatan yang penting. Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk antara lain malaria, demam berdarah dengue (DBD), filariasis (penyakit kaki gajah). Vektor penyakit yang sampai saat ini sering menimbulkan masalah kesehatan khususnya di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk A. aegypti merupakan vektor utama penyebab penyakit DBD di Indonesia. Penyakit DBD adalah penyakit yang ditularkan

melalui gigitan A. aegypti betina yang mengandung virus dengue dalam tubuhnya (Dewi et al, 2003). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2004 terdapat 100 juta kasus demam berdarah setiap tahun. Rata-rata angka kematian akibat penyakit ini mencapai 15% atau 25 ribu orang meninggal setiap tahunnya. Jumlah penderita DBD di seluruh Indonesia pada tahun 2004 mencapai 26,015 orang, sebanyak 389 penderita meninggal dunia. Angka Cumulative Incidence (CI) kasus DBD di Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2007 sampai dengan bulan September 2009 berturut-turut sebesar 35.6

121

JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 2/JULI/2009

per 100,000 penduduk, 14.4 per 100,000 penduduk, 11.26 per 100,000 penduduk. Kasus DBD di Kotamadya Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2007 sampai dengan bulan September 2009 secara berturut-turut dilihat dari angka IR sebesar 45.10 per 100,000 penduduk, 34.30 per 100,000 penduduk, 52.09 per 100,000 penduduk (Adhani, 2008; Kristina et al, 2004; Majaya, 2007; Sukamto, 2009). Dampak negatif yang ditimbulkan oleh nyamuk A. aegypti perlu dikendalikan. Bentuk pengendalian ini dapat dilakukan secara mekanik, biologi, kimia, atau perubahan sifat genetik. Pengendalian yang paling populer saat ini adalah pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan insektisida karena bekerjanya lebih efektif dan hasilnya cepat terlihat bila dibandingkan dengan pengendalian biologis. Namun hal ini mempunyai dampak negatif antara lain pencemaran lingkungan, kematian predator, resistensi serangga sasaran, dapat membunuh hewan piaraan, bahkan juga manusia.Pemakaian temefos 1% selama 30 tahun memang memungkinkan berkembangnya resistensi, resistensi larva A. aegypti terhadap temefos telah dilaporkan terjadi di Brazil, Bolivia dan Argentina, Venezuela, Kuba, French Polynesia Karibia dan Thailand. Hasil penelitian Istiana et al (2009) melaporkan bahwa sudah terjadi resistensi larva A. aegypti terhadap temefos 1% di wilayah kota Banjarmasin Barat-Kalimantan Selatan. Oleh karena itu perlu adanya insektisida yang ramah lingkungan seperti insektisida yang berasal dari senyawa bioaktif dari tumbuhan (Dewi et al, 2003; Gafur, 2006; Marlinae et al, 2006; Suwanneepromsiri et al, 2006, Istiana, 2009). Penelitian tentang potensi tanaman sebagai larvasida A. aegypti pernah dilakukan oleh Sussana et al (2003) dengan menggunakan ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolious Roxb). Hasil penelitian tersebut telah membuktikan terjadinya kematian larva dengan rata-rata kematian 24 jam setelah perlakuan dari tiap ulangan. Pada konsentrasi 1600 ppm dapat membunuh larva nyamuk A. aegypti sebesar 29,44%. Konsentrasi tertinggi yang dapat membunuh larva nyamuk A. aegypti adalah 2500 ppm yaitu dapat membunuh 55,55%. Tanaman Pandanus amaryllifolious Roxb. memiliki kandungan kimia saponin, alkaloid, flavonoid, tanin dan folifenol (Astari, 2008). Kandungan kimia daun dewa adalah
122

saponin, flavonoid, dan minyak atsiri. Daun dewa mengandung flavonoid berupa glikosida kuersetin dan beberapa asam fenolat yaitu asam klorogenat, asam kafeat, asam p-kumarat, asam phidroksibenzoat, dan asam vanilat (Astari, 2008). Kandungan kimia saponin, flavonoid dan minyak atsiri yang dimiliki oleh tanaman daun dewa (Gynura psedochina (L) DC) diduga mempunyai potensi sebagai larvasida A. aegypti. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan alergi serta sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin dapat menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan dan di antaranya digunakan sebagai racun ikan (Harborne, 2006). Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa yang bersifat racun, senyawa yang dapat diekstraksi dengan etanol. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan pada umumnya terdapat dalam tumbuhan. Flavonoid dapat digunakan sebagai antibiotik, menghambat perdarahan dan bahan aktif pembuatan insektisida (Banjo, 2006). Minyak atsiri umumnya dibagi dua komponen, yaitu golongan hidrokarbon dan golongan hidrokarbon teroksigenasi. Berdasarkan penelitian Heyne (1987), senyawasenyawa turunan hidrokarbon teroksigenasi (fenol) memiliki daya antibakteri kuat (Parwata,2008). SUBJEK DAN METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental murni untuk mengetahui aktivitas ekstrak daun dewa terhadap kematian larva nyamuk A. aegypti. Kegiatan ini menggunakan 2 kontrol (positif dan negatif ) dan 5 perlakuan dengan konsentrasi 550 ppm, 1100 ppm, 2200 ppm, 4400 ppm, 8800 ppm dengan 4 kali replikasi. Bahan penelitian yang digunakan adalah simplisia daun dewa, etanol, Carboxy Methyl CellusaNatrium (CMC-Na) 1%, aquades dan larva nyamuk A. aegypti instar IV, sebanyak 25 ekor tiap kelompok perlakuan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipet ukur, gelas ukur 500 ml MBL (morambel) BS.604, gelas ukur 100 ml MC, gelas ukur 50 ml MC, gelas ukur 25 ml MC, timbangan digital Gibertini, toples, aluminium foil, gelas arloji, batang gelas untuk pengaduk dan saringan.

PANGHIYANGANI, et al./ POTENSI EKSTRAK DAUN DEWA (GYNURA PSEUDOCHINA LDC)

Pembuatan ekstrak daun dewa dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru dan pengujian larva dilakukan di Laboratorium Entomologi Loka Litbang P2B2 Tanah Bumbu-Kalimantan Selatan. HASIL-HASIL Rata-rata kematian larva pada berbagai tingkatan konsentrasi ekstrak daun dewa dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan, jumlah kematian larva pada variasi konsentrasi ekstrak yang diberikan tidak berbeda secara signifikan karena tiap tingkatan konsentrasi mampu membunuh seluruh larva uji. Keadaan ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun dewa pada larva nyamuk A. aegypti sangat efektif karena pada konsentrasi terendah sudah mampu membunuh seluruh larva uji.
25 20 15 Kematian larva 10 5 0 K (-) 550 ppm 2200 ppm 8800 ppm

Perhitungan uji lanjutan Post Hoc menggunakan uji Mann-Whitney antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok konsentrasi yaitu pada konsentrasi 550 ppm, 1100 ppm, 2200 ppm, 4400 ppm didapatkan nilai p=0.008. Artinya terdapat perbedaan jumlah kematian larva yang secara statistik signifikan antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok konsentrasi yaitu pada konsentrasi 550 ppm, 1100 ppm, 2200 ppm, 4400 ppm, sedangkan antara kelompok kontrol negatif dengan tingkat konsentrasi 8800 ppm didapat nilai signifikansi adalah sebesar p=0,011, artinya terdapat perbedaan jumlah kematian larva antara kelompok kontrol negatif dengan tingkat konsentrasi 8800 ppm. Penelitian ini menggunakan kontrol negatif berupa Cellusa Methyl Carboxyl-Natrium 1% (CMC-Na) yang merupakan pelarut antara ekstrak dengan air. Hasil perhitungan yang didapat adanya perbedaan jumlah kematian larva antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok konsentrasi menunjukkan bahwa yang bekerja dalam membunuh larva nyamuk A. aegypti instar IV adalah zat aktif yang terkandung dalam ekstrak daun dewa. Kandungan kimia daun dewa yang berperan sebagai larvasida adalah saponin, flavonoid, dan minyak atsiri. Saponin dapat menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan. Flavonoid dapat digunakan sebagai antibiotik, menghambat perdarahan dan bahan aktif pembuatan insektisida. Minyak atsiri umumnya dibagi dua komponen, yaitu golongan hidrokarbon dan golongan hidrokarbon teroksigenasi. Senyawasenyawa turunan hidrokarbon teroksigenasi (fenol) memiliki daya antibakteri kuat (Parwata, 2008). Analisis post hoc dengan uji Mann-Whitney antara kelompok kontrol positif dengan kelompok konsentrasi yaitu konsentrasi 550 ppm, 1100 ppm, 2200 ppm, 4400 ppm didapatkan nilai p=1.000. Artinya tidak terdapat perbedaan jumlah kematian larva antara kelompok kontrol positif dengan kelompok konsentrasi. Hasil perhitungan uji Mann-Whitney antara kelompok kontrol positif dengan tingkat konsentrasi 8800 ppm didapatkan nilai signifikansi adalah sebesar p=0.317, artinya tidak terdapat perbedaan jumlah kematian larva antara kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan yaitu pada tingkat konsentrasi

K (-) K (+) 550 ppm 1100 ppm 2200 ppm 4400 ppm 8800 ppm

Kelompok perlakuan

Gambar 1. Diagram rata-rata kematian larva pada berbagai tingkatan konsentrasi ekstrak

Berdasarkan perhitungan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk didapat nilai signifikansi sebesar p<0,001. Kemudian data ditransformasi dan diuji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk tetapi data tetap tidak normal. Data kemudian diuji dengan uji Kruskal-Wallis. Uji ini digunakan untuk menganalisis beda rata-rata kematian larva instar IV pada berbagai kelompok perlakuan. Berdasarkan perhitungan uji Kruskal-Wallis nilai signifikansi mean populasi adalah sebesar p=0.001. Artinya terdapat perbedaan mean populasi yang secara statistik bermakna jumlah kematian larva pada seluruh kelompok perlakuan. Untuk melihat perbedaan ratarata kematian larva pada kelompok perlakuan dapat diketahui melalui uji lanjutan dengan menggunakan uji Mann-Whitney (Dahlan, 2008).

123

JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 2/JULI/2009

8800 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun dewa pada berbagai tingkat konsentrasi sangat efektif dalam membunuh larva nyamuk A. aegypti instar IV karena tidak ada perbedaan kematian antara tingkat konsentrasi pada perlakuan dengan kontrol positif yang menggunakan zat aktif berupa temefos 1% sebagai larvasida dan sudah umum digunakan di masyarakat. PEMBAHASAN Temuan penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian larvasida terhadap larva nyamuk A. aegypti menggunakan daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolicus Roxb.) oleh Dewi et al. (2003) menyebutkan bahwa zat aktif saponin yang terkandung di dalam pandan wangi dapat membunuh larva nyamuk A. aegypti stadium dewasa. Ekstrak daun dewa yang mengandung beberapa zat aktif yang sama dengan zat aktif pandan wangi berupa saponin, flavonoid dan minyak atsiri yang berperan sebagai larvasida. Senyawa-senyawa aktif tersebut berperan sebagai stomach poisoning yaitu sebagai racun perut bagi nyamuk dengan mekanisme menghambat kinerja hormon pertumbuhan (juvenile hormone ). Terhambatnya pertumbuhan hormon juvenil pada larva nyamuk dapat menimbulkan kematian karena tidak ada pertumbuhan (Silfiyanti, 2006). Keadaan tersebut secara tidak langsung dapat menimbulkan kematian terhadap larva nyamuk. Adanya senyawa fenol dari komponen minyak atsiri yang terkandung dalam daun dewa dapat menyebabkan terjadinya lisis pada sel larva sehingga dapat meracuni ke dalam sel dan mengakibatkan kebocoran metabolit essensial, kemudian fenol di dalam sel akan merusak sistem kerja sel. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis. Hal ini lah yang memicu kematian larva Aedes aegypti (Parwata,2008). Senyawa fenol mempunyai sifat racun dehidrasi (desiscant). Racun tersebut merupakan racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian karena kehilangan cairan terus menerus. Larva yang terkena racun ini akan mati karena kekurangan cairan
124

(Wahyuni,2005). Racun kontak adalah larvasida yang masuk ke dalam tubuh larva melalui kulit, celah/ lubang alami pada tubuh (sifon). Larva akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan larvasida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun lambung. Penggunaan insektisida sintetik di Indonesia seperti temefos dikenal sangat efektif, relatif murah, mudah dan praktis tetapi dapat berdampak tidak baik terhadap lingkungan karena menimbulkan pencemaran. Selain itu serangga menjadi resisten, resurgensi atau toleran terhadap insektisida. Di Indonesia temefos 1% (Abate 1SG) telah digunakan sejak 1976, dan sejak 1980 abate telah dipakai secara massal untuk program pemberantasan A. aegypti di Indonesia. Tingginya frekuensi abatisasi ini dapat lebih mendorong terjadinya resistensi pada populasi A. aegypti. Selain itu, pemakaian abate selama 30 tahun memang memungkinkan berkembangnya resistensi (Gafur et al, 2006; Siregar; 2004). Istiana et al (2009) melaporkan bahwa sudah terjadi resistensi larva A. aegypti terhadap temefos 1% di wilayah kota Banjarmasin Barat-Kalimantan Selatan. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencari bahan hayati yang lebih selektif dan aman. Berdasarkan penelusuran paten AS dan Eropa, banyak diperoleh larvasida kimiawi tetapi tidak untuk larvasida hayati yang berasal dari tanaman. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memperoleh larvasida hayati di Indonesia dan di negara lain. Tetapi, sebagian besar masih memiliki selektivitas dan efektivitas yang rendah, terutama penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan sumberdaya alam Indonesia. Indonesia memilki kekayaan sumber daya hayati yang sangat berlimpah didukung dengan keanekaragaman indiginous knowledge yang sangat tinggi, maka perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh larvasida hayati Indonesia yang selektif, efektif dan aman. Daun dewa (Gynura pseudochina (L) DC) merupakan tanaman obat yang banyak tumbuh di Indonesia salah satunya terdapat di Kalimantan. Kandungan zat aktif yang terdapat dalam daun dewa terbukti dapat membunuh larva A. aegypti sama efektifnya dengan temefos 1% yang sudah umum digunakan sebagai larvasida A. aegypti di Indonesia. Karena itu daun dewa dapat dipakai sebagai alternatif larvasida alami yang efektif dan ramah lingkungan.

PANGHIYANGANI, et al./ POTENSI EKSTRAK DAUN DEWA (GYNURA PSEUDOCHINA LDC)

Penelitian ini menyimpulkan ekstrak daun dewa (Gynura pseudochina (L) DC) berpengaruh yang secara statistik signifikan terhadap kematian larva nyamuk A. aegypti instar IV dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi larvasida alami. DAFTAR PUSTAKA Adhani R (2008). Data kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) per kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2008. Banjarmasin: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. Astari Ery Y (2008). Pengaruh pemberian decocta daun dewa (Gynura Pseudochina (L) Dc ) terhadap penurunan kadar asam urat serum pada mencit putih jantan galur balb-c hiperurisemia. skripsi : Universitas Muhammadiyah Surakarta. Boewono D.T, Sudjarwo, Blodine Ch.P, Suwaryono T (2005). The effectiveness and residual effect of Bacillus thuringiensis is raelensis H14 new formulation (tablet) for controlling Aedes aegypti larvae in the earthen water jars. Jurnal Kedokteran YARSI; 13 (2): 174-183. Banjo AD, Lawal OA and Aina SA (2006). Insect associated with some medicinal plants in south western Norwegia. International Digital Organization for Scientific Information. 1 (1): 40-53. Dahlan S. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika, 2008. Dewi S, Rahman A dan Pawenang ET (2003). Potensi daun pandan wangi untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Ekologi Kesehatan; 2 (2): 228 231. Gafur A, Mahrina, dan Hardiansyah (2006). Kerentanan larva Aedes aegypti dari Banjarmasin Utara terhadap temefos. Bioscientiae, 3(2): 73 82. Harborne J (2006) Metode Fitokimia edisi IV. Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB. Iswantini D. (2007) Biorospeksi Tanaman Obat Kamndrah (Croton tiglium L.) : Studi Agrobiofisik dan Pemanfaatannya sebagai

Larvasida Hayati Pencegah Demam Berdarah Dengue. Pusat Studi Biofarmaka LPPM. Istiana, Farida H., Isnaini (2009) Uji Resistensi Larva Nyamuk Aedes aegypti dari Banjarmasin Barat terhadap Temefos. Laporan Penelitian Hibah FK Kristina, Isminah, dan Wulandari (2004) Demam berdarah dengue. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Majaya S (2007). Data kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) per kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2007. Banjarmasin: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. Marlinae L, Lisda H, Joharman, VM (2006). Effectiveness of extract rhizome turmeric (Curcuma domestica, Val) in killing Aedes aegypti larva cause of Dengue Hemmorhargic Fever (DHF). Jurnal Kesehatan Lingkungan; 3 (2): 22-28. Parwata IM, Dewi PFS (2008). Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galangal L.). Jurnal Kimia; 2(2): 100-104. Siregar F (2004). Epidemiologi dan pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara. Silfiyanti E dan Kristianto H (2006). Pengaruh pemberian ekstrak daun pare (Momordica charantia L) dalam menghambat pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti. Malang: Universitas Brawijaya. Sukamto (2009). Data kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) per kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2009. Banjarmasin: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. Suwanneepromsiri A, Kruatrachue M dan Thavara U (2006). Evaluations of larvicidal activity of medicinal plant extracts to Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) and other effects on a non target fish. Insect Science, 13, 179-188 Wahyuni S (2005). Daya Bunuh Ekstrak Serai (Andropogen nardus) terhadap nyamuk Aedes aegypti. Skripsi : Universitas Negeri Semarang.

125

You might also like